KAJIAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF TERNAK KERBAU MOA DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB)

dokumen-dokumen yang mirip
KONDISI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN USAHA KERBAU DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

Jumal Peternakan Vol 7 No 2 September 2010 (70-81) ISSN

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

S. Andy Cahyono dan Purwanto

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI INDONESIA

KONSEP PEMERATAAN AKSES LAYANAN PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK WILAYAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG INTEGRASI TERNAK-TANAMAN DI KABUPATEN PINRANG, SULAWESI SELATAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

POTENSI HASIL BEBERAPA JAGUNG LOKAL KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DENGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

BAB IV GAMBARAN UMUM

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

BAB V SUMBER DAYA ALAM

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

Transkripsi:

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 KAJIAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF TERNAK KERBAU MOA DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB) PROCULA R. MATITAPUTTY Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Jl Chr. Soplanit Rumah Tiga Ambon ABSTRAK Provinsi Maluku memiliki komoditas ternak unggul yang dapat dikategorikan sebagai palsma nutfah, salah satu di antaranya adalah ternak kerbau yang terdapat di pulau Moa Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Ternak kerbau sebagai salah satu kekayaan sumberdaya genetik di Indonesia belum banyak diketahui. Pola pembangunan peternakan di Provinsi Maluku mengacu pada konsep tata ruang wilayah dengan tetap memperhatikan potensi-potensi spesifik pada masing-masing gugus pulau yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan populasi, produk dan nilai tambah produk dan sasaran utamanya adalah peningkatan komoditas ternak unggul yang berbasis pada sumberdaya lokal. dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan per tahun sebesar 9,08%. Di lain pihak tingkat produksi daging kerbau sanagat kecil hanya 3,37% per tahun. Jumlah populasi kerbau di Kabupaten MTB seluruhnya 21.511 ST. Produksi Bahan Kering tanaman pangan yang tertinggi di Kabupaten MTB adalah tanaman jagung 49.115 ton, berdasarkan dayadukung (BK) tanaman tanaman pangan sebesar 27.553 ST. Jagung memberikan sebesar 21530 ST atau sekitar 78%. Kata kunci : Kerbau, limbah tanaman pangan, daya dukung PENDAHULUAN Tingginya permintaan akan daging terutama asal ternak ruminansia besar tidak dapat dipenuhi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh produktivitas ternak rendah, ketersediaan pakan hijauan yang tidak berkualitas dan kontinyu karena sangat dipengaruhi oleh musim. Disamping itu disebabkan oleh pengembangan ternak hanya mengandalkan sistem pemeliharaan berskala rumah tangga dan dipelihara secara tradisional. SURYANA (2000), mengatakan bahwa ketidakmampuan produksi peternakan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa keterbatasan antara lain: (a) penguasaan teknologi, baik di bidang produksi maupun penanganan pasca panen, (b) kemampuan permodalan peternakan, (c) kualitas sumberdaya manusia, dan (d) ketersediaan pakan. Dengan bergulirnya otonomi daerah yang merupakan perkembangan kebijaksanaan pemerintah, setiap daerah harus berusaha untuk merancang wilayah pembangunan peternakan dengan memperhitungkan kecukupan pangan, khususnya kecukupan pangan hewani asal ternak, berupa daging. Kerbau merupakan salah satu ternak yang dapat diandalkan dalam menghasilkan daging dan tenaga kerja bahkan susu, serta memiliki daya adaptasi yang baik terhadap musim kering. Secara umum pemeliharaan kerbau di Indonesia belum ditujukan untuk ternak potong, karena fungsi utamanya untuk mengolah lahan pertanian, sebagai sumber pupuk dan tabungan. Kabupaten MTB terletak antara 6 0-8 0 Lintang Selatan dan 126 0-132 0 Bujur Timur. Kabupaten ini dibatasi sebelah Selatan dengan Laut Timor dan Samudera Pasifik; sebelah Utara dengan Laut Banda; sebelah Timur dengan Laut Arafura dan sebelah Barat dengan Laut Flores. Luas wilayah Kabupaten MTB sebesar ± 14.584 km 2 tetapi luas lautannya ± 7,6 kali luas daratan. Kerbau Moa yang ada merupakan salah satu plasma nutfah Provinsi Maluku, karena ternak ini hanya hidup di Kabupaten MTB dan hanya ada di gugusan kepulauan Lemola yang luasnya 1.506 km 2. Sebagai daerah beriklim panas, Kabupaten MTB memiliki suhu udara maksimum berkisar antara 28,5 33,1 0 C dan minimum berkisar antara 22,0 24,3 0 C. Kelembaban udara tergolong tinggi di atas 80,8%. Rata-rata hari hujan mencapai mencapai 12,8 hari hujan per 133

