BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irma Pujiawati, 2014 Model pendidikan karakter kedisiplinan Di pondok pesantren

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan karakter dan jati diri bangsa merupakan cita-cita luhur yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi kondisi yang ada di lingkungan sekitarnya. 1. Sedangkan menurut Muhammad Al-Mighwar self control (kontrol diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karakter manusia pada dasarnya sudah dijamin oleh Allah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan data dan analisis penelitian pada bab-bab sebelumnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar

BAB I PENDAHULUAN. mengalir begitu cepat ini memberikan pengaruh terhadap perilaku peserta

BAB I PENDAHULUAN. semua orang, terutama menjadi guru maupun lingkungan masyarakat. Karena

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. yang diperoleh dari hasil wawancara (interview), observasi dan data

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Tentang Budaya Religius di MTs Darul Falah. Bendiljati Kulon Sumbergempol Tulungagung

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah masalah yang sangat komplek dan banyak faktor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 2013, hlm Barnawi & M. Arifin, Strategi & kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun karakter, character building is never ending process

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh individu maupun masyarakat secara luas. teknologi telah melahirkan manusia-manusia yang kurang beradab.

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB VI PENUTUP. Menanamkan nilai mahabbatulloh dapat meningkatkan keimanan yang

BAB III PENYAJIAN DATA. Angket adalah daftar pertanyaan yang diajukan kepada santri Pondok Pesantren Nurul Iman Al-

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan. diluncurkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.

BAB I PENDAHULUAN. bisa menjadi bisa seperti yang terkandung dalam Undang-Undang Sistem. Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 yaitu:

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki demi kemajuan suatu bangsa. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik. Oleh Karena itu, pendidikan secara terus-menerus. dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan adalah usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan selalu diarahkan untuk pengembengkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. No. 20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Pasal I Ayat I,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Undang-undang itu menjelaskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk. diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada,

Disusun Oleh: SRITOMI YATUN A

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, ia berkenalan terlebih dahulu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan dapat dikatakan sebagai

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan. siswa memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB V PEMBAHASAN. Uraian pembahasan dari hasil penelitian merupakan muatan pada bab ini.

BAB I PENDAHULUAN. pokok dalam memajukan suatu bangsa khususnya generasi muda untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Overseas Publication Ltd, 1959), hlm 4. 1 Frederick Y. Mc. Donald, Educational psychology, (Tokyo:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri individu. Maka secara tidak langsung, pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri. Dewasa dalam hal perkembangan fisik, cerdas dalam perkembangan jiwa, dan matang dalam hal perilaku. Suhartono (2009, hlm. 79) mengemukakan bahwa manusia menjalankan pendidikan secara intensif atau naluriah, semata-mata demi kelangsungan hidupnya. Naluri adalah kodrat bawaan yang tidak perlu dipelajari secara metodis dan sistematis terlebih dahulu. Naluri pendidikan sudah mulai tampak sejak dari lahir, ketika menangis, tertawa, menggerakkan anggota badan, mulai bisa duduk, berdiri, berlari, dan seterusnya. Setiap gerak-gerik badan manusia mencerminkan adanya naluri pendidikan. Bahkan naluri pendidikan itu terus berlangsung sampai sistem dan metode pendidikan ditemukan. Sementara itu, secara psikis naluri pendidikan, seperti sikap melindungi, membimbing, melatih, mencintai, menghidupi anak, dan sebagainya, muncul sewaktu-waktu secara alami pula. Selanjutnya, atas daya ciptanya, manusia mulai mengadakan perubahan dan pengembangan penyelenggaraan pendidikan secara terencana. Kegiatan pendidikan disusun dalam program yang beraneka ragam dalam jenis dan jenjang serta dilaksanakan menurut sistem dan metode tertentu. Sedangkan keaneka ragaman program dan penjenjangan itu disusun menurut kemampuan daya fikir, sesuai dengan keadaan lingkungan, kebutuhan, dan berdasarkan pada tujuan kehidupan (Suhartono, 2009, hlm. 81).

