1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan teknologi, orang-orang semakin lebih kritis dalam menggunakan suatu produk/jasa. Masyarakat sudah mulai jenuh diteror oleh iklan-iklan melalui media televisi maupun surat kabar. Hal ini menyebabkan konsumen menjadi kebal dengan berbagai dramatisasi dan testimoni iklan. Perusahaan yang memasang iklan pun juga menyadari bahwa belanja iklan melalui media televisi dan surat kabar cukup besar tetapi hanya mendatangkan pembeli yang lebih sedikit. Dampak krisis ekonomi juga membuat sejumlah brand perusahaan besar mulai mereduksi budget pemasarannya. Namun, mereka tidak ingin kehilangan kontak dengan konsumennya. Menyadari hal tersebut, perusahaan mencari cara untuk tetap dapat berhubungan dengan konsumennya tanpa perlu mengeluarkan biaya pemasaran yang besar. Konsumen sekarang yang lebih kritis dapat memilih media yang menurut mereka paling tepat dan memiliki nilai kejujuran yang lebih tinggi untuk memilih produk/jasa yang mereka ingin gunakan. Marketer ditantang untuk mampu menempatkan dan mencapai image produk dana layanan pada jenjang tertinggi dalam pikiran konsumen. Pendekatan word
2 of mouth (WOM) dengan biaya yang efektif dirasakan sebagai alternatif untuk mencapai hal tersebut. WOM merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran di mana konsumen memegang kendali dan berpartisipasi sebagai pemasar untuk memengaruhi dan memercepat pesan pemasaran. WOM terutama didorong oleh influencer, dari orang-orang yang telah menggunakan produk/jasa dari brand tertentu, yang secara alami terinspirasi untuk berbicara positif maupun negatif. Fokus WOM adalah orang-orang menjadi lebih emosional karena kesediaan seseorang untuk memerbincangkan brand lebih berhubungan dengan keterikatan mereka secara emosional dengan brand, hasil pengalaman dengan brand tersebut. Melalui WOM, konsumen berusaha untuk merekomendasikan produk/jasa yang telah mereka pakai dan konsumen merasa puas. Namun, konsumen juga dapat bercerita kepada temannya mengenai ketidakpuasan terhadap produk/jasa yang pernah mereka pakai. Jadi, WOM dapat bersifat positif maupun negatif. Proses word of mouth berlangsung dengan cara memberi orangorang suatu alasan untuk memperbincangkan tentang produk dan jasa dan membuat percakapan itu berlangsung lebih mudah. Perusahaan hanya perlu membuat cara untuk menarik perhatian konsumen dan menyebabkan mereka merasa penting untuk berbagi pengalaman dengan orang lain. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan agar konsumen ingin menceritakan produk/jasanya, yaitu (Sumardy, et al, 2011 : 142) :
3 1. Talkable brands Brand yang dibicarakan adalah yang memiliki atau bisa menciptakan cerita. Tanpa cerita, brand tersebut tentu membosankan untuk dibicarakan. 2. Stories are not tagline Cerita berbeda dengan slogan. Slogan sangat statis dan tidak mengandung antusiasme yang tinggi. Sedangkan cerita melibatkan konsumen dan menarik bagi mereka. 3. If you don t have stories, someone else will create it Jika perusahaan, sebagai pemilik brand, tidak berusaha menciptakan cerita, maka mungkin suatu saat nanti kompetitor dapat menciptakan cerita negatif tentang brand lawannya. Beberapa perusahaan besar pernah berhasil dalam menjaring konsumennya dengan menciptakan cerita dan disebarkan melalui mulut ke mulut. Pada Mei 2004, Nike bekerja sama dengan Yayasan Lance Amstrong untuk pendidikan dan penelitian kanker, dengan menjual gelang karet berwarna kuning seharga USD 1. Nike tidak melakukan kegiatan pemasaran, permintaan produk terus meningkat melalui pembicaraan mulut ke mulut. Dalam waktu 6 bulan, 20 juta gelang terjual di Amerika Serikat dan 60 negara lain, termasuk Indonesia.
4 Hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen terhadap perusahaan di Amerika Serikat yang menggunakan WOM sebagai komunikasi pemasarannya, menyimpulkan bahwa kepercayaan konsumen terbentuk dari rekomendasi orang lain (keluarga, teman dekat, tetangga, dan kerabat) merupakan bentuk periklanan yang efektif. Sebanyak 90% yang mengatakan mereka percaya terhadap rekomendasi orang lain dan 70% mengatakan bahwa mereka percaya terhadap opini konsumen melalui posting-an online (Sumber : www.nielsen.com). Sebuah survei yang didanai oleh Priceline.com, dilakukan oleh Opinion Research Corporation International of Princeton, New Jersey, menemukan bahwa pelanggan yang puas akan memberi tahu pengalaman mereka kepada orang lain sebanyak 6 orang (1996), 11 orang (1999), dan 12 orang (2000) lain ketika mereka puas terhadap produk dan layanan perusahaan. Word of mouth lebih berperan dalam perkembangan pasar suatu bisnis jasa dibandingkan dengan bisnis produk. Hal ini dikarenakan pada bisnis jasa sangat sulit untuk mengetahui faktor kualitas, baik sebelum maupun sesudah pembelian, di mana ciri-ciri jasa bersifat abstrak. (Gremler, 1994 : 90). Menurut Bristor (1990), WOM memiliki sifat persuasif dan efektif karena konsumen bergantung kepada komunikasi yang bersumber informal atau personal dalam mengambil sebuah keputusan daripada yang bersumber formal, seperti iklan.
