BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 3 METODOLOGI. Tingkat Risiko MSDs Pekerja Konstruksi. Keluhan MSDs. Gambar 3.1. Kerangka Konsep. 32 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara. Industri sepenuhnya terintegrasi ke dalam rantai pasokan secara

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

ERGONOMI PENGGUNAAN KOMPUTER Ergonomi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan tersebut. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Metode dan Pengukuran Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POSISI KERJA DENGAN KELUHAN NYERI PINGGANG BAWAH PADA PEKERJA PEMELIHARAAN TERNAK BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENJAHIT DI PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG MEDAN 2015

ANALISIS ERGONOMI PADA PEKERJA LAUNDRI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Labor Organization (ILO) dalam Nurhikmah

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II LANDASAN TEORI

permukaan pekerjaan, misalnya seperti proses menjahit. Secara langsung maupun tidak langsung aktivitas kerja secara manual apabila tidak dilakukan sec

93 Jurnal Rekayasa Sistem & Industri Volume 1, Nomor 1, Juli 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 5 GAMBARAN PERUSAHAAN. Nusantara pertama kali berdiri pada tanggal 5 Desember 1967 di Bandung.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan. Posisi duduk adalah posisi istirahat didukung oleh bokong atau paha di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

BAB 1 : PENDAHULUAN. unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Ratusan tenaga kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

LAMPIRAN 1. MODUL VI KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (K3) (Sekarang)

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan survai ergonomi yang dilakukan pada 3 grup pekerjaan yaitu.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds).

I. PENDAHULUAN. Keluhan low back pain (LBP) dapat terjadi pada setiap orang, dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Health Association) adalah beberapa kondisi atau gangguan abnormal

A. Etika, Moral, dan Hukum dalam Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

PEMBELAJARAN X ERGONOMI DAN PRODUKTIVITAS KERJA

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

TUGAS AKHIR ANALISA AKTIVITAS KERJA FISIK DENGAN METODE STRAIN INDEX (SI)

Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli Rajagukguk. Lhokseumawe Aceh Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

BAB V PEMBAHASAN. yang cukup kuat untuk menyebabkan peningkatan resiko keluhan low back

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Saat ini pembangunan industri menjadi salah satu andalan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu pekerjaan. Komputer yang banyak digunakan oleh segala kalangan untuk

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Transkripsi:

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Gambaran Aktivitas Pekerjaan Butik LaMode merupakan usaha sektor informal yang dikelola oleh pemilik usahanya sendiri. Butik pada umumnya menerima jahitan berupa kebaya dan pakaian pengantin, namun kadang-kadang juga menerima jahitan pakaian kantor atau pakaian biasa. Kegiatan yang berlangsung di butik LaMode, terutama dalam menjahit kebaya dan pakaian pengantin meliputi: a. Menggunting pola sesuai dengan ukuran tubuh pelanggan dan model kebayanya. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh orang yang memang khusus untuk menggunting pola saja. Kegiatan menggunting pola pada umumnya dilakukan dengan posisi berdiri, akan tetapi ada beberapa pola tambahan yang digunting dengan posisi duduk di kursi (pola tambahan ini tergantung pada model kebaya yang diinginkan, biasanya berukuran kecil untuk bagian tertentu seperti untuk bagian leher, tambahan bordir khusus untuk bagian tertentu, dll). b. Menjahit kain menggunakan mesin sesuai dengan polanya. Kegiatan menjahit ini biasanya juga lebih rumit dari pada kegiatan menjahit pakaian biasa, karena penjahit harus memperhatikan dengan seksama corak pada kain yang akan dijahit. Kegiatan menjahit dengan mesin ini juga diselingi dengan jahitan tangan secara manual sesuai dengan corak kain dan model kebaya. Kegiatan ini dilakukan dengan posisi duduk pada kursi. c. Memasang payet dan kancing sesuai dengan model kebaya yang diinginkan. Pemasangan payet biasanya tergantung pada permintaan pelanggan, sedangkan pemasangan kancing dilakukan pada semua pesanan. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh orang yang memang khusus untuk memasang payet dan kancing saja. Pemasangan payet biasanya lebih rumit dan membutuhkan perhatian yang lebih seksama dari pada pemasangan kancing karena ukuran payet yang kecil-kecil dan dipasang pada bagian-bagian tertentu dengan jumlah tertentu (sesuai corak kain dan model kebaya). Kegiatan memasang payet dan kancing ini dilakukan dengan menjahit secara manual tanpa 45

46 menggunakan mesin. Kegiatan ini dilakukan dalam posisi duduk lesehan di lantai. d. Menyetrika pakaian yang sudah jadi dan menyetrika pola-pola tertentu sebelum dijahit, jadi pada beberapa pola tertentu juga dilakukan penyetrikaan pada bahan dasar yang belum dijahit/ pada pola-pola khusus yang telah digunting. Kegiatan menyetrika biasanya dilakukan oleh penjahit, jadi tidak ada orang yang khusus bertugas untuk menyetrika. Kegiatan ini dilakukan dalam posisi berdiri. Jumlah pekerja pada masing-masing kegiatan yaitu orang pada kegiatan menggunting pola, 4 orang pada kegiatan menjahit dan menyetrika dan 5 orang pada kegiatan memasang payet dan kancing. Umur pekerja berada pada rentang 8-6 tahun. Pekerja ini terdiri dari 6 orang laki-laki dan 6 orang perempuan dimana orang sudah menikah dan 2 orang belum menikah. Pekerja di butik LaMode ini bekerja dari hari Senin sampai Sabtu, sedangkan pada hari Minggu mereka libur. Mereka bekerja selama 8 jam dalam sehari yaitu dari pukul 8. sampai pukul 7., kecuali pada hari Sabtu pekerja bekerja dari pukul 8. sampai pukul 6. dengan waktu istirahat selama jam dari pukul 2. sampai pukul.. Walaupun tergolong dalam sektor usaha informal, butik LaMode sudah mempunyai pengaturan pekerjaan dan jam kerja yang cukup jelas seperti yang telah dijelaskan diatas. 5.2 Analisis dan Pembahasan Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Analisis Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dalam penelitian ini dilakukan pada semua aktivitas diatas pada postur kerja yang telah ditetapkan penulis berdasarkan postur yang pada umumnya terjadi selama kegiatan berlangsung dan yang paling sering dilakukan oleh pekerja pada masing-masing aktivitas. Analisis ini dilakukan pada kedua sisi kiri dan kanan postur pekerja. Analisis dan pembahasan pada metode RULA mengikuti langkah-langkah kerja berdasarkan ketentuan RULA.

