PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) TERHADAP WERENG BATANG COKLAT NILAPARVATA LUGEN

dokumen-dokumen yang mirip
b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

III. BAHAN DAN METODE

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Erlinda Damayanti, Gatot Mudjiono, Sri Karindah

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

III. METODE PENELITIAN

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Efisiensi Penggunaan Jumlah Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

Claudya Siktiani Eva Gunawan, Gatot Mudjiono, Ludji Pantja Astuti

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

BAB III METODE PENELITIAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAMPUNG SELATAN

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.

Tabel 1. Pengukuran variabel tingkat penerapan usahatani padi organik Indikator Kriteria Skor 1. Pemilihan benih a. Varietas yang digunakan

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

PT. TUNAS HARMONI ABADI

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH Oleh : Saiful Helmy

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

PAKET TEKNOLOGI USAHATANI Padi Penyusun : Wigati Istuti dan Endah R

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

BUDI DAYA PADI SRI - ORGANIK

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

DINAMIKA WERENG COKLAT TANAMAN PADI DI WILAYAH INDONESIA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

SKRIPSI KEBERADAAN PREDATOR WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN TEKNIK BUDIDAYA BERBEDA. Oleh SULISTIYO DWI SETYORINI H

1 SET B. KELOMPOK TANI SEHAMPARAN

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

BAB VI ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

J. Sains & Teknologi, Agustus 2005, Vol.5 No. 2: ISSN

BAB 111 BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perspesi petani padi organik maupun petani padi konvensional dilatar

PENANAMAN PADI A.DEFINISI

Transkripsi:

179 PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU () TERHADAP WERENG BATANG COKLAT NILAPARVATA LUGENS (Stal) (Homoptera: Delphacidae) PADA TANAMAN PADI DI KABUPATEN SUMENEP Achmad Syarif Nur Fajrullah (1), Gatot Mudjiono (2), Toto Himawan (3) (1) Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura (2), (3) Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. ABSTRAK Penelitian tentang Penerapan Pengendalian Hama Terpadu () terhadap Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens (Stal) (Homoptera: Delphacidae) pada Tanaman Padi di Kabupaten Sumenep dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh penerapan Pengendalian Hama Terpadu () terhadap populasi hama wereng batang coklat dan musuh alami untuk mempertahankan produktivitas tanaman padi.penelitian dilaksanakan di Desa Pragaan Laok, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur pada bulan Oktober 2013 sampai bulan Maret 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Variabel pengamatan meliputi populasi wereng batang coklat, musuh alami wereng batang coklat, intensitas serangan, pertumbuhan tanaman padi, anakan produktif, panjang malai, jumlah bulir padi, produksi ubinan dan riil (saat panen) serta rendemen gabah. Pada penelitian ini data dianalisis menggunakan uji t dengan membandingkan hasil pengamatan antara perlakuan dengan perlakuan konvensional. Hasil pengamatan dan pembahasan menunjukkan bahwa 1) Populasi wereng batang coklat tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional, 2) Populasi musuh alami wereng batang coklat untuk predator laba-laba Lycosa sp lebih tinggi pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional sedangkan populasi kumbang staphylinidae Paederusfuscipes lebih tinggi perlakuan konvensional dibandingkan perlakuan, 3) Intensitas serangan pada perlakuan dan perlakuan konvensional berada dibawah batas ambang ekonomi, 4) Pertumbuhan tanaman padi tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional, 5) Perkembangan anakan dan jumlah anakan tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional, 6) Panjang malai tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional sedangkan banyaknya jumlah bulir padi lebih rendah perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional, 7) Hasil ubinan lebih tinggi perlakuan konvensional dibandingkan perlakuan akan tetapi hasil rill (saat panen) lebih tinggi perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional, dan 8) Hasil rendemen gabah tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional. Kata kunci : Padi, Wereng Batang Coklat, ABSTRACT Integrated Pest Management (IPM) on study planthopper Nilaparvata lugens (Stal) (Homoptera: Delphacidae) on rice field in Sumenep district, conducted to learn the effect the implementation of Integrated Pest Management (IPM) on the planthoppers population and enemies naturalto maintain the productivity of rice plants. The research was conducted in the village of Pragaan

