ANALISIS KANDUNGAN BORAKS SEBAGAI ZAT PENGAWET PADA JAJANAN BAKSO Analysis Of The Content of Borax on Meatballs Snack Elisa Issusilaningtyas 1*, Mika Tri Kumala Swandari 2 1,2 STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap Jl.Cerme No.24 Sidanegara Cilacap 53223 * icha_els@yahoo.com ABSTRAK Keracunan zat pengawet (boraks) dapat terjadi melalui makanan atau jajanan, salah satunya adalah bakso.penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan boraks pada makanan jajanan bakso di lingkungan Sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif laboratorium dengan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dengan metode nyala api, dan uji dengan metode kertas tumerik sedangkan secara kuantitatif dengan metode titrasi asam basa. Pengambilan sampel secara purposive sampling dari setiap penjual bakso yang berada dilingkungan sekolah Al-Irsyad Al- Islamiyyah Cilacap. secara kualitatif dalam sampel bakso dengan reaksi uji nyala dan uji warna diketahui bahwa semua sampel bakso yang diuji tidak mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu boraks, sedangkan hasil pengujian secara kuantitatif kadar boraks yang ditemukan berkisar antara 0,001-0,003% dari 5 sampel bakso yang berada di lingkungan sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap positif mengandung boraks. Kata kunci: Bahan Tambahan Pangan, Jajanan Bakso, Boraks ABSTRACT Poisoning preservatives (borax) can occur through food or snacks, one of which is meatballs. This study aimed to analyze the content of borax in meatballs street food in the school environment AlIrsyad Al-Islamiyya Cilacap. This type of research is descriptive laboratory with laboratory tests qualitatively with flame method, and a test method tumerik paper while quantitatively by acid-base titration method. sampling purposive sampling of each meatball sellers who are school environment Al-Irsyad Al-Islamiyya Cilacap. Qualitatively in the sample meatballs with reaction flame test and color test meatballs note that all samples tested did not contain harmful preservatives, namely borax, while the quantitative test results borax levels found ranged from 0.001 to 0.003% of the sample 5 meatballs that were in Al-Irsyad Al-Islamiyyah environmentally positive Cilacap contain borax Key word: Food Additives, Snacks Meatballs, Borax Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1. Maret 2016 10
PENDAHULUAN Bahan tambahan pangan (BTP) sering disebut zat aktif kimia (food additive ) antara lain bahan pengawet, pengenyal dan pewarna. Bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan peningkatan produksi makanan yang beredar di masyarakat Peranan penambahan BTP sintesis boraks atau bleng yang langsung dicampur banyak digunakan oleh industri kecil atau industri rumah tangga seperti mie, bakso, tahu dan kerupuk agar didapatkan adonan yang lebih lentur dan elastis sehingga tidak cepat melebar atau sagging. Menurut Cahyadi, 2008 menyebutkan bahwa banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:1168/MENKES/PER/X/1999 tentang BTP, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai BTP. Teridentifikasinya boraks pada makanan-makanan tersebut dapat kita rasakan pula perbedaannya dengan makanan yang tidak menggunakan boraks, contohnya pada bakso, makanan tersebut terasa kenyal dan teksturnya sangat bagus, tetapi hal tersebut tidak mutlak dan hanya sebagai perkiraan saja. Dalam air, boraks merupakan campuran natrium metaborat dan asam borat sedangkan dalam suasana asam, boraks terurai menjadi asam borat. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh. Seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan keracunan boraks secara akut seperti rasa mual, muntah-muntah, suhu tubuh menurun, sakit kepala gangguan otak, hati, dan ginjal bahkan dapat menimbulkan shock. Asam borat dan senyawanya akan memberikan kronnis dari dosis 0,2 mg/kg/hari. Menurut USDA, 2006, kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak dalam dosis 5-6 gram. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait penggunaan boraks pada makanan. Analisis boraks pada lontong yang dilakukan oleh Anisyah Nasution di Medan tahun 2009 menyatakan bahwa 62,5% lontong yang beredar di kelurahan Padang Bulan Kota Medan mengandung Boraks. Data survei keamanan pangan Badan POM RI tahun 2010 menyatakan penyalahgunaan formalin sebesar 4,89% dan penyalahgunaan boraks sebesar 8,80%. Di Jakarta Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan DKI Jakarta memeriksa sampel berupa kue basah, kerupuk, mie tahu, asinan dan minuman seperti es buah dan es doger di pasar Bendungan hilir yang positif mengandung boraks dan bahan yang berbahaya lainnya Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1. Maret 2016 11
(Afifah, 2012). Hal tersebut dapat dilihat bahwa meskipun pemerintah sudah melarang penggunaan boraks, ternyata sebagian masyarakat produsen makanan masih banyak yang menggunakan. Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai bahan pengawet merupakan faktor utama penyebab penggunaan boraks pada produk makanan. Beberapa survei menunjukkan, alasan produsen menggunakan boraks sebagai bahan pengawet karena daya awet dan mutu yang dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah harganya, tanpa peduli bahaya yang dapat ditimbulkan. Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung membeli makanan berharga murah, tanpa mengindahkan kualitas. Dengan demikian, penggunaan boraks pada produk makanan dianggap hal biasa. Sulitnya membedakan produk yang dibuat dengan penambahan boraks juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku konsumen tersebut. Maraknya kasus zat pengawet diatas sungguh memprihatinkan. Dibalik nikmatnya hidangan tersebut, zat kimia berbahaya ikut menyelinap masuk ke tubuh kita. Namun, kita sebagai konsumen sulit untuk menentukan apakah makanan yang kita santap mengandung boraks atau tidak. Penelitian ini bertujuan Mengetahui bahan tambahan pangan yang terkandung dalam bakso serta membandingkan dengan standard yang sudah ada sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas sehingga lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang aman untuk dikonsumsi METODE Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu asam sulfat pekat, asam klorida, metanol, natrium tetra boraks, kalsium karbonat, kertas saring (whatman), kertas tumerik, sampel makanan, kunyit, aquades Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, korek api, pemijar, pipet ukur, mortir dan penggerus, hotplate, cawan porselin, tabung reaksi (pyrex), corong, erlen meyer (pyrex), spatula, pengaduk kaca, timbangan analitik, gelas kimia (pyrex), labu ukur, oven (memmert). Prosedur Penelitian A. Menurut (Roth,1988), metode uji nyala pada boraks : ditimbang sebanyak 10 gram dan dipotong-potong kecil lalu dioven pada suhu 120 0 C selama 6jam, kemudian sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin, ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes metanol, kemudian dibakar, bila Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1. Maret 2016 12
timbulnya hijau, maka menandakan adanya boraks. B. Uji warna kertas kunyit pada pengujian boraks : Mula-mula, kita membuat kertas tumerik : a. Ambil beberapa potong kunyit ukuran sedang. b. Kemudian tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning. c. Kemudian, celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan keringkan. Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik. Selanjutnya, buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan memasukkan satu sendok teh borak ke dalam gelas yang berisi air dan aduk larutan boraks. Teteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan. Amati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif. Tumbuk bahan yang akan diuji dan beri sedikit air. Teteskan air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada kertas tumerik. Amati perubahan warna apa yang terjadi pada kertas tumerik. Apabila warnanya sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan tersebut mengandung boraks. Apabila tidak sama warnanya, berarti bahan makanan tersebut tidak mengandung boraks. HASIL 1. Analisis Kuantitatif