BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

STRUKTUR BETON BERTULANG II

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

STRUKTUR BETON BERTULANG II

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Dinding Penahan Tanah

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN RUMAH SUSUN DI SURAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

PERANCANGAN STRUKTUR HOTEL DI JALAN LINGKAR UTARA YOGYAKARTA

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.9, Agustus 2013 ( ) ISSN:

Struktur Beton Bertulang

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang Beton terdiri atas agregat, semen dan air yang dicampur bersama-sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan terjadi reaksi kimia yang pada umumnya bersifat hidrasi dan menghasilkan sesuatu pengerasan dan pertambahan kekuatan (Ahmad, 2009). Beton memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tekan, namun lemah terhadap beban tarik. Sedangkan baja tulangan memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tarik, namun lemah terhadap tekan. Berdasarkan sifat dari kedua bahan tersebut, beton dan baja tulangan dapat dipadukan menjadi satukesatuan menjadi material komposit yang disebut beton bertulang. Beton bertulang mempunyai sifat sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Beban tarik pada beton bertulang ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton (Asroni, 2010). Sehingga, penggunaan beton bertulang pada komponen strukural bangunan seperti balok, dapat menahan gaya tekan maupun tarik secara bersamaan akibat berat sendiri ataupun pengaruh gaya aksial. Berdasarkan bahan penyusunnya, beton memiliki ketahanan yang relatif baik terhadap temperatur tinggi jika dibandingkan dengan material lain seperti baja maupun kayu. Hal ini disebabkan bahwa beton merupakan material penghantar panas yang rendah, sehingga dapat menghambat rembetan panas 7

masuk ke bagian dalam struktur beton tersebut. Pada struktur beton bertulang, tebal selimut beton harus memenuhi kriteria perencanaan tebal selimut minimum yang mana telah diatur nilai untuk masing-masing komponen struktur berdasarkan jenis beton bertulang itu sendiri. Tebal selimut beton sangat berpengaruh terhadap besar nilai tegangan leleh baja jika terjadi peningkatan temperatur pada permukaan struktur. Pada suatu kondisi dimana tingginya temperatur yang dapat mencapai lebih dari 500 0 C dapat mengurangi kuat tekan beton dan tegangan leleh baja secara signifikan. Ditambah dengan besar gaya luar yang bekerja pada struktur seperti, gaya aksial, lentur dan geser, maka dapat berpotensi menyebabkan keruntuhan struktur bangunan. 2.2 Elemen Struktur Gedung Dalam suatu sistem struktur bangunan, terdapat beberapa elemen yang saling merangkai dan membentuk kesatuan unit konstruksi. Struktur yang dibentuk dengan dengan cara meletakkan elemen kaku horizontal di atas dua elemen kaku vertikal merupakan sistem struktur portal sederhana yang sering dijumpai. Elemen horizontal yaitu balok yang biasa disebut juga elemen lentur, karena memikul beban yang bekerja secara transversal yang mana elemen ini dibebani oleh gaya dari berbagai arah seperti, gaya vertikal, horizontal, maupun momen. Pada bangunan gedung, elemen balok akan menerima beban di atasnya seperti, pelat lantai, dinding, dan sebagaimya. Elemen vertikal kolom secara langsung memikul beban aksial dari balok, termasuk berat dari balok itu sendiri, kemudian mentransferkannya bersama dengan berat kolom ke pondasi. 8

2.2.1 Balok Balok adalah elemen struktur yang dirancang sebagai pendukung beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal yaitu beban mati dan beban hidup yang bekerja di sepanjang bentang balok seperti, pelat, dinding penyekat, termasuk berat sendiri balok tersebut. Sedangkan beban horizontal yaitu beban angin dan beban gempa yang suatu waktu dapat terjadi pada struktur. Secara umum, pra desain untuk tinggi balok direncanakan L/10 L/15, dan untuk lebar balok diambil 1/2H 2/3H, dimana H adalah tinggi balok dan L adalah panjang bentang balok dari tumpuan ke tumpuan. Hal ini dimaksudkan sebagai syarat keamanan untuk menjaga besarnya lendutan yang terjadi akibat pengaruh beban yang bekerja pada balok. Menurut SNI 03-2847-2002, tebal minimum (h) dapat ditentukan tanpa memperhitungkan lendutan berdasarkan tabel berikut. 9