180 Laok, District Pragaan, Sumenep, East Java Province in October 2013 until March 2014. The method used was experimental method. Variables include the observation of the population of brown plant hopper rod, the rod brown planthoppers natural enemies, the intensity of the attack, the growth of the rice plant, productive tillers, panicle length, number of grains, and the real tile production (harvest time) and grain yield. In this study, the data were analyzed using t test to compare observations between IPM treatment with conventional treatment. The observation and discussion shows that 1) The population of brown plant hopper rod was not significantly different in the treatment of compared to conventional treatment, 2) The population of natural enemies brown plant hopper rod for predatory spider Lycosa sp higher in IPM treatment than conventional treatments while Paederus fuscipes Staphylinidae beetle population is higher than conventional treatment IPM treatment, 3) The intensity of the attack on the treatment of IPM and conventional treatment is below the economic threshold, 4) The growth of rice plants was not significantly different in the treatment of IPM compared to conventional treatment, 5) The development of tillers and number of tillers were not significantly different in the treatment of IPM compared to conventional treatment, 6) Long panicles were not significantly different in the treatment of IPM compared to conventional treatment, while the large number of rice grains IPM treatment is lower than conventional treatment, 7) The results of tile is higher than conventional treatment IPM treatment but the real result (at harvest) higher than IPM treatment compared to conventional treatment, and 8) Grain yield results are not significantly different at IPM treatment be compared conventional treatments. Keyword : Oryza sativa L, Nilaparvata lugens (Stal), Integrated Pest Management (IPM) PENDAHULUAN Hama wereng batang coklat Nilaparvata lugens (Stal). (Homoptera : Delphacidae) merupakan hama utama tanaman padi di Indonesia karena kerusakan yang diakibatkan cukup luas dan hampir terjadi pada setiap musim tanam. Hama ini selain dapat menurunkan produktivitas padi juga dapat menjadi vektor virus, seperti kerdil rumput dan kerdil hampa. Pada saat populasinya tinggi, hama ini dapat menyebabkan puso pada tanaman padi (Widiarta et al. 2004). Wereng batang coklat telah dilaporkan resisten terhadap berbagai jenis insektisida (Widiarta et al. 1998). Penggunaan pestisida yang melanggar kaidahkaidah yaitu tepat jenis, tepat dosis dan tepat waktu aplikasi turut memicu ledakan wereng batang coklat. Kemampuan hama wereng batang coklat secara langsung dapat menghisap cairan jaringan tanaman padi yang menyebabkan tanaman menjadi kering dan akhirnya mati sedangkan secara tidak langsung hama wereng batang coklat dapat menjadi vektor virus penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu alternatif pengendalian yang relatif lebih aman baik bagi musuh alami, petani, produk yang dihasilkan, serta lingkungan sekitarnya, perlu diimplementasikan langkahlangkah pengendalian hama terpadu (Atman, 2009). Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu upaya dalam mengendalikan hama wereng batang coklat. Secara substansial adalah suatu sistem pengendalian hama dalam konteks hubungan antara dinamika populasi dan lingkungan suatu jenis hama, menggunakan berbagai teknik yang kompatibel untuk menjaga agar populasi hama tetap berada di bawah

181 ambang kerusakan ekonomi. Dalam konsep, pengendalian hama berorientasi kepada stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi serta sosial. Dengan demikian, pengendalian hama dan penyakit harus memperhatikan keadaan populasi hama atau patogen dalam keadaan dinamik fluktuasi di sekitar kedudukan kesimbangan umum dan semua biaya pengendalian harus mendatangkan keuntungan ekonomi yang maksimal (Arifin dan Agus, 1993). Pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan jika populasi hama atau intensitas kerusakan akibat penyakit telah memperlihatkan akan terjadi kerugian dalam usaha pertanian. Penggunaan pestisida merupakan komponen pengendalian yang dilakukan, jika; (a) populasi hama telah lebih tinggi dibandingkan populasi musuh alami, sehingga tidak mampu dalam waktu singkat menekan populasi hama, (b) komponen-komponen pengendalian lainnya tidak dapat berfungsi secara baik, dan (c) keadaan populasi hama telah berada di atas Ambang Ekonomi (AE), yaitu batas populasi hama telah menimbulkan kerusakan yang lebih besar dari pada biaya pengendalian (Soejitno dan Edi, 1993). Di daerah penelitian yaitu Kecamatan Pragaan merupakan salah satu dari 3 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumenep yang endemis wereng batang coklat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep, 2012). Khusus di Desa Pragaan Laok Kecamatan Pragaan serangan hama wereng batang coklat berlangsung selama 3 tahun terakhir. Hal ini kemungkinan petani melakukan budidaya padi secara konvesional dengan penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan, pemberian pupuk organik yang sedikit dan penanaman yang tidak serempak, sehingga serangan hama wereng batang coklat tiap musim selalu ada yang mengakibatkan produksi padi yang diperoleh berkisar 5 6 ton/ha. Penelitian ini tentang pengaruh penerapan dalam mengendalikan serangan wereng batang coklat pada tanaman padi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan petani terhadap pengendalian wereng batang coklat untuk peningkatan produksi padi. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pragaan Laok Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur. Waktu penelitian dimulai bulan Oktober 2013 sampai bulan Maret 2014.Identifikasi musuh alami di Laboratorium Entomologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental, untuk mengetahui populasi wereng batang coklat, musuh alami wereng batang coklat, intensitas serangan wereng batang coklat, pertumbuhan tanaman padi dan produksi tanaman padi. Pada penelitian ini data dianalisis menggunakan uji t dengan membandingkan perlakuann dan perlakuan konvensional dengan luas masing-masing ± 1.500 m 2. Secara skematis praktek budidaya tanaman padi pada perlakuan dan perlakuan konvensional disajikan pada Tabel 1.