Boraks dengan Metode Uji Nyala Dari hasil pemeriksaan kualitatif dengan metode uji nyala yang dilakukan tiga kali ulangan maka terlihat bahwa semua sampel tidak mengandung boraks. Tabel 1. Hasil metodeuji nyala Kode Kontrol Positif A B C D E analisis boraks dengan Hasil Pengamatan I II III Nyala Hijau + + + 2. Analisis Kuantitatif Boraks dengan MetodeUji Warna Dengan Kertas Tumerik Tabel 2. Hasil analisis boraks dengan metodeuji Warna Dengan Kertas Tumerik Kode Hasil Pengamatan I II III Baku WarnaMerahKecoklatan + + + Pembanding Boraks A WarnaKuning B WarnaKuning C WarnaKuning D WarnaKuning E WarnaKuning 3. Analisis Kuantitatif Boraks dengan Metode Titrasi Hasil pemeriksaan kuantitatif dengan metode uji titrasi yang dilakukan tiga kali Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1. Maret 2016 13
ulangan maka terlihat bahwa semua sampel tidak mengandung zat pengawet berbahaya yaitu boraks. Hasil dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Kuantitatif Boraks dengan Metode Titrasi Kode A B C D E PEMBAHASAN Hasil percobaan diatas berdasarkan analisis boraks pada lima sampel yang dijual oleh penjual jajanan bakso di lingkungan sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap dengan menggunakan metode uji nyala direaksikan dengan pereaksi asam sulfat pekat dan methanol untuk larutan baku pembanding Volume Titran (ml) I II III menghasilkan nyala warna hijau karena boraks bereaksi dengan asam sulfat dan metanol, untuk sampel A, B, C, D, dan E tidak menghasilkan nyala hijau yang berarti tidak terdeteksi boraks. Nyala lain yang dihasilkan dari tiap sampel karena bereaksi dengan senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam Bakso. yang dijual di lingkungan Al-Irsyad Al- Rata- Rata volume titran Kadar (b/b) 0,2 0,4 0,5 0,37 0,001 1,1 1 0,8 0,97 0,003 0,9 1,1 1 1 0,003 0,7 0,5 0,4 0,53 0,002 0,8 0,9 1,2 1,27 0,003 Pengujian pada baku asam boraks, uji nyala api yang dihasilkan berwarna hijau pada bagian pinggirnya, kemudian berubah menjadi kuning orange. Identifikasi menggunakan uji nyala api dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak 10 gram di dalam cawan porselin, kemudian sampel dimasukkan dalam oven sampai kering. Setelah kering, sampel ditambah dengan 1 ml asam sulfat pekat (H2SO 4) dan 5 ml metanol. Kemudian sampel dalam cawan dibakar. Tujuan penambahan 1 ml asam sulfat pekat (H2SO 4) yaitu agar memberi suasana asam pada arang sampel. Jika dinyalakan dengan metanol maka akan menimbulkan nyala api yang pinggirnya hijau. Pengujian pada baku boraks, nyala metilborat B(OCH3)3 (Svehla, 1985). Api yang dihasilkan berwarna biru dengan warna pinggirannya hijau, hal ini terjadi karena terbentuknya reaksi sebagai berikut : H3BO3 + 3CH3OH B(OCH3)3 + 3H2O Apabila sampel uji juga memberikan nyala warna biru dengan pinggirannya hijau, maka menunjukkan sampel tersebut positif mengandung boraks (Svehla, 1985). Berdasarkan hasil metode uji warna menunjukkan bahwa sampel jajanan bakso Islamiyyah Cilacap aman dan bebas dari bahan pengawet boraks. Metode yang dilakukan ini merupakan metode modifikasi dari identifikasi natrium tetra boraks yang terdapat di dalam Farmakope Indonesia dan prosedur modifikasi dari Balai POM dimana Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1. Maret 2016 14
kertas kurkuma diubah dalam bentuk larutan kurkuma. dinyatakan positif mengandung natrium tetra boraks apabila dengan penambahan pereaksi kurkumin yang telah diasamkan dengan asam klorida encer akan terbentuk warna merah kecoklatan dan bila dikeringkan warna menjadi intensif dan bila diteteskan amonia encer berubah menjadi hitam kehijauan (Ditjen POM,1979). Setelah dilakukan analisis kualitatif terhadap sampel, dilakukan pembakuan larutan baku sekunder HCl 0,1 N yang digunakan untuk titrasi. Titrasi natriumtetra borat menggunakan prinsip titrasi asidimetri. Alasan penggunaan titrasi asidimetri adalah karena sampel yang dianalisis bersifat basa, oleh sebab itu, titrantnya haruslah merupakan suatu larutan baku sekunder yang bersifat asam (titrasi asidimetri). Pembakuan HCl 0,1 N diawali dengan