47 5.2. Analisis dan Pembahasan RULA pada Kegiatan Menggunting Pola (a) (b) (c) Gambar 5.: Postur pada Kegiatan Menggunting Pola. (a) Postur Kanan, (b) Pergelangan Tangan Kanan, (c) Postur Kiri. Table 5.: Analisis RULA pada Kegiatan Menggunting Pola A. Analisis Tangan dan Pergelangan Tangan B. Analisis Leher, Punggung dan Kaki Skor Bagian Tubuh Kanan Kiri Skor Bagian Tubuh Kanan Kiri Lengan Atas 4 Leher Lengan Bawah 2 Punggung 4 2 Pergelangan Tangan 4 2 kaki Wrist Twist Skor Postur A 6 2 Skor Postur B 5 Penggunaan Otot Penggunaan Otot Beban Beban Skor Total 7 Skor Total 6 4

48 Tabel 5.2: Hasil Akhir Analisis RULA pada Kegiatan Menggunting Pola (a) Skor Akhir Postur Kanan (b) Skor Akhir Postur Kiri a. Tangan dan Pergelangan Tangan Lengan atas kanan mempunyai skor 4 karena sudut yang terbentuk berada antara 46-9 dan posisinya menjauhi tubuh sedangkan lengan atas kiri skornya karena sudut yang terbentuk < 2. Posisi kedua lengan bawah sama-sama melintang masuk ke menuju garis tengah tubuh, untuk postur kanan sudut yang terbentuk < 6 sehingga skornya sedangkan untuk postur kiri sudut yang dibentuk antara 6 - sehingga skornya 2. Pergelangan tangan kanan mempunyai skor 4 karena sudut yang terbentuk > 5 dan menekuk ke arah dalam, sedangkan bagian kiri skornya 2 karena sudut yang terbentuk antara -5 ke arah atas. Posisi wrist twist pada kedua postur berada pada range tengah sehingga skornya. Penggunaan otot pada kedua tangan skornya adalah karena pekerjaan yang dilakukan berulang terus menerus. Untuk beban pada pekerjaan ini hanya ada pada tangan kanan yaitu gunting yang dipegang. Akan tetapi berat gunting tidak mencapai 2 kg dan tangan kiri tidak mempunyai beban, sehingga skor beban untuk kedua postur adalah. Skor yang tergolong tinggi yaitu pada lengan atas, pergelangan tangan dan lengan bawah pada bagian kanan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena aktivitas menggunting tersebut dilakukan oleh tangan kanan. Tangan kanan digunakan untuk memegang gunting dan juga harus menjangkau bagian kain yang akan digunting. Kegiatan menggunting dilakukan terus-menerus dari salah satu ujung kain sampai ke ujung yang lainnya. Sedangkan skor pada tangan kiri tidak

49 tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena tangan kiri hanya digunakan untuk menekan/ menahan dan merapikan pola yang akan digunting. Postur tangan secara netral berada sejajar dengan batang tubuh. Pada kegiatan ini postur yang terbentuk menyebabkan adanya fleksi, ekstensi dan abduksi pada tangan dari posisi netral dan berulang secara bergantian. Postur seperti ini dapat menyebabkan sakit atau gejala MSDs pada bahu dan lengan atas (ILO, 998). Berdasarkan penelitian Herbert (984) fleksi atau abduksi yang 45 akan meningkatkan aktivitas otot sehingga dapat menyebabkan kelelahan (Bernard, 997). Kombinasi postur janggal secara berulang dalam jangka waktu yang relatif lama pada kegiatan ini berisiko menimbulkan MSDs. b. Leher, Punggung dan Kaki Leher pada kedua postur diatas skornya sama yaitu karena sudut yang terbentuk > 2. Punggung pada postur kanan skornya 4 karena sudut yang terbentuk berkisar antara 2-6 dan agak sedikit memutar, sedangkan pada postur kanan skornya 2 karena sudut yang terbentuk antara -2. Kaki pada kedua postur ini bersifat stabil, karena pekerja bekerja dalam keadaan berdiri pada kedua kakinya. Penggunaan otot pada leher, punggung dan kaki bersifat statis sehingga skornya adalah dan tidak mempunyai beban sehingga skornya. Leher mempunyai skor yang tinggi karena pekerjaan ini membutuhkan ketelitian dan kebutuhan visual yang tinggi untuk memperhatikan arah pola yang akan digunting agar tidak terjadi kesalahan guntingan yang melenceng dari jalurnya. Sementara itu punggung juga mempunyai skor yang tinggi karena pekerja harus sedikit membungkuk untuk menjangkau bagian tengah meja. Postur kaki pada kegiatan ini bersifat stabil karena pekerja berdiri pada kedua kaki dengan posisi netral dan tidak berdiri statis terus menerus melainkan juga melakukan pergerakan yaitu berjalan perlahan-lahan. Postur leher dan punggung yang terlalu menekuk atau membungkuk dan memutar dapat meningkatkan risiko terjadinya MSDs pada otot-otot leher dan punggung, terutama low back pain pada punggung (Bernard, 997).

5 c. Skor Akhir RULA Skor akhir pada postur kanan yaitu 7 (7 dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 6 untuk analisis postur leher, punggung & kaki) sedangkan untuk postur kiri adalah 4 ( dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 4 untuk analisis postur leher, punggung & kaki). Skor akhir berdasarkan analisis RULA pada postur kanan yaitu 7 yang tergolong ke dalam action level 4 dimana diperlukan investigasi dan perubahan saat ini juga. Sedangkan skor akhir pada postur kiri adalah 4 dan termasuk action level 2 yang perlu diinvestigasi lebih lanjut dan mungkin perlu diadakan perubahan. 5.2.2 Analisis dan Pembahasan RULA pada Kegiatan Menjahit (a) Gambar 5.2: Postur pada Kegiatan Menjahit. (a) Postur Kanan, (b) Postur Kiri Table 5.: Analisis RULA pada Kegiatan Menjahit A. Analisis Tangan dan Pergelangan Tangan B. Analisis Leher, Punggung dan Kaki Skor Bagian Tubuh Kanan Kiri Skor Bagian Tubuh Kanan Kiri (b) Lengan Atas 2 Leher Lengan Bawah 2 Punggung 2 2

5 Pergelangan Tangan 4 kaki Wrist Twist Skor Postur A 4 4 Skor Postur B Penggunaan Otot Penggunaan Otot Beban Beban Skor Total 5 5 Skor Total 4 4 Tabel 5.4: Hasil Akhir Analisis RULA pada Kegiatan Menjahit (a) Skor Akhir Postur Kanan (b) Skor Akhir Postur Kiri a. Tangan dan Pergelangan Tangan Lengan atas kanan mempunyai skor 2 karena sudut yang terbentuk < 2 dan posisinya menjauhi tubuh sedangkan lengan atas kiri skornya karena sudut yang terbentuk antara 46-9 menjauhi tubuh akan tetapi ditopang oleh meja. Posisi kedua lengan bawah sama-sama melintang masuk ke menuju garis tengah tubuh, untuk postur kanan sudut yang terbentuk > sehingga skornya sedangkan untuk postur kiri sudut yang dibentuk yaitu 9 sehingga skornya 2. Pergelangan tangan kanan mempunyai skor 4 karena sudut yang terbentuk > 5 dan menekuk ke arah dalam, sedangkan bagian kiri skornya karena sudut yang terbentuk antara -5 dan agak menyimpang ke arah luar. Posisi wrist twist pada kedua postur berada pada range tengah sehingga skornya. Penggunaan otot pada kedua tangan skornya adalah karena pekerjaan yang dilakukan berulang terus