182 Tabel 1. Perlakuan Cara dengan (model petani) NO LANGKAH BUDIDAYA Pra tanam (status hara tanah) Persemaian dan Perlakuan Benih Penanaman dan Tranplanting (pindah tanam) TINDAKAN PREEMTIF 1. Pada saat lahan bera/tidak ditanami ditebar benih tanaman Crotalaria juncea Lsampai umur 6 minggu. Setelah tanaman berumur 6 minggu tanaman tersebut dirobohkan bersama dengan pengolahan tanah, tujuannya sebagai pupuk hijau yang memiliki kandungan N tinggi dan memperbaiki unsur hara didalam tanah. 2. Jerami dikumpulkan di pinggir pematang tanpa ditutup kemudian dilakukan penyemprotan menggunakan dekomposer dan PGPR tujuannya untuk fermentasi sebagai pupuk serta memperbaiki unsur hara didalam tanah. 3. Pada saat pengolahan tanah pertama jerami yang ada dipinggir pematang yang sudah difermentasi diambil kemudian disebar secara merata pada lahan. 1. Pada lahan persemaian ditebarkan pupuk bokashi (pupuk kandang yang telah difermentasi dengan dekomposer) dengan perbandingan 2 : 1 atau 1 : 1, atau bisa ditambahkan abu bakar agar medianya menjadi gembur. 2. Kebutuhan benih ± 20 kg/ha 3. Perlakuan Benih - Benih padi direndam menggunakan larutan air garam, sebagai indikasi apabila larutan air garam cukup dengan mencelupkan telur sampai mengapung. - Benih dimasukkan kedalam larutan air garam dan aduk rata selama ± 1 menit. - Pisahkan benih yang mengambang dan tenggelam, benih yang tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas. - Benih yang baik atau bernas dicuci dengan air biasa sampai bersih, dengan indikasi bila benih tidak terasa air garam. - Benih yang telah diuji kemudian direndam dengan air biasa selama 24 jam, tujuannya untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempercepat benih berkecambah. Kemudian benih di campur dengan larutan PGPR selama 24 jam. - Benih yang direndam dimasukkan kedalam karung yang berpori/ wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk kedalam benih, simpan ditempat yang lembab, penganginan dilakukan selama 24 jam 1. Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai caplak / tali dengan tujuan agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi agar mudah untuk disiang. 2. Transpalanting dilakukan setelah bibit berumur 14 hari pada saat bibit berdaun 3 helai sehingga cadangan makanannya masih ada. 3. Pemindahan dilakukan dengan hati-hati KONVENSIONAL 1. Pada saat bera lahan dibiarkan oleh petani. 2. Pada waktu musim panen jerami dilakukan pembakaran dilahan. 3. Sebagian lagi jerami diangkut untuk dijual. 1. Tidak mengunakan pupuk kandang pada lahan persemaian. 2. Kebutuhan benih ± 40 kg/ha. 3. Tidak dilakukan seleksi benih, kemasan benih dilubangi lalu diberi air, kemudian benih disebar pada persemaian. 4. Tidak ada perlakuan benih dengan agens hayati. 1. Transplanting dilakukan setelah bibit berumur 17 22 hari tanpa adanya perlakuan bibit. 2. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara diambil dengan cepat sehingga banyak perakaran yang

