BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perjalanan politik di Indonesia selama ini telah menorehkan sejarah panjang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan. Perubahan regulasi yang mengatur tentang partai politik dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

LAPORAN HASIL PENGUKURAN TINGKAT TRANSPARANSI PENDANAAN PARTAI POLITIK DI TINGKAT DEWAN PIMPINAN PUSAT

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co

BAB I PENDAHULUAN. penilaian yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen,

KONSEPSI REVISI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TTG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBERIAN SUMBANGAN DANA KAMPANYE PEMILU SAHABUDDIN/D ABSTRAK

The Crinis. Project. Laporan Penelitian Transparansi Dana Politik di Indonesia

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

LAPORAN HASIL PENGUKURAN TINGKAT TRANSPARANSI PENDANAAN PARTAI POLITIK DI TINGKAT DEWAN PIMPINAN PUSAT. Transparency International Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN PENGURUS PARTAI TERHADAP TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PELAPORAN KEUANGAN PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. teknik-tekniknya, kerangka dasar konseptual ini terdiri dari standar (teknik,

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PEMERIKSAAN BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PENGELOLAAN KEUANGAN PARTAI POLITIK YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

Persepsi Pengurus Partai terhadap Akuntabilitas Keuangan Partai Politik

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena menjadi poros penting dalam proses demokrasi. Partai politik

SKRIPSI. Diajukan Oleh : Afiatus Sobrina /FE/AK. Kepada FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SEKADAU

DUIT UNTUK NASDEM DAN PAN DIPENDING SPJ AKAN DIEVALUASI BPK

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN MAGELANG

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut untuk dipenuhi melalui kebijakan pemerintah. 1. membawa kondisi dan situasi masyarakat menjadi lebih baik.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan juga pada pemilu (Pemilu). Pada umumnya partai politik itu dapat dikatakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - MEMUTUSKAN : mencakup

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Dana Kam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 6 SERI E

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pembaruan Parpol Lewat UU

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG

PEMERINTAH KOTA BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 18 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PAKTA INTEGRITAS PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 108 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah, salah satunya adalah terkait dengan manajemen keuangan

PROFIL DPRD KABUPATEN SUMENEP PERIODE Disusun oleh: Bagian Humas & Publikasi Sekretariat DPRD Sumenep

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perjalanan politik di Indonesia selama ini telah menorehkan sejarah panjang di tanah air. Setiap perubahan regulasi yang menyangkut kebijakan tentang partai politik selalu menjadi topik perbincangan yang hangat dan menarik di masyarakat. Baik seperti perubahan mengenai peraturan perundang-undangan tentang partai politik maupun petunjuk teknis pelaksanaannya yang diatur dalam peraturan pemerintah. Hal yang paling menarik pada akhir-akhir ini ialah tentang isu keuangan partai politik yang saat ini masih belum transparan dan akuntabel. Kesi mpulan ini didapat dari penelitian sebelumnya yakni, Anomali keuangan partai politik tahun 2011 tentang pengaturan dan praktik keuangan partai politik oleh Kemitraan dan Perludem, Laporan studi standar akuntansi keuangan partai politik oleh Transparency International Indonesia (TII) dan seterusnya periksa yang lain. Pada awal mulanya hubungan ideologis partai politik sangat kuat ketika dalam melaksanakan perkerjaan semua dana operasional maupun kampanye diperoleh lewat iuran maupun sumbangan para anggotanya. Sumbangan ini merupakan alat pemersatu ideologi dan perjuangan antara partai politik dengan anggotanya. Akan tetapi, seiring dengan semakin pudarnya ikatan ideologis anggotanya dan ditambah semakin besarnya kebutuhan akan dana untuk menjaga eksistensi partai politik, terutama kegiatan utamanya dalam pemilu, yakni

