BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas yang harus dicapai dalam pembangunan masyarakat di seluruh dunia. Hingga saat ini sudah banyak program pembangunan kesehatan di Indonesia yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah KIA. Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar, dan angka kematian ibu. Namun disadari atau tidak permasalahan KIA tidak bisa dilepaskan dari budaya yang melingkupinya. Ahimsa-putra (2005:15-16) mengungkapkan bahwa, masalah kesehatan tidak pernah lepas dari situasi dan kondisi masyarakat dan budayanya. Masalah kesehatan dalam suatu masyarakat sangat erat kaitannya dengan fasilitas kesehatan, sarana transportasi, dan komunikasi yang ada dalam suatu masyarakat, dengan kepercayaan, jenis mata pencaharian serta lingkungan fisik tempat masyarakat tersebut berada. Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat tempat mereka berada. Hal tersebut sering kali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola pencarian pertolongan pada persalinan misalnya, pada
beberapa masyarakat, kepercayaan terhadap dukun dan kebiasaankebiasaan yang dalam sudut pandang kesehatan dianggap berbahaya, masih jamak terjadi. Atau dalam hal pola makan, yang pada dasarnya merupakan salah satu selera manusia, peran kebudayaan ternyata cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu. Pada sebagian besar negara berkembang, kematian ibu memegang porsi terbesar dari kematian dikalangan wanita reproduktif. Rata-rata angka kematian ibu di negara berkembang adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan untuk negara maju angka kematian ibu mencapai ratarata 30 per 100.000 kelahiran hidup. Setiap tahun, sekitar setengah juta ibu meninggal karena penyakit yang berkaitan dengan kehamilan atau persalinan. Tingginya angka kematian ibu di negara-negara berkembang disebabkan berbagai faktor diantaranya masih rendahnya pendidikan, gizi kurang, sanitasi yang buruk, penyediaan air bersih yang tidak memadai dan masalah sosial budaya yang erat hubungannya dengan status wanita (POGI, 2012). Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu kepada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas. Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir memperkirakan AKI adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Bahkan WHO, UNICEF, UNFPA dan World Bank memperkirakan angka kematian ibu yang lebih
tinggi yaitu 420 per 100.000 kelahiran hidup (Trisnantoro L, 2011), sementara target yang ditetapkan oleh Dirjen Bina Gizi dan KIA untuk tahun 2016 adalah sebesar 110 per 100.000 kelahiran hidup (Rakornas PKH Kemenkes RI, 2011). Hal ini sejalan dengan target yang ingin dicapai MDGs adalah menurunkan AKI sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990 2015 dengan indikator tingkat kematian ibu (per 100.000) dan kelahiran yang dibantu tenaga terlatih. Kondisi lingkungan dan pola fertilitas di banyak negara berkembang menjadi penyebab utama kematian ibu. Keadaan menjadi lebih buruk sebab kehidupan pada sebagian terbesar dari penduduk di negara berkembang masih dilatar belakangi oleh kemiskinan, malnutrisi dan masalah sosial budaya yang erat hubungannya dengan status wanita. Sebagian besar dari kematian ibu terjadi di rumah karena pertolongan persalinan oleh tenaga tidak terlatih. Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi. Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tenaga profesional dan dukun bayi. Berdasarkan indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak, pertolongan persalinan sebaiknya oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan) tidak termasuk oleh dukun bayi.
Fenomena dukun bayi merupakan salah satu bagian yang cukup besar pengaruhnya alam menentukan status kesehatan ibu dan bayi, karena sekitar 40% kelahiran bayi di Indonesia dibantu oleh dukun bayi. Keadaan ini semakin diperparah karena umumnya dukun bayi yang menolong persalinan tersebut bukan dukun terlatih. Dalam konteks budaya (tradisi) masyarakat kita sering terdapat kebiasaan-kebiasaan yang kadangkadang merugikan bahkan membahayakan kesehatan wanita hamil dan ibu pasca bersalin. Andi Prabowo (2001) menyatakan bahwa sosio-kultural masyarakat, khususnya ibu hamil, tentang penolong persalinan oleh dukun antara lain disebabkan oleh tradisi masyarakat yang masih percaya pada dukun. Menurut Green, perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap masyarakat, tradisi dan kepercayaan, sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi), faktor pendukung (ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan), dan faktor penguat (sikap dan perilaku tokoh masyarakat serta petugas kesehatan). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, jelas bahwa derajat kesehatan yang diukur melalui indikator kesehatan ibu dan anak sangat ditentukan oleh faktor lingkungan sosial budaya, termasuk keberadaan persalinan dukun di kampung Anjai. Seseorang menentukan penolong persalinan didasarkan pada persepsi dan kepercayaan, serta faktor-faktor pendukung lainnya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor sosial
budaya yang mempengaruhi ibu dalam memilih dukun sebagai penolong persalinan di wilayah Puskesmas Kebar Kabupaten Manokwari. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor sosial budaya mempengaruhi ibu dalam memilih dukun tidak terlatih sebagai penolong persalinan di wilayah Puskesmas Kebar Kabupaten Manokwari 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui faktor sosial budaya yang mempengaruhi ibu dalam memilih dukun bayi tidak terlatih sebagai penolong persalinan di Wilayah puskesmas Kebar kabupaten Manokwari. 1. 4 Manfaat Penelitian Adapun manfat dalam penelitian ini adalah: a. Dapat memberikan informasi terbaru determinan ibu dalam memilih dukun bayi tidak terlatih sebagai penolong persalinan wilayah puskesmas Kebar Kabupaten Kebar, khususnya pada faktor sosial budaya. b. Sebagai informasi bagi puskesmas Kebar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam menolong persalinan terkait dengan kebudayaan setempat.
c. Sebagai upaya untuk perencanan kesehatan ibu dan anak di Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari dalam meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. d. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian sejenis.