BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dilakukan oleh sepasang suami istri bertujuan pada suatu hal yang salah satunya adalah untuk memperoleh keturunan. Keturunan dalam setiap orang yang membina rumah tangga merupakan suatu hal yang sangat penting. Adanya keturunan dalam suatu perkawinan yang sah maka kehidupan berumah tangga akan terasa lebih lengkap dan sempurna dan dengan adanya keturunan maka diharapkan keturunan tersebut dapat meneruskan generasi orang tuanya dan menjadi bibit untuk mencerahkan masa depan bangsa yang berkualitas. Zaman sekarang ini masih banyak keluarga yang belum dikaruniai anak. Padahal tidak jarang dari mereka merupakan kalangan yang mampu secara ekonomi dan pengetahuan mampu untuk merawat, membesarkan dan mengasuh anak. Tidak jarang pula ketidakadaan keturunan ini menjadi pemicu keretakkan rumah tangga dan berujung pada perceraian. 1
Kehidupan keluarga dengan keterbatasan ekonomi sehingga tidak bisa mengasuh anak juga dialami oleh pasangan suami istri yang telah dikaruniai seorang anak. Kondisi ini mengakibatkan banyak anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya dan tidak sedikit pula yang akhirnya dititipkan di panti asuhan atau lembaga sosial lainnya. Persoalan yang berkaitan dengan hal diatas maka banyak pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak melakukan berbagai usaha demi memenuhi keinginan mereka untuk memiliki anak. Salah satu upaya yang sering ditempuh adalah dengan mengangkat anak atau yang biasa disebut sebagai adopsi. Adopsi merupakan salah satu perbuatan manusia termasuk perbuatan perdata yang merupakan bagian Hukum Kekeluargaan, dengan demikian ia melibatkan persoalan dari setiap yang berkaitan dengan hubungan antara manusia di dalam keluarga. Sistem hukum yang berlaku terkait permasalahan pengangkatan anak atau adopsi di Indonesia dibagi dalam 3 (tiga) sistem hukum. Ketiga sistem hukum tersebut antara lain, hukum Islam, hukum Adat dan hukum Barat. Adopsi atau pengangkatan anak yang dimaksud adalah mengambil anak orang lain untuk menjadi anak sendiri dengan melakukan berbagai proses hukum sehingga anak yang diangkat mendapat kepastian hukum status anak yang diangkat terhadap orang tua angkat dan orang tua kandung. Kepastian hukum dalam pengangkatan anak juga sebagai pelindung hak asasi anak angkat. Hak asasi anak angkat merupakan bagian hak asasi 2
manusia yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Permasalahan hak anak angkat dalam pengangkatan anak dapat terjadi di kemudian hari apabila anak angkat tidak memiliki status dan asal usul yang jelas untuk pemenuhan hak keperdataannya. Misalnya anak yang diangkat pada mulanya dalam keadaan mengenaskan ditemukan di tempat pembuangan sampah, atau di pinggir jalan, atau disamping rumah yang sengaja dibuang atau ditaruh oleh orang tua kandungnya yang tidak bertanggung jawab dengan harapan dapat dipungut atau diasuh oleh orang lain, sebagaimana sering terjadi di kota-kota besar yang diakibatkan oleh pergaulan bebas dan hubungan seks di luar nikah dan diambil dari panti asuhan yang asal usul orang tua kandungnya tidak diketahui atau dirahasiakan. Masalah yang timbul juga dapat ditemukan apabila pada awal proses pengangkatan anak tidak dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan dan tidak ada permohonan pengajuan pengangkatan anak dalam tahap penetapan pengadilan. Permasalahan pula muncul ketika anak sudah beranjak dewasa ketika mereka ingin mengetahui status hukumnya sebagai anak angkat atas pembagian warisan dengan anak kandung. Keadaan ini mengakibatkan anak angkat akan berada di pihak yang lemah karena mereka tidak memiliki dokumen secara sah yang menentukan status hukumnya tersebut, padahal dengan memiliki dokumen hukum yang resmi secara sah maka anak angkat memiliki kepastian hukum. 3
Pengangkatan anak (adopsi) pada awalnya dilakukan untuk mempertahankan garis keturunan dalam suatu keluarga yang tidak memiliki anak kandung atau untuk mempertahankan ikatan perkawinan sehingga tidak terjadi perceraian. Pada perkembangannya tujuan adopsi tidak lagi demikian, akan tetapi semata-mata demi kesejahteraan anak. Masalah pengangkatan anak bukanlah masalah baru, termasuk di Indonesia. Sejak zaman dahulu telah dilakukan pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan. 1 Tidak jarang pula masalah kekerasan terhadap anak timbul di negeri ini, padahal kekerasan tersebut merupakan penyimpangan terhadap hak-hak anak. Banyak kasus pula yang terjadi antara orang tua angkat terhadap anak angkat karena pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi orang tua angkat serta melupakan hak-hak yang harusnya didapat oleh anak angkat. Penyimpangan juga terjadi ketika ada keluarga yang mengangkat anak hanya untuk sebagai tenaga kerja di keluarga tersebut meskipun keluarga yang mengadopsi telah memiliki anak kandung. Anak angkat atau anak merupakan karunia dan pemberian Tuhan Yang Maha Esa yang di dalam dirinya terdapat martabat sebagai manusia. 1 Muderis Zaini, 2006,Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. Sinar Grafika, Jakarta, hlm.7 4