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 bulan dan curah hujan rata-rata selama satu tahun 1.578,5 mm (BIRO PUSAT STATISTIK KABUPATEN MTB, 2007). Pola pembangunan peternakan di Provinsi Maluku mengacu pada konsep tata ruang wilayah dengan tetap memperhatikan potensipotensi spesifik pada masing-masing gugus pulau. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan populasi, produk dan nilai tambah produk dan sasaran utamanya adalah peningkatan komoditas ternak unggul yang berbasis pada sumberdaya lokal. Ternak kerbau yang ada di MTB, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan kering dan keberadaan pakan yang terbatas. Pengembangan ternak kerbau di Kabupaten MTB sebagai salah satu ternak potong, masih banyak mengalami hambatan karena pemeliharaannya masih dilakukan secara tradisional dan dikelola secara sambilan sehingga produktivitasnya rendah dan tingkat mortalitas yang tinggi. Kabupaten MTB merupakan pusat bagi pengembangan ternak kerbau di Provinsi Maluku, karena sumberdaya ternak kerbau yang ada sudah sejak lama dan berkembangbiak secara alami dengan lingkungan dan kondisi alam yang kering. Peluang pengembangan ternak kerbau masih cukup besar, karena masih banyak potensi yang belum digali. Pengembangan ternak ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat peternak melalui peningkatan produksi, populasi, dan produktivitas. walaupun demikian kerbau sudah dapat menyumbangkan sebahagian besar hasil produksi berupa daging, bagi kepentingan masyarakat di Kabupaten MTB. METODOLOGI Kajian ini dilakukan dengan metode survei melalui pengamatan dan pengumpulan data di lapangan dan data sekunder dari instasi terkait. Untuk melihat keunggulan komparatif ternak (LQ) digunakan rumus menurut HENDAYANA (2003): LQ = pi pt Pi Pt pi = Populasi ternak i pada tingkat kabupaten atau kota pt = Populasi total kelompok ternak pada tingkat kabupaten Pi = Populasi ternak i pada tingkat provinsi Pt = Populasi total kelompok ternak pada tingkat provinsi Kriteria yang digunakan adalah: LQ>1 artinya ternak i di suatu wilayah telah memiliki keunggulan komparatif (populasinya melebihi kebutuhan di daerahnya sehingga bisa dijual atau diekspor ke luar wilayah). LQ=1 artinya ternak i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan komparatif (populasi hanya cukup untuk konsumsi sendiri). LQ<1 artinya ternak i pada suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah. Sementara untuk kepadatan ekonomi ternak, Daya dukung limbah, dan IDDP serta kapasitas peningkatan populasi (KPPTR) menggunakan rumus sebagai berikut: Kepadatan ekonomi ternak (DIRJEN PETERNAKAN dan BALITNAK, 1995) diukur dari jumlah populasi (ST) dalam 1000 penduduk/jiwa. Kriteria yang digunakan adalah untuk ruminansia dalam satuan ternak yaituj sangat padat (>300), padat (>100-300), sedang (>50-100) dan jarang (<50). Daya dukung limbah tanaman pangan(ddltp) (DIRJEN PETERNAKAN DAN FAKULTAS PETERNAKAN UGM, 1982) menggunakan rumus: DDLTP Berdasarkan BK = Produksi BK (ton/tahun) Kebutuhan BK 1 ST (ton/tahun) 134

