BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari

salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat.

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatancase control, yaitu suatu penelitian (survei) analitik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh. dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992).

III. METODE PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PASIEN GOUT DI DESA KEDUNGWINONG SUKOLILO PATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah. Untuk lakilaki,

Informed Consent PENJELASAN PENELITIAN UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

Pengetahuan Gizi Tentang Asam Urat

BAB III METODE STUDI KASUS. Metode penelitian deskripti adalah suatu metode penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi analitik, dengan desain case

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observatif dengan menggunakan

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. terjadi penyakit degeneratif yang meliputi atritis gout, Hipertensi, gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Kesehatan Nasional Indonesia (2011) merupakan suatu

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

BAB III METODA PENELITIAN. pendekatan, populasi dan sampel, definisi operasional, variabel dan skala

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

PENCEGAHAN DENGAN KADAR ASAM URAT PADA MASYARAKAT DUSUN DEMANGAN WEDOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, YOGYAKARTA

Adelima C R Simamora Jurusan Keperawatan Poltekkes Medan. Abstrak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Tentang Lansia yang Diberikan Perlakuan

Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein atau penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua.

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

CREATED BY: WINDA DARPIANUR, SKep

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puskesmas ini. meraih berbagai penghargaan ditingkat nasional.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017).

DIET RENDAH PURIN untuk penderita asam urat. Rizqie Auliana, M.Kes

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) OSTEOARTHRITIS

BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Desain penelitian ini digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. UPTD Pelayanan Terpadu Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha di Jalan Sitara

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA ASAM URAT DENGAN KEPATUHAN DIET RENDAH PURIN DI GAWANAN TIMUR KECAMATAN COLOMADU KARANGANYAR

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menggunakan metode observasional korelatif dengan jenis

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak

Promotif, Vol.6 No.2, Juli Desember 2016 Hal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

PRECONCEPTION ADVICE FOR MALE

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler.

PENDAHULUAN. psikologis, dan perubahan kondisi sosial. 2 Kondisi ini membuat kebutuhan asupan gizi lansia perlu diperhatikan untuk mencegah risiko

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

HUBUNGAN PEMAHAMAN TENTANG MAKANAN BERPROTEIN DENGAN POLA LATIHAN PADA PARA BINARAGA DI PUSAT KEBUGARAN HERCULES BANDAR LAMPUNG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. defisiensi besi sebanyak 25 sebagai kasus dan 37 anak dengan Hb normal

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH DI DUSUN PILANGGADUNG KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PENDUDUK USIA TAHUN DI KECAMATAN KALIWATES KABUPATEN JEMBER

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI UPK PUSKESMAS PURNAMA. Eka Apriani, Widyana Lakshmi Puspita

Transkripsi:

32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1-30 November 2014 di Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung yang memiliki wilayah kerja di Kecamatan Bumi Waras Kota Bandar Lampung dengan luas 374,2 Ha. Puskesmas ini memiliki 5 kelurahan binaan yaitu Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Bumi Waras, Kelurahan Bumi Raya, Kelurahan Garuntang dan Kelurahan Kangkung. Secara Topografi, wilayah kerja Puskesmas Sukaraja Bandar Lampung merupakan tanah yang kurang subur. Sebagian wilayah dipergunakan untuk pemukiman penduduk, sebagian lainnya untuk industri, gudang dan daerah pantai. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja pada tahun 2013 adalah sebanyak 63.464 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebesar 13.206 kepala keluarga.

