ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAPATAN ASLI DAERAH BERDAMPAK PADA KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH. Rosmiaty Tarmizi. Abstract

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

ANALISIS KETERGANTUNGAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA ERA OTONOMI DAERAH

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DINAS PENDAPATAN DAERAH DALAM MENGUKUR EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

ANALISIS TINGKAT EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Selain itu organisasi non profit ini

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi di Kabupaten Dompu Tahun Anggaran )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN )

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN )

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANATAHUN

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN NATUNA (Tahun Anggaran )

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA BADAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN.

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ARTIKEL ILMIAH ANALISA KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP KEMAMPUAN PEMBIAYAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

1 UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA INDEX PERHITUNGAN RATIO ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KULONPROGO YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN 2011

ANALISIS KEMAMPUAN DAERAH, TINGKAT KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH UNTUK BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA TOMOHON

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

RASIO EFEKTIVITAS, PAJAK DAERAH TERHADAP PAD, DAN KEMANDIRIAN UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMKOT YOGYAKARTA TA

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH: STUDI KASUS KOTA JAMBI DAN KABUPATEN BATANGHARI 1 Oleh Lerinda M Sagala 1 dan Parmadi 1

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

RISMA MELATI Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi ABSTRACT

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman

ANALISIS RASIO TREND KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH OTONOM PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN

Volume X, No. 1, Mei 2016 ISSN :

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH DI JAWA TIMUR PADA MASA DESENTRALISASI FISKAL

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

Keyword: regional autonomy, financial capability, financial performance of Malang City

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun di Kota Makassar

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

Oleh: Syukria Dewi Pembimbing: Restu Agusti dan Rahmiati Idrus

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Hubungannya Dengan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

Transkripsi:

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH AFDHAL CHATRA 1, ARGA SUWITRA 2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sakti Alam Kerinci 1,2 afdhalchatra@gmail.com ABSTRACT This study is a descriptive an offinancial capability in the city area in the city of Bitung and supports the implementation of regional autonomy. The data used in this analysis in Sungai Penuh City and Kerinci Region budget data from 2010 to 2014 primarily to. Analysis tools used in this study elapsed areas of financial self-sufficiency ratio, ratio of the degree offiscal decentralization of routineability index ratio, Growth Ratio. The results showed an average yield of local financial independence ratio of 5% Kerinci district and River City Full of 4%, value ranges between 0 % s / d 25 %, with the regional financial capability criteria low. the degree of fiscal decentralization Kerinci district and River City Full views of the data analysis Ratio regional revenue is still very small because only the range below 10 %. The degree of fiscal decentralization 10 % indicated that the ability of local finance is very less. The average growth rate Kerinci amounted to 21.49 %, and the average growth rate Kerinci amounted to 42.60 %. Keywords : The Ratio Of Local Financial Independence, The Degree Of Fiscal Decentralization Rate, Growth Rate ABSTRAK Penelitian ini merupakan penilitian deskriptif tentang kemampuan keuangan daerah di kota Sungai Penuh dan kabupaten Kerinci dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data APBD kota Sungai Penuh dan kabupaten Kerinci 2010 sampai dengan 2014. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini Rasio kemandirian keuangan daeah, Rasio derajat desentralisasi fiskal dan Rasio Rasio Pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan hasil rata-rata rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci sebesar 5% dan Kota Sungai Penuh sebesar 4%, nilainya berkisar antara 0% s/d 25%, dengan kriteria kemampuan keuangan daerahnya rendah sekali. derajat desentralisasi fiskal Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dilihat dari analisis data Rasio Pendapatan Asli Daerah masih sangat kecil karena hanya berkisar di bawah 10%. Derajat desentralisasi fiskal yang 10% menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah yang sangat kurang. Rata-rata rasio pertumbuhan Kabupaten Kerinci adalah sebesar 21,49%, kemudian rata-rata rasio pertumbuhan Kabupaten Kerinci adalah sebesar 42,60%. Kata kunci : Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Pertumbuhan Detail Artikel : Diterima : 21 September 2016 Disetujui : 05 Oktober 2016 DOI : http://dx.doi.org/10.22216/jbe.v1i3.952 Kopertis Wilayah X 184

