BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses pembentukan individu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di SMPN 6 Banjarmasin. Pemilihan lokasi

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. jenjang SD sampai SMP. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan alat utama yang berfungsi untuk membentuk dan. membangun karakter bangsa. Karena, pendidikan adalah wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE PADA SISWA KELAS VIII-U SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam. Indonesia. Di samping itu, pendidikan dapat mewujudkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMK PADA STANDAR KOMPETENSI MERAWAT BATERAI

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, pendidik harus memiliki strategi agar siswa dapat mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan nasional berbunyi bahwa pendidikan. diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan bangsa itu sendiri. mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Di era saat ini, pendidikan sangatlah memiliki peranan yang penting.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semata-mata untuk hari ini melainkan untuk masa depan.

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

Oleh : ARLINDA IKAWATI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia membutuhkan pendidikan dalam. hidupnya. Oleh karena itu, semua manusia di bumi pasti sangat

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan. diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kemajuan suatu negara berbeda antara negara yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dipermasalahkan di sini tingkat pendidikan Indonesia masih dianggap rendah.

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI MATERI SEJARAH ISLAM BERBASIS MULTIMEDIA DI KELAS VII SMPN 36 SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan dengan sikap terbuka dari masing-masing individu. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. dirinya serta mengembangkan kualitas sumber daya manusia beriman dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. inovatif oleh pihak-pihak terkait, mulai dari tingkat pusat, daerah, maupun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses pembentukan individu secara utuh terkait upaya memposisikan dirinya baik dalam konsekuensi tugasnya secara vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara horizontal kepada sesama manusia dalam kehidupan. Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya tanggung jawab setiap individu yang bersangkutan namun secara lebih luas menjadi tanggung jawab negara dimana ia berada dan beraktivitas dalm hidupnya sehari-hari. Pendidikan di Indonesia sendiri telah digariskan urgensinya melalui tatanan hukum perundangan dan kebijakan. Dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 dijabarkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas 2003 dinyatakan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

2 bertanggung jawab. Mengacu pada konteks optimalisasi ini, proses pendidikan yang diselenggarakan mengarah pada konsep yang sistematis melalui pembelajaran yang terjabar pada berbagai bentuk, jenjang, dan bidang-bidang ilmu, dengan menyesuaikan pada kebutuhan peserta didik itu sendiri. Dalam konteks persekolahan, penjabaran dalam berbagai mata pelajaran termasuk di dalamnya IPS merupakan konsekuensi logis ke arah pencapaian tujuan akhir dari sistem pendidikan yang dijalankan di negara ini. Problematika pembelajaran IPS hingga saat ini masih menjadi bahan kajian yang menarik untuk dibahas. Masih belum tercapainya hasil belajar peserta didik yang optimal sebagai akibat dari belum maksimalnya proses pembelajaran di dunia persekolahan sampai saat ini masih terus terjadi. Kemampuan IPS untuk membentuk peserta didik yang memiliki kompetensi sosial masih belum sesuai harapan dikarenakan strategi pembelajaran IPS kurang berfokus pada pengembangan peserta didik sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Al Muhtar (2007:51) mengungkapkan banyak kelemahan yang menonjol dalam pembelajaran IPS antara lain tidak banyak menyentuh pengembangan kemampuan berpikir, proses belajar terpola pada interaksi satu arah, dominasi guru yang kuat, materi pelajaran yang cenderung menekankan aspek hapalan dan kering dari nilai-nilai sosial yang muncul di masyarakat, dan belum berfungsinya sarana pembelajaran seperti media ajar secara optimal. Berbagai kondisi ini secara simultan berpengaruh terhadap lahirnya berbagai masalah dalam proses pembelajaran yang bermuara pada kegagalan pencapaian hasil belajar IPS peserta didik yang optimal pula. Terkait khusus dengan sarana pembelajaran, keberadaan media dalam sebuah proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting, sebagaimana diutarakan Sadiman, dkk (2008:7) bahwa media memiliki beragam kegunaan dalam proses pembelajaran antara lain: a) memperjelas penyajian pesan