33 2. Karakteristik Responden Dalam penelitian ini, responden merupakan pasien yang datang dengan berbagai keluhan ke Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung. Masyarakat sebelumnya telah dihimbau oleh Kepala Puskesmas agar besedia menjadi responden peneliti. Agar masyarakat tertarik untuk menjadi responden peneliti, masyarakat tidak dipungut biaya dalam pemeriksaan kadar asam urat darah. Masyarakat juga diperbolehkan bertanya dan mendapatkan saran mengenai kadar asam urat dan konsumsi makanan mengandung purin yang baik. Responden dalam penelitian ini berjumlah 176 orang, dimana 88 orang merupakan responden untuk kontrol dan 88 orang lainnya merupakan responden untuk kasus. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan consecutive sampling, dimana peneliti memeriksa pasien yang datang ke Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung dan bersedia menjadi responden untuk diperiksa kadar asam uratnya. Setelah pemeriksaan kadar asam urat, peneliti mengelompokkan respoden menjadi responden untuk sampel kasus dan sampel kontrol. Pemeriksaan tersebut dilakukan hingga kuota responden yang telah ditentukan terpenuhi, yaitu 88 orang untuk masing-masing sampel kasus dan kontrol.

34 a. Jenis Kelamin Dalam penelitian ini, responden berjumlah 176 orang. Dari 176 orang responden tersebut, terdapat 71 orang atau sebanyak 41,3 % laki-laki dan 105 orang atau 59,7% perempuan. Untuk menggambarkan distribusi jenis kelamin responden dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data sebagai berikut. Tabel 4. Distribusi Jenis Kelamin Responden Kelompok Laki-laki Perempuan Persentase Persentase Jumlah (%) Jumlah (%) Kasus 40 45,46 48 54,54 Kontrol 31 35,23 57 64,77 P- value 0,219 Pada responden kasus terdapat 40 orang atau sebanyak 45,46% responden laki-laki dan 48 orang atau sebanyak 54,54% responden perempuan. Pada responden control terdapat 31 orang atau sebanyak 35,23% responden laki-laki dan 57 orang atau sebanyak 64,77% responden perempuan. P-value dari tabel di atas adalah 0,219 sehingga tidak berbeda secara signifikan antara jenis kelamin dengan kelompok kasus dan kontrol karena P-value lebih dari 0,05. b. Usia Dalam penelitian ini, responden berasal dari berbagai macam golongan usia mulai dari usia 23 tahun hingga usia 69 tahun. Untuk

35 melihat distribusi usia responden dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data sebagai berikut. Tabel 5. Distribusi Usia Responden Usia (Tahun) Frekuensi Persentase (%) 30 28 15,9 31-50 90 51,1 51 58 33 Total 176 100 Berdasarkan tabel di atas, peneliti mengelompokkan usia responden menjadi 3 kelompok yaitu kelompok usia kurang dari sama dengan 30 tahun, usia 31 hingga 50 tahun dan usia lebih dari sama dengan 51 tahun. Dari 176 orang responden, terdapat 28 orang atau sebanyak 15,9 % berada pada kelompok usia kurang dari sama dengan 30 tahun, 90 orang atau 51,1% berada pada kelompok usia 31-50 tahun dan 58 orang atau 33% berada pada kelompok usia lebih dari sama dengan 51 tahun. 3. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsumsi makanan yang mengandung purin. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar asam urat darah.

36 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung, didapatkan hasil mengenai konsumsi makanan yang mengandung purin sebagai berikut. Tabel 6. Hasil Konsumsi Makanan yang Mengandung Purin Konsumsi Makanan Persentase Frekuensi yang Mengandung Purin (%) Baik 25 14,2 Tidak Baik 151 85,8 Total 176 100 Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 25 orang responden atau 14,2% memiliki konsumsi makanan yang mengandung purin dengan kategori baik. Sedangkan 151 orang responden atau 85,8% lainnya memiliki konsumsi makanan yang mengandung purin dengan kategori tidak baik. 4. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Untuk mempermudah pembacaan hasil, hasil disajikan dengan tabel tabulasi silang sebagai berikut. Tabel 7. Hasil Tabulasi Silang Konsumsi Makanan Mengandung Purin Dengan Kadar Asam Urat Hiperurisemia Tidak Hiperurisemia Jumlah Konsumsi Makanan Mengandung Purin Tidak Baik 83 68 151 Baik 5 20 25 Jumlah 88 88 176

