BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan sarana yang sangat penting bagi kehidupan manusia untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

2. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMP/MTs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalin hubungan dengan luar. Indonesia adalah alat komunikasi paling penting untuk mempersatukan

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

JENIS PRAANGGAPAN DALAM FILM MERRY RIANA MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN. dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu cara berkomunikasi seseorang dengan

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan ide, gagasan dan pesan yang hendak disampaikan oleh penutur

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB II LANDASAN TEORI. dalam surat kabar harian Suara Merdeka dan surat kabar harian Kedaulatan Rakyat

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. penting. Peranan tersebut, antara lain: untuk menyampaikan beragam informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. gagasan serta apa yang ada dalam pikirannya. Agar komunikasi dapat berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan alat ucap (organ of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

Jurnal SAP Vol. 1 No. 1 Agustus 2016 ISSN: X PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

I. PENDAHULUAN. universal. Anderson dalam Tarigan (1972:35) juga mengemukakan bahwa salah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah di dalam interaksi lingual itu.

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/SEKOLAH MENENGAN KEJURUAN/ MADRASAH ALIYAH/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/SMK/MA/MAK)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi, baik komunikasi antar individu yang satu dengan yang

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan manusia sehari-hari tidak pernah terlepas dari proses interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

03Teknik RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA. Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Narasumber. (siswa) menit 2 x 40. Tentukan pola. Tulislah enam pokok laporan dari laporan. urutan laporan dan buktikan. dengarkan! yang kamu.

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

Transkripsi:

6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Praanggapan dalam Film 5cm Karya Donny Dhirgantoro oleh Jenifer Amilia Putri Aditama tahun 2015 Universitas Negeri PGRI Kediri Penelitian Jenifer bertujuan untuk menyebutkan bentuk-bentuk praanggapan dalam tuturan dan menyebutkan bentuk-bentuk praanggapan yang dikaitkan dengan konteks situasi, partisipan, dan pengetahuan bersama dalam tuturan film 5CM karya Donny Dhirgantoro. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif sesuai dengan data dalam penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan. Sumber data yang digunakan adalah film 5CM karya Dony Dhirgantoro. Hasil dari penelitian ini, peneliti dapat mengetahui makna dan menjelaskan praanggapan sesuai dengan bentuk kata yang dikaitkan dengan konteks situasi, pengetahuan bersama, dan partisipan dalam tuturan film 5CM. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada jenis penelitian dan teori yang digunakan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan teorinya menggunakan teori praanggapan.perbedaan penelitian Jenifer Amilia Putri Aditama dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada data dan sumber data yang digunakan. Data yang digunakan peneliti adalah tuturan dalam film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar karya Alberthiene Endah, sedangkan data Jenifer adalah tuturan dalam film 5CM karya Dony Dhirgantoro. Kemudian, sumber data yang digunakan peneliti 6

7 adalah film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar karya Alberthiene Endah, sedangkan sumber data peneliti terdahulu adalah film 5CM karya Dony Dhirgantoro. 2. Penelitian dengan judul Praanggapan Antara Penutur Dengan Petutur Dalam Drama: Nihonjin No Shiranai Nihongo oleh Etny Novita Sari tahun 2009 Universitas Brawijaya Penelitian yang dilakukan Etny bertujuan untuk mengungkapkan bahwa masalah komunikasi dapat terjadi karena perbedaan praanggapan penutur dalam menggunakan pilihan bahasa tertentu dengan informasi yang dipraanggapkan oleh petuturnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan dalam drama Nihonjin No Shiranai Nihongo karya Umino Nagiko. Sumber data yang digunakan dalam penelitian Etny adalah naskah drama Nihonjin No Shiranai Nihongo karya Umino Nagiko. Hasil penelitian ini berupa identifikasi bentuk perbedaan praanggapan yang terjadi serta faktor-faktor penyebab perbedaan praanggapan. Persamaan penelitan tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada jenis dan teori penelitiannya. Jenis penelitian yang digunaka adalah deskriptif kualitatif, sedangkan teorinya adalah praanggapan. Sama halnya dengan penelitian sebelumnya, perbedaan penelitian kedua atau penelitian yang dilakukan oleh Etny Novita Sari terletak pada data dan sumber data yang digunakan. data yang digunakan oleh Etny adalah tuturan dalam drama Nihonjin No Shiranai Nihongo karya Umino Nagiko, sedangkan data peneliti adalah tuturan dalam film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar karya Alberthiene Endah. Sumber data peneliti adalah film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolarkarya Alberthiene Endah, sedangkan penelitian Etny menggunakan sumber data naskah drama Nihonjin No Shiranai Nihongo karya Umino Nagiko.