3 agar tidak terlalu verbalistis, b) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, c) mengatasi sikap pasif anak didik, dan d) membantu guru dalam memberikan perangsang yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama. Supriatna (2009:3) menjelaskan bahwa penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu anak dalam memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (1977:34-38) bahwa siswa belajar melalui tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif yaitu tahap dimana siswa belajar dengan memanipulasi benda-benda konkrit. Tahap ikonik yaitu suatu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan gambar atau videotapes. Sementara tahap simbolik yaitu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan simbol-simbol. Keberperanan ini sejalan dengan pemikiran Piaget (1966) dalam Hergenhann dan Olson (2009:324) yang menyatakan bahwa pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual, karenanya guru harus tahu level fungsi struktur kognitif siswa dalam upaya menciptakan jenis pengalaman ini. Tahap perkembangan intelektual itu sendiri dideskripsikan lebih lanjut oleh Piaget (1966) dalam Slavin (2008:455-55) ke dalam empat tahap utama yakni: a) sensorimotor, b) pra-operasional, c) operasi konkrit, dan d) operasi formal. Dalam hal ini, fungsi media pembelajaran terutama

4 dalam hal membangun konsep khususnya ilmu sosial menjadi cukup penting pula untuk diperhatikan (Marsh (1987:68). Dale (1969) dalam Anderson (2003:1) mengembangkan sebuah teori yang dikenal dengan Kerucut Pengalaman Dale (Dale s Cone of Experience) yang merupakan elaborasi rinci dari konsep Bruner tersebut, yang menyatakan bahwa seorang pembelajar memperoleh lebih banyak informasi melalui apa yang mereka lakukan dibandingkan dari apa yang mereka dengar, baca, dan amati. Dasar pengembangan kerucut pengalaman Dale adalah tingkat keabstrakan yakni jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan pengajaran, dimana hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkrit) sampai kepada lambang verbal (abstrak) (Arsyad, 2007:10). Teori ini menjadi salah satu acuan dalam pemilihan media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kerucut pengalaman Dale tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1 Sumber : Pastore (2003:1) Gambar 1.1. Kerucut Pengalaman Dale (Dale s Cone of Experience)

5 Salah satu bentuk media pembelajaran yang cukup relevan dengan kemajuan teknologi sekarang dan juga disukai oleh peserta didik adalah film animasi. MJO (2008) dalam Nordin, Ahmad, dan Masri (2010:239) menjelaskan film animasi merupakan salah satu bentuk multimedia yang mengkombinasikan teks, gambar, video, audio, dan grafik yang sifatnya saling melengkapi satu sama lain. Film animasi merupakan media audio visual yang dapat digunakan dalam pembelajaran baik secara indidu maupun berkelompok (Burden dan Byrd, 1999:148), serta merupakan media yang sekaligus menjadi sumber belajar yang tergolong materi ajar yang tidak dicetak (non print material) (Hunkins (1980) dalam Marsh 1987:263). Film animasi memiliki beberapa kelebihan ketika digunakan sebagai media dalam pembelajaran di kelas. Harrison dan Hummell (2010:21-22) menyebutkan beberapa kelebihannya antara lain dapat mempresentasikan beragam konsep, membantu pemahaman siswa terutama terhadap konsep-konsep yang sifatnya abstrak. Marsh (1987:277) menjelaskan kelebihan lain yakni dapat memberikan siswa pengalaman belajar yang lebih bermakna dan memberikan stimulus yang lebih besar dibandingkan sekedar membaca buku teks terutama dalam membahas topik-topik tertentu. Sementara Bogiages dan Hitt (2008:43) mengungkapkan kelebihan film animasi sebagai media yang mampu meningkatkan minat belajar siswa dan memudahkan pemahaman terhadap materi-materi yang sifatnya menjelaskan tentang suatu proses. Lowe (2004:558) menyebutkan bahwa film animasi ketika dirancang secara tepat akan mampu membuat materi-materi yang sukar menjadi lebih dipahami. Ali (2011:64) menambahkan kelebihan lain yakni mampu membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan-keterampilan