37 Berdasarkan tabel di atas, pada responden yang memiliki konsumsi makanan mengandung purin yang tidak baik terdapat 151 orang. Dari 151 orang tersebut, 83 orang mengalami hiperurisemia dan 68 orang lainnya tidak mengalami hiperurisemia. Pada responden yang memiliki konsumsi makanan mengandung purin yang baik terdapat 25 orang. Dari 25 orang tersebut, 5 orang mengalami hiperurisemia dan 20 orang tidak mengalami hiperurisemia. Untuk mengatahui nilai odds ratio dari tabel di atas, dapat digunakan perhitungan sebagai berikut. Odds Ratio = ad/bc Odds Ratio = 83x20/68x5 Odds Ratio = 4,882 Pada uji chi square, didapatkan nilai P sebesar 0,001 dengan CI 95% (1,174-13,691). Odds ratio dalam penelitian ini adalah 4,882. Hal tersebut berarti orang yang mengkonsumsi makanan mengandung purin yang tidak baik, memiliki peluang sebesar 4,882 kali memiliki kadar asam urat darah yang tinggi atau hiperurisemia dibandingkan dengan masyarakat yang mengkonsumsi makanan mengandung purin yang baik. B. Pembahasan Hiperurisemia terjadi saat terdapat penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang menurun, atau akibat peningkatan asupan makanan kaya purin. Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh, karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat. Sedangkan pemicunya adalah

38 makanan, dan senyawa lain yang banyak mengandung purin. Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki tingkat kadar asam urat tinggi atau rendah dapat digunakan alat pengukur digital seperti yang dilakukan dalam penelitian ini seperti Easy Touch GCU. Dalam penelitian ini penentuan makanan yang paling banyak dikonsumsi dan yang memiliki kadar purin yang tinggi, didapatkan dari kuisioner semiquantitative food record yang dimodifikasi oleh peneliti agar mencakup makanan yang mengandung purin terbanyak. Kuisioner ini berisi nama-nama makanan seperti hati, jeroan, kerang, daging bebek, ikan sarden, daging sapi, daging ayam, udang, kacang-kacangan, tempe, tahu, bayam, kangkung, daun singkong, melinjo dan kopi. Dalam pelaksanaanya, peneliti menyebutkan nama-nama makanan tersebut beserta ukurannya lalu menanyakan kepada responden mengenai seberapa sering responden mengkonsumsi makanan tersebut selama satu minggu terakhir. Setelah itu, peneliti mendapatkan data mengenai konsumsi purin responden yang merupakan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung. Apabila diurutkan dari makanan yang paling sering dikonsumsi hingga makanan yang paling jarang dikonsumsi oleh responden adalah tempe, tahu, daging ayam, kacang-kacangan, kopi, bayam, kangkung, daun singkong, daging sapi, ikan sarden, udang, melinjo, jeroan, hati, daging bebek dan kerang. Namun, apabila dilihat dari kandungan purinnya, urutan tersebut menjadi berubah. Apabila makanan tersebut diurutkan dari makanan

39 yang memiliki kandungan purin terbanyak dan paling sering dikonsumsi hingga yang memiliki kandungan purin paling sedikit dan paling jarang dikonsumsi oleh responden adalah kopi, tahu, bayam, kangkung, tempe, danging ayam, ikan sarden, daging sapi, melinjo, daun singkong, kacangkacangan, jeroan, udang, hati, daging bebek dan udang. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa 5 besar makanan yang paling banyak dikonsumsi dengan kandungan purin terbanyak adalah kopi, tahu, bayam, kangkung, tempe dan daging ayam. Hasil survei konsumsi makanan yang mengadung purin menunjukkan bahwa dari 176 sampel, terdapat 25 responden atau 14,2% memiliki konsumsi makanan mengandung purin yang baik. Sedangkan 151 responden atau 85,8% lainnya memiliki konsumsi makanan mengandung purin yang tidak baik. Pada hasil penelitian juga didapatkan terdapat 5 orang yang mengalami hiperurisemia namun memiliki konsumsi makanan mengandung purin yang baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakjujuran saat menjawab kuisioner yang diberikan oleh peneliti maupun karena sebab lain yang disebabkan oleh kurangnya uji screening yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu, terdapat 68 orang yang memiliki kadar asam urat normal namun memiliki konsumsi makanan mengandung purin yang tidak baik. Hal ini mungkin sebabkan oleh responden yang menggunakan obat-obat antihiperurisemia ataupun kesalahpahaman saat mengisi kuisioner yang