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Indeks Daya Dukung Pakan (IDDP) adalah nisbah antara jumlah pakan limbah tanaman pangan yang tersedia (ST) dengan jumlah populasi ternak ruminansia (ST) yang ada di suatu wilayah. KPPTR; kapasitas peningkatan populasi ternak di suatu kecamatan/ kabupaten/provinsi. KPPTR (ST) masingmasing KPPTR (%) = KPPTR (ST) Kabupaten HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya Ternak Kerbau di Kabupaten MTB Usaha pemeliharaan ternak di Kabupaten MTB umumnya dilakukan dalam skala rumah tangga, meliputi pemeliharaan ternak ruminansia besar, ruminansia kecil dan unggas. Gambar 1 memperlihatkan perkembangan populasi ternak dari tahun 2002 2006. Populasi ternak kerbau menunjukkan peningkatan signifikan, dengan laju pertumbuhan 9,08% per tahun. Kabupaten MTB merupakan gudang peternakan khususnya ternak kerbau di Maluku. Moalakor, Pp Terselatan, Letti, dan Wetar memiliki populasi kerbau yang cukup banyak. Sebagian besar usaha peternakan kerbau ditujukan untuk memenuhi permintaan produksi daging selain sumbangan dari ternak lain seperti sapi, kambing dan domba serta unggas lokal. 90,000.00 80,000.00 70,000.00 60,000.00 50,000.00 40,000.00 30,000.00 20,000.00 10,000.00-2002 2003 2004 2005 2006 Sapi 5,356.00 6059.00 6,362.00 6,394.00 7,040.00 Kerbau 16,345.00 19739.00 20,726.00 20,830.00 22,920.00 Kambing 59,845.00 71940.00 75,537.00 76,292.00 83,948.00 Domba 8,818.00 13082.00 13,736.00 13,873.00 15,261.00 Kuda 6,952.00 7905.00 8,300.00 8,342.00 9,184.00 Babi 41,221.00 67723.00 71,109.00 74,664.00 82,138.00 Gambar 1. Grafik perkembangan populasi ternak di Kabupaten MTB Di tahun 2006, produksi daging kerbau di MTB sebesar 35.756 kg dengan tingkat pemotongan sebanyak 178 ekor (BIRO PUSAT STATISTIK KABUPATEN MTB. 2007). Tingkat konsumsi daging kerbau di Kabupaten MTB berdasarkan pola pangan harapan harus sebesar 5,07 g/kapita/hari, namun apa yang diperoleh secara riil, bahwa tingkat konsumsi daging kerbau baru mencapai 0,22 kg/kapita/tahun atau sekitar 0,6 g/kapita/hari, dengan demikian masih ada kekurangan sebanyak 4,46 g/kapita/hari. Berdasarkan neraca bahan makanan dan pola pangan harapan Provinsi Maluku tahun 2006 kebutuhan pangan hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat Maluku sebesar 150 135

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 g/kapita/hari (tidak termasuk ikan) (DINAS PERTANIAN PROVPINSI MALUKU, 2006). Berdasarkan proporsi tingkat konsumsi daging di Kabupaten MTB pada tahun 2006 menunjukkan bahwa sumbangan dari ternak babi sebesar 45% diikuti oleh ternak kambing 22,7%, sapi 17,24% sedangkan kerbau hanya sekitar 3,37%. Ini berarti bahwa sumbangan daging dari ternak kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi, kambing maupun babi. 11.554 0.046 17.236 3.377 45.013 22.774 Sapi kerbau kambing babi ayam buras itik Gambar 2. Proporsi tingkat konsumsi daging di Kabupaten.MTB Populasi dan Keunggulan Komparatif ternak kerbau B Pengembangan kawasan agribisnis peternakan yang berorientasi pasar harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan permintaan dan tuntutan pasar serta mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik dan potensi sumberdaya lokal masing-masing daerah. Berdasarkan hasil perhitungan ST jumlah populasi ternak ruminansia di Kabupaten MTB seluruhnya 40.215 T, dengan penyebaran untuk sapi potong 5.392 ST, kerbau 21.511 ST, kambing 11.376 ST dan domba 1.936 ST. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ternak ruminansia yang ada adalah kerbau sebesar 53,5%, dari total populasi ternak ruminansia, sementara kambing dan sapi sebesar 28,3% dan 13,4%, selebihnya adalah ternak domba. Pada Tabel 2 menunjukkan jumlah populasi ternak ruminansia (ST) per kecamatan di Kabupaten MTB. Terlihat bahwa kecamatan Moalakor memiliki jumlah populasi ternak cukup tinggi yakni 26.056 ST dengan persentase 64,8%, diikuti kecamatan Pp Terselatan 4.460 ST, Letti 3.772 ST. Untuk jenis ternak kerbau sebagian besar berada di Moalakor (87,73%), Leti (10,78%), Pp Terselatan (0,60%) dan Wetar (0,66%). Untuk mengetahui perbandingan relatif antara kemampuan produksi peternakan di suatu kabupaten dan kemampuan sektor produksi yang sama pada tingkat provinsi digunakan analisis Location Quotien (LQ). Dengan demikian dapat diketahui apakah daerah tersebut seimbang atau belum dalam kegiatan produksi peternakan. Berdasarkan hasil perhitungan nilai LQ untuk masingmasing jenis ternak di tiap kabupaten dapat dilihat pada Tabel 2. 136