8 B. Landasan Teori 1. Pragmatik Parera (2001:126) mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa dalam komunikasi, hubungan antara kalimat, konteks, situasi, dan waktu diujarkannya dalam kalimat tersebut. Yule (2006: 4) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a) bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Kemudian Leech (Gunarwan 2004: 2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini dibagi menjadi tiga. Pertama semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik. Kedua pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik. Kemudian yang ketiga komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat dikatakan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya. Makna bahasa tersebut dapat dimengerti bila diketahui konteksnya. Batasan pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian bahasa mengenai bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud pembicara,konteks, dan keadaan.ada beberapa topik yang dibahas dalam pragmatik, antara lain teori tindak tutur, teori implikatur, teori relevansi, dieksis, dan praanggapan. Karena teori yang digunakan dalam penelitian adalah pragmatik, maka peneliti hanya akan membahas mengenai praanggapan.

9 2. Praanggapan a. Pengertian Praanggapan Praanggapan merupakan salah satu bentuk fenomena pragmatik. Praanggapan (presuposisi) berasal dari to pre-suppose yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan. Seperti yang disampaikan Yule (2006: 43) bahwa praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi peserta percakapan. Kemudian Cummings (2007:43) menyatakan bahwa praanggapan merupakan kondisi yang dianggap ada sebelum penutur membuat ujaran. Menurut Keenan (Purba, 2002: 68), praanggapan pragmatik sebagai hubungan antara pembicara dengan kewajaran suatu kalimat dalam suatu konteks tertentu. Praanggapan pragmatik mengisyaratkan adanya suatu kewajaran kalimat atau pernyataan jika dikaitkan dengan pengetahuan masyarakat. Baik yang dimiliki oleh pembicara maupun oleh pendengar atau penanggap. Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan bersama antara pembicara dan pendengar atau penanggap dalam suatu peristiwa berbahasa. Berbahasa akan membuat bentuk bahasa yang mempunyai makna bagi pendengar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan ada oleh penutur sebelum membuat ujaran dalam suatu pernyataan. Kemudian, ada keterikutan yang memiliki makna yang diasumsikan pada sebuah tuturan. Praanggapan juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Pemahaman praanggapan melibatkan dua partisispan utama, yaitu duapenutur atau yang membuat

10 suatu pernyataan atau tuturan dan lawan tutur. Praanggapan belum tentu benar jika belum dikaitkan dengan partisipan, konteks situasi, dan pengetahuan bersama. b. Jenis-jenis Praanggapan Yule (2006:46) mengatakan bahwa terdapat enam jenis praanggapan yaitu existetial presuposition (praanggapan eksistensial), factive presuposition (praanggapan faktual), lexical presuposition (praanggapan leksikal), structural presuposition (praanggapan struktural), nonfactive presuposition (praanggapan nonfaktual), dan counter factual presuposition (praanggapan yang berlawanan). Keenam jenis praanggapan tersebut akan dijelaskan secara detail sebagai berikut: 1) Existetial Presuposition (Praanggapan Eksistensial) Menurut Yule (2006:46), presupposisi yang ada tidak hanya diasumsikan terdapat dalam susunan possesif, tetapi juga lebih umum dalam frasa nomina tertentu. Dengan menggunakan ungkapan-ungkapan, penutur diasumsikan berada dalam entitas-entitas yang disebutkan. Jadi, praanggapan eksistensial merupakan praanggapan yang tidak hanya diasumsikan keberadaannya dalam kalimat-kalimat yang menunjukkan kepemilikan, akan tetapi tuturan tersebut mempunyai keberadaan atau eksistensi yang lebih luas.praanggapan eksistensial menunjukkan bagaimana keberadaan atas suatu hal dapat disampaikan melalui tuturan, contoh: Sepeda Yuni baru Praanggapan dalam tuturan di atas menyatakan keberadaan; (1) ada sepeda, (2) ada orang bernama Yuni. Kedua praanggapan tersebut menunjukkan keberadaan atau eksistensi.

11 2) Factive Presuposition (Praanggapan Faktual) Menurut Yule (2006: 47) praanggapan faktual muncul dari informasi yang disampaikan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini kebenarannya. Kata-kata yang bisa menyatakan fakta dalam tuturan adalah kata kerja yang dapat memberikan makna pasti dalam tuturan, contoh: Saya tidak sadar bahwa dia sudah menikah Praanggapan dalam tuturan di atas adalah (1) dia sudah menikah. Penggunaan kata mengetahui, sadar, sudah, dan mau adalah kata-kata yang menyatakan sesuatu yang dinyatakan sebagai sebuah fakta dalam tuturan. Walaupun dalam tuturan tidak terdapat kata-kata tersebut, kefaktualan suatu tuturan yang muncul praanggapan dapat diketahui melalui partisipan tutur, konteks situasi dan pengetahuan bersama. 3) Lexical Presuposition (Praanggapan Leksikal) Praanggapan leksikal merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan (Yule, 2006: 47). Bedanya dengan praanggapan faktual adalah tuturan praanggapan leksikal dinyatakan secara tersirat sehingga penegasan atas praanggapan tuturan tersebut bisa didapat setelah pernyataan dari tuturan tersebut, contoh: Ia berhenti merokok Praanggapan dari tuturan di atas adalah (1) dulu ia merokok. Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata berhenti yang menyatakan ia pernah merokok sebelumnya, namun sekarang sudah berhenti.