Pengertian Anak angkat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Anak angkat merupakan bibit bagi masa depan bangsa yang harus diberikan upaya perlindungan oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan pemenuhan hak-haknya sehingga mereka dapat berkembang dengan baik. Perlindungan dan pemenuhan hakhak anak yang diberikan orang tua maupun pemerintah merupakan terwujudnya pemenuhan hak anak sehingga anak tidak lagi terlantar. Perlindungan anak angkat meliputi segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2 Dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak maka diperhatikan pada motivasi dari pengangkatan anak tersebut, apakah betul demi kepentingan anak yang menjadi alasannya. 3 2 Ahmad Kamil, Fauzan, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 58 3 Irma Setyowati Soemitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 38 5
Pengangkatan anak hanya dilakukan semata-mata untuk kesejahteraan anak, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa : Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan pasal ini juga menegaskan bahwa tujuan pengangkatan anak adalah untuk memberikan perlindungan bagi anak, diharapkan kondisi anak menjadi lebih baik setelah diangkat dan anak yang diangkat tidak semata-mata hanya untuk kepentingan orang tua angkat saja seperti objek untuk pancingan agar mendapat keturunan dan setelah itu anak ditelantarkan. Ketentuan ini telah menjelaskan pula bahwa pengangkatan anak wajib dilakukan dengan prosedur-prosedur yang telah ditentukan oleh perundang-undangan. Sebelum maupun setelah anak diangkat secara resmi harus ada campur pemerintah atau lembaga dan orang dewasa untuk melindungi hak-hak mereka, karena anak belum bisa melindungi sendiri seperti layaknya orang dewasa. Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa anak diangkat demi kepentingan terbaik bagi si anak, sehingga anak angkat tidak boleh dibedakan maupun adanya diskriminasi anak angkat maupun anak kandung. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedom of children) serta berbagai kepentingan yang 6
berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup lingkup yang sangat luas. 4 Berangkat dari pembatasan di atas, maka lingkup perlindungan hukum bagi anak-anak mencakup : (1) Perlindungan terhadap kebebasan anak; (2) Perlindungan terhadap hak asasi anak; dan (3) Perlindungan hukum terhadap semua kepentingan anak yang berkaitan dengan kesejahteraan. 5 Pengangkatan anak yang dilakukan menurut kebiasaan dan adat setempat harus dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang secara tegas dinyatakan: Bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan ibunya, selain itu anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan. Salah satu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang memberikan kesejahteraan sosial yaitu lembaga pengasuhan anak yaitu lembaga atau organisasi sosial atau badan hukum yayasan yang disahkan oleh Menteri Sosial untuk memberikan kesejahteraan sosial bagi anak terlantar, menjadi pengganti orang tua/wali asuh dengan memberikan pembinaan fisik, bimbingan mental, memberikan pelatihan keterampilan, serta kesempatan yang luas untuk mengembangkan kepribadiannya sehingga mereka 4 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 153. 5 Waluyadi, 2009, Hukum Perlindungan Anak, Mandar Maju, Bandung, hlm. 1. 7
berkembang menjadi insan penerus bangsa yang berguna bagi pembangunan nasional. Pengangkatan anak di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh lembaga pengasuhan anak yang diberi kewenangan secara resmi oleh Menteri Sosial untuk melakukan proses pengangkatan anak. Hal ini pula dijelaskan dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu bahwa Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak. Pengangkatan anak melalui Lembaga Pengasuhan Anak merupakan pengangkatan yang dilakukan oleh Calon Orang Tua Angkat (COTA) terhadap Calon Anak Angkat (CAA) yang berada dalam lembaga pengasuhan anak. Lembaga ini berperan penting dalam melakukan kegiatan seperti penyantunan anak terlantar, rehabilitasi penyandang cacat dan pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pada proses pengangkatan anak yang tidak berdasarkan Perundangundangan yang telah ditetapkan dapat mengakibatkan fatal terhadap anak yang diangkat. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu usaha pencegahan penyalahgunaan pengangkatan anak dengan melaksanakan prosedur pengangkatan anak secara terpadu. Salah satu lembaga pengasuhan anak yang melakukan proses pengangkatan anak di Yogyakarta adalah Yayasan Sayap Ibu Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta. 8
Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta untuk meneliti proses pengangkatan anak dengan prosedur dalam perundang-undangan yang telah ditentukan serta untuk meneliti bagaimana pemenuhan hak-hak anak maupun hak-hak keperdataan anak dalam proses pengangkatan anak, kemudian hasilnya menjadi bahan yang akan dituangkan dalam Skripsi yang berjudul Pemenuhan Hak Keperdataan Anak Angkat Dalam Pengangkatan Anak Di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang penulis sampaikan dalam latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahan, yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana pemenuhan hak keperdataan anak angkat oleh orang tua kandung maupun orang tua angkat di Yayasan Sayap Ibu? 2. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh Yayasan Sayap Ibu terhadap masa percobaan pengangkatan anak? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan hukum yang berjudul Pemenuhan Hak Keperdataan Anak Angkat Dalam Pengangkatan Anak Di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta terdiri atas 2 (dua) tujuan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, yaitu: 9
1. Tujuan Objektif a. Mengetahui dan menganalisis pemenuhan hak keperdataan anak angkat oleh orang tua kandung maupun orang tua angkat di Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta. b. Mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap masa percobaan pengangkatan anak di Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta. 2. Tujuan Subjektif Penulisan hukum ini dilakukan untuk memperoleh data dan bahanbahan yang berguna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. D. Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran kepustakaan yang telah peneliti lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan beberapa penelitian dan karya ilmiah yang hanya membahas sebagian unsur penelitian dengan kajian yang berbeda, diantaranya: 1. Tahun 2009, Ahmad Fahmy Halim melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Mengenai Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Purwodadi Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama. Penulis memfokuskan 10
penelitiannya pada faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan sahnya suatu permohonan pengangkatan anak oleh WNI yang beragama islam di Pengadilan Agama Purwodadi serta kedudukan hak dan kewajiban anak angkat di dalam Keluarga. 2. Tahun 2013, Rifka Jaksanti Putri melakukan penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Ditemukan Tanpa Identitas (Studi Kasus Pada Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta. Penulis memfokuskan penelitiannya pada perlindungan hukum dan pelaksanaan hak dan kewajiban anak yang ditemukan tanpa identitas sebagai subjek hukum di Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta. 3. Tahun 2015, Lydia Yoland Christyana melakukan penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Keperdataan Anak Yang Lahir Di Luar Perkawinan Yang Sah Akibat Incest. Penulis memfokuskan pada perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak keperdataan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah akibat Incest. Dari penelusuran tersebut diatas belum ditemukan penelitian mengenai Pemenuhan Hak Keperdataan Pengangkatan Anak di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta, oleh sebab itu penulis beranggapan bahwa penelitian ini asli. 11
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah pengetahuan penulis di bidang ilmu perdata dan keperdataan, khususnya terkait dengan hukum keluarga terutama dalam perlindungan hukum terhadap anak angkat dan dalam rangka untuk menyelesaikan studi program Sarjana Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut di bidang hukum perdata khususnya yang berhubungan dengan hukum kekeluargaan mengenai pemenuhan hak anak angkat serta memberikan referensi lebih lanjut bagi peneliti berikutnya yang mengkaji permasalahan yang sama. 3. Manfaat Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat khususnya calon orang tua angkat terhadap pentingnya peran pemerintah dalam hal perlindungan hukum dan tanggungjawab dalam proses pengangkatan anak serta kelangsungan pemenuhan hak anak angkat. 4. Manfaat Bagi Pemerintah Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah maupun instansi yang berwenang dalam mengambil kebijakan- 12
kebijakan terkait dengan perlindungan hukum terhadap pengangkatan anak dalam pemenuhan hak anak agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak menimbulkan kerugian terhadap anak yang diangkat. 13