membuat larutan baku primer yang tidak lain merupakan larutan boraks. Larutan baku primer boraks dibuat dengan menimbang sebanyak 190,61 gram boraks, dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan aquadest ad tanda batas 100 ml. Setelah larutan baku boraks dibuat, maka diambil larutan boraks tersebut sebanyak 10 ml, yang nantinya akan digunakan sebagai analit dalam pembakuan larutan baku sekunder (HCl 0,1 N). Larutan boraks 10 ml kemudian ditambahkan indikator metil merah hingga warna larutan yang bening berubah menjadi berwarna kekuningan. Larutan yang telah berubah warna menjadi kekuningan tersebut dan dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan yang semula berwarna kuning, menjadi berwarna merah muda. Dari hasil pembakuan larutan HCl 0,1 N, ternyata didapat konsentrasi larutan HCl yang sebenarnya, yaitu konsentrasinya adalah sebesar 0,0869 N. Setelah pembakuan larutan titrant (HCl), maka dilakukan analisis kuantitatif terhadap larutan sampel yang diduga mengandung boraks. Analisis diawali dengan mengambil larutan sampel sebanyak 10 ml, dimasukkan dalam erlen meyer, kemudian ditambahkan larutan spike yang tidak diketahui konsentrasinya, dan ditambahkan larutan indikator metil merah beberapa tetes hingga larutan yang berwarna bening berubah menjadi berwarna kekuningan. Kemudian dilakukan titrasi hingga mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi aside metri dengan menggunakan indikator metil merah ditandai dengan berubahnya warna larutan yang tadinya kekuningan, menjadi berwarna merah muda pada titik akhir titrasi nya. Reaksi antara Natrium tetra borat dengan HCl akan menghasilkan garam NaCl dan asam tetraborat yang sifatnya asam. Alasan penggunaan indikator metil merah adalah karena indikator metil merah merupakan salah satu indikator dalam titrasi Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1. Maret 2016 15
asidimetri, yang akan menunjukkan perubahan warna pada rentang ph yang agak asam (4,5-6), sehingga cocok digunakan sebagai indikator dalam analisis volume trik yang menggunakan metode titrasi aside metri. Berdasarkan hasil pengujian diatas kadar boraks yang ditemukan berkisar antara 0,001-0,003% dari berbagai lokasi yang diteliti dengan 5 sampel bakso yang berada di lingkungan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap positif mengandung boraks. Berdasarkan Permenkes No.033 tahun 2012, bahwa boraks dicantumkan sebagai salah satu bahan berbahaya yang dilarang apabila ditambahkan pada makanan dalam konsentrasi sekecil apapun. KESIMPULAN 1. Analisis Kualitatif menunjukkan hasil negatif untuk pemeriksaan sampel bakso yang didapat di di lingkungan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap. 2. Analisis kuantitatif menunjukkan bahwa kadar boraks dalam sampel yang dispike dengan larutan baku di lingkungan sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap adalah 0,001-0,003 mg/50 ml. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada UPT Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap atas diterbitkannya artikel penelitian ini DAFTAR PUSTAKA Afifah, Riana. 2012. 26 Juli. Balai Besar POM Temukan Makanan Berformalin di pasar Benhil, Koran Kompas. Cahyadi, Wisnu, 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, ed.ii. Jakarta : Sinar Grafika Offset, 5-12, 253. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan ; 49-50, 427-428 Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. hal. 49, 427-428 Departemen Kesehatan RI. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168 /MENKES/ PER/ X/ 1999. Tentang Bahan tambahan Makanan, Jakarta, Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1995.Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Nasution, Anisyah. 2009. Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan Roth, H.J.1979. Pharmaeutische Analytic. George thime Verlag. Sutgart. 22-23USDA, Forest Service. 2006. Human Health and Ecological Risk Assessment for Borax. US. Departement of Agriculture. Winarno, F.G. Sulistiyowati, Titi. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1. Maret 2016 16