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Tabel 1. Populasi ternak ruminansia di Kabupaten MTB dalam Satuan Ternak (ST) tahun 2006 Populasi ternak ruminansia (ST) Jumlah Sapi Kerbau Kambing Domba Pp. Terselatan 376 130 3.118 836 4.460 Wetar 7 141 170-318 Damer - - 57-57 Leti 767 2.319 686-3.772 Moalakor 989 18.871 5.096 1.100 26.056 Pp. Babar 855-671 - 1.526 Mdona Hiera 100-408 - 508 Babar Timur 1.069-929 - 19.98 Tanimbar Selatan 956 3 22-981 Wertamrian 104 11 35-150 Wermaktian 20 33 10-63 Selaru 21-26 - 47 Tanimbar Utara 126-54 - 180 Yaru - - 18-18 Wuarlabobar - - 6-6 Nirunmas - 3 30-33 Kormomolin - - 39-39 Jumlah 5.392 21.511 11.376 1.936 40.215 Tabel 2. Hasil perhitungan komoditas unggulan dengan metode Location Quotient (LQ) Kabupaten/kota Populasi Sapi Kerbau Kambing Domba Ambon 1,54 0.09 0,63 - Maluku Tengah 1,97-0,76 - Maluku Tenggara 0,18-1,03 - Maluku Tenggara Barat 0,18 1,80 1,02 1,93 Buru 2,18 0,36 1,37 - Seram Bagian Barat 2,85 0,02 0,41 - Seram Bagian Timur 1,59-1,79 - Berdasarkan nilai LQ maka Kabupaten MTB memiliki potensi sebagai wilayah pengembangan ternak kerbau, domba dan ternak kambing, terlihat bahwa nilai LQ kerbau, domba dan kambing cukup tinggi dibandingkan dengan ternak lain yang ada, namun penyebaran domba hanya terbatas pada dua kecamatan yakni Pp. Terselatan dan Moalakor, dan tidak pada semua kecamatan. Hal ini menunjukkan bahwa di kabupaten MTB berdasarkan kondisi wilayah cocok untuk ternak kerbau dan kambing. 137