12 4) Structural Presuposition (Praanggapan Struktural) Praanggapan struktural dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa melihat kata-kata yang digunakan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Yule (2006, 49) bahwa struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai presupposisi secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Dalam bahasa Inggris penggunaan struktur terlihat dalam WH-question yang langsung dapat diketahui maknanya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kalimat tanya juga dapat ditandai dari penggunaan kata tanya dari tuturannya. Kata seperti apa, mengapa, di mana, kemana, dan bagaimana menunjukkan praanggapan yang muncul dari tuturan tersebut, contoh: Siapa yang membuka jendela Praanggapan pada tuturan di atas adalah (1) ada seseorang membuka jendela. Praanggapan yang menyatakan seseorang sebagai obyek yang dibicarakan dan dipahami oleh penutur melaui struktur kalimat tanya yang menyatakan siapa. 5) Nonfactive Presuposition (Praanggapan Nonfaktual) Paraanggapan nonfaktual merupakan praanggapan yang masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti atau ambigu. Selain itu, menurut Yule (2006: 50) suatu presupposisi yang diasumsikan tidak benar, contoh: Andai aku jadi orang kaya. Praanggapan yang muncul dari tuturan di atas adalah (1) aku tidak kaya. Praanggapan andai sebagai pengandaian dapat memunculkan praanggapan nonfaktual. Selain itu, praanggapan yang tidak faktual dapat diasumsikan melalui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dengan fakta yang disampaikan.

13 6) Counter Factual Presuposition (Praanggapan dengan Fakta yang Berlawanan atau Bertentangan) Praanggapan ini menghasilkan praanggapan yang kontradiktif atau berlawanan dengan pernyataannya. Kondisi yang mengahsilkan praanggapan seperti ini biasanya dalam tuturannya mengandung if-clause atau pengandaian. Seperti yang dikatakan Yule (2006: 51) counter factual presuposition yang berarti bahwa apa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi merupakan kebalikan (lawannya) dari benar, atau bertolak belakang dengan kenyataan. Hasil ini akan menjadi kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya, contoh: Kalau hari ini Alex datang, dia akan bertemu dengan Ani. Dari tuturan diatas, praanggapan yang muncul adalah (1) Alex tidak datang. Praanggapan tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan kata kalau. Penggunaan kata tersebut membuat praanggapan yang kontradiktif dari tuturan yang disampaikan. Pembagian praanggapan tersebut menunjukkan bahwa tuturan dapat menimbulkan praanggapan bahkan sampai hal terkecil. Namun, dengan adanya penanda pada setiap praanggapan tersebut, praanggapan yang muncul dan yang akan menjadi fokus dalam penelitian adalah tuturan yang berkaitan dengan partisipan, konteks situasi, dan pengetahuan bersama. Pembagian praanggapan tersebut juga didasarkan atas keterikutan yang diasumsikan sebagai makna. Yule membagi praanggapan tersebut berdasarkan kata-kata yang dipakai. Dengan melihat kata- kata yang dipakai didapatkan enam jenis praanggapan seperti yang telah dijelaskan di atas.

14 c. Unsur-unsur Praanggapan Seperti yang telah di katakan sebelumnya, bahwa terdapat unsur-unsur yang mendukung adanya praanggapan. Seperti yang disampaikan Yule (1996: 86) bahwa terdapat unsur-unsur penting yang mendukung pemahaman dan kemunculan praanggapan. Unsur-unsur tesebut antara lain partisipan, konteks situasi, dan pengetahuan bersama. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain. Selain itu, unsur-unsur penting itu menjadi pembatas dalam menganalisis tuturan tersebut. Untuk lebih jelasnya akan dibahas sebagai berikut: 1) Partisipan Kajian pragmatik memungkinkan memahami makna melalui referensi yang dimiliki partisipannya. Partisipan dapat diindentifikasikan melalui ekspresi yang digunakan dalam tuturan. Adanya hubungan yang diberi nama atau sebutan yang sesuai dengan objek yang dibicarakan menunjukkan kaitan dengan partisipan. Dengan adanya tuturan tertentu oleh atau untuk partisipan, asumsi yang didapat dari sebuah tuturan jadi berbeda dan memiliki ciri khas satu sama lain (Yule, 1996: 19). Hal tersebut juga yang membedakan antara kajian pragmatik dan semantik. 2) Konteks Situasi Konteks situasi adalah bagian dari situasi dalam kajian linguistik yang mengacu pada penggunaan ungkapan dan tuturan. Konteks memiliki dampak yang lebih besar terhadap tuturan karena lebih mudah dipahami. Untuk mendukung suatu analisis, dibutuhkan konteks dan pengetahuan bersama yang dapat membantu partisipan dalam memaknai tuturan (Yule, 1996: 22). Sebagai acuan, konteks tidak