6 motoriknya. Barak, Ashkar dan Dori (2010:5) menguraikan beberapa kelebihan lain yakni mampu meningkatkan keterampilan berfikir siswa terutama dalam hal pemahaman konsep, implementasi pengetahuan, dan kemampuan berfikir logis. Meski film animasi memiliki banyak kelebihan, namun masih terdapat beberapa kelemahan. Hegarty (2004:349) menjelaskan bahwa film animasi seringkali membutuhkan biaya yang mahal dalam penggunaannya. Kelemahan lain yakni miskonsepsi materi bagi siswa ketika film animasi tidak dirancang dengan benar kemungkinan juga akan terjadi dan mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi tidak maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan (Lowe, 2004:559). Masalah waktu dalam pembuatan media yang seringkali cukup lama dan membutuhkan keahlian guru dalam merancang film animasi yang mampu mengakomodir materi yang akan dibahas. Selain itu ketersediaan dan kualitas media pendukung untuk memutarkan film animasi tersebut juga menjadi salah satu kendala dan kelemahan lain yang dapat menghambat penggunaannya secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran di kelas (Marsh, 1987:277). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh positif dari penggunaan film animasi terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian Barak, Ashkar, dan Dori (2010) menunjukkan penggunaan media film animasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa berupa keterampilan berfikir sains dan motivasi belajar yang lebih meningkat pula. Ali (2011) melakukan penelitian lain yang menunjukkan terjadinya peningkatan keterampilan motorik siswa baik dari aspek latihan fisik maupun keterampilan dasar siswa dalam latihan berenang melalui penggunaan animasi berbasis komputer. Sementara itu, hasil penelitian Nordin, Ahmad, dan Masri (2010) menunjukkan bahwa multimedia dalam bentuk film

7 animasi efektif dan berguna dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris siswa. Penelitian lain oleh Kingsley dan Boone (2009) menunjukkan terjadinya peningkatan dan pemahaman hasil belajar siswa terhadap materi sejarah Amerika setelah menggunakan film animasi berbasis multimedia. Mengacu pada berbagai penelitian tersebut, pemanfaatan film animasi dalam proses pembelajaran IPS tentu saja bisa menjadi suatu alternatif yang dapat dilakukan khususnya dalam upaya menciptakan pembelajaran IPS yang mendorong pencapaian hasil belajar lebih maksimal.. Terlebih jika film animasi yang digunakan dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dengan menyisipkan muatan-muatan lokal yang dekat dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, tentunya akan lebih memberikan kebermaknaan dalam pembelajaran IPS itu sendiri (Kawuryan, 2009). Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran IPS yang berlangsung saat ini tidak lepas dari berbagai permasalahan. Pemanfaatan media merupakan salah satu dari sekian banyak masalah dalam pembelajaran di sekolah termasuk pada mata pelajaran IPS. Permasalahan ini relevan dengan bukti empiris yang terjadi di lapangan khususnya dalam pembelajaran IPS di SMP. Hasil penelitian Juhri (2005) menunjukkan bahwa guru-guru IPS di SMP Kota Banjarmasin lebih cenderung menggunakan buku paket dan papan tulis untuk membelajarkan siswa. Keberadaan buku paket sebagai media bantu pelajaran ternyata juga belum berfungsi secara optimal karena siswa hanya akan membaca buku paket yang diberikan jika disuruh oleh guru untuk membaca atau mengerjakan soal-soal yang ada di dalamnya.

8 Dari wawancara awal yang dilakukan dengan guru IPS di SMPN 6 Banjarmasin terindikasi bahwa pembelajaran IPS pun masih menghadapi berbagai masalah. Guru-guru IPS masih menggunakan sistem kuota dalam pembelajaran yakni membagi-bagi jam mengajar IPS berdasarkan latar belakang bidang studi sebagaimana ketika IPS masih belum menjadi mata pelajaran yang sifatnya terpadu. Pola pembelajaran yang digunakan masih cenderung kurang melibatkan keaktifan siswa secara optimal. Penggunaan buku-buku paket yang didominasi oleh materi pelajaran dalam bentuk teks serta pemanfaatan LKS masih lebih banyak digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Mereka juga menyatakan bahwa siswa seringkali kurang memperhatikan dalam proses pembelajaran yang diduga dikarenakan materi IPS dianggap membosankan dan tidak menyenangkan. Keberadaan media pendukung untuk pembelajaran dengan menggunakan berbagai media berbasis teknologi seperti film sebenarnya juga sudah tersedia di setiap kelas. Namun penggunaannya hanya sebatas pada presentasi hasil belajar siswa yang frekuensinya sangat terbatas. Penggunaan film animasi dalam kegiatan pembelajaran IPS belum pernah dilakukan dengan alasan ketiadaan materi film yang bisa digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Berbagai permasalahan tersebut turut berpengaruh terhadap tingkat ketuntasan hasil belajar siswa yang masih rendah sehingga seringkali para guru harus melakukan kegiatan remedial untuk mengatasinya. Rendahnya minat dan motivasi belajar siswa turut mempengaruhi hasil belajar. Hasil wawancara dengan guru IPS di SMPN 6 menyebutkan sekitar 20% siswa belum mencapai ketuntasan maksimal dalam proses pembelajaran untuk mata pelajaran IPS. Penelitian