52 menerus lebih dari 4 kali dalam menit. Untuk beban pada pekerjaan ini tidak ada, sehingga skornya. Skor pada kedua tangan sama yaitu 5, walaupun terdapat perbedaan bagian yang mempunyai skor yang tergolong tinggi antara tangan kanan dan kiri. Hal ini kemungkinan disebabkan karena aktivitas menjahit menggunakan kedua tangan secara aktif. Selain itu kedua tangan juga melakukan gerakan secara berulang dalam proses menjahit. Pergelangan tangan mempunyai skor yang tergolong tinggi pada kedua tangan karena pergelangan tangan berfungsi untuk menekan dan mengatur pergerakan kain sesuai dengan pola jahitan. Postur tangan pada kegiatan ini termasuk postur janggal karena adanya fleksi, ekstensi dan abduksi pada tangan dari posisi netral. Berdasarkan penelitian Herbert (984) dalam fleksi atau abduksi yang 45 akan meningkatkan aktivitas otot sehingga dapat menyebabkan kelelahan (Bernard, 997). Akan tetapi postur ini disangga oleh meja sehingga dapat mengurangi kelelahan yang terjadi pada otot-otot tangan terutama otot bahu dan lengan atas. Berdasarkan penelitian Milerad dan Ekenvall (99) dijelaskan bahwa prevalens gejala MSDs pada bahu lebih rendah dalam kondisi postur tangan yang mempunyai penyokong dibandingkan dengan postur tangan yang tidak mempunyai penyokong (Bernard, 997). Namun secara umum postur ini berisiko menimbulkan gejala MSDs karena postur tersebut bersifat repetitif dan terjadi dalam jangka waktu yang lama, yakni selama jam kerja berlangsung. Berdasarkan penelitian Andersen & Gaardboe (99) dan Amstrong et al. (987) pada operator mesin jahit diketahui bahwa pengulangan gerakan tangan dapat menyebabkan penyakit pada bahu dan pergelangan tangan seperti dequervain diseases, tendinitis, tenosynovitis, trigger finger, dll.(bernard, 997) b. Leher, Punggung dan Kaki Leher pada kedua postur diatas skornya sama yaitu karena sudut yang terbentuk > 2. Punggung pada kedua postur juga mempunyai skor sama yaitu 2 karena sudut yang terbentuk antara -2 dalam postur duduk tanpa penyangga. Kaki pada kedua postur ini bersifat stabil, karena pekerja bekerja dalam posisi

5 duduk. Penggunaan otot pada leher, punggung dan kaki bersifat statis sehingga skornya adalah dan tidak mempunyai beban sehingga skornya. Leher pada kegiatan ini mempunyai skor yang tinggi karena kegiatan ini menuntut ketelitian dan kebutuhan visual yang tinggi agar jahitan sesuai dengan jalurnya dan memperhatikan benang dengan seksama. Selain itu pekerja juga harus memperhatikan jarum yang berukuran sangat kecil agar tidak menusuk jari. Skor postur punggung pada kegiatan ini tidak tergolong tinggi karena pekerja bekerja dengan posisi duduk yang agak netral. Hal ini terjadi karena tinggi meja kerja sesuai dengan ukuran tubuh pekerja sehingga pekerja tidak perlu terlalu membungkuk ketika bekerja. Postur kaki pada kegiatan ini bersifat stabil, akan tetapi kaki melakukan pergerakan berulang secara terus menerus untuk menginjak pedal mesin. Postur leher yang terlalu menekuk dalam posisi statis dapat menyebabkan ketegangan pada otot-otot leher, kepala dan bahu (Bernard, 997). Selain itu postur leher dan punggung dalam kegiatan ini bersifat statis dalam jangka waktu yang lama sehingga berisiko menimbulkan terjadinya gejala MSDs pada otot-otot leher dan punggung. Posisi duduk yang agak merosot pada postur ini dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan (Bridger, 995). Sementara itu postur kaki yang melakukan gerakan berulang secara terus menerus juga akan meningkatkan kelelahan pada otot kaki karena otot membutuhkan banyak energi untuk pergerakan tersebut. c. Skor Akhir RULA Skor akhir pada kedua postur sama yaitu 5 (5 dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 4 untuk analisis postur leher, punggung & kaki). Skor akhir pada kedua postur (kiri dan kanan) pada kegiatan menjahit ini tergolong action level dimana diperlukan investigasi dan perubahan secepatnya. 5.2. Analisis dan Pembahasan RULA pada Kegiatan Memasang Payet & Kancing

54 (a) (b) (c) Gambar 5.: Postur pada Kegiatan Memasang Payet dan Kancing. (a) Postur Kanan (mengambil Payet & Kancing), (b) Postur Kanan (Menjahitkan Payet & Kancing), (c) Postur Kiri Table 5.5: Analisis RULA pada Kegiatan Memasang Payet & Kancing

55 A. Analisis Tangan dan Pergelangan Tangan Skor Bagian Kanan Kanan Tubuh (a) (b) Kiri B. Analisis Leher, Punggung dan Kaki Skor Bagian Kanan Kanan Kiri Tubuh (a) (b) Lengan Atas 4 4 Leher Lengan Bawah 2 Punggung 2 2 2 Pergelangan Tangan 2 kaki Wrist Twist Skor Postur A 4 5 2 Skor Postur B Penggunaan Otot Penggunaan Otot Beban Beban Skor Total 5 6 Skor Total 4 4 4 Tabel 5.6: Hasil Akhir Analisis RULA pada Kegiatan Memasang Payet & Kancing (a) Skor Akhir Postur Kanan (a) (b) Skor Akhir Postur Kanan (b)