Tabel 2.1. Tebal Minimum Balok Non-Prategang Atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak Dihitung (SNI 03-2847-2002) Resultan tegangan tarik baja, T: T = A s f y dimana A s adalah luas penampang tulangan (mm 2 ) dan f y adalah tegangan tarik baja (MPa). Resultan tegangan tekan beton, c: c = 0,85f c a b dimana a adalah tinggi dari tegangan balok segi empat (mm), b adalah lebar balok (mm) dan f c adalah mutu beton (MPa). 10

Dengan menerapkan persamaan keseimbangan, diperoleh momen batas (ultimate): M n = T x jd = c x jd Dimana jd adalah tinggidari titik berat gaya c terhadap posisi baja tulangan. Menurut SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, persyaratan kekuatan lentur untuk balok dengan tulangan tunggal adalah: M u ϕ M n Dimana ϕ untuk lentur murni adalah 0,8 Gaya-gaya pada balok dengan tulangan tunggal akibat lentur dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.1. Distribusi Tegangan-Regangan Pada Balok Tulangan Tunggal 11

Dengan menetapkan harga regangan beton, c = 0,003 dalam kondisi batas (ultimate), ada tiga jenis kemugkinan keruntuhan yang terjadi, yaitu: 1) Keruntuhan tarik (under-reinforced) Keruntuhan tarik terjadi bila regangan pada baja tulangan lebih besar dari regangan lelehnya, yang berarti regangan tarik baja telah mencapai titik leleh sedangkan regangan tekan beton belum mencapai regangan batas 0,003, atau s = y tetapi c cu. Pada kondisi keruntuhan ini, penampang balok memiliki rasio tulangan ( ) yang kecil. Persamaan keseimbangan dapat dilihat sebagai berikut. Maka, ( ) ( ) dimana 12

2) Keruntuhan tekan (over-reinforced) Keruntuhan tekan terjadi bila regangan pada baja tulangan lebih kecil dari regangan lelehnya, yang berarti regangan tekan beton telah mencapai regangan batas 0,003 sedangkan regangan tarik baja tulangan belum mencapai titik leleh, atau c = cu tetapi s y. Pada kondisi keruntuhan ini, penampang balok memiliki rasio tulangan ( ) yang besar. ( ) ( ) karena a = β 1 c, maka: ( ) Persamaan keseimbangan: ( ) ( ) Dari kedua harga di atas, diambil nilai a yang paling kecil, sehingga diperoleh: 13

3) Keruntuhan seimbang (balanced reinforced) Keruntuhan seimbang terjadi bila regangan pada baja tulangan mencapai titik leleh bersamaan dengan regangan beton yang telah mencapai regangan batas 0,003, atau c = cu dan s = y. Pada kondisi keruntuhan ini, beton dan rasio tulangan seimbang (balance). dimana c b adalah tinggi garis netral pada kondisi seimbang. ( ) ( ) Dari persamaan keseimbangan: Dalam keadaan keruntuhan seimbang: Dengan mensubstitusikan nilai a b, diperoleh: 14

( ) ( ) Jika modulus elastisitas baja, E s = 200000 Mpa, diperoleh: ( ) ( ) 2.2.2 Kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi bawah hingga akhirnya sampai ke tanah memalui pondasi (Negara, 2009). Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, kolom dibedakan menjadi: 1) Kolom segi empat dengan tulangan memanjang dan sengkang 2) Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berbentuk spiral 3) Kolom komposit yang terdiri dari beton dan baja profil di dalamnya Gambar 2.2. Bentuk Penampang Kolom. (a) Kolom Segi Empat; (b) Kolom Bulat; (c) Kolom Bulat dan Segi Empat Komposit Beton-Baja 15