15 selalu berhubungan dengan makna dalam kata atau kalimat namun bagaimana kaitannya dengan partisipan tutur dan bagaimana tuturan tersebut diasumsikan. 3) Pengetahuan Bersama Untuk memahami sebuah tuturan, secara tidak langsung terdapat aturan tidak tertulis yang mengharuskan penutur dan lawan tutur mempunyai pemahaman mengenai struktur pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Menurut Yule (1996: 85) fungsi struktur ini berfungsi untuk melihat pola dalam tuturan sehingga pemahaman yang didapat sesuai dengan diinginkan penutur. Pengetahuan bersama yang dimiliki oleh partisipan dan peneliti untuk memahami tuturan dalam adegan merupakan salah satu unsur yang mendukung munculnya praanggapan. Segala tuturan yang tejadi selama tuturan berlangsung, dapat diasumsikan sebagai pengetahuan bersama. Untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan tujuan penutur, pengetahuan bersama menjadi sangat penting terutama untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. d. Perolehan Praanggapan Grundi menguraikan mengenai kajian pragmatik dan praanggapan. Dalam kajian pragmatik terdapat praanggapan yang termasuk di dalamnya dan kajian tersebut dipahami berdasarkan pengetahuan bersama mitra tutur. Pengetahuan bersama diasumsikan akan membantu pemahaman ide dalam tuturan atau ujaran serta pemahaman partisipan atas dasar tuturan yang digunakan untuk menyampaikan tuturan tersebut. Grundy (2000: 119) menyatakan bahwa cara lain dalam memandang praanggapan adalah bagaimana melihat praanggapan sebagai cara untuk menyatakan

16 pengetahuan bersama atau pengetahuan yang bersifat umum dan tidak kontroversial. Maksudnya, ketika tuturan tersebut disampaikan, antara lawan dan mitra tutur sudah siap dengan pemahaman bersama yang berhubungan dengan tuturan tersebut dan bukan suatu yang kontroversial sehingga akan merujuk partisipan tersebut kepada makna yang dimaksud. Grundy membagi asumsi ke dalam tujuh bagian yang masingmasing mempunyai pemaknaan yang mendalam dalam memahami tuturan. 1) Prinsip Kehematan (Principle of Economy) Prinsip kehematan adalah ketika suatu tuturan terjadi, biasannya kita sudah membuat suatu asumsi yang mempunyai latar belakang informasi dasar yang kita anggap sebagai suatu kesamaan sebelum tuturan itu terjadi. Latar belakang tersebut bisa disebut sebagai praanggapan pragmatik karena jelas merupakan sesuatu yang dipahami secara alami. Dengan adanya pemahaman secara alami dari kedua belah pihak, prinsip ini terpenuhi dan keduannya bisa mendapatkan apa yang ingin dimengerti dalam ujaran, contoh: Bulan Juli nanti kamu nyontreng siapa? Praanggapan pada tuturan di atas adala: (1) Bulan Juli akan ada pemilu. Contoh di atas menunjukkan bahwa tuturan tersebut membutuhkan informasi yang melatarbelakangi sehingga pemahaman atas tuturan tersebut bisa didapat dan praanggapannya terlihat jelas. Ketika mengetahui tuturan tersebut, penutur dan lawan tutur harus mempunyai pengetahuan bersama mengenai subjek pembicaraan. Tuturan di atas menunjukkan adanya pembahasan mengenai pemilu yang ditandai dengan adanya penggunaan kata menyontreng yang identik dengan pemilu. Selain itu, Bulan Juli juga dipahami sebagai latar pengetahuan bersama mengenai pelaksanaan pemilu.

17 2) Pemahaman Bersama: Deskripsi Takrif, Frekuentatif, Pertanyaanpertanyaan (Shared Assumptions: Definite Descriptions, Interative, Questions) Selain berkaitan dengan konteks yang dituturkan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, praanggapan juga berkaitan dengan semantik yang lebih banyak terikat dalam struktur gramatikal dalam sebuah tuturan. Praanggapan juga dapat muncul tanpa melihat konteks yang dirujuk tuturan tersebut. Dengan adanya definisi atau deskripsi yang jelas disampaikan melalui tuturan atau pernyataan yang frekuensinya berulang, pengetahuan bersama dapat diperoleh dan akhirnya menguatkan kemunculan suatu praanggapan, contoh: Bolehkah saya meminta satu buah jeruk satu lagi? Praanggapan yang muncul dari tuturan di atas adalah: (1) Saya sudah meminta jeruk sebelumnya dan ingin meminta lagi. Dari tuturan di atas dapat dilihat bahwa penutur penutur menggunakan struktur kalimat tanya dan mengulangi permintaannya untuk meminta satu buah jeruk untuk menguatkan permintaannya. Dari tuturan tersebut dapat dilihat adanya pengulangan yang cukup deskriptif dalam tuturan yang dikuatkan dengan adanya penggunaan kata lagi di akhir kalimat. 3) Pemahaman Bersama Lebih Jauh (More Shared Assumptions) Dalam pemahaman lebih jauh, sebuah tuturan dapat dilihat melalui penggunaan predikat yang berfungsi sebagai penanda mulai, selesai, atau berlangsungnya sebuah kegiatan atau pekerjaan, contoh: Saya kembali memulai olah raga setelah sakit Praanggapan yang muncul dari tuturan di atas adalah : (1) saya sudah sembuh dari sakit. Adanya penanda waktu seperti kata memulai dan setelah, memunculkan