183 Jarak tanam dan jumlah bibit untuk menghindari perakaran terputus dan dilakukan secepat mungkin ± 30 menit untuk menghindari trauma dan shok. 4. Sebelum ditanam perakaran bibit dicelupkan kedalam larutan bakteri antagonis Corynebacterium tujuan mengendalikan penyakit Kresek (BLB) yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv oryzae, Hawar Daun Jingga (BRS) yang disebabkan oleh Pseudomonas sp. Pola jajar legowo 10 x 20 x 40 cm yaitu jarak dalam barisan 10 cm antar tanaman 20 cm dan jarak dengan barisan tanaman berikutnya 40 cm dengan jumlah 2 bibit perlubang terputus. Sebagian menggunakan pola jajar legowo 15 x 20 x 35/50 cm dan pola tegel 20 x 20 cm dengan jumlah 3-5 bibit perlubang Pemupukan Aplikasi agens hayati Pupuk Urea diberikan 3 kali selama musim tanam dengan dosis 100 kg/ha, yaitu 1/3 dosis saat sebelum tanam/ pelumpuran terakhir, umur 2 minggu setelah pindah tanam selanjutnya umur 6 minggu Didaerah endemis hama wereng batang coklat dan penyakit Xanthomonas campestris pv oryzae serta Piricularia dilakukan penyemprotan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae, PGPR Pseudomonas flourescens, PGPR Bacillus subtilis, bakteri antagonis Corynebacterium setiap seminggu sekali. Pemupukan dilakukan 2 kali selama musim tanam yaitu : - Urea : 100 kg/ha umur 10 - NPK : 200 kg/ha umur 10 dan 25 - ZA : 200 kg/ha umur 25 Aplikasi pestisida dilakukan apabila ada serangan hama dan penyakit meski serangannya hanya sedikit NO LANGKAH BUDIDAYA TINDAKAN RESPONSIF KONVENSIONAL Pengamatan Pengamatan dilakukan seminggu sekali dimulai sejak 5 sampai menjelang panen Pengamatan hanya saat terjadi serangan hama atau penyakit Tindakan pengendalia n Apabila populasi OPT mencapai ambang batas ekonomi dapat dilakukan tindakan pengendalian menggunakan pestisida yang direkomendasi menggunakan pedoman serba tepat (dosis, konsentrasi, cara aplikasi, dan saat aplikasi) Apabila petani menemukan hama dan penyakit meski tidak melebihi ambang ekonomi petani langsung menggunakan pestisida berlebihan bahkan dicampur dengan pestisida lain

Populasi Wereng Batang Coklat (ekor/rumpun) 184 HASIL Dan PEMBAHASAN Hasil pengamatan populasi wereng batang coklat menggambarkan secara umum keberadaan wereng batang coklat pada perlakuan dan perlakuan konvensional. Berdasarkan hasil uji t (T-test), bahwa perlakuan dan perlakuan konvensional tidak berpengaruh secara nyata terhadap populasi wereng batang coklat. 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 105 Keterangan : Aplikasi pestisida pada lahan konvensional Aplikasi agens hayati pada lahan Gambar 1. Grafik populasi wereng batang coklat pada tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan Populasi wereng batang coklat pada perlakuan dan perlakuan konvensional masih di bawah ambang batas ekonomi. Rendahnya populasi wereng batang coklat pada perlakuan dan perlakuan konvensional karena adanya pengendalian pada kedua lahan tersebut. Pengendalian pada lahan menggunakan aplikasi agens hayati sedangkan pada lahan konvensional menggunakan pestisida kimia. Meskipun pengendalian pada lahan dan lahan konvensional berbeda, tetapi efektifitas agens hayati dan pestisida kimia terhadap wereng batang coklat adalah sama. MenurutSoegiarto et al. (1993) penggunaan pestisida kimia merupakan usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak diikuti dengan tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jenis dan tepat konsentrasi. Populasi Musuh Alami Wereng Batang Coklat Musuh alami wereng batang coklat diamati secara langsung pada tiap rumpun titik sampel. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan predator yang terdapat pada kedua perlakuan adalah laba-laba Lycosa sp., kumbang staphylinidae Paederus fuscipes, kumbang Micraspis sp., kepik mirid Cyrtorhinus lividipenis. Hasil pengamatan terhadap populasi predator pada pertanaman padi untuk populasi perdator laba-laba Lycosa sp. lebih tinggi pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional sedangkan untuk perlakukan konvensional populasi kumbang staphylinidaep.fuscipes lebih tinggi dari perlakuan. Dari hasil uji t terhadap populasi musuh alami wereng batang coklat yaitu pada laba-laba Lycosa sp dan kumbang staphylinidae fuscipes perlakuan dan konvensional menunjukkan perbedaan nyata, sedangkan populasi kumbang Micraspis sp dan populasi kepik mirid C. lividipenis sama pada perlakuan dan perlakuan konvensional.