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 Kepadatan Ternak Ruminansia dan Kepadatan Ternak Kerbau Salah satu penilaian kepadatan ternak dapat dilihat bedasarkan kepadatan ekonomi (DITJEN PETERNAKAN dan BALITNAK, 1995). Kepadatan ekonomi ternak diukur dari jumlah populasi ternak (ST) dalam 1000 jiwa penduduk, dengan kriteria (> 300 500) sangat padat, (> 100 300) padat, (> 50 100) sedang, (> 25 50) jarang dan (< 25) sangat jarang. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Moalakor dan Letti termasuk dalam kategori sangat padat karena jumlah populasi ruminansia, sudah di atas > 500 yakni 2801,4 dan 502,7. Hal ini karena Moalakor dan Letti memiliki semua jenis ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, domba yang dipelihara oleh masyarakat, dibandingkan kecamatan yang lain. Sementara Pp Terselatan, Pp Babar dan Babar Timur berada dalam kategori padat. Sedangkan kecamatan yang lain masih dalam kategori sangat jarang ternaknya dan berpeluang besar untuk pengembangan ternak ruminansia kedepan. Pada Tabel 3 terlihat bahwa ternak kerbau hanya ada di tujuh kecamatan di Kabupaten MTB. Kerbau termasuk salah satu ternak yang sangat dominan di Moalakor dengan kepadatan ekonomi sekitar 2.028,92 ST dan menjadi lokasi sentra ternak kerbau di Provinsi Maluku. Oleh karena itu maka ternak kerbau diangkat menjadi salah satu ternak lokal unggul Provinsi Maluku. Ditinjau dari kepadatan ekonomi menunjukkan bahwa kecamatan Moalakor memiliki kategori yang sangat padat (> 300-500) untuk pengembangan ternak kerbau, dan sudah tidak mungkin untuk ditambahkan. Sementara kecamatan yang lain sangat berpeluang sekali, untuk pengembangan ternak ruminansia yang lain. Melihat populasi ternak kerbau yang begitu besar di Moalakor maka sangat tidak mungkin untuk menjadikan ternak ini sebagai sumber daging yang baik bagi masyarakat MTB, bahkan dapat di ekspor ke berbagai daerah yang membutuhkan kerbau sebagai hewan korban untuk upacara adat seperti ke Tana Toraja. Potensi Lahan sebagai Sumber Pakan Ternak Kerbau Lahan berpengaruh terhadap perkembangan ternak ruminansia, namun pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan menyebabkan semakin berkurangnya lahan untuk ternak. Penyediaan hijauan pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya daya dukung wilayah terhadap ternak-ternak yang ada di wilayah tersebut. Sumber pakan ternak tergantung pada usahatani di suatu daerah, di daerah yang mempunyai usahatani jagung, padi, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar menyediakan sumber pakan berasal dari hasil ikutan pertanian. Sebaliknya di daerah yang mempunyai sistem usahatani di lahan kering atau tegalan bersumber pakan dari rumput alam. Padang penggembalaan yang ada di Kabupaten MTB yang merupakan sumber pakan kerbau, dapat dilihat pada Tabel 4. Ketersediaan lahan penggembalaan milik umum (2.338 ha) maupun milik perorangan (365,5 ha) semuanya sangat berperan sebagai sumber pakan bagi ternak yang ada di Kabupaten MTB. Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Daya dukung limbah tanaman pangan merupakan kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan atau menyediakan pakan berupa limbah (jerami) yang dapat menampung kebutuhan sejumlah populasi ternak kerbau tanpa melalui pengolahan. Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Kabupaten MTB dihitung berdasarkan Bahan Kering (BK). Dalam menghitung daya dukung limbah tanaman pangan digunakan beberapa asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Asumsi yang digunakan yaitu bahwa satu satuan ternak (1 ST) untuk ternak ruminansia membutuhkan bahan kering (BK) sebesar 6,25 kg/hari (NRC, 1984). 138