18 praanggapan yang membutuhkan pemahaman mengenai watu terjadinnya atau hal-hal yang berkaitan dengan waktu dalam tuturan. Penanda tersebut membantu pengetahuan bersama yang dapat memudahkan dalam pemahaman dan munculnya praanggapan. 4) Pemahaman Bersama dan Subordinatif (Shared Assumptions and Subodination) Keterangan waktu yang dapat memberikan makna yang berbeda pada setiap tuturan juga mendukung munculnya praanggapan. Keterangan waktuini menyediakan latar belakang yang kemudian dipahami bersama, contoh: Ketika saya memulai tugas ini, saya kira tidak akan sanggup menyelesaikannya. Praanggapan yang muncul dari tuturan di atas adalah: (1) saya berhasil menyelesaikan tugas ini. Dari contoh tuturan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat penanda yang masih saling berkaitan antara dua tuturan yang muncul. Tuturan tersebut menyatakan adanya pernyataan saat memulai kemudian saya kira tidak akan. Kedua pernyataan tersebut saling berkaitan. Pengetahuan bersama mengenai sebuah tugas yang disampaikan terlihat dari hubungan antar tuturan yang disampaikan dengan berurutan. 5) Fokus dan Praanggapan (Focus and Presupposition) Inti dari tuturan menjadi fokus praanggapan. Apabila suatu tuturan memiliki struktur kalimat tanya, fokus praanggapan tersebut langsung tertuju pada kata tanya tersebut. Selain struktur kata tanya, terdapat juga fokus yang muncul dari praanggapan dalam tuturan yang saling merespon (dialog). Dengan adanya kata tanya, fokus dalam suatu tuturan langsung dapat memunculkan praanggapan yang dituju dan berkaitan dengan konteks situasi derta partisipannya, contoh:

19 Mengapa bantuan luar negeri datang lebih dulu di Aceh? Praanggapan yang muncul dari pernyataan tersebut adalah: (1) ada alasan di balik datangnya bantuan dari luar negeri, (2) pihak luar negeri memberi bantuan ke Aceh. Dengan adanya kata tanya tersebut fokus yang ingin dimunculkan dalam praanggapan tertuju pada satu hal yaitu bantuan luar negeri. 6) Penekanan dan Praanggapan (Stress and Pressuposition) Praanggapan dalam sebuah tuturan dapat mengahasilkan makna yang jelas dengan adanya penekanan dalam tuturan. Selain itu counter factual condition bisa merujuk praanggapan menjadi bermakna kebalikan dari tuturan, contoh: Dengan sangat berapi-api, Doni berorasi di tengah massa yang membludak. Tuturan di atas menjelaskan bagaimana situasi yang dialami oleh Doni yang kemudian memunculkan praanggapan: (1) Doni sedang berdemonstrasi. Hal tersebut ditandai dengan adanya penekanan dari sangat berapi-api dan berorasi yang menunjukkan kegiatan yang sedang dilakukan dan memunculkan praanggapan. 7) Pengingkaran dan Praanggapan (Negation and Pressuposition) Praanggapan yang muncul dari tuturan penutur yang berasal dari kalimat negasi yang bermakna negatif. Untuk menentukan negatif atau tidaknya tuturan, dapat dilihat dari struktur tuturan tersebut. Selama suatu tuturan dapat mempertahankan bentuk negatif dari sebuah tuturan, praanggapan yang mengandung presuposisi tidak benar pun ikut menjadi benar, contoh: Saya suka makan di Warteg.

20 Penegatifan tuturan tersebut tidak mempengaruhi praanggapan yang dimunculkan dari tuturan tersebut. Praanggapan yang muncul dari tuturan tersebut adalah (1) ada warung makan Warteg. Kemudian jika dinegatifkan saya tidak suka makan di Warteg praanggapan eksistensial tersebut tetap muncul, namun ada perubahan dipraanggapan lainnya. 3. Wacana a. Pengertian Wacana Chaer (2007: 267) mengatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan menduduki hierarki gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa terlengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tetinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya. Sumarlan (2003: 15) dapat mempertimbangkan segi-segi perbedaan dan persamaan yang terdapat pada berbagai batasan wacana, maka secara ringkas dan padat pengertian wacana dapat dirumuskan sebagai satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khutbah dan dialog atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat dan dokumen tertulis yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang dapat dinyatakan secara lisan dan tulisan. Sebagai satuan