Jumlah Predator Paederus fuscipes (ekor/rumpun) Jumlah Predator Kumbang Micraspis sp (ekor/rumpun) Jumlah Predator Laba-Laba Lycosa sp (ekor/rumpun) 185 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 105 Gambar 2. Grafik jumlah predator laba-laba Lycosa sp tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan. 0.10 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 105 Gambar 3. Grafik jumlah predator kumbang Micraspis sp tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan. 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 105 Gambar 4. Grafik jumlah predator kumbang Paederus fuscipes tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan

Tinggi Tanaman (Cm) Jumlah Predator Kepik Cytorhinus lifidipenis (ekor/rumpun) 186 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 105 Gambar 5. Grafik jumlah predator kepik mirid Cytorhinus lividipenis tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan Pada perlakuan tingginya populasi musuh alami laba-laba Lycosa sp disebabkan karena pada perlakuan tindakan pengendalian tidak menggunakan pestisida kimia tetapi merupakan gabungan serangkaian cara pengendalian yang meliputi pemanfaatan musuh alami (predator) dan aplikasi agens hayati Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Pada perlakuan populasi musuh alami kumbang P. fuscipes lebih rendah dibandingkan lahan konvensional, hal ini diduga pada lahan konvensional pengendalian yang dilakukan menggunakan pestisida kimia yang dapat menyebabkan resisitensi pada musuh alami kumbangp.fuscipessehingga populasinya lebih banyak di lahan konvensional.hal ini sesuai dengan pendapat Mukidjo (1979) kumbang P. fuscipesmerupakan salah satu predator yang resisten terhadap aplikasi pestisida. Intensitas Serangan Wereng Batang Coklat Dari hasil pengamatan populasi wereng batang coklat tidak melebihi ambang batas ekonomi sehingga intensitas serangan wereng batang coklat pada perlakuan dan perlakuan konvensional rendah Menurut Mudjiono (2013) wereng batang coklat telah mencapai ambang ekonomi lebih dari 10 ekor per rumpun dan 40 ekor pada tanaman berumur 40 hst. Pertumbuhan Tanaman Padi Untuk mengetahui pertumbuhan tinggi tanaman padi dilakukan dengan mengukur dari bagian pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Secara statistik berdasarkan hasil uji t bahwa tinggi tanaman tidak terdapat perbedaan secara nyata pada perlakuan dan perlakuan konvensional. 12 10 8 6 4 2 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 Gambar 6. Grafik tinggi tanaman padi perlakuan dan pada perlakuan

Panjang Malai (cm) Jumlah Anakan (cm) 187 Perkembangan Jumlah Anakan Perkembangan jumlah anakan pada tanaman padi dilakukan dengan menghitung jumlah anakan mulai 7 sampai keluar malai (77 ). Secara statistik berdasarkan hasil uji t perkembangan jumlah anakan tidak terdapat perbedaan secara nyata pada kedua perlakuan. 25.00 2 15.00 1 5.00 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 Gambar 7. Grafik perkembangan jumlah anakan tanaman padi pada lahan dengan perlakuan dan perlakuan Pada grafik pengamatan pertumbuhan tanaman dan perkembangan jumlah anakan padi pada perlakuan konvensional lebih banyak dari pada perlakuan tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Meskipun terdapat perbedaan jumlah bibit yang ditanam perlubang antara perlakuan dan perlakuan konvensional tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan. Hal ini diduga karena terjadinya persaingan sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) dalam mendapatkan air, unsur hara, CO 2, O 2, cahaya, dan ruang untuk tumbuh (Abdullah, 2004). Pada perlakuan jumlah bibit yang sedikit, pembentukan anakan berlangsung lebih baik dibanding dengan jumlah bibit yang banyak sehingga akhirnya jumlah anakan yang terbentuk relatif sama. Panjang Malai dan Banyaknya Bulir Untuk mengetahui panjang malai pada tanaman padi dilakukan dengan mengukur malai dari pangkai malai sampai ujung malai sedangkan untuk mengetahui banyaknya bulir padi dilakukan dengan menghitung banyaknya bulir padi yang ada disetiap malai. Secara statistik berdasarkan hasil uji t panjang malai pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata. 3 2 1 1 2 Perlakuan (sub petak) Gambar 8. Grafik panjang malai tanaman padi pada lahan dengan perlakuan dan perlakuan.