40 diberikan oleh peneliti. Menurut Fauzi (2014), seseorang yang mengkonsumsi makanan mengandung tinggi purin hingga menyebabkan penyakit asam urat dapat bervariasi pada setiap individu antara satu sampai sepuluh tahun dengan rata-rata satu sampai dua tahun. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,001. Berdasarkan kriteria uji Chi Square dapat dilihat bahwa p-value < α (0,001 < 0,05), dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat diartikan bahwa konsumsi makanan mengandung tinggi purin merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia di Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung tahun 2014. Pada penelitian ini didapatkan nilai odds ratio (OR) sebesar 4,882. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki konsumsi makanan mengandung purin yang tidak baik, memiliki peluang sebesar 4,882 kali memiliki kadar asam urat darah yang tinggi atau hiperurisemia dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki konsurnsi makanan mengandung purin yang baik. Namun sayangnya, nilai interval kepercayaan 95% dalam penelitian ini adalah 1,174-13,691. Nilai tersebut terbilang cukup lebar sehingga mungkin hasil yang didapatkan oleh peneliti kurang mewakili populasi yang ada. Hal ini disebabkan karena semakin sempit nilai interval kepercayaan maka semakin besar kemungkinan sampel mewakili populasi dan sebaliknya semakin lebar nilai interval kepercayaan maka semakin besar kemungkinan sampel tidak mewakili populasi (Dahlan, 2011).

41 Adapun hal yang dapat menyebabkan nilai interval kepercayaan 95% yang lebar dalam penelitian ini adalah karena metode pemilihan sampel yang digunakan. Penelitian ini menggunakan pemilihan sampel dengan consecutive sampling yang merupakan metode sampling yang tidak acak. Sehingga memungkinkan sampel tidak mewakili populasi. Apabila dibandingkan dengan penelitian lain, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hensen dan Putra (2007), dimana didapatkan nilai odds ratio sebesar 60,182 dengan nilai P kurang dari 0,001. Walaupun terdapat perbedaan nilai odds ratio, penelitian Hensen dan Putra (2007) menunjukkan bahwa konsumsi purin tinggi merupakan faktor resiko hiperurisemia. Perbedaan odds ratio dapat ditimbulkan oleh berbagai hal seperti populasi, kebudayaan, perilaku makan, ketersediaan pangan dan lainlain. Sebelumnya pada tahun 1997, penelitian Onno et al menunjukkan bahwa konsumsi daging tinggi memiliki peluang 6,94 kali lebih tinggi untuk mengalami hiperurisemia dengan nilai p kurang dari 0,01. Selain itu, konsumsi makanan berlemak tinggi memiliki peluang 4,05 kali lebih tinggi untuk mengalami hiperurisemia dengan nilai p kurang dari 0,01. Menurut Zang et al (2012), orang yang mengkonsumsi makanan yang digoreng dan olahan hewan memiliki memiliki peluang sebesar 2,15 kali

42 untuk mengalami hiperurisemia. Hal ini diperkuat dengan nilai CI 95% sebesar 1,22-3,76 dengan nilai p kurang dari 0,001. Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolism purin (nukleoprotein). Purin berasal dari makanan, penghancuran yang sudah tua, serta hasil sintesa dari bahan-bahan yang ada di dalam tubuh, seperti: CO2, glutamin, Glisin, asam folat. Asam urat sendiri adalah sampah dari hasil metabolisme normal dari pencernaan protein makanan yang mengandung purin (terutama dari daging, hati, ginjal, dan beberapa, jenis sayuran seperti kacang-kacangan dan buncis). Seperti yang telah dibahas dalam tinjauan pustaka, kadar asam urat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, penyakit metabolik, konsumsi makanan mengandung purin, obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar asam urat dan obesitas. Melalui berbagai macam jalur, faktor tersebut dapat meningkatkan kadar asam urat yang akan membuat bias pada penelitian. Oleh karena itu peneliti membuat kriteria inklusi dan kriteria eksklusi untuk mengatasi hal tersebut. Akan tetapi, walaupun peneliti telah mengkondisikan responden agar tidak menimbulkan bias, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Adapun kelemahan tersebut adalah masih terdapat responden yang berusia tua yang mungkin lupa terhadap konsumsi makanannya selama seminggu, responden mungkin lupa terhadap makanan yang ia makan selama satu minggu terakhir,