PENDAHULUAN Otonomi daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi nasional yang lebih berdaya tumbuh tinggi dengan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di daerah. Asas yang menjadi prinsip dasar otonomi adalah otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. Prinsip ini memperhatikan aspek demokrasi, partisipasi, adil dan merata dengan tetap memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Berdasarkan asas tersebut, diharapkan otonomi daerah mampu mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumbersumber pendapatan lain yang sah serta sumbersumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut pada dasarnya pemerintah menerapkan prinsip money follow function/uang mengikuti fungsi. Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan semakin besar sehingga tanggung jawab yang diembannya akan bertambah banyak. Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat menjadi suatu berkah bagi daerah. Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin besar urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Oleh karena itu ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan antara lain sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan pra sarana daerah. Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk dapat mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai sejauh mana daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhan keuangan daerah tanpa harus menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi dari pemerintah pusat. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan, serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah menurut Yuliati (2001) adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin mengecil dan diharapkan bahwa harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab. Peranan Pendapatan Asli Daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam pelaksanaan otonomi daerah, dalam arti semakin besar suatu daerah memperoleh dan menghimpun maka akan semakin besar pula tersedianya jumlah keuangan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan suatu daerah dalam bidang keuangan. Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk dapat mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai sejauh mana daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhan keuangan daerahnya tanpa harus menggantungkan diri pada bantuan dana dari pemerintah pusat/pemerintah daerah yang lebih tinggi. Kopertis Wilayah X 185

Untuk itulah, peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan guna mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statisitik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan melihat kemampuan atau tingkat kemandirian daerah. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya rasio kemandirian keuangan daerah di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh tahun 2010-2014. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya rasio derajat desentralisasi fiskal di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh tahun 2010-2014 3. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya rasio pertumbuhan pendapatan asli daerah di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh tahun 2010-2014. 4. METODE PENELITIAN Menurut Widodo dalam Halim (2002 : 126) analisa yang digunakan pada analisis kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut : 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi Tolak ukur rasio kemandirian keuangan daerah dapat dijelaskan dengan menggunakan skala Interval Rasio Kemandirian Keuangan Daerah seperti dalam tabel 1: Tabel 1 Skala Interval Rasio KemandirianKeuangan Daerah Kemampuan Keuangan Daerah RKKD Pola Hubungan Rendah Sekali 0% s/d 25% Instruktif Rendah 25% s/d 50% Konsultatif Sedang 50% s/d 75% Partisipatif Tinggi 75% s/d 100% Delegatif Sumber : Wulandari (2001) Jika, RKKD (Rasio Kemandirian Keuangan Daerah) menurun maka, hal ini menunjukkan kemandirian keuangan daerah cenderung menurun walaupun meningkat sebab, peningkatannya lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan bantuan dan sumbangan. Semakin sedikit sumbangan dari pusat, semakin tinggi derajat kemandirian suatu daerah yang menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Adapun Pola hubungan keuangan daerah tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Pola Hubungan Instruktif: peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). 2) Pola Hubungan Konsultatif: campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi. Kopertis Wilayah X 186

3) Pola Hubugan Partisipatif: peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. 4) Pola Hubungan Delegatif: campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada, karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah 2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat Desentralisasi Fiskal, khususnya komponen dibandingkan dengan TPD, Derajat Desentralisasi Fiskal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Rumus yang digunakan adalah : DDF = t x 100% TPDt Keterangan : DDF : Derajat Desentralisasi Fiskal t : Total t TPDt : Total Pendapatan Daerah t Tabel 2 Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal % Kemampuan Keuangan Daerah 0,00-10,00 SangatKurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Cukup 30,01-40,00 Sedang 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat Baik Sumber : Wulandari (2001: 20) 3. Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah () Rasio Pertumbuhan = Realisasi Penerimaan Pendapatan Xn Xn 1 x100% Realisasi Penerimaan Pendapatan Xn 1 Rasio pertumbuhan (Growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Tabel 3 berikut ini menampilkan rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci yakni sebagai berikut : Kopertis Wilayah X 187

