BAB I PENDAHULUAN. kali muncul di wilayah Bali pada tahun 1987 (Toha Muhaimin: 2009).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi Setiap orang berhak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu. kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS SPASIAL UNTUK PEMETAAN PERSEBARAN PENYAKIT HIV DAN AIDS DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2014

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Pertemuan Evaluasi Program GWL. Untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi pengembangan program

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 4-A PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4-A TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN , , ,793

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 24 HLM, LD Nomor 4 TAHUN 2013

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS merupakan sebuah wabah epidemi yang kian tahun makin banyak merenggut korban jiwa. Penyakit epidemi ini mulai muncul keberadaannya di dunia pada tahun 1981 di Los Angeles, Amerika Serikat. Sedangkan keberadaan epidemik Penyakit Aids di Indonesia pertama kali muncul di wilayah Bali pada tahun 1987 (Toha Muhaimin: 2009). Jika dilihat dari tahun kemunculannya maka penyakit ini tidak bisa dibilang penyakit baru. AIDS (Acquired Immunodeficiency Sydrome atau Acquired Immune Deficiency Sydrome ) merupakan penyakit mematikan, yang memiliki gejala penurunan imunitas seseorang hingga akhirnya menyebabkan kematian. Munculnya penyakit ini berasal dari Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun. Sejak kemunculannya jumlah penderita pengidap penyakit mematikan ini terus meningkat. Hingga tahun 2010, jumlah penderita di dunia sudah tembus mencapai angka 34 juta jiwa (berkisar antara 31,6 juta jiwa sampai 35,2 juta jiwa). Meningkat sekitar 17% jika dibandingkan pada tahun 2001

digilib.uns.ac.id 2 yang berjumlah sekitar 28,6 juta jiwa (berkisar antara 26,7 juta jiwa sampai 30,9 juta jiwa). Sedangkan jumlah angka kematian di dunia akibat penyakit ini mencapai 1,8 juta jiwa (www.who.int/2012/02/28). Keberadaan HIV/AIDS di Indonesia berbanding lurus dengan yang terjadi di dunia. Data Kementrian Kesehatan menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV hingga Maret 2013 mencapai angka 103.759 kasus. Sementara untuk kasus Aids hingga Juni 2012 terjadi 43.347 kasus (Kementrian Kesehatan 2013). Berikut ini adalah sepuluh provinsi dengan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS (1987-Juni 2012). Tabel 1.1 Sepuluh provinsi dengan jumlah kumulatif kasus Aids terbanyak. Provinsi Jumlah Kasus Papua 7.795 Jawa Timur 6.900 DKI Jakarta 6.299 Jawa Barat 4.131 Bali 3.344 Jawa Tengah 2.990 Kalimantan Barat 1.699 Sulawesi Selatan 1.467 Banten 885 Riau 859 Sumber: Data HIV/AIDS commit Kemenkes to user per Desember 2012

digilib.uns.ac.id 3 Tabel 1.2. Sepuluh provinsi dengan jumlah kumulatif kasus HIV terbanyak. Provinsi HIV D.K.I Jakarta 23.792 Jawa Timur 13.599 Papua 10.881 Jawa Barat 7.621 Bali 6.819 Sumatera Utara 6.781 Jawa Tengah 5.021 Kalimantan Barat 3.724 Kep. Riau 3.176 Banten 2.761 Sumber: Data HIV/AIDS Kemenkes per Desember 2012 Pada data triwulan keempat 2012, Komisi Penanggulangan Aids Provinsi Jawa Tengah merilis data terbaru kasus kumulatif HIV dan AIDS di 20 kota besar di Jawa Tengah. Pada data tersebut, Kota Semarang menjadi kota dengan kasus HIV dan AIDS tertinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