Keruntuhan pada kolom struktural seharusnya dihindari karena mengakibatkan risiko runtuhnya komponen struktur di atasnya yang dipikul kolom tersebut. Risiko fatal yang dapat terjadi adalah keruntuhan batas total (ultimate total collapse) beserta keseluruhan bangunan. Beban aksial yang terjadi pada kolom sangat dominan, sehingga berpengaruh terjadinya keruntuhan tekan tergantung besarnya beban yang diterima. Apabila beban bertambah, maka akan terjadi perubahan mikrostruktur pada sisi luar kolom berupa retak-retak di lokasi tulangan sengkang. Pada batas keruntuhan (limit state of failure), selimut beton akan terpisah dari tulangan sengkang, sehingga tulangan memanjang mulai terlihat. Apabila beban semakin bertambah, akan terjadi tekuk lokal (local buckling) pada tulangan memanjang, sehingga pada kondisi ini kolom telah mencapai batas keruntuhan, dimana daya lekat beton dan baja tulangan telah hilang. Kolom dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan angka kelangsingan, yaitu: o Kolom pendek ; o Kolom langsing ; 2.2.2.1 Kolom pendek Kapasitas beban sentris maksimum pada kolom diperoleh dari kontribusi beban yang dipikul beton sebesar P c = (A g A st ) 0,85f c, dan beban yang dipikul baja sebesar P s = A st f y. Dengan demikian, diperoleh beban sentris maksimum sebagai berikut. 16

P 0 = 0,85f c (A g A st ) + A st f y dimana, A g = luas bruto penampang beton A st = luas total baja tulangan = A s + A s Namun, pembebanan sentris (e = 0) hampir tidak mungkin terjadi pada strukur aktual, karena dipengaruhi beberapa faktor seperti, ketidaktepatan letak dan ukuran kolom, perbedaan besar beban pada pelat di sekitar kolom, dan sebagainya. Berikut persamaan besar beban aksial nominal P n dengan eksentrisitas e yang bekerja pada kolom dengan penulangan simetris yang mengalami beban eksentris. P n = 0,85f c ba + A s f s A s f s M n = P n e = 0,85f c ba(y a / 2 ) + A s f s (y d ) A s f s (d - y) dimana, a = tinggi blok tegangan ekuivalen = β 1 c f s = tegangan baja pada kondisi tekan f s = tegangan baja pada kondisi tarik M n = momen tahanan nominal Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan faktor reduksi untuk kapasitas beban aksial nominal pada kolom. Besar beban aksial nominal kolom P n pada kondisi beban sentris (e = 0) maupun kondisi beban eksentris (e 0), tidak dapat melebihi kekuatan dengan aksial maksimum yang dapat dilihat pada persamaan berikut. 17

ϕp n (max) = 0,80ϕ [0,85f c (A g A st ) + A st f y ] untuk kolom bersengkang dengan faktor reduksi sebesar 20 %, dan ϕp n (max) = 0,85ϕ [0,85f c (A g A st ) + A st f y ] Untuk kolom berspiral dengan faktor reduksi sebesar 15 %. Gambar 2.3. Tekan Eksentris, Kekuatan Batas (Winter, 1993) 2.2.2.2 Kolom langsing Kolom langsing memiliki angka kelangsingan melebihi batas dari kolom pendek dimana kolom ini akan mengalami tekuk (buckling) sebelum mencapai batas keruntuhan materialnya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya momen tambahan akibat PΔ, dimana P adalah beban aksial yang terjadi pada kolom, dan Δ adalah defleksi kolom yang tertekuk pada penampang yang ditinjau. Menurut peraturan ACI 318, nilai faktor panjang efektif k dapat ditentukan berdasarkan hal berikut. 1) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan dengan pengaku (braced system) yang tertahan pada kedua ujung kolom. 18