21 bahasa terlengkap, wacana mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam dunia komunikasi. Unsur kebahasaan tersebut merupakan unsur satuan kebahasaan yang ada di bawahnya, seperti fonem, morfem, frasa, klausa, atau kalimat. Artinya, satuan kebahasaan yang berada di bawah merupakan bagian dari satuan bahasa yang ada di atasnya. Dengan kata lain, wacana diartikan sebagai domain umum dari semua pernyataan baik berupa ujaran maupun teks yang mempunyai makna dan efek dalam dunia nyata. b. Jenis Wacana Menurut Mulyana (2005: 47) klasifikasi atau pembagian wacana sangat tergantung pada aspek dan sudut pandang yang digunakan. Dalam hal ini, wacana setidaknya dapat dipilah atas dasar beberapa segi, yaitu: (1) bentuk, (2) media, (3) jumlah penutur, dan (4) sifat. Perlu tegaskan di sini bahwa pemilihan atas dasar segi yang lain jelas masih sangat terbuka. Atas dasar tersebut dapat dikatakan bahwa wacana akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan pemakaiannya di dalam masyarakat bahasa. 1) Berdasarkan Bentuk Robert E. Longacre (Mulyana, 2005: 47) membagi wacana menjadi 6 (enam) jenis. Jenis-jenis wacana tersebut antara lain wacana naratif, prosedural, ekspositori, hortatori, epistoleri, dan dramatik. Kemudian hasil pemilahan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh Wedhawati yakni dengan menambah satu jenis wacana lagi. Wacana tersebut adalah wacana seremonial. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

22 a) Wacana Naratif Wacana naratif merupakan wacana yang banyak digunakan untuk menceritan sebuah kisah atau cerita dari suatu peristiwa peristiwa kepada pembaca berdasarkan urutan waktu. Narasi dapat bersifat fakta dan fiksi (cerita rekaan). Narasi yang berupa fakta antara lain biografi, autobiografi, dll. Sedangkan yang berupa fiksi misalnya cerpen dan novel. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mulyana (2005: 48) bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan diakhiri oleh alinea penutup. Narasi dapat bersifat fakta dan fiksi (cerita rekaan). Narasi yang berupa fakta antara lain biografi, autobiografi, dll. Sedangkan yang berupa fiksi misalnya cerpen dan novel. b) Wacana Prosedural Wacana prosedural menunjukkan prosedur atau langkah yang harus dilaksanakan untuk mengerjakan atau menghasilkan sesuatu. Umumnya teks wacana prosedur berisi tentang syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu berjalan dengan baik. Contoh teks prosedural misalnya resep masakan, cara mengolah tanah, cara menggunakan sesuatu, cara merawat kecantikan, dll. Seperti yang diungkapkan Mulyana (2005: 48), bahwa wacana prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana sesuatu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi persyaratan atau aturan agar tujuan kegiatan terlaksana dengan baik. c) Wacana Ekspositori Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu secara informatif. Bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan rasional. Wacana ekspositori biasanya berisi

23 tentang pendapat atau kesimpulan dari suatu pandangan. Isi wacana lebih menjelaskan bagian-bagian pokok pikiran. Tujuanya adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu. Wacana ekspositori dapat berupa ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan, uraian kronologis, dan identifikasi. yang termasuk dalam wacana ekspositori adalah ceramah ilmiah, artikel di media massa, dll. d) Wacana Hortatori Wacana Hortatori bersifat persuasif atau mempengaruhi. Wacana ini didasarkan pada prinsip bahwa pikiran manusia dapat dipengaruhi, bahkan dapat diubah. Tujuannya ialah mencari pengikut/ penganut agar bersedia melakukan, atau paling tidak menyetujui, pada hal yang disampaikan dalam wacana tersebut. Yang termasuk dalam jenis wacana ini antara lain pidato politik, iklan atau sejenisnya. Hal itu sejalan dengan pendapat Mulyana (2005: 49), wacana hortatori digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan. Tujuannya ialah mencari pengikut / penganut agar bersedia melakukan, atau paling tidak menyetujui, pada hal yang disampaikan dalam wacana tersebut. e) Wacana Dramatik Wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Sedapat mungkin menghindari atau meminimalkan sifat narasi di dalamnya. Wacana dramatik biasanya menyangkut beberapa penutur atau persona. Drama sebelumnya dikenal dengan sebutan sandiwara, namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan drama. Yang termasuk dalam wacana ini adalah skenario film/sinetron, pentas wayang orang, ketoprak, sandiwara, dan sejenisnya.