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Luas area panen tanaman pangan yang usahakan masyarakat di kabupaten MTB adalah padi ladang (1572 ha), jagung (9823 ha), ubi jalar (511 ha), kacang tanah (1408 ha) dan kacang hijau ( 985,3 ha). Berdasarkan perhitungan BK dengan menggunakan rumus di atas maka produksi bahan kering limbah dari tiap-tiap tanaman pangan yang diusahakan adalah tanaman jagung menghasilkan BK (49.115 ton) yang cukup tinggi dan hampir di setiap kecamatan mengusahakan tanaman jagung sebagai usaha pokok dan merupakan makanan pokok masyarakat MTB. Sementara. BK yang dihasilkan Kacang tanah, padi ladang dan kacang hijau masing-masing sebagai berikut 4.914, 3.930, dan 3.399 ton, semuanya ini merupakan bahan pakan alternatif bagi ternak ruminansia lebih khususnya ternak kerbau. Berdasarkan hasil total produksi (ton BK) limbah tanaman pangan di Kabupaten MTB yaitu 62.855 ton merupakan sumber pakan alternatif yang dapat di berikan pada ternak selain rumput alam yang tersedia setiap saat. Pp. Terselatan merupakan salah Tabel 3. Kepadatan ekonomi ternak ruminansia dan kepadatan ekonomi ternak kerbau di Kabupaten MTB Jumlah penduduk Kepadatan ekonomi ternak ruminansia ST/1000 jiwa Jenis kepadatan ternak Kepadatan ekonomi ternak kerbau ST/1000 Jiwa Pp. Terselatan 16.003 278,7 8,12 Wetar 7.059 45,0 19,97 Damer 5.291 10,8 - Leti 7.503 502,7 309,08 Moalakor 9.301 2.801,4 2.028,92 Pp. Babar 8.479 180,0 - Mdona Hiera 5.264 96,5 - Babar Timur 9.919 201,4 - Tanimbar Selatan 21.375 45,9 0,14 Wertamrian 9.322 16,1 1,18 Wermaktian 10.003 6,3 3,30 Selaru 11.871 4,0 - Tanimbar Utara 13.629 13,2 - Yaru 4.866 3,7 - Wuarlabobar 8.018 0,7 - Nirunmas 7.687 4,3 0,39 Kormomolin 5752 6,8 - Jumlah 161.342 249,3 133,33 139

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 Tabel 4. Ketersediaan lahan penggembalaan di Kabupaten MTB No Lahan (ha) Milik umum Milik perorangan 1 Pp. Terselatan* ) - - 2 Wetar 463-3 Damer - 18 4 Letti 65 17 5 Moa Lakor 120 60 6 Pp. Babar 357-7 Mdona Hiera 92-8 Babar Timur 18 46,5 9 Tanimbar Selatan 191 79,5 10 Wertamrian 750-11 Wermaktian 7-12 Selaru 12-13 Tanimbar Utara - 133 14 Yaru 23-15 Wuarlabobar 29-16 Nirunmas 41-17 Kormomolin 70 11,5 Jumlah 2.338 365,5 Sumber : DINAS PETERNAKAN KABUPATEN MTB, 2007; *) belum tercatat satu kecamatan yang memiliki produksi bahan kering limbah tanaman pangan yang tinggi yakni sebesar 14.009 ton (22,3%), diiukuti Letti 5.652 ton (9,0%), Moalakor 5.547 ton (8,8%), Wetar 5.626 ton (8,9%) dan Babar timur 5.512 ton (8,7%). Tingginya produksi limbah tanaman pangan pada Pp Terselatan dipengaruhi oleh luas areal panen tanaman pangan yang tinggi, khususnya jagung dan padi ladang sehingga menghasilkan jerami jagung dan padi yang lebih banyak (22%), dan akhirnya berpengaruh kepada tingginya total produksi BK limbah tanaman pangan di kecamatan tersebut. Pada Tabel 5 dapat diperlihatkan daya dukung limbah tanaman pangan dalam Satuan Ternak (ST). Hasil perhitungan daya dukung bahan kering (ST) limbah tanaman pangan menunjukkan bahwa jerami jagung merupakan limbah tanaman pangan yang memiliki daya dukung yang tinggi 21530 ST (78%) dibandingkan limbah tanaman pangan lainnya. Secara keseluruhan total daya dukung bahan kering dari limbah tanaman pangan yang ada di Kabupaten MTB dapat menampung sebanyak 27553 ST dan dengan jumlah populasi ternak kerbau sebanyak 21.511 ST. Akan tetapi bila dibandingkan dengan jumlah populasi ternak ruminansia yang berjumlah 40215 ST maka ketersediaan limbah tanaman pangan bisa menyumbang sebesar 50% ketersediaan pakan selain dari hijauan rumput alam. Untuk mengetahui rasio antara daya dukung limbah tanaman pangan dengan jumlah populasi ternak kerbau dan ruminansia secara umum di masing-masing di Kabupaten MTB dilakukan perhitungan indeks daya dukung pakan limbah tanaman pangan, Indeks daya dukung pakan (IDD) adalah nisbah antara jumlah pakan limbah tanaman pangan yang tersedia (ST) dengan jumlah populasi ternak ruminansia dalam ST, yang ada di suatu wilayah, dengan kategori indeks daya dukung tinggi, sedang dan rendah. 140