digilib.uns.ac.id 4 Gambar 1.1 Kasus Kumulatif Aids di 20 Besar Kota di Jawa Tengah Pada Triwulan keempat 2012 1200 1000 800 600 400 200 0 K. Sm g K. Sk a By Clc Pat Jpr Gr ms p i bg (Sumber: KPAD Jawa Tengah) Sm g Tgl Kn dl Dari data di atas nampak bahwa Kota Semarang menjadi Kota yang paling banyak kasus HIV/AIDS di Provinsi Jawa Tengah. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Semarang dari tahun ke tahun selalu meningkat. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari data dua tahun sebelumnya kasus kumulatif HIV/AIDS yang diterbitkan oleh KPAD Jawa Tengah berikut ini. Gambar 1.2 Kasus Kumulatif HIV dan Aids di 20 Besar Kota di Jawa Tengah sejak Tahun 1993 sampai Desember 2011 1000 AIDS 322 157 122 130 137 221 156 66 124 100 39 103 84 114 98 97 79 67 83 38 HIV 774 383 331 216 190 87 81 158 87 100 135 69 87 38 41 42 26 36 19 47 800 600 400 200 Bt g Tm g K. Slt g Kb mn 0 K. SmgK. SkaByms Clcp Pati Jpr Smg Kdl Tgl Tmg Grbg Btg K. SltgKbmn Dmk Srg RmbgK. TglWnsb Kryr AIDS 212 140 89 117 85 159 45 73 73 92 101 25 58 78 77 60 58 33 46 50 HIV 693 376 306 166 155 62 140 78 69 50 39 100 66 17 9 20 22 44 21 12 Sr g Dm k Br bs Rm bg Kr yr K. Tgl

digilib.uns.ac.id 5 Peningkatan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS juga terjadi di Kota Semarang. Sebelumnya, dari tahun 1993 hingga 2011 terdapat 212 kasus AIDS dan 693 kasus HIV dan terjadi peningkatan 110 kasus AIDS dan 81 kasus HIV. Peningkatan yang cukup signifikan ini semakin menekankan bahwa penanggulangan terhadap HIV/AIDS merupakan suatu seruan yang harus segera dilakukan. Sejak awal munculnya, peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS disebabkan penularan virus HIV yang dapat ditularkan melalui berbagai macam cara, yakni dengan lewat darah, melalui transfusi darah dan penggunaan jarum suntik di kalangan pengguna narkotika; lewat cairan mani dan cairan vagina, melalui hubungan seks penetratif tanpa menggunakan pengaman (kondom); lewat air susu ibu (ASI), melalui pemberian ASI oleh ibu yang mengidap HIV positif dan melahirkan lewat vagina. Di Kota Semarang sendiri, peningkatan kumulatif kasus HIV berdasarkan kelompok risiko didominasi oleh pelangan pekerja seks (41%), selanjutnya pasangan dengan risiko tinggi (19%), wanita pekerja seks (13%), pengguna napza suntik (4%), waria (2%), warga binaan pemasyarakatan (1%), lelaki seks lelaki (1%). Sedangkan peningkatan kumulatif kasus AIDS berdasarkan faktor risiko penularan didominasi oleh heteroseksual (81%), kemudian pengguna napza suntik (8%), biseksual (3%), homoseksual (2%), dan perinatal (2%). (Sumber: Komisi Penanggulangan Aids Kota Semarang tahun 2007-Desember 2012)

digilib.uns.ac.id 6 Data perkembangan jumlah kumulatif kasus HIV berdasarkan kelompok risiko menunjukkan bahwa penyebaran virus HIV didominasi oleh kelompok pelanggan pekerja seks dan pada data perkembangan jumlah kumulatif kasus AIDS berdasarkan faktor penularan didominasi oleh kelompok heteroseksual. Jika berdasarkan data di tersebut, peneliti meliihat bahwa proses penyebaran HIV/AIDS di Kota Semarang lebih terkonsentrasi pada Wanita Pekerja Seks (WPS) yang menyebarkan kepada pelanggan mereka. Dalam kelanjutannya, peneliti ingin lebih menyoroti peran stakeholders dalam penanggulangan HIV/AIDS pada penularan melalui hubungan heteroseksual, dengan berfokus pada WPS yang berada di Semarang. Dalam pengertiannya, WPS merupakan wanita yang secara terbuka maupun tidak terbuka menjajakan seks, baik di jalanan maupun di lokalisasi atau eks lokalisasi serta yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks komersial seperti tempat-tempat hiburan; pramupijat/pramuria bar/karaoke (Lokollo 2009:20) Dari data dan fakta peningkatan kasus HIV/AIDS di atas menunjukkan bahwa masalah penanggulangan penyakit Aids merupakan masalah yang sangat krusial, yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia saja melainkan di seluruh dunia. Masuknya penanggulangan terhadap penyakit Aids dalam target Millenium Development Goals (MDGs) yang diserukan oleh United Nation Development Program (UNDP) semakin menekankan bahwa penanggulangan dan pemberantasan penyakit Aids harus semakin gencar. Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju

digilib.uns.ac.id 7 penyebaran serta membalikkan kecenderungannya pada 2015 (Stalker 2008:23) Peningkatan jumlah kasus penderita HIV/AIDS di Kota Semarang disinyalir karena masih awamnya pengetahuan masyarakat akan HIV/AIDS. Hal ini bisa saja disebabkan karena Pemerintah Kota Semarang, dalam hal ini Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Semarang, kurang gencar dalam menyosialisasikan serta mengampanyekan bahayanya Aids. Namun demikian, KPA Kota Semarang sebagai lembaga publik yang menangani permasalahan HIV/AIDS juga tidak mungkin dapat bekerja sendirian. Kewalahan yang dialami oleh KPA bersumber dari tingginya angka penderita HIV/AIDS di Semarang. Pada kenyataannya, pihak pemangku kepentingan dalam penanggulangan penderita HIV/AIDS di Semarang tidak hanya dilakukan oleh KPA Kota Semarang saja. KPA Kota Semarang sebagai lembaga independen turut bekerja sama dengan berbagai elemen dan stakeholders lain. Stakeholders lain yang menjadi mitra kerja KPA bisa saja lembaga publik juga, lembaga swasta ataupun lembaga-lembaga non-profit. Dalam Keputusan Walikota Semarang Nomor 443.22/97 tahun 2010 tentang Pembentukan Sekretariat Pelaksana dan Kelompok Kerja/Pokja Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Semarang, kerjasama yang dilakukan KPA sangat luas, dalam artian KPA melakukan kerjasama dengan berbagai elemen SKPD dan stakeholders lainnya dalam melakukan tugasnya. Kerjasama atau kolaborasi yang sangat luas ini dikarenakan banyaknya

digilib.uns.ac.id 8 kelompok kunci ODHA yang terdiri atas penggunan narkotika jarum suntik (penasun), wanita pekerja seks, ibu rumah tangga, narapidana di lembaga permasyarakatan, dan lain sebagainya. Dalam penanggulangan HIV/AIDS terdapat tiga pilar utama atau tiga stakeholders utama dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Semarang, yaitu KPA, Dinas Kesehatan dan LSM Peduli Aids Kota Semarang. Dikatakan tiga pilar utama karena tiga stakeholders inilah yang fokus dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Semarang, termasuk dalam penanggulangan HIV/AIDS bagi Wanita Pekerja Seks (WPS). Dalam penelitian ini, fokus utama penanggulangan HIV/AIDS ditujukan kepada Wanita Pekerja Seks (WPS) dan melihat kerjasama yang luas antara KPA dengan berbagai stakeholders yang terdapat pada SKPD Kota Semarang, maka peneliti memfokuskan pada tiga pilar tersebut. Pemilihan tiga pilar ini berdasasrkan Keputusan Walikota Semarang Nomor 443.22/97 yang berisi tentang kelompok kerja (pokja) dalam penanggulangan HIV/AIDS bagi WPS. Pada keputusan tersebut dijelaskan bahwa KPA merupakan tumpuan atau koordinator dalam penanggulangan HIV/AIDS. Dinas Kesehatan berfokus pada pemberian pelayanan kesehatan. LSM Griya Asa mewakili LSM yang ada di Kota Semarang karena memang fokus penanggulannya adalah pada WPS dan sesuai dengan kelompok kerja (pokja) Surveilans dan Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS) dengan fokus pendampingan pada WPS).

digilib.uns.ac.id 9 Kolaborasi yang terjalin antara KPA, LSM peduli Aids dan Dinas Kesehatan merupakan sebuah hal yang sangat penting yang menjadi titik tumpuan dalam penanggulangan HIV di Kota Semarang. KPA sebagai koordinator membutuhkan laporan dan data-data yang ada di lapangan yang berasal dari LSM, yang memang berhubungan langsung dengan WPS. Tindak lanjut dari kegiatan yang dilakukan oleh LSM nantinya akan dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat umumnya dan WPS khususnya sehingga keberadaan HIV/AIDS di Kota Semarang dapat segera ditanggulangi. Dalam penyelenggaraan kegiatannya, setiap stakeholders memiliki peran yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Peran yang dilakukan saling mengait antara penggunaan dari hak dan kewajiban. Sebagaimana Susanto (1985:75) menyatakan bahwa role atau peranan merupakan dinamika dari status atau penggunaan dari hak dan kewajiban atau juga bisa disebut status obyektif. Peranan atau status kait mengkait, yaitu karena status merupakan kedudukan yang memberikan kewajiban sedangkan kedua unsur ini tidak akan ada artinya jika tidak dipergunakan. Selain itu, Soerjono Soekamto (1990:268) juga menekankan bahwa peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila ia menjalankan hak dan kewajibannya, maka ia menjalankan peranan. Dari definisi peranan di atas, KPA yang memiliki kedudukan sebagai lembaga publik memiliki tugas mengontrol dan melakukan koordinasi kepada stakeholders lain yang menjadi mitranya dalam melakukan penanggulangan