k = 0,7 + 0,05 (ψ A + ψ B ) 1,0 k = 0,85 + 0,05 ψ min 1,0 harga k yang diambil adalah nilai terkecil dari kedua persamaan di atas. Dimana, ψ A = faktor jepitan kolom atas ψ B = faktor jepitan kolom bawah ψ min = faktor jepitan terkecil antara ψ A dan ψ B persamaan untuk faktor jepitan ψ adalah: EI l u EI l n kolom balok Dimana, l u = panjang tak tertumpu kolom l n = bentang bersih balok 2) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan tanpa pengaku (unbraced system) yang tertahan pada kedua ujung kolom. Untuk ψ m < 2 k 20 m 1 m 20 Untuk Ψ m 2 k 0,9 1 m Dimana, ψ m = harga ψ rata-rata dari ψ A dan ψ B 19

3) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan tanpa pengaku (unbraced system) yang kedua ujung sendi-sendi. k = 2,0 + 0,3 ψ 2.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Sifat Fisis Beton Bertulang Pengaruh yang ditimbulkan kebakaran terhadap struktur terutama beton dapat secara langsung dilihat melalui pengamatan visual. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan secara umum yang terjadi pasca kebakaran. Perubahan kondisi fisik komponen struktur dapat dievaluasi berdasarkan parameter pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya seperti, perubahan warna pada permukaan beton, terjadinya spalling dan crazing, serta retak atau cracking. Berikut dijelaskan parameter pengamatan visual yang digunakan, meliputi: 1. Pengamatan permukaan Jelaga yang melekat pada permukaan beton berupa butir asap yang halus berwarna hitam mengindikasikan bahwa temperatur yang terjadi pada saat kebakaran relatif rendah, karena jika temperatur telah mencapai 800 0 C, seluruh jelaga akan terbakar habis tanpa bekas. 2. Perubahan warna Perubahan warna yang dilihat pada struktur beton setelah proses pendinginan dapat menaksir temperatur maksimum yang dialami beton saat kebakaran terjadi. Untuk beberapa kasus yang telah diteliti bahwa untuk beton yang mengalami pemanasan pada temperatur lebih dari 300 o C menyebabkan perubahan warna menjadi sedikit kemerahan (merah muda), untuk temperatur 20

Gambar 2.6. Retak (cracking) Pada Balok 5. Pengamatan lendutan Pengamatan ini dilakukan terhadap lendutan yang terjadi pada komponen struktur seperti balok dan pelat lantai yang kemudian dikontrol terhadap lendutan izin maksimum. Setelah dilakukan pengamatan visual berdasarkan perameter diatas, dapat diketahui kondisi keseluruhan bangunan dengan mengklasifikasikan kelas kerusakan pada elemen struktur. Berikut ditunjukkan pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Klasifikasi Visual Damage KELAS ELEMEN Kolom 1 Pelat Balok TAMPAK PERMUKAAN TAMPAK STRUKTURAL Plesteran Warna Crazing Spalling Tulangan Retak Lendutan Sedikit terkelupa Normal s Sedikit terkelupa Normal s Sedikit terkelupa Normal s Mulai tampak Minor Tidak terekspos Tidak ada Tidak ada Mulai Tidak Minor Tidak terekspos tampak ada Tidak ada Mulai Tidak Minor Sedikit terekspos Tidak ada tampak ada 2 Kolom Banyak Pink Tampak Pada sudut- Terekspos s/d Tidak Tidak ada 23