56 (c) Skor Akhir Postur Kiri a. Tangan dan Pergelangan Tangan Lengan atas kanan (a & b) mempunyai skor yang sama yaitu 4 karena sudut yang terbentuk berada antara 46-9 dan posisinya menjauhi tubuh sedangkan lengan atas kiri skornya karena sudut yang terbentuk adalah 2. Posisi lengan bawah pada postur kanan (a) dan kiri sama-sama melintang masuk ke menuju garis tengah tubuh sedangkan pada postur kanan (b) posisinya keluar dari garis tengah tubuh, untuk postur kanan (a) sudut yang terbentuk > sehingga skornya, postur kanan (b) sudut yang terbentuk < 6 sehingga skornya, sedangkan untuk postur kiri sudut yang dibentuk yaitu 9 sehingga skornya 2. Pergelangan tangan pada postur kanan (a) mempunyai skor 2 karena sudut yang terbentuk < 5, postur kanan (b) mempunyai skor karena sudut yang terbentuk > 5, sedangkan bagian kiri skornya karena berada dalam satu garis lurus dengan lengan bawah. Posisi wrist twist pada ketiga postur berada pada range tengah sehingga skornya. Penggunaan otot pada semua postur diatas sama-sama mempunyai skor, pekerjaan pada postur tangan kanan (a & b) dilakukan berulang terus menerus lebih dari 4 kali dalam menit, sedangkan pada postur tangan kiri posisinya adalah statis. Untuk beban pada pekerjaan ini tidak ada, sehingga skornya. Skor yang tinggi untuk tangan terletak pada lengan atas dan lengan bawah pada tangan kanan (postur a & b). Hal ini dapat terjadi karena pekerja melakukan pekerjaan secara berulang antara postur (a) dengan postur (b) secara terusmenerus dan bergantian (proses menjahit secara manual). Penggunaan tangan kanan ini berepetisi untuk melakukan gerakan mulai dari mengambil payet atau kancing dari atas meja, memasukkannya ke dalam jarum dan benang, kemudian menjahitnya secara manual. Sementara itu tangan kiri hanya digunakan untuk memegang kain yang akan dipasang payet atau kancing. Penggunaan tangan kiri lebih statis dan aktivitasnya lebih sedikit dibandingkan dengan tangan kanan. Fleksi, ekstensi dan abduksi yang terlalu lebar 45 dan menjauhi batang tubuh akan meningkatkan aktivitas otot dan membutuhkan energi lebih banyak sehingga akan cepat menimbulkan kelelahan pada otot tangan (Herbert, 984

57 dalam Bernard, 997). Pergerakan pada tangan kanan yang terus berulang dengan postur janggal seperti diatas lebih berisiko menimbulkan MSDs dibandingkan dengan postur pada tangan kiri yang mendekati netral. b. Leher, Punggung dan Kaki Leher pada ketiga postur diatas skornya sama yaitu karena sudut yang terbentuk > 2. Punggung pada ketiga postur diatas skornya juga sama yaitu 2 karena sudut yang terbentuk antara -2 dalam postur duduk tanpa penyangga. Kaki pada kedua postur ini bersifat stabil, karena pekerja bekerja dalam posisi duduk. Penggunaan otot pada leher, punggung dan kaki bersifat statis sehingga skornya adalah dan tidak mempunyai beban sehingga skornya. Skor untuk bagian leher pada pekerjaan memasang payet dan kancing ini tergolong tinggi karena pekerjaan ini membutuhkan ketelitian dan kebutuhan visual yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ukuran payet yang kecil-kecil, jarum jahit yang tajam dan kecil, jumlah yang harus dipasangkan cukup banyak untuk sebuah kain dan ditempatkan pada posisi yang saling berdekatan antara satu dengan yang lainnya, serta pekerja harus menempatkan payet dan kancing pada tempat yang benar sesuai dengan corak kain. Untuk bagian punggung skornya tidak terlalu tinggi karena posisi punggung adalah posisi duduk normal meskipun pekerja tidak duduk menggunakan sandaran atau tidak duduk pada kursi dengan sandaran. Postur kaki juga stabil karena pada pekerjaan ini kaki benar-benar tidak digunakan. Postur statis pada leher dan punggung dalam kegiatan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama sehingga otot akan berkontraksi secara terus menerus dan dapat menyebabkan stress/ tekanan pada bagian tubuh tersebut (Bridger, 2). Hal ini berisiko menimbulkan terjadinya gejala MSDs pada leher dan punggung, terutama Low Back Pain (Bernard, 997). Selain itu postur duduk dalam kegiatan ini tidak tegak lurus sehingga memungkinkan jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan (Bridger, 995). c. Skor Akhir RULA

58 Skor akhir pada postur kanan (a) adalah 5 (5 dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 4 untuk analisis postur leher, punggung & kaki), postur kanan (b) 6 (6 dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 4 untuk analisis postur leher, punggung & kaki) dan postur kiri 4 ( dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 4 untuk analisis postur leher, punggung & kaki). Skor akhir pada postur kanan (a & b) termasuk ke dalam action level yang perlu diinvestigasi dan perubahan secepatnya. Sedangkan skor akhir pada postur kiri termasuk ke dalam action level yang perlu diinvestigasi lebih lanjut. 5.2.4 Analisis dan Pembahasan RULA pada Kegiatan Menyetrika (a) Gambar 5.4: Postur pada kegiatan Menyetrika. (a) Postur Kanan, (b) Postur Kiri (b) Table 5.7: Analisis RULA pada Kegiatan Menyetrika A. Analisis Tangan dan Pergelangan Tangan B. Analisis Leher, Punggung dan Kaki Skor Bagian Tubuh Kanan Kiri Skor Bagian Tubuh Kanan Kiri Lengan Atas 2 2 Leher Lengan Bawah Punggung Pergelangan Tangan kaki Wrist Twist 2

59 Skor Postur A 4 Skor Postur B 4 4 Penggunaan Otot Penggunaan Otot Beban Beban Skor Total 5 4 Skor Total 5 5 Tabel 5.8: Hasil Akhir Analisis RULA pada Kegiatan Menjahit (a) Skor Akhir Postur Kanan (b) Skor Akhir Postur Kiri A. Tangan dan Pergelangan Tangan Kedua lengan atas mempunyai skor 2 karena sudut yang terbentuk samasama 2 dengan posisinya menjauhi tubuh. Posisi kedua lengan bawah samasama melintang masuk menuju ke garis tengah tubuh dengan sudut yang terbentuk < 6 sehingga skornya sama yaitu. Kedua pergelangan tangan mempunyai skor karena sudut yang terbentuk > 5 dan menekuk ke arah atas. Posisi wrist twist pada postur kanan agak menjauhi range tengah sehingga skornya 2, sedangkan postur kiri berada pada range tengah sehingga skornya. Penggunaan otot pada kedua tangan skornya adalah karena pekerjaan yang dilakukan berulang terus menerus lebih dari 4 kali dalam menit. Beban pada tangan kanan beratnya < 2 kg yang dilakukan secara intermitten, sedangkan pada tangan kiri tidak ada beban sehingga skornya sama-sama. Skor yang tergolong tinggi dalam kegiatan menyetrika adalah lengan bawah dan pergelangan tangan baik pada tangan kiri maupun kanan. Skor lengan bawah tergolong tinggi kemungkinan dapat terjadi karena tinggi meja yang kurang sesuai dengan postur pekerja sehingga pekerja lengan bawah agak menggantung (tidak