5 WOM dirasakan dapat memberikan solusi kepada masalah jasa yang intangible, di mana jasa itu tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dirasakan. Seorang konsumen belum tentu dapat memahami sebuah jasa secara keseluruhan sebelum menggunakannya. Konsumen tersebut akan mencari informasi dari sebuah sumber yang telah menggunakan jasa tersebut. Informasi WOM tersebut dapat membantu membandingkan beberapa kualitas yang berhubungan dengan jasa. Perkembangan teknologi yang cukup pesat ini, membuat word of mouth tidak perlu dilakukan secara tatap muka langsung. WOM dapat didefinisi secara luas, tidak lagi terbatas pada situasi percakapan tatap muka. Dengan kehadiran e-mail orang dapat berkomunikasi kepada temannya tentang produk dan pengalaman layanan. Hal tersebut kini diperluas juga oleh kehadiran website dan situs jejaring sosial. Situs jejaring sosial merupakan sebuah web berbasis jasa yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat list pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut (Boyd dan Ellison, 2007). Dari sekian banyak situs jejaring sosial yang ada saat ini, yang paling menarik perhatian adalah Facebook. Facebook telah menarik minat berbagai kalangan untuk dimanfaatkan dengan tujuan komunikasi pemasaran online. Fenomena ini menarik, karena pada awalnya Facebook hanya sebagai salah satu sosial media yang bertujuan sebagai tempat berinteraksi antar anggotanya, di
6 mana antar anggota dapat berbagi status, foto, video, bermain game, dan sebagainya. Kini, Facebook telah menciptakan sebuah gaya hidup yang akhirnya ikut membentuk karakter konsumsi dari konsumen di mana saat ini konsumen lebih memilih untuk melakukan suatu hal yang praktis dan lebih memilih melakukan transaksi bisnis dengan orang-orang yang telah dikenal sebelumnya meskipun melalui media online. Salah satu perusahaan yang menyadari penggunaan sosial media sebagai media komunikasi pemasarannya adalah AirAsia Indonesia, maskapai penerbangan yang sedang berkembang cukup pesat di Indonesia. Melalui tagline Now Everyone Can Fly, AirAsia berusaha untuk menjangkau semua masyarakat agar dapat merasakan penerbangan, karena sebelumnya penerbangan itu dianggap hanya untuk kalangan menengah ke atas. AirAsia memiliki kesempatan yang cukup luas untuk menjaring konsumen di Indonesia yang sering menggunakan penerbangan dalam aktivitasnya. Seperti yang kita ketahui jumlah maskapai penerbangan di Indonesia, yang mempunyai rute dalam dan luar negeri, tidak banyak. Kemudian pada awal tahun ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan pembebasan fiskal bagi siapapun warga Indonesia yang akan pergi ke luar negeri. Hal ini tentu saja membuka kesempatan kepada maskapai penerbangan, khususnya AirAsia, untuk dapat menjangkau lebih banyak lagi konsumennya. Seiring usahanya dalam menjangkau semua masyarakat, AirAsia berusaha memberikan cara yang mudah bagi konsumen dalam pemesanan
7 tiket, yaitu lebih banyak menggunakan internet. Menurut Annual Report AirAsia 2005, sistem pemesanan tiket penerbangan AirAsia lebih banyak menggunakan jaringan online melalui website-nya dibandingkan dengan penjualan langsung melalui kantor sales-nya, Internet booking at www.airasia.com. This is one of the most popular booking channels, accounting for approximately 47% of AirAsia s total bookings. AirAsia Indonesia memiliki dua akun social media, yaitu di Facebook (AirAsiaIndonesia) dan Twitter (@AirAsiaID), yang diluncurkan pada tahun 2010, sebagai media untuk berkomunikasi dengan konsumennya. Hal inilah yang menarik untuk diteliti, bagaimana pengaruh efektivitas komunikasi AirAsia Indonesia saat berkomunikasi dengan konsumennya lebih banyak menggunakan jaringan online (website dan social media) terhadap brand image AirAsia Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah seberapa tinggi efektivitas word of mouth pada Facebook terhadap brand image AirAsia Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tinggi efektivitas word of mouth pada Facebook terhadap brand image AirAsia Indonesia.
8 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah hasil penelitian mengenai komunikasi pemasaran menggunakan word of mouth pada social media pada terciptanya brand image sebuah perusahaan. 1.4.2. Manfaat Praktis Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai efektivitas word of mouth pada social media terhadap terciptanya brand image yang positif maupun negatif tentang perusahaan serta dapat memotivasi perusahaan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan pelayanan jasa penerbangan.