9 pendahuluan pendukung yang dilakukan oleh Rahmattullah dan Jayadi (2009) mengemukakan rendahnya minat baca dan motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran IPS dengan baik juga berdampak terhadap hasil belajar siswa. Hanya sekitar 60% siswa yang mampu memperoleh nilai yang memuaskan dengan mengacu kepada hasil-hasil tugas dan ulangan bulanan yang diberikan oleh guru IPS. Mengacu pada berbagai permasalahan khususnya yang terkait dengan rendahnya hasil belajar IPS siswa, penggunaan media dalam pembelajaran IPS yang masih kurang optimal, serta adanya indikasi potensi film animasi sebagai sebuah media pembelajaran yang berpotensi dalam peningkatan hasil belajar siswa, peneliti tertarik untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai pengaruh pemanfaatan film animasi terhadap hasil belajar IPS di SMPN 6 Banjarmasin. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ingin dipecahkan melalui penelitian ini dikemukakan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum perlakuan diberikan (pre-test)? 2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa di kelas yang tidak menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test post-test)? 3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa di kelas yang menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test post-test)?

10 4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi setelah perlakuan diberikan (post-test)? 5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan (gain) hasil belajar antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi? 6. Kendala apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media film animasi? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui ada tidaknya: 1. Perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum perlakuan diberikan (pre-test) 2. Perbedaan hasil belajar siswa di kelas yang tidak menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test post-test) 3. Perbedaan hasil belajar siswa di kelas yang menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test post-test) 4. Perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi setelah perlakuan diberikan (post-test). 5. Perbedaan peningkatan (gain) hasil belajar antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi.

11 6. Kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media film animasi. D. Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pemanfaatan Film Animasi Pemanfaatan film animasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai media pembelajaran yang dirancang dengan alur cerita sebuah kisah baik tentang orang, kelompok, situasi maupun fenomena yang memiliki muatan pesan sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran yakni Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat, serta telah dilakukan validasi oleh para ahli sehingga layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Film animasi yang dibuat terdiri atas 4 episode dengan total durasi 26 menit dengan rincian: a) Episode 1 menguraikan tentang pengertian konsumsi dan perilaku konsumsi, b) Episode 2 menguraikan tentang pelaku konsumsi dan pola konsumsi, c) Episode 3 menguraikan tentang pengertian produksi, faktor-faktor produksi, etika dalam kegiatan produksi, serta usaha peningkatan jumlah dan mutu produksi, dan d) Episode 4 menguraikan tentang pengertian distribusi, saluran distribusi, lembaga distribusi, dan etika distribusi. Film animasi disajikan dalam kegiatan pembelajaran pada waktu yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran IPS. 2. Hasil Belajar IPS Hasil belajar IPS dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan (ranah kognitif

12 C1 (Pengetahuan), C2 (Pemahaman), C3 (Aplikasi), dan C4 (Analisis) pada mata pelajaran IPS dengan Standar Kompetensi Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat. Hasil belajar diukur melalui pretest dan posttest dalam bentuk soal objektif berupa pilihan ganda sebanyak 30 butir soal yang telah diuji kelayakannya untuk digunakan dalam kegiatan penelitian. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan khasanah pengetahuan terkait penggunaan film animasi dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu diharapkan bisa menjadi salah satu landasan awal bagi penelitian-penelitian pengembangan selanjutnya yang terkait dengan penggunaan film animasi. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu referensi dalam aplikasi penggunaan film animasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Para guru IPS diharapkan bisa mencoba untuk menggunakan film animasi dengan berbagai pengembangan yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa di sekolah masing-masing. F. Asumsi Penelitian Penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik merupakan salah satu faktor yang turut berperan terhadap rendahnya minat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS. Masih dominannya penggunaan