2 Salah satu hasil cipta manusia adalah adanya pendidikan berbasis karakter. Zaenul (2012, hlm. 19) mengatakan bahwa pendidikan karakter memiliki beragam istilah dan pemahaman antara lain pendidikan akhlak, budi pekerti, nilai, moral, etika dan lain sebagainya. Pendidikan karakter tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus dibangun dengan melibatkan semua komponen yang ada. Contohnya dalam pendidikan formal, keterlibatan kepala sekolah, guru dan orangtua siswa yang sangat besar dalam menentukan keberhasilannya. Senada dengan itu, Martadi (dalam Budiansyah, 2012, hlm. 15) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberi keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan sesama manusia maupun hubungannya dengan Tuhannya (Samani & Hariyanto, 2012, hlm. 44). Menurut Koesoema (dalam Budiansyah, 2012, hlm.14) pendidikan karakter memiliki empat prinsip dasar sebagai berikut. Pertama, keteraturan setiap tindakan dan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberikan keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Ketiga, otonomi. Dalam ini seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat melalui penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Kesetian merupakan dasar bagi penghormatan atau komitmen yang pilih.

3 Maka untuk mewujudkan pendidikan karakter tersebut, lembagalembaga pendidikan berlomba untuk menerapkan sistem tersebut. Hal ini dilakukan agar siswa dapat memunculkan karakter yang ada pada diri mereka, salah satunya adalah kedisiplinan. Siswa dapat mempelajarinya melalui sekolah atau Pondok pesantren misalnya. Pondok pesantren memiliki kelebihan dalam menerapkan pendidikan karakter. Dengan adanya program full day shcool implementasi pendidikan karakter lebih mudah diterapkan dan lebih terpantau, Karena padatnya kegiatan siswa di sana telah terjadwal dan terpantau selama 24 jam lamanya. Semua itu dipantau mulai dari bangun tidur, mandi, shalat, tadarus Al-Qur ān, halaqah, belajar, sampai tidur kembali. Semuanya implementasikan ketika Pondok maupun Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung. Pendidikan Pondok pesantren dapat dijadikan bukti yang cukup kuat, yang mampu menggerakan girah kependidikan. Menurut Noor (2006, h1m. 30) dalam sistem pendidikan nasional disebutkan di antara tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia Indonesia yang memiliki kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Oleh sebab itu, pendidikan yang diselenggarakan Pondok pesantren dikembangkan tidak hanya berdasarkan pada pendidikan keagamaan semata, melainkan dalam Pondok pesantren tersebut diarahkan pembinaan mental dan sikap siswanya untuk hidup mandiri, meningkatkan keterampilan dan berjiwa entrepreneurship. Salah satunya dengan cara menjaga dan mengkonsistenkan kedisiplinan. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia, setelah rumah tangga. Menurut para ahli, pesantren baru dapat disebut pesantren bila memenuhi lima syarat, yaitu (1) ada kiyai, (2) ada Pondok, (3) ada masjid, (4) ada siswa, (5) ada pengajar membaca kitab kuning. Pesantren sebagai komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam pembentukan manusia Indonesia yang religius. Lembaga tersebut telah

4 banyak melahirkan banyak pemimpin bangsa di masa lalu, kini dan agaknya juga di masa yang akan datang (Tafsir, 2012,hlm. 290). Senada dengan itu, Zamakhsari (dalam Tafsir, 2012, hlm. 292) menyatakan bahwa harus ada sekurang-kurangnya lima elemen untuk dapat disebut pesantren, yaitu ada Pondok, masjid, kiyai, siswa, dan pengajaran kitab Islam klasik (sering disebut kitab kuning). Adapun pembinaan dan pemantauan selama 24 jam bagi siswa dilakukan oleh pihak pesantren ditujukan untuk membina karakter mereka. Dengan pola 24 jam siswa tinggal di asrama, sehingga guru dapat mengontrol perilaku mereka dan mengarahkannya sesuai dengan karakter Islam. Salah satunya adalah kedisiplinan. Pembinaan ini merupakan wujud dari keseriusan pesantren dalam membina karakter kedisiplinan siswa di Pondok pesantren. Menyadari pentingnya pendidikan karakter, pendidikan Pondok pesantren ini banyak diterapkan dalam pendidikan di sekolah, khususnya sekolah yang berasrama. Karena hal ini dapat membantu melatih dan menumbuhkan karakter siswa, khususnya kedisiplinan. Kedisiplinan sangatlah penting di dalam membantu melatih dan membina siswa. Kedisiplinan yang kuat akan membantu terlaksananya kegiatan yang maksimal. Dan itulah yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. Kedisiplinan yang kuat diterapkan di sana, dibuktikan dengan disiplinnya siswa ketika adzan dzuhur akan dikumandangkan, tidak ada satu pun siswa yang berkeliaran di sekitar Pondok. Semua siswa bergegas pergi ke mesjid untuk sholat berjama ah dan mendengarkan khutbah dzuhur. Dan mereka kembali setelah itu, kegiatan pun berlanjut dengan kegiatan ekstrakulikuler. Siswa dibebaskan dalam memilih kegiatan ekstrakulikuler mereka. Ada siswa yang mengikuti ekstrakulikuler basket, futsal, volly, badmiton, dan lain-lain. Semua santri dan santriwati dibolehkan mengikuti berapa ekstrakulikuler yang dia pilih, selama dia mampu mengikutinya. Itu semua telah diataur dan dirancang dengan sedemikian rupa, agar siswa dapat mengikutinya. Semua itu tidak lepas dari kedisiplinan yang kuat dan maksimal yang diterapkan oleh pihak Pondok