digilib.uns.ac.id 10 HIV/AIDS. Dalam menjalankan tugasnya, KPA berdasar dan berpegang pada Keputusan Walikota Semarang Nomor 443.22/97 Tentang Pembentukan Sekretariat Pelaksana Dan Kelompok Kerja/Pokja Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Semarang. Pemangku kepentingan berikutnya dalam penanggulangan HIV/AIDS bagi wanita pekerja seks di Kota Semarang ialah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Aids. Di lingkungan Kota Semarang terdapat berbagai LSM yang secara khusus menangani ODHA. Bagi WPS, maka LSM yang menangani penanggulangan HIV/AIDS secara khusus ialah LSM Griya Asa. LSM ini berada di tengah-tengah Resosialisasi Sunan Kuning, sehingga penjangkauan terhadap wanita pekerja seks dapat dilakukan secara langsung. Pihak pemangku kepentingan yang terakhir ialah Dinas Kesehatan Kota Semarang. Dinas Kesehatan memiliki peranan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terkena HIV/AIDS melalui rumah sakit yang ada di Kota Semarang. Pelayanan tersebut dapat berupa VCT (Voluntary Counseling and Testing) atau layanan konseling dan testing sukarela, dimana mencakup konseling pre-tes, tes HIV dan konseling posttes. Setiap stakeholders menjalankan peranannya masing-masing., namun tidak berarti mereka menjalankan peranannya hanya sendirian saja. Dibutuhkan kolaborasi yang baik dari setiap stakeholders untuk menanggulangi kasus penderita HIV/AIDS yang semakin tinggi di Kota Semarang. KPA Kota Semarang bertugas mengkoordinasi, dan memimpin

digilib.uns.ac.id 11 pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS di Kota Semarang sesuai dengan Keputusan Walikota Semarang Nomor 443.22/97. Penjelasan di atas merupakan penjelasan mengenai keadaan dan peningkatan kasus HIV/AIDS, serta stakeholders yang terkait dalam penanganannya. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti akan menganalisis peran yang dilakukan dari setiap stakeholders dan kolaborasi yang terjadi di dalamnya. Stakeholders yang akan dianalisis oleh peneliti tiga pilar utama dalam penanggulangan HIV/AIDS bagi WPS, yaitu KPA, LSM Griya Asa dan Dinas Kesehatan. B. Rumusan Masalah Pada penelitian ini, peneliti merumuskan beberapa masalah untuk dijawab, yaitu: 1. Bagaimana peran dari masing-masing stakeholders yang terlibat dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Semarang? 2. Bagaimanakah kolaborasi yang terjalin di antara masing-masing stakeholders dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Semarang 3. Adakah hambatan dalam melakukan kolaborasi di antara masingmasing stakeholders dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Semarang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Operasional

digilib.uns.ac.id 12 a. Untuk mengetahui bagaimana peran yang dilakukan stakeholders terkait, dalam penanggulangan kasus HIV/AIDS di Kota Semarang. b. Untuk mengetahui bagaimana kolaborasi yang terjadi antar stakeholders. c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi stakeholders dalam melaksanakan kolaborasi. 2. Tujuan Fungsional Memberikan masukan yang bermanfaat bagi Dinas atau Instasi terkait khususnya Komisi Penanggulangan Aids Kota Semarang dalam penanggulangan tingginya kasus HIV/AIDS yang terjadi di Kota Semarang dengan melakukan kolaborasi, dengan stakeholders lain yang terkait di dalamnya 3. Tujuan Individual Sebagai persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Memberikan masukan dalam upaya perbaikan kinerja dan kolaborasi pada setiap stakeholders. 2. Memberikan pengenalan dan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit Aids serta kegiatan dari stakeholders yang

digilib.uns.ac.id 13 terlibat dalam penanggulangan tingginya angka penderita Aids di Kota Semarang. 3. Dapat digunakan sebagai referensi dalam menganalisis peran stakeholders pada bidang lainnya, serta dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.