kampanye atau unjuk publik (public expose). Maka partai politik mulai menggalang dana yang bersumber baik dari sumbangan perorangan maupun badan usaha. Disinilah kepentingan rakyat dan anggota yang seharusnya diperjuangkan mulai diabaikan dan tergeser karena partai politik tampak elitis dan lebih cenderung memihak kepentingan para penyumbang. Pada akhirnya kesenjangan antara anggota partai dengan pengurus partai, membuat partai politik semakin gencar memburu dana sumbangan dari pihak ekternal. Dana yang diperoleh ini tentunya tidak sukarela begitu saja diberikan oleh penyumbang. Banyak motif jebakan kepentingan yang melatarbelakangi pemberian sumbangan ini, seperti membantu pengusaha dalam melancarkan proyek-proyeknya apabila terkendala dengan pemerintah daerah (perlindungan politik) dan menukarkan sumbangan tersebut dengan kebijakan/keputusan yang memihak dan menguntungkan para penyumbang. Hasil penelitian Kholmi (2013) menunjukkan bahwa pengurus partai politik sependapat untuk menerapkan tiga kategori akuntabilitas keuangan dalam mengelola organisasi partai politik, yaitu akuntabilitas keuangan tahunan; akuntabilitas keuangan dana kampanye; dan akuntabilitas keuangan dana bantuan APBD. Sebagian besar responden menjawab sangat setuju (47,26%) dan setuju (43,24%) adanya akuntabilitas keuangan partai politik, tetapi masih terdapat pengurus partai sangat tidak setuju (2,31%) atas akuntabilitas keuangan partai politik. Dan sangat tidak setuju jika partai melakukan penyusunan program dan rencana keuangan, partai membuat rekening khusus dana kampanye, dan partai memiliki rekening atas nama partai masing-masing prosentase jawaban responden

17,65%. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Emmy Hafild bersama Transparency Internasional Indonesia (2008), menunjukkan bahwa partai politik di tingkat pusat sangat rendah kepatuhannya terhadap kewajiban menyajikan laporan keuangan partai politik yang baik dan benar sehingga akuntabilitas partai politik di tingkat pusat rendah, karena masyarakat tidak dapat mengakses secara luas sumber-sumber pendanaan yang digunakan oleh partai politik. Simanjuntak (2009) mengungkapkan bahwa partai politik miskin akuntabilitas. Demikian pula media masa juga mengkritik bahwa akuntabilitas keuangan partai politik lemah (Masduki, 2009; Radikun et al., 2008). Partai politik memiliki peran yang fundamental dalam pemerintahan yang demokratis, karena jajaran anggota legislatif berasal dari kader partai politik dan para eksekutif yang duduk di kursi pemerintahan merupakan individu yang dicalonkan oleh partai politik. Sehingga, penyumbang yang memiliki konstribusi sumbangan yang sangat besar tentunya akan sangat berpengaruh terhadap setiap pekerjaan partai politik. Oleh karena itu, untuk menjaga kemandirian partai politik maka perlu undang-undang yang mengatur lebih jauh tentang pengelolaan keuangan partai politik yang mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Undang-undang partai politik pertama kali muncul pada awal zaman orde baru, dengan diterbitkannya UU No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Partai politik yang pertama kali didirikan pada masa ini, yaitu PPP, Golkar dan PDI dan UU No. 3/1975 inilah yang digunakan oleh partai poltik sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan politiknya. Namun undang-undang

tersebut hanya sedikit yang menyinggung soal keuangan partai politik, yaitu tentang sumber keuangan partai politik. UU No. 3/1975 tersebut menyatakan bahwa sumber keuangan partai politik dan golongan karya diperoleh dari: iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat, usaha lain yang sah, dan bantuan dari negara/pemerintah. Menginjak era reformasi dimana keterbukaan politik mulai dipraktekkan dengan diselenggarakannya pemilu. Maka terbilah UU No. 2/1999 tentang partai poltik dalam rangka menjamin kebebasan rakyat untuk membentuk partai politik. Dengan memasukkan pengaturan keuangan partai politik, UU No. 2/1999 mulai memperhatikan isu keuangan yang selama ini memberikan kesan buruk terhadap kredibilitas partai politik. Selain itu, UU No. 2/1999 tersebut juga memberikan batasan-batasan tertentu terutama mengenai sumbangan agar partai politik bisa tetap mandiri dan terlindungi dari pengaruh penyumbang. Berdasarkan UU No. 2/1999 partai politik wajib melaporkan daftar penyumbang beserta laporan keuangannya yang dapat sewaktu-waktu diaudit oleh Akuntan Publik. Akan tetapi, karena dana yang dibutuhkan untuk kampanye pada masa itu cukup besar terutama dana kampanye media massa maka UU No. 2/1999 tidak diperhatikan dan diabaikan oleh partai politik. Kampanye media massa dengan dana yang besar dilakukan demi mendapatkan perolehan suara yang besar agar kursi-kursi kekuasaan dan posisi strategis dalam pemerintahan dimiliki oleh partai politik. Permasalahan politik tersebut menjadi sebuah pekerjaan dan program jangka panjang yang harus diselesaikan oleh pemerintah agar kepentingan anggota dan