5 pesantren tersebut. Bahkan tercatat kurang lebih 900 jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak Pondok pesantren dalam setiap bulannya. Oleh kerena itu, model pendidikan karakter kedisiplinan pada Pondok pesantren sangatlah menarik untuk diteliti. Penelitian ini akan mengambil obyek Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. Sesuai dengan uraian di atas, dapat dipahami bahwa untuk mewujudkan pribadi siswa yang memiliki karakter kedisiplinan, diperlukan pendidikan yang baik. Dalam kenyataannya Pondok pesantren dapat menghasilkan lulusan yang memiliki karakter baik, yakni karakter kedisiplinan. Khususnya kedisiplinan waktu. Oleh karena itu peneliti tertarik mengkaji bagaimana model pendidikan karakter kedisiplinan pada Pondok Pesantren. yang dikemas dalam sebuah judul: MODEL PENDIDIKAN KARAKTER KEDISIPLINAN DI PONDOK PESANTREN (Studi deskriptif pada Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung) B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan pokok sebagai berikut: Bagaimana model pendidikan karakter kedisiplinan di Pondok pesantren, khususnya di Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung? Masalah pokok tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung? 2. Bagaimana perencanaan program pendidikan karakter kedisiplinan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung? 3. Bagaimana proses pelaksanaan pendidikan karakter kedisiplinan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung? 4. Bagaimana sistem evaluasi pembinaan pendidikan karakter kedisplinan di Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung?

6 C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh dan mengungkapkan gambaran model pendidikan karakter kedisiplinan di Pondok pesantren, khususnya di Pondok pesantren modern Mathla ul Huda Bandung. Adapun secara khusus, tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui gambaran sistem pendidikan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. 2. Mengetahui perencanaan program pendidikan karakter kedisiplinan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. 3. Mengetahui proses pelaksanaan pendidikan karakter kedisiplinan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. 4. Mengetahui sistem evaluasi pembinaan pendidikan karakter kedisplinan di Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Adapun kegunaan dari penelitian ini secara teoritis antara lain: a. Memberi informasi mengenai gambaran sistem pendidikan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. b. Memberi informasi mengenai perencanaan program pendidikan karakter kedisiplinan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. c. Memberikan informasi mengenai proses pelaksanaan pendidikan karakter kedisiplinan Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung. d. Memberikan informasi mengenai sistem evaluasi pembinaan pendidikan karakter kedisplinan di Pondok Pesantren Modern Mathla ul Huda Bandung.

7 2. Manfaat Praktis Adapun kegunaan dari penelitian ini secara praktis antara lain: a. Bagi civitas akademik Universitas Pendidikan Indonesia, khususnya Ilmu Pendidikan Agama Islam mempunyai dokumentasi tentang model pendidikan karakter kedisiplinan di Pondok pesantren. b. Bagi Pondok pesantren lain diharapkan dapat menjadi rujukan dalam membina karakter kedisiplinan. c. Bagi Pondok pesantren yang diteliti diharapkan dapat dijadikan sebagai dokumentasi terhadap Pondok pesantren yang diteliti. d. Bagi para orang tua, penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala pemahaman mereka mengenai model pendidikan karakter kedisiplinan dalam membina keluarga. e. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan rujukan dalam memahami model pendidikan karakter kedisiplinan. f. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan bahan latihan dalam penulisan karya ilmiah sekaligus menjadi acuan dan refleksi untuk melaksanakan model pendidikan karakter kedisiplinan. E. Struktur Organisasi Dalam penuisan skripsi ini sistematika penulisannya sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II : Kajian pustaka yang meliputi teori tentang pendidikan karakter kedisiplinan di Pondok pesantren. Bab III : Metode penelitian yang meliputi lokasi penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, definisi operasional, tehnik pengumpulan data, dan analisis data. Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan Bab V : Kesimpulandan saran, daftar pustaka, lampiran, dan riwayat hidup.