24 f) Wacana Epistoleri Wacana epistoleri biasanya digunakan dalam surat-menyurat yang di dalamnya aturan-aturan tertentu. Aturan-aturan tersebut disesuaikan dengan jenis surat yang ditulis. Pada umumnya bagian wacana ini secara keseluruhan diawali oleh pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri oleh bagian penutup. Mulyana (2005: 50) mengatakan bahwa, wacana epistoleri biasa digunakan dalam surat-menyurat. Pada umumnya wacana epistoleri memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau aturan. Contohnya surat dinas dan surat pribadi. g) Wacana Seremonial Wacana seremonial adalah bentuk wacana yang digunakan dalam kesempatan seremonial (upacara). Karena erat suasananya dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam upacara, maka wacana ini tidak digunakan disembarang waktu. Menurut Mulyana (2005: 51) wacana ini umumnya tercipta karena terjadinya konteks sosio-kultural yang melatarbelakanginya. Secara keseluruhan teks wacana seremonial terdiri dari pembuka, isi, dan penutup. Contohnya pidato dalam upacara peringatan hari-hari besar, upacara hari pernikahan (Jawa: tanggap wacana manten). 2) Berdasarkan Media Penyampaian Media penyampaian wacana dapat dibagi menjadi dua, yaitu: wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis atau written discourse adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana tulis merupakan media yang sangat efektif dan efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan atau ide, ilmu pengetahuan, atau apapun yang mewakili kreativitas manusia. Wacana tulis sering dipertukarkan

25 maknanya dengan teks atau naskah. Namun, untuk kepentingan bidang kajian wacana yang terus berusaha menjadi disiplin ilmu yang mandiri, kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat. Apalagi istilah teks atau naskah hanya berorientasi pada huruf (graf), sedangkan gambar tidak termasuk di dalamnya. Padahal, gambar atau lukisan dapat dimasukkan juga ke dalam jenis wacana tulis. Wacana lisan adalah wacana yang disampaikan melalui media lisan atau disampaikan secara lisan. Wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal (Mulyana, 2005: 52) wacan. Jenis wacana ini disebut sebagi tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Wacana lisan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan wacana tulis. Beberapa kelebihan di antaranya adalah bersifat alami (natural) dan langsung, mengandung unsur-unsur prosodi bahasa (lagu, intonasi), memiliki sifat suprasentensial (di atas struktur kalimat), dan berlatar belakang konteks situasional. 3) Berdasarkan Jumlah Penuturnya Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dibagi menjadi dua, yaitu wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog adalah wacana yang disampaikan oleh satu orang, tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Bersifat satu arah, yaitu dari pihak penutur. Pada umumnya, wacana monolog tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya. Bentuk wacana monolog anatar lain pidato, khotbah jumat, pembacaan berita, dan pembacaan puisi. Wacana dialog adalah wacana yang dituturkan oleh satu orang atau lebih. Jenis wacana ini dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Wacana dialog tulis memiliki

26 bentuk yang sama dengan drama (dialog, skenario, lawakan). Contoh lain dari wacana dialog antara lain diskusi dan seminar. Wacana dialog bersifat dua arah yang artinya melibatkan penutur dan lawan tutur. Mulyana (2005: 53) mengatakan bahwa dalam kajian wacana, istilah penutur (addreser) atau orang pertama (O 1 ), terkadang disebut pula sebagai penyapa, pembicara, penulis (wacana tulis). Sedangkan penutur kedua (addresee) atau orang kedua (O 2 ), sering disamakan dengan istilah pesapa, mitra bicara, lawan bicara, pasangan bicara, pendengar, dan pembaca (wacana tulis). 4) Berdasarkan Sifat Berdasarkan sifatnya, wacana digolongkan menjadi dua, yaitu wacana fiksi dan nonfiksi. Wacana fiksi dari bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Meskipun bersifat imajinatif, namun tidak menutup kemungkinan bahwa karya-karya fiksi mengandung fakta, dan bahkan hampir sama dengan kenyataan. Walaupun demikian, sesuai dengan sifat dan kelahirannya karya tersebut tetap digolongkan dalam kategori fiktif. Menurut Mulyana (2005: 54) Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Bahasnya menganut aliran konotatif, analogis, dan multiinterpretable. Kemudian wacana nonfiksi disebut juga wacana ilmiah. Wacana nonfiksi adalah wacana dari hasil pikiran manusia yang melibatkan data dan informasi nyata dan kadang menggunakan kaidah bahasa yang baku. Mulyana (2005:55) mengatakan bahwa jenis wacana ini disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahasa yang digunakan bersifat denotatif, lugas dan jelas. Contoh wacana nonfiksi antara lain laporan penelitian, buku materi perkuliahan, dll.