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Tabel 5. Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan di Kabupaten MTB (ST) Limbah tanaman pangan Padi ladang Jagung Ubi jalar Kacang tanah Kacang hijau Jumlah % Pp. Terselatan 102 5.835 37 98 69 6.141 22,3 Wetar 163 2.157 39 41 67 2.466 9,0 Damer 91 3.53 22 28 18 511 1,9 Letti 11 2.179 32 179 77 2.478 9,0 Moa Lakor 9 2.293 37 40 53 2.432 8,8 Pp. Babar 22 2.185 44 23 92 2.365 8,6 Mdona Hiera 16 524 28 15 27 610 2,2 Babar Timur 34 2.282 44 21 36 2.416 8,8 Tanimbar Selatan 128 493 44 262 92 1.018 3,7 Wertamrian 129 620 44 170 206 1.169 4,2 Wermaktian 156 824 37 127 81 1.225 4,4 Selaru 136 533 31 366 111 1.176 4,3 Tanimbar Utara 126 272 44 427 1.45 1.013 3,7 Yaru 119 182 35 34 192 562 2,0 Wuarlabobar 219 186 36 37 43 521 1,9 Nirunmas 133 327 53 109 87 708 2,6 Kormomolin 128 287 51 179 96 742 2,7 Jumlah 1.723 21.530 656 2.154 1.490 2.7553 Pada Tabel 6. dapat dilihat, bahwa ada dua kecamatan yang memiliki kategori IDD rendah adalah Letti dan Moalakor masing-masing 0,66 dan 0,09. Ini berarti bahwa ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan sudah sangat sedikit tidak mencukupi kebutuhan populasi ternak ruminansia di wilayah tersebut. Namun secara keseluruhan Kabupaten MTB masih tergolong kategori sedang dengan rata-rata IDD pakan (BK) sekitar 14,13, sehingga ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan masih mampu mencukupi kebutuhan populasi ternak ruminansia. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia dan Ternak Kerbau Nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) di suatu kabupaten dihitung sebagai selisih antara daya dukung pakan limbah tanaman pangan dengan jumlah ternak ruminansia yang ada. Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia merupakan jumlah ternak ruminansia yang dapat ditambahkan di suatu wilayah berdasarkan ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan. Jumlah kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia setiap kecamatan di Kabupaten MTB berdasarkan Bahan Kering (BK) seperti terlihat pada Tabel 7. Berdasarkan daya dukung pakan limbah tanaman pangan (Tabel 5) dihubungkan dengan populasi ternak kerbau, maka Kabupaten MTB sudah tidak memungkinkan untuk penambahan populasi ternak kerbau karena kelebihan ternak kerbau sebanyak (3.875 ST). Kelebihan ternak kerbau ini dapat dijual ke beberapa daerah seperti Ambon, Tana Toraja, Surabaya atau ke Timika, Irian Jaya. Selain itu dapat 141