43 responden mungkin tidak terlalu serius menanggapi pertanyaan peneliti sehingga menjawab dengan seadanya, peneliti mungkin kurang memberikan penjelasan kepada responden sehingga mungkin responden salah tafsir terhadap yang dijelaskan oleh peneliti dan penelitian ini tidak menggunakan uji screening terhadap penyakit metabolik seperti DM, gagal ginjal dan penyakit metabolik lainnya yang mungkin pasien sendiri mungkin tidak menyadari bahwa ia menderita salah satu penyakit metabolik tersebut. Dalam penelitian Ryu et al (2014), konsumsi makanan yang mengandung kadar purin tinggi seperti daging, ikan dan kerang lebih tinggi pada responden dengan hiperurisemia. Sedangkan konsumsi sayuran, rumput laut dan produk olahan susu lebih rendah pada responden dengan hiperurisemia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana responden dengan hiperurisemia cenderung mengkonsumsi makan yang mengandung purin tinggi. Namun, dalam penelitian ini, sayuran seperti kangkung dan bayam banyak dikonsumsi oleh responden dengan hiperurisemia. Hal tersebut dapat disebabkan karena kangkung dan bayam mengandung kadar purin yang cukup tinggi sehingga perlu dibatasi dan dalam penelitian yang dilakuan Ryu et al (2014) tidak terdapat kejelasan sayuran apa saja yang dikonsumsi oleh respondennya. Selain konsumsi makanan mengandung purin, hiperurisemia memiliki berbagai faktor resiko. Hiperurisemia disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik, usia, jenis kelamin, berat badan berlebih dan diet (Liu et al, 2011; Villegas et al, 2012; Lee et al, 2013). Menurut Qiu et al (2013), faktor resiko

44 hiperurisemia adalah jenis kelamin, tempat tinggal, usia, hiperkolestrolemia, hipertrigliseridemia, hipertensi, obesitas, perilaku meminum air dan waktu tidur. Adapun faktor resiko lain yang dapat ditelusuri dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Menurut Liu et al (2011), prevalensi hiperurisemia meningkat di atas usia 30 tahun pada pria dan di atas usia 50 tahun pada wanita. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan, dimana terdapat 17 orang yang mengalami hiperurisemia di bawah usia 31 tahun, 36 orang yang mengalami hiperurisemia diantara usia 31-50 tahun dan 35 orang yang mengalami hiperurisemia di atas usia 50 tahun. Menurut Mc Adam-De Maro et al (2013), pria memiliki resiko yang lebih tinggi dari pada wanita untuk mengalami hiperurisemia. Hal ini dikarenakan wanita memiliki hormon estrogen yang membantu dalam eksresi asam urat. Namun dalam penelitian ini didapatkan hasil yang berbeda yakni hanya 40 orang laki-laki dan 48 orang perempuan yang mengalami hiperurisemia. Namun perbedaan tersebut dapat disebabkan karena dalam penelitian ini digunakan teknik consecutive sampling. Teknik ini menyebabkan proporsi antara laki-laki dan perempuan tidak sama karena lebih mengutamakan pemenuhan kuota responden yang mengalami hiperurisemia dan yang memiliki kadar asam urat yang normal.

45 Menurut Qiu et al (2013), tempat tinggal berpengaruh dengan hiperurisemia, dimana masyarakat pada daerah perkotaan terutama daerah pinggiran perkotaan lebih beresiko mengalami hiperurisemia. Hal ini sesuai dengan penelitian ini karena daerah sekitar Puskesmas Sukaraja merupakan daerah pinggiran perkotaan.