Tabel 3 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Kerinci 2010 2014 Dana Transfer Pusat/Provinsi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (%) Kriteria Penilaian (Pola Hubungan) 1 2010 22.883.018.741,39 521.290.000.000 4,39% Instruktif 2 2011 31.537.153.761,39 693.462.000.000 4,55% Instruktif 3 2012 33.388.190.930,00 752.930.000.000 4,43% Instruktif 4 2013 40.783.693.656,00 855.222.000.000 4,77% Instruktif 5 2014 48.986.957.919,00 924.523.000.000 5,30% Instruktif JUMLAH 177.579.015.007,78 3.747.427.000.000 23% - Rata-rata 35.515.803.001,56 749.485.400.000 5% Instruktif Sumber : Data Diolah 2016 Berdasarkan tabel 3 maka dapat dilihat hasil perhitungan rasio kemandirian daerah yang menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Dimulai dari tahun anggaran 2010 sampai dengan tahun anggaran 2014, persentase perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci masih kurang stabil karena masih mengalami naik turun terhadap hasil perhitungan persentasenya. Persentase rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci diawali dari tahun anggaran 2010 dimana persentasenya adalah 4,39% yang kemudian mengalami kenaikan pada tahun anggaran 2011 yaitu menjadi 4,55% dan mengalami penurunan pada tahun anggaran 2012 yakni 4,43%, namun pada tahun anggaran 2013 naik menjadi 4,77% tapi pada tahun 2014 kembali mengalami kenaikan menjadi 5,30%. Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan rata-rata rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci adalah sebesar 5% dengan kriteria pola hubungan instruktif. Tabel 4 berikut ini menampilkan rasio kemandirian keuangan daerah Kota Sungai Penuh yakni sebagai berikut Tabel 4 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Sungai Penuh 2010 2014 Dana Transfer Pusat/Provinsi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (%) Kriteria Penilaian (Pola Hubungan) 1 2010 8.289.955.374,95 357.940.086.689 2,32% Instruktif 2 2011 14.356.365.035,90 437.597.490.692 3,28% Instruktif 3 2012 19.705.802.061,54 452.625.807.566 4,35% Instruktif 4 2013 24.266.664.871,03 533.149.654.903 4,55% Instruktif 5 2014 33.199.858.218,30 565.064.371.432 5,88% Instruktif Jumlah 99.818.645.561,72 2.346.377.411.282 20% - Rata-rata 19.963.729.112,34 469.275.482.256 4% Instruktif Sumber : Data diolah 2016 Kopertis Wilayah X 188