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 Tabel 6. Indeks daya dukung limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak di Kabupaten MTB IDD pakan limbah tanaman pangan (BK) Indeks Kategori Pp. Terselatan 1,38 2 Wetar 7,76 2 Damer 8,96 2 Leti 0,66 1 Moa Lakor 0,09 1 Pp. Babar 1,55 2 Mdona Hiera 1,20 2 Babar Timur 1,21 2 Tanimbar Selatan 1,04 2 Wertamrian 7,79 2 Wermaktian 19,45 3 Selaru 25,02 3 Tanimbar Utara 5,63 2 Yaru 31,22 3 Wuarlabobar 86,83 3 Nirunmas 21,45 3 Kormomolin 19,02 3 Keterangan: 1 = rendah ; 2 = sedang; 3 = tinggi memenuhi sebagian sumber protein hewani berupa daging bagi masyarakat di Kabupaten MTB. Kalau dilihat per kecamatan maka kecamatan Moalakor menunjukkan nilai Kapasitas peningkatan populasi ternak kerbau negatif atau daya dukung pakan limbah tanaman pangan tidak mencukupi kebutuhan ternak kerbau karena kelebihan ternak, sementara kecamatan lain masih memungkinkan untuk dikembangkan. Moalakor dalam kondisi KPPTR yang negatif, diupayakan sebagai sentra bibit ternak kerbau bagi kecamatan-kecamatan yang mau mengembangkan ternak ini. Sementara untuk pakan yang ada dapat memanfaatkan sumber pakan lain selain limbah tanaman pangan untuk mencukupi kebutuhan ternak di wilayah tersebut, seperti penanaman rumput unggulatau legume pohon. 142

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Tabel 7. Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia dan kambing di Kabupaten MTB berdasarkan bahan kering (BK) (ST) Ruminansia Ternak ruminansia Kerbau Pp. Terselatan 1.681 6.011 Wetar 2.148 2.325 Damer 454 0 Letti -1.294 159 Moa Lakor -23.624-16439 Pp. Babar 839 0 Mdona Hiera 102 0 Babar Timur 418 0 Tanimbar Selatan 37 1.015 Wertamrian 1.019 1.158 Wermaktian 1.162 1.192 Selaru 1.129 0 Tanimbar Utara 833 0 Yaru 544 0 Wuarlabobar 515 0 Nirunmas 675 705 Kormomolin 703 0 Total -12.659-3.875 Keterangan: Ruminansia: Sapi, Kerbau, Kambing, dan Domba; angka (-) = kelebihan ternak KESIMPULAN 1. Jumlah ternak kerbau di Kabupaten MTB dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 9,08% per tahun. Di lain pihak tingkat produksi daging kerbau sangat kecil hanya 3,37% perahun. Fenomena demikian disebabkan ternak kerbau lebih banyak dijual ke luar Kabupaten MTB dari pada dipotong untuk dikonsumsi dagingnya oleh masyarakat MTB. 2. Jumlah populasi kerbau di Kabupaten MTB seluruhnya 21.511 ST. Sebagian wilayah kecamatan seperti Moalakor, Wetar, Pp Terselatan, Letti, Tanimbar, Wermakitan, dan Selaru memiliki potensi pengembangan ternak kerbau. 3. Produksi tanaman pangan yang tertinggi di Kabupaten MTB adalah tanaman jagung 49.115 ton, karena setiap petani selalu menanam jagung sebagai makanan pokok masyarakat MTB. 4. Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak kerbau bahkan ruminansia di Kabupaten MTB, berdasarkan daya dukung (BK) tanaman pangan sebesar 27.553 ST. Limbah tanaman pangan jagung memberikan nilai sebesar 21.530 ST atau sekitar 78%, dibandingkan dengan limbah tanaman pangan lainnya. DAFTAR PUSTAKA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT. 2007. Maluku Tenggara Barat Dalam Angka, 2007. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU 2007. Maluku Dalam Angka, 2007. 143

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU. 2006. Neraca Bahan Makanan dan Pola Pangan Harapan Provinsi Maluku Tahu 2005.Satuan Kerja Dinas Pertanian Provinsi Maluku/Tim Kerja Ketahanan Pangan.Ambon DINAS PETERNAKAN KABUPATEN MTB. 2007. Renstra Peternakan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. DIRJEN PETERNAKAN dan BALITNAK. dan BALAI PENELITIAN TERNAK. 1995. Pedoman Analisis Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak. DIRJEN PETERNAKAN dan FAPET UGM. 1982. Laporan Survei Inventarisasi Limbah Pertanian. Direktorat Jenderal Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. NUTIONAL RESEARCH COUNCIL (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6Th rev.ed. Washington DC: National Academy Press HENDAYANA, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian. Volume 12 : 658 675. SURYANA A. 2000. Harapan dan tantangan bagi subsektor peternakan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 September 2000. Bogor; Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian, hal: 21-28. 144