rakyat yang menyuarakan hak suaranya lewat partai politik terlindungi dari kepentingan para kelompok elits/penyumbang. UU No. 3/1975 dan UU No. 2/1999 yang menjadi awal pengaturan praktek keuangan partai politik pada masa itu nampaknya belum cukup dan tidak berarti apa-apa. Hal ini terbukti berdasarkan hasil kunjungan tim Transparency International Indonesia (TII) ke Mahkamah Agung pada agustus 2003. Dari hasil kunjungan tersebut diketahui bahwa sebagian besar laporan keuangan partai politik yang disampaikan ke Mahkamah Agung adalah penggunaan dana kampanye tahun 1999. Sementara itu, untuk laporan keuangan tahunan hanya 5 partai yang menyampaikan laporan keuangan tahun 2000 dan hanya 1 partai yang menyampaikan laporan keuangan tahun 2001. Sebagian dari partai yang menyerahkan laporan kepada Mahkamah Agung hanya mengirimkan Anggaran Dasar mereka tanpa ada laporan keuangannya. Tuntutan terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik semakin gencar disuarakan oleh rakyat. Hal ini mendorong terbitnya UU No. 31/2002 tentang partai politik sebagai pengganti atas UU No. 2/1999 yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perubahan ketatanegaraan. UU No. 31/2002 memuat secara lebih tegas tentang sanksi yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum kepada partai politik apabila tidak melaksanakan kewajibannya. Seperti, terkait masalah pembukuan dikenai berupa sanksi teguran dan sanksi penghentian bantuan anggaran apabila tidak memberikan laporan keuangan. Dan ketegasan pemerintah perlu dipertanyakan kembali ketika pada tahun 2005 hanya 3 dari 50 partai politik yang memberikan

laporan keuangan. Ketiga partai politik tersebut adalah Partai Indonesia Baru, Partai Golongan Karya dan Partai Demokrat, namun kepada 47 partai politik yang tidak memberikan laporan keuangan tidak dikenakan sanksi apapun. Padahal Menurut ketentuan pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang partai politik, pelanggaran terhadap pasal 9 huruf (i) dikenai sanksi administratif berupa dihentikannya bantuan dari anggaran negara. Perubahan regulasi tentang partai politik yang selanjutnya yakni dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik. Setelah diterbitkannya dua undang-undang ini tidak ada perubahan yang masif terlihat pada pengaturan keuangan partai politik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 dan Undang Nomor 2 Tahun 2011 justru melonggarkan keleluasaan partai politik untuk menggalang dana dengan menaikkan nominal sumbangan badan usaha. Dorongan yang diberikan oleh dua undang-undang ini terasa sangat lemah karena tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh partai politik dan mekanisme pelaporan yang tidak jelas juga membuat kebingungan para pengurus partai politik. Kepada siapa laporan keuangan partai politik harus diserahkan, hal ini tidak dimuat dalam undang-undang tersebut. Beberapa kajian terdahulu yang berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik di Indonesia yang sudah dilakukan, antara lain oleh Simanjuntak (2011), Rizal (2010), Ichwanuddin (2009), Masduki (2009), Husodo (2009), Radikun, et al. (2008), dan Krina (2003), namun kajian yang lebih mendalam tentang isu transparansi dan akuntabilitas terutama yang menyinggung

