BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lahan untuk areal pemukiman dan fungsi-fungsi lainnya menjadi lebih

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 268/KPTS/DIR/2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PLUS (PHBM PLUS)

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

1 Universitas Indonesia

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

1 BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapi Negara Indonesia

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU,

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA (WAWANCARA) Pertanyaan untuk Perum Perhutani KPH Kedu Utara di RPH Temanggal

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian di lapangan, masih memiliki keinginan untuk membina rumah-tangga dan

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

BAB I. PENDAHULUAN A.

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Teori Curahan Waktu Kerja Istri Nelayan. sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai pencari nafkah, dilakukan dalam

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan menjadi sumber penghasilan, pekerjaan, pemenuhan kebutuhan dasar keluarga serta menjadi bagian penting dari perlindungan dan kekayaan alam (Rojas 1989). Selanjutnya Awang (2004) mengatakan bahwa kasus Indonesia umumnya dan pulau Jawa khususnya antara hutan dan masyarakat sekitar hutan merupakan 2 hal yang saling terkait. Masyarakat sekitar hutan sangat tergantung kepada produksi dan jasa hasil hutan dari hari ke hari, bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi telah membawa konsekuensi pada eksploitasi sumberdaya hutan demi kebutuhan pembangunan LSM, sehingga kemudian muncul program baru di lingkup Perhutani di Jawa yang disebut sebagai Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Keluarga dan rumah tangga merupakan satuan masyarakat terkecil dimana segala macam hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat tercermin. Mulai dari pembedaan peran, pembagian kerja, penguasaan dam akses atas sumbersumber fisik, maupun ideologis, hak dan posisi (Simateuw 2001). Dengan berubahnya pola pengelolaan hutan dari Timber Based Management menjadi Community Based Forestry, menjadikan peran perempuan semakin penting. Kedekatan perempuan dengan sektor pangan dan sumberdaya lahan menjadikan posisi perempuan semakin kuat dalam kegiatan pengelolaan hutan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Molnar dan Schreiber (1989) diacu dalam Suharjito (1994) memberikan beberapa catatan bagaimana proyek kehutanan dapat memaksimumkan penghasilan suatu investasi dengan melibatkan wanita. Pertama, jika preferensi produk dan jenis bagi wanita turut dipertimbangkan, mereka akan lebih bersemangat untuk bekerjasama dalam mencapai sasaran-sasaran proyek secara keseluruhan. Kedua, jika kegiatankegiatan direncanakan seputar jadwal wanita mereka akan lebih mempunyai waktu untuk dicurahkan pada kegiatan tersebut. Ketiga, rumah tangga yang 6

dikepalai wanita (atau rumah tangga tanpa pria dewasa) mungkin merupakan persentase terbesar di wilayah proyek. Jika mereka dapat bertingkat kehadiran penghasilan proyek akan meningkat. Keempat, wanita dapat membangkitkan pendapatan rumah tangga secara signifikan jika bahan baku untuk industri rumah tangga tersedia. 2.2. Peran Perempuan dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga dan Pengambilan Keputusan Tiap anggota rumah tangga (usia kerja) dianggap mau mencurahkan waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasanya. Untuk itu dia dihadapkan pada dua pilihan, apakah bekerja (mencari nafkah) atau tidak bekerja. Apabila bekerja berarti dia akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih maka waktu santai (leisure) akan lebih banyak mempunyai nilai guna daripada pendapatan (Mangkuprawira 1984) Salah satu unit dalam masyarakat adalah rumah tangga, dimana di dalamnya tercakup individu-individu yang melakukan dan membutuhkan berbagai proses dalam pemenuhan berbagai kebutuhannya. Perolehan penghasilan (uang) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan pangan, sandang, papan dan sebagainya merupakan proses yang biasanya dilakukan oleh suami. Mubyarto (1998) menyatakan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak. Pada umumnya peranan perempuan adalah menambah penghasilan keluarga. Karena itu penghasilan perempuan bisa mengentaskan keluarga dari kemiskinan. Kegiatan perempuan (istri) di bidang kerja nafkah dapat memberikan sumbangan pendapatan rumah tangga dan berpengaruh terhadap ekonomi rumah tangganya. Keadaan ini dapat dilihat dengan menelaah hubungan antara curahan tenaga kerja laki-laki/perempuan dalam rumah tangga dan mencari nafkah dengan pendapatan yang diperolehnya, namun banyak sedikitnya curahan jam kerja dalam melakukan kerja nafkah tidak menggambarkan banyak sedikitnya pendapatan kerja yang diperlukannya. Menurut Hadjar (1992) diacu dalam Ridwan (1997), keterlibatan perempuan dalam pekerjaan mencari nafkah yang menghasilkan pendapatan 7