6 netral). Sedangkan pergelangan tangan bekerja dengan posisi yang agak menekuk karena memegang setrika (pada tangan kanan) dan menekan serta merapikan kain yang disetrika (pada tangan kiri). Posisi kedua tangan bersifat dinamis dan bergerak secara berulang terus menerus mengikuti kain yang akan disetrika. Posisi tangan yang mengalami fleksi dan abduksi secara berulang dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kelelahan pada tangan. pada kegiatan diatas pergerakan tangan terjadi secara berulang Postur tangan pada kegiatan ini termasuk postur janggal karena adanya fleksi, ekstensi dan abduksi pada tangan terutama pada bagian lengan bawah dan pergelangan tangan dari posisi netral. Secara umum postur ini berisiko menimbulkan gejala MSDs karena postur tersebut bersifat repetitif dan terjadi dalam jangka waktu yang lama, yakni selama jam kerja berlangsung. Postur yang berulang dalam kegiatan ini dapat menyebabkan over-extension pada otot sehingga menimbulkan kelelahan (American Dental Association, 24). B. Leher, Punggung dan Kaki Leher pada kedua postur diatas skornya sama yaitu karena sudut yang terbentuk > 2. Punggung pada kedua postur juga mempunyai skor sama yaitu karena sudut yang terbentuk antara 2-6. Kaki pada kedua postur ini bersifat stabil, karena pekerja bekerja dalam posisi berdiri pada kedua kaki. Penggunaan otot pada leher, punggung dan kaki bersifat statis sehingga skornya adalah dan tidak mempunyai beban sehingga skor untuk beban adalah. Leher dan punggung dalam kegiatan menyetrika mempunyai skor yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena kurang sesuainya tinggi meja setrikaan dengan tinggi pekerja sehingga pekerja perlu sedikit membungkuk dan menunduk ketika bekerja. Posisi punggung dan leher yang membungkuk dan menunduk ini bersifat statis dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama (> menit berdasarkan analisis RULA). Postur kaki pada kegiatan ini bersifat stabil karena pekerja berdiri pada kedua kakinya. Postur leher dan kepala yang terlalu ekstrim pada posisi statis dapat menyebabkan gejala MSDs pada otot-otot leher. Postur punggung yang tidak netral seperti membungkuk, memutar, dan gerakan secara tiba-tiba berisiko

6 menimbulkan penyakit pada tulang punggung seperti low back pain (Bernard, 997). Postur leher dan punggung ini bersifat statis sehingga memungkinkan terjadinya stress pada bagian tubuh tersebut. C. Skor Akhir RULA Skor akhir pada postur kanan yaitu 6 (5 dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 5 untuk analisis postur leher, punggung & kaki) sedangkan postur kiri adalah 5 (4 dari analisis tangan & pergelangan tangan dan 5 untuk analisis postur leher, punggung & kaki). Skor akhir pada kedua postur dalam kegiatan menyetrika termasuk ke dalam action level yaitu diperlukan investigasi dan perubahan secepatnya. Dari analisis penilaian RULA pada semua kegiatan yang berlangsung di butik LaMode seperti yang telah dijelaskan diatas, dapat dilihat bahwa pada umumnya postur tubuh bagian atas memiliki skor yang cukup tinggi. Lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher dan punggung merupakan bagian tubuh yang umumnya berisiko tinggi pada semua kegiatan diatas. Selain itu pada beberapa aktivitas yaitu pada kegiatan menggunting pola, memasang payet & kancing serta kegiatan menyetrika, skor tubuh bagian kanan lebih tinggi daripada bagian kiri karena semua pekerja bekerja dominan menggunakan tangan kanan. Skor akhir pada semua kegiatan diatas rata-rata termasuk kedalam action category yang memerlukan investigasi dan perubahan secepatnya dan ada beberapa yang masih tergolong action category 2 yang perlu invesitgasi labih lanjut, kecuali pada kegiatan menggunting pola termasuk action category 4 yang perlu diinvesitgasi dan diubah saat ini juga. 5. Gambaran Keluhan Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) 5.. Gambaran Keluhan Gejala MSDs Berdasarkan Lama Kerja Lama kerja merupakan waktu yang telah dihabiskan oleh pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Lama kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah waktu yang telah dihabiskan pekerja bekerja di butik LaMode. Keluhan gejala

62 MSDs berdasarkan lama kerja pekerja di butik LaMode dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.9: Gambaran Keluhan Gejala MSDs Berdasarkan Lama Kerja Lama Kerja < 2 tahun 2-5 tahun 5- tahun > tahun Total (n=22) (n=5) (n=4) (n=4) (n=9) Kegiatan Menggunting Pola (n=) Kegiatan Menjahit Menyetrika (n=4) Kegiatan Memasang Payet Kancing (n=4) Total (n=22) & & n Ya (%) - - 2 (66,67%) (,%) (%) n Tidak (%) - - - - - n Ya (%) - 4 (28,57%) 2 (4,29%) 5 (5,7%) (78,57%) n Tidak (%) (7,4%) - - 2 ((4,29%) (2,4%) n Ya (%) 4 (8%) - - (2%) 5 (%) n Tidak (%) - - - - - n Ya (%) 4 (8%) 4 (%) 4 (%) 7 (77,78%) 9 (86,6%) n Tidak (%) (2%) - - 2 (22,22%) (,64%) Berdasarkan lama kerja, pekerja yang telah bekerja selama 2-4 tahun dan 5- tahun yang masing-masing berjumlah 4 orang semuanya mengalami gangguan pada otot dan rangka. Pada pekerja yang baru bekerja <2 tahun terdapat orang (2%) yang tidak mengalami gangguan pada otot dan rangka dan 4 orang lainnya (8%) mengalami gangguan pada otot dan rangka. Sementara itu pada pekerja yang telah bekerja selama lebih dari tahun ada 2 orang (22,22%) yang tidak mengalami gangguan pada otot dan rangka yang lainnya sebanyak 7 orang (77,78%) mengalami gangguan pada otot dan rangka. Ditinjau dari jenis kegiatan yang dilakukan dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pekerja yang menggunting pola (n=) dan memasang payet & kancing

6 (n=5) baik yang bekerja < 2 tahun, 2-5 tahun, 5- tahun maupun > tahun, semuanya (%) mengalami keluhan pada otot dan rangka. Pekerja yang tidak mengalami keluhan pada otot dan rangka adalah pekerja yang menjahit & menyetrika dimana (7,4%) orang dengan durasi kerja < 2 tahun dan 2 orang (4,29%) dengan durasi kerja > tahun, sedangkan sisanya sebanyak orang (78,57%) mengalami keluhan pada otot dan rangka mereka. Lama kerja seseorang dalam suatu pekerjaan berhubungan dengan durasi kerja orang tersebut. Durasi ini dapat dilihat sebagai pajanan pertahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risiko. Secara umum semakin lama seseorang terpajan suatu faktor risiko maka semakin besar pula kemungkinan mereka terkena dampak dari risiko tersebut. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pekerja yang tidak mengalami keluhan pada otot dan rangka adalah pekerja dengan kegiatan menjahit & menyetrika, baik itu pekerja yang bekerja < 2 tahun maupun yang telah bekerja > tahun. Hal ini dapat terjadi karena pada pekerjaan menjahit penggunaan kedua sisi tubuh yang seimbang, meja kerja yang tingginya sesuai dengan postur pekerja, adanya pergantian pekerjaan dengan posisi yang berbeda yaitu antara pekerjaan menjahit (dengan posisi duduk) dan menyetrika (dengan posisi berdiri). Adanya pergantian posisi ini menimbulkan pergerakan pada otot dan rangka sehingga tidak bekerja monoton pada satu aktivitas selama bekerja. Pergerakan ini akan berpengaruh terhadap otot dan aliran darahnya dimana adanya fase kontraksi dan relaksasi pada otot serta akan memperlancar peredaran darah. Adanya pekerja yang telah bekerja > tahun tidak mempunyai keluhan pada otot dan rangka dapat terjadi karena alasan diatas dan adanya kemungkinan karena faktor kebiasaan melakukan pekerjaan yang sama setiap hari. Hal ini dapat membuat mereka terbiasa dengan gangguan pada otot dan rangka mereka dan menganggap hal tersebut sudah wajar sehingga tidak menjadikannya sebagai sebuah gangguan. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa efek pajanan suatu faktor risiko dapat berbeda-beda pada setiap orang. Dalam mengevaluasi faktor risiko MSDs perlu diperhatikan faktor pekerjaan dan faktor kegiatan lain yang dilakukan diluar pekerjaan yang dapat berisiko terhadap kejadian MSDs (American Dental Association, 24). Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa

64 faktor lama kerja pada pekerja yang telah bekerja > tahun memiliki persentase keluhan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang bekerja selama 2- tahun. Hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan pekerja yang bekerja selama 2- tahun memiliki kegiatan lain diluar pekerjaan yang juga berisiko terhadap MSDs atau pekerja yang telah bekerja > tahun tidak mempunyai kegiatan sampingan yang berisiko terhadap MSDs. Selain itu hal ini juga dapat disebabkan oleh faktor lain seperti faktor individu dan faktor psikososial (Bernard, 997) (penelitian ini tidak membahas mengenai faktor tersebut). 5..2 Gambaran Umum Keluhan Gejala MSDs Pada umumnya keluhan gejala MSDs yang dialami pekerja adalah berupa pegal-pegal dan encok di badan (7 orang atau %), lemah, letih, lesu (5 orang atau 27%), dan nyeri/ sakit di badan (2 orang atau 22%). Selain itu juga ada beberapa pekerja yang mengeluhkan gejala berupa kesemutan/ kram/ kejang (7 orang atau %), kaku ( orang atau 5%) dan panas ( orang atau 2%). Tidak ada pekerja yang mengeluhkan adanya gejala MSDs lainnya seperti bengkak, mati rasa dan gatal-gatal. Diagram berikut memperlihatkan jenis keluhan gejala MSDs yang dialami pekerja dan persentase masing-masing gejala tersebut. Diagram 5.: Jenis Keluhan MSDs yang Dialami Pekerja Gejala-gejala MSDs yang dialami pekerja tersebut merupakan gejala umum dari beberapa penyakit MSDs. Gejala tersebut dapat mempengaruhi otot, tendon, ligamen dan sendi dari sistem otot rangka yang juga berhubungan dengan syaraf

65 yang mengatur dan mengontrol pergerakannya (Weeks, Levy, & Wagner, 99). Gejala tersebut dapat terjadi pada seluruh tubuh maupun pada bagian tubuh tertentu, hal ini dipengaruhi oleh faktor risiko MSDs yang memajan bagian tubuh tersebut. Berdasarkan bagian tubuh secara keseluruhan, bahu (9%), leher (8%), pinggang (7%), dan punggung (4%) merupakan bagian tubuh yang paling banyak mengalami keluhan gejala MSDs. Sementara itu betis (8%) dan lengan atas (6%) termasuk bagian tubuh yang juga mengalami keluhan gejala MSDs oleh sebagian pekerja. Kepala, siku, lengan bawah, pergelangan tangan, pinggul, paha,lutut dan pergelangan kaki juga mengalami keluhan gejala MSDs bagi sebagian kecil pekerja. Diagram berikut menunjukkan bagian-bagian tubuh yang memiliki keluhan gejala MSDs pada pekerja serta persentasenya pada masingmasing bagian tubuh tersebut. Diagram 5.2: Bagian Tubuh yang Mengalami Keluhan Gejala MSDs Persentase keluhan gejala MSDs pada bagian tubuh tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor risiko yang memajan bagian tubuh tersebut. Pekerjaan di butik LaMode pada umumnya membutuhkan ketelitian dan kebutuhan visual yang tinggi, sehingga hal ini dapat mempengaruhi postur leher ketika bekerja. Postur

66 leher yang terlalu menunduk (postur ektrim) ketika bekerja dapat menyebabkan terjadinya ketegangan pada otot-otot leher dan berpotensi menyebabkan MSDs pada leher (Bernard, 997). Sementara itu postur tulang punggung ketika bekerja dapat berisiko menimbulkan MSDs pada tulang punggung. Postur leher dan punggung yang tidak netral pada pekerja di butik LaMode ini pada umumnya bersifat statis dalam jangka waktu yang lama sehingga akan memperbesar kemungkinan terjadinya keluhan gejala MSDs pada bagian tubuh ini. Besarnya keluhan pada bagian tubuh lain seperti bahu, lengan atas dan betis juga dapat dipengaruhi oleh faktor pekerjaan yang berlangsung di butik LaMode. Pada umumnya di semua kegiatan yang berlangsung di butik LaMode, bagian tubuh ini melakukan gerakan secara berulang dalam jangka waktu yang lama. Gerakan berulang ini dapat menyebabkan over-extension pada otot sehingga dapat menimbulkan kelelahan (American Dental Association, 24). Dari hasil wawancara dengan beberapa pekerja diketahui bahwa gejala pada bahu dan lengan atas dialami oleh pekerja pada semua kegiatan, sedangkan gejala pada betis hanya dialami oleh pekerja yang menjahit karena pekerjaan menjahit melibatkan aktivitas otot kaki untuk menginjak pedal mesin secara repetisi. Keluhan gejala MSDs yang dialami pekerja ada yang sudah dialami sebelum bekerja di butik LaMode dan ada yang baru dialami setelah bekerja di butik LaMode. 8 orang pekerja (6,6%) memiliki keluhan gejala MSDs sebelum mereka bekerja di butik LaMode, sedangkan 4 orang lainnya (6,64%) memiliki keluhan gejala MSDs tersebut setelah mereka bekerja di butik LaMode. Sekitar 59,% pekerja ( orang) mengaku memiliki keluhan gejala MSDs tersebut mempengaruhi aktivitas mereka sehari-sehari sedangkan sisanya 4,9% (9 orang) mengaku keluhan gejala tersebut tidak mempengaruhi aktivitas mereka seharihari. Sementara itu ada orang pekerja (,64%) yang mengaku sudah pernah mendapat perawatan/ pengobatan dari dokter/ unit pelayan kesehatan terhadap keluhan gejala tersebut sedangkan sisanya 9 orang (86,6%) belum pernah mendapat perawatan/ pengobatan dari dokter/ unit pelayanan kesehatan terkait keluhan gejala tersebut. Secara lengkap data tersebut tersaji dalam tabel berikut:

67 Tabel 5.: Keterangan Keluhan Gejala MSDs Keterangan Gejala Sebelum Bekerja Pengaruh Terhadap Aktivitas Sehari-hari Pernah Mendapat Perawatan/ Pengobatan dari Dokter/ Unit Pelayanan kesehatan Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 8 6,6 59,,64 Tidak 4 6,64 9 4,9 9 86,6 Total 22 % 22 % 22 % Pekerja yang sebelum bekerja di butik LaMode tidak mempunyai keluhan gejala MSDs terpajan oleh faktor risiko pekerjaan setelah mereka bekerja di butik LaMode sehingga memungkinkan mereka mempunyai keluhan gejala MSDs pada saat sekarang ini. Sementara itu berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja diketahui bahwa pekerja yang sudah mengalami keluhan gejala MSDs sebelum bekerja di butik LaMode disebabkan karena pekerjaan mereka terdahulunya juga penjahit, belum bekerja akan tetapi mengambil kursus menjahit, dan pekerjaan lainnya. Pekerja yang sudah mengalami keluhan gejala MSDs sebelum bekerja di butik LaMode ini telah terpajan oleh faktor risiko MSDs karena faktor pekerjaan terdahulu sebelum bekerja di butik LaMode. Hal ini dapat mempengaruhi keluhan MSDs yang mereka alami pada saat sekarang ini dimana mereka terus terpajan oleh faktor risiko MSDs sehingga keluhan yang mereka alami juga dapat berlanjut dan memungkinkan keluhan tersebut menjadi bertambah parah. Pekerja yang merasakan gejala tersebut mempengaruhi aktivitas mereka sehari-hari dapat disebabkan karena gejala yang mereka rasakan sangat menyakitkan dan akan terasa nyeri ketika melakukan aktivitas tertentu. Akan tetapi pada umumnya mereka tidak memeriksakan diri ke dokter/ unit pelayanan kesehatan terkait keluhan ini. Pada umumnya pekerja hanya melakukan istirahat

68 sejenak ketika gejala yang mengganggu tersebut muncul kalau mereka sedang bekerja atau mereka melakukan perawatan sendiri seperti pemijatan dan menggunakan obat gosok untuk mengatasi keluhan gejala MSDs ini dan kemudian mereka akan terus melanjutkan aktivitas mereka. Sedangkan pekerja yang pernah memeriksakan diri ke dokter/ unit pelayanan kesehatan terkait keluhan MSDs disebabkan karena gejala yang mereka alami sudah sangat menyakitkan dan mempengaruhi aktivitas mereka. Kebiasaan menahan rasa nyeri dan sakit atau tetap melanjutkan pekerjaan ketika rasa sakit ini muncul dapat menyebabkan terjadinya akumulasi gejala yang dapat menimbulkan MSDs yang lebih parah. 5.. Gambaran Keluhan Gejala MSDs pada Tubuh Bagian Atas Keluhan gejala MSDs pada tubuh bagian atas, khususnya bagian tubuh yang dinilai secara detail dalam analisis RULA dapat dilihat pada tabel 5.. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa keluhan gejala MSDs paling banyak terjadi pada tubuh bagian punggung dan pinggang, bahu dan lengan atas (bagian kiri dan kanan) dan leher. Selain itu ada gejala yang hanya dialami pada bahu, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan bagian kanan saja. Tabel 5.: Gambaran Keluhan Gejala MSDs pada Tubuh Bagian Atas Leher Bagian Tubuh Punggung & Pinggang Keluhan 2 9 Bagian Tubuh Kiri Kanan Keduanya Bahu 4 Lengan Atas 9 Lengan Bawah 5 Pergelangan Tangan 4 6

69 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa keluhan gejala MSDs pada bagian punggung & pinggang dialami oleh 9 orang, bahu 8 orang dan lengan atas dan leher masing-masing 2 orang. Sementara itu pekerja yang mengeluhkan adanya gejala hanya pada bagian kanan saja pada bahu ada 4 orang, lengan atas orang, lengan bawah 2 orang, dan pergelangan tangan 4 orang. Disamping itu ada orang pekerja yang mengeluhkan keluhan gejala MSDs hanya dialami pada bahu kiri saja. Berdasarkan jumlah keluhan gejala MSDs pada tubuh bagian atas yang dialami pekerja seperti pada tabel diatas, dapat dikelompokkan lagi tingkat keparahan dan keseringan gejala dan atau keluhan tersebut dialami pekerja. Berikut ini persentase tingkat keparahan dan keseringan keluhan gejala MSDs berdasarkan jumlah pada tabel diatas. a. Gambaran Tingkat Keparahan Keluhan Gejala MSDs pada Tubuh Bagian Atas Berdasarkan tingkat keparahan keluhan gejala MSDs pada tubuh bagian atas, pada umumnya gejala yang dialami bersifat sedang yaitu gejala yang agak menyakitkan/ sesekali menyakitkan. Ada juga yang merasakan gejala tersebut masih biasa atau gejala yang ringan, hanya sebagian kecil yang merasakan keluhan gejala tersebut bersifat berat atau sangat parah dan menyakitkan. Grafik berikut menjelaskan persentase tingkat keparahan keluhan gejala MSDs pada masing-masing anggota tubuh bagian atas (yang dianalisis secara mendetail dalam RULA) berdasarkan jumlah keluhan seperti yang tertera dalam tabel 5..

7 Grafik 5.: Gambaran Tingkat Keparahan Keluhan Gejala MSDs pada Tubuh Bagian Atas Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa keluhan gejala MSDs yang masih bersifat biasa pada umumnya dialami oleh semua anggota tubuh bagian atas dimana 6,67% - 4,67% pekerja mengalami gejala dengan tingkat ini pada masing-masing bagian tubuh tersebut. Sementara itu keluhan gejala MSDs dengan tingkat sedang juga dialami pada semua anggota tubuh bagian atas, akan tetapi jumlah pekerja yang paling banyak mengeluhkan gejala dengan tingkat sedang ini adalah pada bagian leher, punggung & pinggang dan bahu. Persentase pekerja yang mengeluhkan gejala yang bersifat sedang ini berkisar antar 5% - 75% pada masing-masing anggota tubuh bagian atas. Keluhan gejala MSDs yang bersifat berat tidak dikeluhkan pada semua anggota tubuh bagian atas oleh pekerja. Gejala yang dirasa sudah berat ini hanya dialami oleh sebagian kecil pekerja pada tubuh bagian leher, punggung & pinggang, bahu dan pergelangan tangan. Persentasenya hanya berkisar antara 5% - 8,% dari jumlah keluhan pada anggota tubuh leher, punggung & pinggang, bahu dan pergelangan tangan tersebut. Sedangkan pada bagian tubuh lengan atas dan lengan bawah tidak ada pekerja yang mengeluhkan adanya keluhan gejala dengan tingkat yang sudah berat. Jadi secara umum gejala pada tubuh bagian atas yang dirasakan pekerja bersifat sedang.