13 buku-buku paket yang cenderung dipenuhi dengan teks tanpa variasi gambar membuat peserta didik kurang tertarik untuk mengeksplorasinya dalam rangka menunjang kegiatan pembelajaran sehingga pada akhirnya mereka cenderung bersifat pasif dan menerima apa adanya materi pelajaran dari guru. Proses komunikasi pembelajaran menjadi kurang optimal karena guru cenderung mendominasi kegiatan pembelajaran. Tidak optimalnya kegiatan pembelajaran berpengaruh terhadapa rendahnya hasil belajar IPS peserta didik itu sendiri. Keberadaan film animasi sebagai sebuah media alternatif memberikan peluang untuk mengatasi permasalahan keterbatasan penggunaan media dalam proses pembelajaran terkait upaya peningkatan hasil belajar IPS peserta didik. Berbagai kelebihan film animasi terutama dengan kemampuannya untuk memotivasi dan menarik minat peserta didik ketika dipergunakan dengan strategi yang tepat, turut mendukung kemungkinan penggunaannya dalam pembelajaran. Terlebih dengan tingginya minat peserta didik untuk menonton film animasi, menjadi salah satu landasan penting dalam memodifikasi film animasi untuk kegiatan pembelajaran. Melalui pemanfaatan film animasi yang didisain untuk kepentingan pembelajaran dengan mengacu pada kurikulum IPS yang ada, diharapkan bisa membantu terciptanya proses pembelajaran yang lebih optimal dan mampu melibatkan partisipasi lebih aktif dari peserta didik. Optimalisasi proses pembelajaran ini pada akhirnya diharapkan mampu berperan dalam peningkatan hasil belajar IPS peserta didik sebagaimana yang diharapkan. Dari asumsi di atas, secara ringkas dibuat kerangka pemikiran penelitian sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

14 Rendahnya hasil belajar IPS sebagai dampak dari penggunaan media pembelajaran yang kurang optimal Pemanfaatan media film animasi dalam proses Peningkatan hasil belajar IPS peserta didik Gambar 1.2. Kerangka Pemikiran Penelitian G. Hipotesis Beberapa hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini antara lain: a. Tidak terdapat perbedaan signifikan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum pengukuran dilakukan (pre-test). b. Terdapat perbedaan signifikan hasil belajar siswa di kelas yang tidak menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah pengukuran dilakukan (pre-test post-test). c. Terdapat perbedaan signifikan hasil belajar siswa di kelas yang menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah pengukuran dilakukan (pre-test post-test). d. Terdapat perbedaan signifikan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi setelah pengukuran dilakukan (post-test). e. Terdapat perbedaan signifikan peningkatan (gain) hasil belajar antara kelas yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi.

15 H. Metode Penelitian Penelitian yang dilaksanakan menggunakan metode kuantitatif dalam bentuk kuasi eksperimen (quasi experimental design). Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes hasil belajar dalam bentuk soal pilihan ganda, yang terlebih dahulu melalui proses uji instrumen dengan menggunakan Anates sebelum digunakan dalam kegiatan penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes tertulis dan didukung dengan hasil wawancara dari guru dan siswa mengenai penggunaan media animasi dalam kegiatan pembelajaran. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dengan uji beda yang dilakukan dengan bantuan program SPSS. I. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian bertempat di SMPN 6 Banjarmasin dengan populasi seluruh siswa kelas VII pada semester genap yang berjumlah 156 orang siswa dan tersebar pada tujuh kelas. Sampel penelitian diambil sebanyak empat kelas yang terdiri atas dua kelas eksperimen dan dua kelas kontrol. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan beberapa alasan di antaranya: a) SMPN 6 Banjarmasin merupakan salah satu sekolah di Banjarmasin yang merupakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, b) Dukungan perizinan dan sarana serta prasarana untuk kegiatan penelitian tersedia secara memadai, c) Adanya persetujuan dari pihak sekolah dan guru untuk mengizinkan dilaksanakannya kegiatan penelitian, d) Studi pendahuluan yang menunjukkan masih terdapatnya sejumlah permasalahan dalam kegiatan pembelajaran IPS, dan e) Belum pernah digunakannya media pembelajaran film animasi, sementara fasilitas untuk menggunakan media tersebut tersedia dan dapat digunakan untuk kegiatan penelitian.