27 5) Berdasarkan Isi Berdasarkan isinya wacana dibagi menjadi wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, wacana kriminalitas, serta wacana olahraga dan kesehatan. Klasifikasi wacana berdasarkan isi lebih mudah dikenali. Hal ini disebabkan antara lain, oleh telah tersedianya ruang (space) dalam berbagai media yang secara khusus langsung mengelompokkan jenisjenis wacana atas dasar isinya. Mulyana (2005: 56) mengatakan bahwa isi wacana sebenarnya lebih bermakna sebagai nuansa atau muatan tentang hal yang ditulis, disebutkan, diberitakan, atau diperbincangkan oleh pemakai bahasa (wacana). 6) Berdasarkan Gaya dan Tujuan Klasifikasi wacana berdasarkan pada gaya dan tujuannya yaitu wacana iklan. Iklan adalah berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) tentang barang atau jasa yang ditawarkan. Umumnya iklan dipasang di media massa, baik cetak maupun elektronik. Perbedaan antara iklan dengan informasi atau pengumuman biasanya terletak pada ragam bahasa, retorika penyampaian, dan daya persuasi, yaitu mempengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli. Sehubungan dengan hal tersebut, Jefkin (Mulyana, 2005: 64) dengan jelas mengemukakan bahwa advertaising aims to persuade people to buy (iklan bertujuan mempengaruhi masyarakat untuk membeli (produk). 4. Film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar Karya Alberthiene Endah a. Pengertian Film Di era modern seperti sekarang perkembangan dunia perfilman berkembang pesat dengan adanya berbagai media massa. Film merupakan salah satu alat

28 komunikasi massa. Komunikasi massa (mass comunication) disini yaitu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan menggunakan media modern, yang meliputi sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2007:79). Dalam hal ini, film merupakan media yang menyajikan pesan audio, visual dan gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi penontonnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa film merupakan media audio visual sehingga rangkaian gambar dan suara dalam film mampu dengan mudah ditangkap oleh setiap orang. Apalagi film layaknya media massa, dipaksa untuk merefleksikan masyarakat agar mampu menarik perhatian khalayak luas. Sehingga sebuah film seringkali menampilkan gambaran yang realistik yang sangat dekat gambaran kehidupan khalayaknya. Semakin pesatnya dunia perfilman, membuat masyarakat semakin selektif terhadap berbagai jenis film yang akan mereka konsumsi. Effendy (2007:210) terdapat jenis film menurut sifatnya: 1) Film Cerita (Story Film) adalah jenis film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita. Film jenis ini lazim dipertontonkan di bioskop dengan pemain para bintang film terkenal. Film cerita disitribusikan layaknya barang dagangan, untuk semua kalangan masyarakat, dimanapun ia berada. 2) Film Berita (Newsreel) adalah film mengenai peristiwa yang benar-benar terjadi. karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung niali berita. 3) Film Dokumenter (Documentary Film), dilihat dari segi subjek dan pendekatannya adalah penyajian hubungan manusia yang didramatisir dengan kehidupan kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial maupun politik, dan jika dilihat dari segi teknik merupakan bentuk yang kurang penting dibanding isinya.

29 4) Film Kartun (Cartoon Film); titik berat pembuatan film kartun adalah seni lukis. Satu persatu gambar dilukis dengan seksama umtuk kemudian dipotret satu per satu pula. Dan apabila rangkaian lukisan sebanyak 16 buah, setiap detiknya diputar dalam proyektor film, sehingga lukisan tersebut menjadi hidup. b. Sinopsis Film Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar Karya Alberthiene Endah Film Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar merupakan film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama. Film ini, termasuk dalam jenis filem cerita (Story Film) yang diangkat dari kisah nyata dan di dalamnya mengandung kisah yang inspiratif. Film tersebut menceritakan tentang Merry Riana yang baru saja lulus SMA terpaksa mengungsi ke Singapura karena kondisi di negaranya sedang tidak stabil. Dengan bekal uang yang untuk beli makan lima kali saja akan habis, ia harus mencari tempat tinggal dan bertahan hidup. Kuliah dan sukses yang menjadi cita-citanya terasa begitu jauh. Tapi Merry tidak putus asa, dari media sosial ia menemukan sahabatnya Irene yang memang hendak kuliah di sana. Dengan bantuan Irene, Merry mencari celah di antara aturan Singapura yang begitu ketat. Akhirnya tidak hanya diperbolehkan tinggal di asrama, ia lolos ujian seleksi dan diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik di sana. Senyum Merry lantas hilang ketika itu semua baru bisa didapat bila Merry membayar $40,000. Satu-satunya harapan adalah mengambil student loan, yang hanya bisa didapat jika Merry memiliki seorang penjamin. Karena tidak ada kerabat, dan Irene tidak bisa menjadi penjamin, Merry harus mencari seorang mahasiswa senior yang mau jadi penjamin. Maka Merry bertemu Alva seorang senior yang ia pikir mau menjadi penolongnya. Ternyata Alva cuek dan sangat perhitungan. Ia memberi segala macam syarat sebelum akhirnya mau

30 menolong Merry, termasuk menyuruhnya mencari kerja sambilan. Merry sadar bahwa ia harus kuliah dengan betul, tapi sadar juga bahwa ia harus sukses secepatnya. Ia tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Ia ingin membuat orang tuanya bangga. Maka sambil kuliah ia berpikir keras untuk melipatgandakan uang yang ia miliki, mulai dari bekerja menyebar brosur, online business, sampai main saham beresiko tinggi. Kondisi ekonominya pun naik turun, mulai dari hanya bisa makan roti setiap hari, makan enak, sampai balik makan roti lagi.