7 b. Gambaran Tingkat Keseringan Keluhan Gejala MSDs pada Tubuh Bagian Atas Keluhan gejala MSDs yang dialami pekerja pada umumnya terjadi secara tidak rutin atau kadang-kadang terjadi baik pada saat bekerja maupun ketika beristirahat/ setelah pulang kerumah. Selain itu juga ada sebagian pekerja yang mengalami keluhan gejala tersebut secara tidak rutin hanya selama jam kerja. hanya sebagian kecil pekerja yang mengalami keluhan gejala tersebut terusmenerus selama bekerja maupun ketika beristirahat/ setelah pulang kerumah. Secara rinci persentase tingkat keseringan keluhan gejala terjadinya MSDs pada tubuh bagian atas (yang dianalisis secara mendetail dalam RULA) berdasarkan jumlah keluhan seperti yang tertera dalam tabel 5., tersaji dalam grafik berikut: Grafik 5.2: Gambaran Tingkat Keseringan Keluhan Gejala MSDs pada Tubuh Bagian Atas Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa keluhan gejala MSDs yang kadangkadang terjadi hanya pada waktu jam kerja yang dialami anggota tubuh bagian atas yaitu pada bahu, lengan atas dan lengan bawah. Jumlahnya hanya berkisar antara 8,% - 2,5% yang berarti hanya sebagian kecil pekerja yang mengalami keluhan gejala MSDs yang kadang-kadang terjadi hanya pada jam kerja. Keluhan gejala yang kadang-kadang terjadi baik pada jam kerja maupun setelah beristirahat dialami semua anggota tubuh bagian atas dimana jumlah pekerja yang mengeluhkannya berkisar antara 66,67% - 8% pada masing-masing anggota

72 tubuh tersebut. Sementara itu keluhan gejala MSDs yang terjadi terus menerus hanya selama jam kerja dialami sebagian kecil pekerja pada tubuh bagian leher, punggung & pinggang, bahu dan pergelangan tangan. Persentasenya berkisar antara 8,% - 22,22%. Selain itu ada sebagian kecil pekerja yang mengeluhkan keluhan gejala MSDs terjadi secara terus menerus baik pada waktu jam kerja maupun setelah beristirahat yaitu pada bagian punggung & pinggang (% atau orang) dan pergelangan tangan ( % atau orang). Jadi secara umum keluhan gejala MSDs yang dialami pekerja terjadi kadang-kadang pada waktu jam kerja maupun ketika beristirahat. Berdasarkan survei gejala keluhan MSDs baik dari berdasarkan jumlah, tingkat keparahan dan tingkat keseringannya dapat dilihat bahwa anggota tubuh bagian atas yang paling berisiko adalah punggung & pinggang, leher, bahu, dan lengan atas. Dari hasil penilaian RULA dan survei keluhan pada pekerja di butik LaMode secara umum dapat diketahui bahwa anggota tubuh bagian atas yaitu leher, punggung dan pinggang, bahu, dan lengan atas mempunyai risiko yang cukup tinggi terhadap kemungkinan kejadian MSDs. Hal ini dapat terjadi karena faktor risiko yang memajan bagian tubuh tersebut tergolong tinggi baik dari segi postur, durasi dan repetisi. Kombinasi dari faktor-faktor risiko tersebut dapat meningkatkan kemungkinan kejadian MSDs. Selain itu berdasarkan dari hasil wawancara pada pekerja diketahui bahwa keluhan MSDs dapat terjadi karena selalu melakukan pekerjaan yang sama setiap hari dengan postur kerja yang sama sehingga menimbulkan kelelahan. Untuk bagian tubuh pergelangan tangan hasil penilaian RULA menunjukkan bahwa bagian tubuh ini juga mempunyai potensi yang besar terhadap kemungkinan kejadian MSDs, akan tetapi berdasarkan hasil survei keluhan gejala pada pekereja diketahui bahwa tidak banyak pekerja yang mengeluhkan adanya gejala MSDs pada bagian tubuh ini. Namun jika dilihat lebih lanjut dari tingkat keparahan dan keseringan kejadian pada bagian pergelangan tangan terdapat keluhan yang bersifat berat dan terjadi terus menerus baik pada saat bekerja maupun setelah beristirahat. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah pekerja yang mengeluhkan gejala pada pergelangan tangan sedikit akan

7 tetapi potensi MSDsnya besar pada pekerja yang mempunyai keluhan pada bagian pergelangan tangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh postur dan repetisi pada pergelangang tangan ketika bekerja yang tergantung pada aktivitas yang dilakukan. Postur pergelangan tangan pada kegiatan memasang payet & kancing lebih ekstrim dan lebih banyak pengulangannya dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui semua pekerja pada pekerjaan memasang payet & kancing mengeluhkan adanya gejala MSDs pada pergelangan tangan, sedangkan pada pekerjaan lain hanya sebagian pekerja yang mengeluhkan adanya gejala MSDs pada pergelangan tangan. Pada bagian tubuh lengan bawah, analisis RULA menunjukkan tingkat risiko yang cukup tinggi sedangkan berdasarkan hasil survei gejala hanya sedikit pekerja yang mempunyai keluhan MSDs pada bagian tubuh ini dan tingkat keparahannya masih tergolong sedang dan tingkat kejadian secara umum hanya terjadi kadang-kadang baik pada saat bekerja maupun setelah beristirahat. Berdasarkan hasil penelitian Dimberg (987) dijelaskan bahwa over exertion dari postur tangan dapat dipengaruhi oleh lama terjadinya postur janggal dan rotasi repetisi antara postur janggal dan postur netral, sementara itu Hoekstra et al. (994) menjelaskan bahwa kesesuaian antara peralatan kerja dengan postur pekerjanya juga akan mempengaruhi keluhan yang dialami pekerja (Bernard, 997). Rendahnya keluhan pada lengan bawah ini dapat disebabkan karena adanya rotasi yang baik antara postur janggal dengan postur netral atau postur janggal yang terjadi hanya dalam waktu singkat. Selain itu peralatan kerja yang digunakan di butik LaMode pada umumnya sudah sesuai dengan postur pekerjanya. Rendahnya tingkat keluhan pada lengan bawah ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti faktor individu dan faktor psikososial (Bernard, 997) (penelitian ini tidak membahas mengenai faktor tersebut). 5.4 Keterbatasan Penelitian Pekerjaan yang dinilai berdasarkan analisis RULA merupakan pekerjaan yang bersifat monoton. Peneliti hanya melakukan pengamatan ± 5 menit pada masing-masing aktivitas yang dinilai. Durasi ini dianggap sudah mewakili cara kerja pekerja setiap harinya secara keseluruhan. Akan tetapi secara umum durasi

74 tersebut tidak dapat menggambarkan durasi dan frekuensi postur saat bekerja secara detail. Penilaian faktor risiko MSDs tidak melibatkan pekerja, analisis dilakukan oleh peneliti sehingga memungkinkan adanya subjektifitas dalam penelitian ini. Penilaian faktor risiko MSDs berdasarkan analisis RULA hanya mengukur secara detail faktor risiko pada tubuh bagian atas, sedangkan pada tubuh bagian bawah tidak dinilai secara detail. Penilaian faktor risiko ini hanya mengukur faktor risiko pekerjaan, tidak menilai faktor risiko MSDs lainnya berupa faktor psikososial dan faktor individu.