soal pelaporan keuangan partai politik masih jarang dilakukan. Kholmi (2013) telah melakukan kajian tentang persepsi pengurus partai politik terhadap akuntabilitas keuangan partai politik. Akan tetapi, penelitian tersebut memiliki keterbatasan pada teknik pengambilan data, yakni hanya dengan menggunakan kuesioner sehingga dirasa bias karena responden cenderung kurang memberikan jawaban secara tepat. Hal yang membedakan penelitian ini dengan peneliti terdahulu adalah pembahasan yang diangkat lebih terfokus pada penerapan prinsip transparansi dan akuntablitas dalam kewajiban pelaporan keuangan partai politik pada UU No. 2/2011. Perbedaan selanjutnya ada pada metode penelitian, yakni menggunakan wawancara sebagai teknik pengumpulan data dengan pendekatan fenomenologis untuk mendeskripsikan hasil temuan penelitian. Sehingga, hasil dari penelitian ini dapat memberikan simpulan yang lebih akurat dibandingkan dengan penggunaan kuesioner karena peneliti secara langsung memahami karakteristik dan kondisi dari para informan. Mengingat di era keterbukaan informasi publik ini masyarakat semakin menuntut keterbukaan informasi yang menyangkut kepentingan publik agar diungkapkan secara transparan, dalam hal ini informasi keuangan partai politik menjadi penting untuk dipublikasikan agar masyarakat semakin cerdas dalam memlih wakil rakyat. Sehingga, berdasarkan isu keuangan partai politik diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai isu transparansi dan akuntabilitas pada laporan keuangan partai politik. Penelitian ini berfokus pada pengaturan pelaporan keuangan partai politik berdasarkan undang-undang partai politik terbaru yakni, UU No. 2/2011 dan menganalisanya dengan studi

fenomenologis untuk menggali keterangan lebih dalam mengenai bagaimana praktek pelaporan keuangan partai politik saat ini. Sejauh mana partai poiltik dalam memahami kewajiban pelaporan keuangan partai politik yang ada pada UU No. 2/2011 tentang partai politik? Apakah partai politik sudah mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam laporan keuangannya? Atau prinsip transparansi dan akuntabilitas tersebut hanyalah sebuah wacana saja dalam UU No. 2/2011. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan mengenai isu pelaporan keuangan partai politik yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan pada penelitian ini yaitu: Bagaimana pemahaman pengurus partai politik atas pelaporan keuangan partai politik yang diatur dalam UU No. 2/2011 tentang partai politik? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Memahami pelaporan keuangan partai politik yang diatur dalam UU No. 2/2011 tentang partai politik pada DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kota Mojokerto. 2. Pembahasan dilanjutkan dengan pemahaman atas prinsip tansparansi dan akuntabilitas pada laporan keuangan partai politik saat ini.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini, antara lain: 1. Kontribusi Praktis a. Bagi partai politik, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan agar dalam menyusun laporan keuangan lebih mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. b. Bagi pemerintah, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai praktek pelaporan keuangan partai politik, sehingga dalam merumuskan kebijakan pemerintah lebih tegas bila menyangkut pengaturan keuangan partai politik. c. Bagi masyarakat, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai keterbukan informasi atas laporan keuangan partai politik sebagai bahan pertimbangan agar lebih cermat dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. 2. Kontribusi Teoritis a. Bagi penulis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pelaporan keuangan partai politik dan isu keuangan yang meliputinya serta permasalahan yang terkait dengan pelaporan keuangan parta politik. b. Bagi pembaca, melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai praktek pelaporan keuangan partai politik serta isu transparansi dan akuntabilitas dalam laporan keuangan partai politik

c. Bagi akademisi, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan dapat digunakan sebagai media referensi apabila melakukan penelitian mengenai pelaporan keuangan partai politik. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian merupakan pembatasan atas suatu pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar arah pembatasan dalam penulisan skripsi ini tidak mengalami kesimpangsiuran serta terhindar dari pembahasan yang terlalu luas dan tidak mengarah pada tujuan yang diharapkan. Agar penelitian ini dapat mudah dipahami oleh pembaca, maka penelitian ini dibatasi pada tiga hal. Pertama, penelitian ini dibatasi lokasinya hanya pada kantor DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kota Mojokerto. Kedua, pada penelitian ini juga dibatasi lingkupnya hanya pada praktek penerepan prinsip transparansi dan akuntabilitas pada laporan keuangan partai politik yang diatur menurut UU No. 2/2011 tentang partai politik. Dan ketiga, penelitian ini dibatasi pada peliputan subjek penelitian yaitu hanya pengurus DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kota Mojokerto.