terlepas sudut 25% tetapi tidak tetekuk Terekspos s/d Pelat Banyak Terlihat Pink Tampak 10% tetapi semua terlepas setempat melekat Terbatas pada Balok Banyak sudut-sudut Terekspos s/d Pink Tampak terlepas dan bagian 25% bawah Terekspos s/d Kolom Total loss Buff/ Tampak Banyak pada 50% tetapi tidak Triable jelas sudut-sudut lebih dari 1 batang tertekuk Terekspos s/d 3 Pelat Total loss Buff/ Tampak Banyak pada 20% tetapi semua Triable jelas bagian bawah melekat Balok Total loss Terekspos s/d Banyak pada Buff/ Tampak 50% tetapi tidak sudut dan Triable jelas lebih dari 1 bagian bawah batang tertekuk (sumber: Sukamta, 2001) ada Tidak ada Tidak ada Minor Kecil Kecil Tidak ada Tidak ada Tidak mencolok Tidak mencolok Tidak mencolok 2.4 Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Beton Pada temperatur tinggi, beton akan mengalami perubahan mikrostruktur atau perubahan komposisi penyusun beton dalam skala kecil yang disebabkan reaksi fisik maupun reaksi kimia dari material penyusun beton tersebut dan sejalan dengan peningkatan temperatur dan lama pemanasan. Untuk pemanasan pada temperatur 100 0 C atau lebih, mulai terjadi penguapan air pada pori-pori beton yang secara bersamaan menyebabkan retak mikro pada dinding pori. Selanjutnya jika temperatur semakin meningkat pada temperatur antara 400-600 0 C, akan terjadi reaksi dekomposisi C-S-H (Calcium Silicate Hydrate) atau kalsium silikat hidrat pada kandungan semen yang terurai menjadi kapur bebas CaO dan SiO 2 yang menyebabkan penyusutan pasta semen. Unsur C-S-H merupakan partikel pengikat pada pasta semen yang mana jika reaksi dekomposisi 24

terus terjadi, juga akan menyebabkan terjadinya perbedaan pemuaian yang sangat besar antara agregat dan pasta semen sehingga retak mikro akan semakin melebar. Penyusutan pasta semen yang disusul dengan retak-retak mikro dalam beton pada pemanasan yang tinggi akan dapat meningkatkan porositas beton, sehingga kekuatan beton menjadi berkurang (Kumaat, 2003). Jika temperatur mencapai lebih dari 1000 0 C, maka akan terjadi proses karbonasi yang membentuk unsur kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang berwarna keputihan yang memicu perubahan warna pada permukaan beton menjadi lebih terang. Pada kondisi ini, penurunan kekuatan telah mencapai batas terendah karena pengaruh penurunan lekatan antara agregat dan pasta semen secara menyeluruh yang ditandai banyaknya retak pada permukaan beton. 2.4.1 Kuat tekan beton Perubahan sifat mekanis beton akibat peningkatan temperatur secara langsung akan mempengaruhi penurunan kuat tekan beton tergantung tingkat panas yang dialami serta durasi pemanasan saat kebakaran berlangsung. Menurut ACI 216R-89, kekuatan tekan beton yang mengalami peningkatan temperatur yang tinggi dan sesaat setelah didinginkan pada dasarnya dapat dibedakan berdasarkan tipe agregatnya, yaitu: agregat yang mengandung karbon, agregat yang mengandung silikat, dan agregat ringan. Kuat tekan beton berdasarkan tipe agregat tersebut ditunjukkan berdasarkan gambar berikut. 25

Grafik 2.1. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Silika (ACI 216R-89) Grafik 2.2. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat Ringan (ACI 216R-89) 26

Grafik 2.3. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Karbon (ACI 216R-89) Grafik 2.4. Hubungan Tegangan Regangan Beton Normal Tanpa Beban Aksial Pada Temperatur Tinggi (Bailey, 2008) 2.4.2 Modulus elastisitas dan modulus geser beton Selain perubahan kuat tekan, perubahan sifat mekanis beton akibat temperatur tinggi terjadi pada modulus elastisitas dan modulus geser. Modulus elastisitas (E) didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dan regangan, 27

yang mana nilainya berbanding lurus dengan kuat tekan beton. Sedangkan modulus geser atau modulus kekakuan (G) didefinisikan sebagai perbandingan tegangan geser dan regangan geser pada dimensi yang sama. Pada gambar di bawah ini dapat dilihat penurunan modulus elastisitas dan modulus geser beton normal untuk ketiga tipe agregat akibat temperatur tinggi. Besarnya penurunan mencapai 50% pada temperatur 300-400 0 C dari kondisi semula. Grafik 2.5. Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89) 28