Berdasarkan tabel 4 di atas rasio kemandirian keuangan daerah Kota Sungai Penuh, walaupun persentasenya sangat rendah dan di bawah Kabupaten Kerinci, namun persentase rasio kemandirian keuangan daerahnya selalu mengalami peningkatan. Selanjutnya persentase rasio kemandirian keuangan daerah Kota Sungai Penuh diawali dari tahun anggaran 2010 dimana persentasenya adalah 2,32% yang kemudian mengalami kenaikan pada tahun anggaran 2011 yaitu menjadi 3,28% dan mengalami kenaikan kembali pula pada tahun anggaran 2012 yakni 4,35%, pada tahun anggaran 2013 juga naik menjadi 4,55% dan pada tahun 2014 kembali mengalami kenaikan menjadi 5,88%. Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan rata-rata rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci adalah sebesar 4% dengan kriteria pola hubungan instruktif. Adapun Pola hubungan keuangan daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dapat diinterpretasikan sebagai Pola Hubungan Instruktif, dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dari tahun 2010 s/d 2014 nilainya berkisar antara 0% s/d 25%, dengan kriterian kemampuan keuangan daerahnya rendah sekali. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat Desentralisasi Fiskal atau otonomi Fiskal Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna membiayai pembangunan. Derajat Desentralisasi Fiskal, khususnya komponen dibandingkan dengan TPD. Tabel 5 menampilkan rasio derajat desentralisasi fiskal Kabupaten Kerinci yakni sebagai berikut : Tabel 5 Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Kerinci 2010-2014 Pendapatan Daerah Derajat Desentralisasi Fiskal (%) 1 2010 22.883.018.741,39 547.104.000.000 4,18 2 2011 31.537.153.761,39 696.130.000.000 4,53 3 2012 33.388.190.930,00 761.821.000.000 4,38 4 2013 40.783.693.656,00 904.379.000.000 4,51 5 2014 48.986.957.919,00 943.212.000.000 5,19 Sumber : Data Diolah 2016 Hasil perhitungan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten Kerinci dapat dilihat dari analisis data Rasio Pendapatan Asli Daerah masih sangat kecil karena hanya berkisar di bawah 10%. Derajat desentralisasi fiskal yang 10% menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah yang sangat kurang. Oleh karena itu pemerintah daerah Kabupaten Kerinci memiliki kemampuan keuangan daerah yang sangat rendah sehingga peranan pemerintah pusat sangat besar dalam membantu keuangan daerahnya agar pembiayaan pembangunan bisa terlaksana. Dari hasil tabel 5 dapat dilihat bahwa kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Kerinci dari tahun 2010-2014 masih tergolong sangat kurang. Hal ini terjadi karena kontribusi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerahnya kecil. Kopertis Wilayah X 189

Hal ini yang menyebabkan daerah Kabupaten Kerinci mengalami stagnasi kreativitas dan terhambatnya pengembangan potensi yang dimiliki daerah, sehingga proses pembangunan dan kehidupan tidak berjalan dengan lancar. Tabel 6 Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Kota Sungai Penuh 2010-2014 Pendapatan Daerah Derajat Desentralisasi Fiskal (%) 1 2010 8.289.955.374,95 375.248.000.000 2,21 2 2011 14.356.365.035,90 495.649.000.000 2,90 3 2012 19.705.802.061,54 499.080.000.000 3,95 4 2013 24.266.664.871,03 622.752.000.000 3,90 5 2014 33.199.858.218,30 653.291.000.000 5,08 Sumber : Data diolah 2016 Dari hasil tabel 6 dapat dilihat bahwa kemampuan keuangan daerah di Kota Sungai Penuh dari tahun 2010-2014 masih tergolong sangat kurang. Derajat desentralisasi fiskal Kota Sungai Penuh dapat dilihat dari analisis data Rasio Pendapatan Asli Daerah masih sangat kecil karena hanya berkisar di bawah 10%. Derajat desentralisasi fiskal yang 10% menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah yang sangat kurang. Hal ini terjadi karena kontribusi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerahnya kecil. Hal ini yang menyebabkan daerah Kota Sungai Penuh mengalami stagnasi kreativitas dan terhambatnya pengembangan potensi yang dimiliki daerah, sehingga proses pembangunan dan kehidupan tidak berjalan dengan lancar Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Rasio pertumbuhan (Growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensipotensi mana yang perlu mendapat perhatian. Tabel 7 berikut ini menampilkan rasio pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah () Kabupaten Kerinci yakni sebagai berikut : Tabel 7 Rasio Pertumbuhan Kabupaten Kerinci 2010-2014 Pertumbuhan (%) 1 2010 22.883.018.741,39-2 2011 31.537.153.761,39 37,82 3 2012 33.388.190.930,00 5,87 4 2013 40.783.693.656,00 22,15 5 2014 48.986.957.919,00 20,11 Jumlah 177.579.015.007,78 85,95 Rata-rata 35.515.803.001,56 21,49 Sumber : Data diolah tahun 2016 Kopertis Wilayah X 190