rumah tangga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan di dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pengambilan keputusan jumlah anak. Wiryono (1994) diacu dalam Ridwan (1997) menyatakan bahwa besarnya kontribusi pendapatan yang diterima perempuan terhadap ekonomi rumah tangga berpengaruh pula pada pola pengambilan keputusan suami istri dalam berbagai kegiatan rumah tangga. Sajogyo (1985) mengemukakan bahwa untuk setiap jenis keputusan rumah tangga dikelompokan dalam lima tingkatan yang berkisar dari dominasi oleh istri (keputusan dibuat seorang diri oleh istri) sampai kepada dominasi oleh suami (keputusan dibuat oleh suami deorang diri) seperti berikut ini: a. Keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami b. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh lebih besar daripada istri c. Keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami-istri (dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif besar) d. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh suami lebih besar e. Keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan sang istri Pembagian peran yang berjalan dalam suatu masyarakat tertentu seringkali meletakkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan, misalnya dibatasi akses dan kontrolnya terhadap pengambilan keputusan bahkan keputusan yang menyangkut dirinya dan kehidupannya. Dalam banyak hal, perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil oleh laki-laki (Tobing et al. 2005). Menurut Anwar (1996) diacu dalam Sulistyani (2002), hasil analisis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya perempuan menunjukan bahwa masih terdapat diskriminasi gender dalam tingkatan keluarga maupun masyarakat berupa keterbatasan perempuan dalam akses pendidikan, diskriminasi dalam kesempatan bekerja dan perolehan upah yang menyebabkan produktivitas perempuan menjadi rendah. Dengan semakin tingginya tingkat emansipasi perempuan dalam berbagai bidang, utamanya pendidikan dan 8

pekerjaan, maka perempuan bekerja sudah merupakan kelayakan selama tidak mengganggu tugas wajibnya sebagai pekerja domestik. 2.3. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Menurut Awang (2000) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan system sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi. Pihak lain yang berkepentingan dalam PHBM adalah pihak-pihak diluar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM. Pihak lain tersebut diantaranya adalah Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, Lembaga Donor serta Forum komunikasi PHBM tingkat propinsi, kabupaten, dan kecamatan. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan. Sedangkan tujuan PHBM seperti tertuang pada pasal 4 ialah : a. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap berkelanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan b. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan c. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan d. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah e. Meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa hutan serta pihak yang berkepentingan secara simultan. 9

Prinsip-prinsip dasar Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang tertera di dalam keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 adalah : a. Prinsip keadilan demokratis b. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan c. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami d. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban e. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan f. Prinsip kerjasama kelembagaan g. Prinsip perencanaan partisipatif h. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur i. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator j. Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah. Kegiatan yang dilaksanakan PHBM terdiri dari kegiatan yang berbasis pada lahan hutan dan kegiatan berbasis bukan lahan hutan, yang dilakukan di dalam kawasan hutan Negara serta dapat dikembangkan diluar kawasan hutan Negara. Sistem kemitraan antara masyarakat desa hutan dengan Perhutani dilaksanakan dengan pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang merupakan organisasi non-pemerintah berbasis desa. Anggota LMDH adalah semua masyarakat desa hutan yang bersangkutan. Kepengurusan LMDH disusun sesuai dengan kebutuhan. LMDH bersifat modern karena disahkan melalui pejabat akta notaris dan merupakan lembaga yang dibentuk atas usul Perhutani. 2.4. Penilaian Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana 2006). Penilaian dalam penelitian ini erat kaitannya dengan persepsi yang menurut Robbins (1996), persepsi merupakan suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Menurut Tody (1984) diacu dalam Desiyani (2003), persepsi dipengaruhi oleh ciri karakteristik individu yang berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, 10

pekerjaan, status lamanya dalam suatu pekerjaan, jumlah anggota yang menjadi beban tanggungan, asal daerah dan jenis pekerjaan. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus adalah sudut pandang penilaian dari segi ilmu komunikasi dimana penilaian didefinisikan sebagai proses menentukan nilai dalam hal ini adalah kegiatan PHBM dan pengaruhnya terhadap peran perempuan dalam PHBM. Persepsi terhadap hutan dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup, adat istiadat, dan kebiasaan serta ketergantungannya terhadap hutan dan kehutanan. Masyarakat mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap hutan baik ketergantungan terhadap hasil hutan berupa kayu sebagai bahan bangunan, kayu bakar, daun jati, lahan usaha dan lain-lain. Dengan demikian persepsi mereka terhadap hutan pada umumnya baik dalam artian bahwa hutan banyak memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun persepsi yang baik terhadap hutan tidak selalu diikuti dengan persepsi yang baik terhadap kehutanan, dalam hal ini terhadap Perum Perhutani. Bagi masyarakat yang dalam kehidupannya banyak tergantung pada kegiatan Perum Perhutani pada umumnya mempunyai persepsi yang baik pula (Suharjito & Darusman 1998). 11