Grafik 2.6. Modulus Geser Beton Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89) 2.5 Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Baja Tulangan Material baja tulangan mengandung kadar karbon < 2% dengan titik lebur sekitar 1500 0 C. Sama halnya dengan material metal lainnya, baja juga merupakan penghantar panas yang tinggi (high thermal conductivity). Kekuatan ultimit baja cenderung meningkat pada temperatur 300 0 C, namun akan menurun seiring meningkatnya temperatur dan durasi pemanasan. 2.5.1 Kuat tarik baja tulangan Proses pemanasan akibat kebakaran akan melepaskan senyawa karbon pada baja, sehingga kadar karbon semakin berkurang yang menyebabkan menurunnya 29

kekuatan baja tulangan menahan tarik, tetapi sebaliknya akan menambah nilai regangannya. Kriteria ini menunjukkan bahwa penurunan kadar karbon pada permukaan baja tulangan akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan mikrostruktur yang sekaligus mempengaruhi perilaku material baja tulangan secara keseluruhan (Kumaat, 2003). Grafik 2.7. Kuat Tarik Beberapa Jenis Baja Tulangan Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89) 2.5.2 Modulus elastisitas baja tulangan Penurunan modulus elastisitas baja tulangan dipengaruhi temperatur yang semakin meningkat pada saat terjadi kebakaran. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa pada temperatur 400 0 C, modulus elastisitas mulai menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada saat mencapai temperatur 500 0 C, penurunan terjadi semakin besar dan bersifat linear. 30

Grafik 2.8. Modulus Elastisitas Baja Tulangan Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89) 2.6 Jenis dan Klasifikasi Kerusakan Struktur Beton Bertulang Pasca Kebakaran Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada berbagai kasus kerusakan struktur beton bertulang akibat kebakaran, tingkat kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1) Kerusakan ringan Kerusakan ini dapat dilihat berupa retak kecil dan pengelupasan pada plesteran luar beton, serta terjadinya perubahan warna menjadi gelap akibat asap kebakaran. 31

2) Kerusakan sedang Kerusakan ini dapat dilihat berupa munculnya retak-retak ringan dengan kedalaman kurang dari 1 mm pada bagian luar beton. Retak-retak ini dipengaruhi oleh penyusutan yang terjadi pada pasta semen pada suhu 200 0 C atau lebih, sehingga menimbulkan tegangan lokal pada bidang batas antara pasta semen dan agregat. Hal ini juga akan mempengaruhi daya lekat kedua bahan tersebut menjadi berkurang yang menyebabkan timbulnya retak-retak tersebut. 3) Kerusakan berat Pada kondisi ini, retak yang terjadi memiliki ukuran lebih lebar dan dalam dari sebelumnya dan letaknya banyak terlihat di dekat sambungan antara kolom dan balok. Retak yang terjadi pada balok kadang-kadang disertai dengan lendutan yang dapat dilihat jelas secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh kebakaran dapat mengurangi kekuatan struktur secara signifikan. 4) Kerusakan sangat berat Kerusakan ini merupakan kondisi kritis yang dialami oleh struktur, dimana retak banyak terjadi pada seluruh komponen struktur beton bertulang. Hal ini dapat dilihat dari permukaan beton yang pecah/terkelupas sehinggga baja tulangan dapat terlihat, atau bahkan baja tulangan sampai putus atau tertekuk. Pada kondisi ekstrim, beton inti bisa hancur yang memungkinkan terjadinya keruntuhan struktur (collapse) keseluruhan bangunan. 32