Dari tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa rasio pertumbuhan Kabupaten Kerinci tahun 2011 adalah sebesar 37,82%, kemudian pada tahun 2012 turun menjadi 5,87%, pada tahun berikutnya 2013 naik kembali menjadi 22,15% dan pada tahun 2014 kembali mengalami penurunan menjadi 20,11%. Hal ini berarti bahwa rasio pertumbuhan Kabupaten Kerinci dari tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi, dimana pemerintah daerah Kabupaten Kerinci dinilai tidak konsisten dalam mempertahankan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rata-rata rasio pertumbuhan Kabupaten Kerinci adalah sebesar 21,49%. Tabel 8 Rasio Pertumbuhan Kota Sungai Penuh 2010-2014 Pertumbuhan (%) 1 2010 8.289.955.374,95-2 2011 14.356.365.035,90 73,18 3 2012 19.705.802.061,54 37,26 4 2013 24.266.664.871,03 23,14 5 2014 33.199.858.218,30 36,81 Jumlah 99.818.645.561,72 170,39 Rata-rata 19.963.729.112,34 42,60 Sumber : Data diolah tahun 2016 Dari tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa rasio pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Kota Sungai Penuh tahun 2011 adalah sebesar 73,18%, kemudian pada tahun 2012 turun menjadi 37,26%, pada tahun berikutnya 2013 kembali turun menjadi 23,14% dan pada tahun 2014 kembali mengalami kenaikan menjadi 36,81%. Hal ini berarti bahwa rasio pertumbuhan Kota Sungai Penuh dari tahun 2010-2014 selalu mengalami penurunan, dimana pemerintah Kota Sungai Penuh dinilai tidak mampu mempertahankan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya, bahkan selalu mengalami penurunan. Rata-rata rasio pertumbuhan Kabupaten Kerinci adalah sebesar 42,60%. SIMPULAN Pola hubungan keuangan daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dapat diinterpretasikan sebagai Pola Hubungan Instruktif, dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dari tahun 2010 s/d 2014 nilainya berkisar antara 0% s/d 25%, dengan kriterian kemampuan keuangan daerahnya rendah sekali. Hasil perhitungan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dapat dilihat dari analisis data Rasio Pendapatan Asli Daerah masih sangat kecil karena hanya berkisar di bawah 10%. Derajat desentralisasi fiskal yang 10% menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah yang sangat kurang. Hasil perhitungan rasio pertumbuhan Kabupaten Kerinci dari tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi, dimana pemerintah daerah Kabupaten Kerinci dinilai tidak konsisten dalam mempertahankan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya sementara hasil perhitungan rasio pertumbuhan Kota Sungai Penuh dari tahun 2010-2014 selalu mengalami penurunan, dimana pemerintah Kota Sungai Penuh dinilai tidak mampu mempertahankan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Kopertis Wilayah X 191

DAFTAR PUSTAKA Anita Wulandari. 2001. Kemampuan Keuangan Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Vol.5.2 vember Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. Halim, Abdul, Damayanti, Theresia, 2004, Pengelolaan Keuangan Daerah, Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Mamesah, D, J. 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah. Jakarta: Pustaka Utama Mankiw Gregory, 2006 Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga, Salemba Empat Jakarta. Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta. Muhammad Gade. 2000.Akuntansi Pemerintahan. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mulyanto 2001, Pengelolaan Keuangan Daerah, Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Erlangga, Jakarta. Ronald, Andreas dan Sarmiyatiningsih, Dwi. 2010. Analisis Kinerja Keuangan Dan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum Dan Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah Di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 1,. 1, Juni 2010. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta Tangkilisan, Hesel gi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI. Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Menghadapi Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN..., Undang-Undang mor 32 2004 tentang Pemerintahan Daerah...., Undang-Undang mor 17 2003 tentang Keuangan Negara...., Peraturan Pemerintah mor 58 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kopertis Wilayah X 192