Hasil Per Hektar (Kg/Ha) Hasil Per Hektar (Kg/Ha) Jumlah Bulir (buah/rumpun) 188 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000-1 2 Perlakuan (sub petak) Gambar 9. Grafik banyaknya bulir tanaman padi pada lahan dengan perlakuan dan perlakuan Pada Gambar 8 pengamatan terlihat bahwa panjang malai perlakuan lebih rendah dari perlakuan konvensional tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga dipengaruhi faktor genetik tanaman dan faktor lingkungan, sesuai dengan pendapat Manurung dan Ismunadji (1988) menyatakan bahwa panjang malai tergantung dari varietas padi yang ditanam dan keadaan lingkungan. Pada Gambar 9 grafik pengamatan terlihat banyaknya bulir perlakuan konvensional nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan. Hal ini dikarenakan faktor penggunaan pupuk anorganik terutama pupuk nitrogen yang banyak pada lahan konvensional yang berpengaruh terhadap panjang malai sedangkan pada lahan pengunaan penggunaan pupuk organik dan anorganik lebih sedikit sesuai dengan analisis tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Herawati (2009) semakin panjang malai berpengaruh terhadap jumlah gabah per malai. Produksi Ubinan Dan Rill (saat panen) Hasil produksi ubinan pada perlakuan lebih rendah dibanding perlakuan konvensional sedangkan hasil produksi rill (saat panen) pada perlakuan lebih tinggi dari pada perlakuan konvesional. 7,500 6,000 4,500 3,000 1,500 0 Perlakuan Gambar 10. Grafik produksi ubinan pada tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan. 7,500 6,000 4,500 3,000 1,500 0 Perlakuan Gambar 11. Grafik produksi rill (saat panen) pada tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan

Rendemen Gabah (%) 189 Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa perbedaan hasil produksi ubinan tanaman padi pada perlakuan dan konvensional. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbedanya jumlah anakan padi, panjang malai dan jumlah bulir, dimana jumlah anakan padi pada perlakuan konvensional lebih tinggi dibandingkan perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kurniadiningsih (2012) bahwa jumlah anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil gabah lebih tinggi. Hasil produksi rill lebih tinggi lahan disebabkan untuk lahan saat pengisian bulir menjadi lebih sempurna (bernas) berbeda dengan lahan konvensional pada saat pengisian bulir tidak sempurna / tidak berisi, meski jumlah anakan dan jumlah bulir lebih banyak perlakuan konvensional, tetapi banyaknya bulir yang tidak bernas di perlakuan konvensional yang menyebabkan hasil rill (saat panen) lebih banyak diperlakuan, selain itu pemberian bahan organik pada perlakuan juga mempengaruhi hasil produksi riil (saat panen) lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Agustamar dan Syarif (2007) dilaporkan bahwa pemberian berbagai jenis bahan organik pada metode SRI dapat meningkatkan jumlah anakan produktif dan berat kering tanaman. Rendemen Gabah Rendemen gabah dilakukan perhitungan dengan mengambil gabah sebesar 25 kg pada setiap petak, rendemen gabah yang diamati yaitu perbandingan gabah kering panen dan gabah kering giling dengan menggunakan rumus Listyawati (2007). 100 80 60 40 20 0 I Perlakuan (sub petak) Gambar 12. Grafik rendemen gabah pada tanaman padi dengan perlakuan dan perlakuan Hasil pengamatan terhadap rendemen gabah pada pertanaman padi yaitu pada perlakuan 76 % dan 74 % sedangkan pada perlakuan konvensional68 % dan 72 % tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kedua perlakuan. Hal ini diduga karena pemberian pupuk terutama pupuk fosfor pada lahan dan lahan konvensional sama. Penggunaan pupuk fosfor P pada tanaman padi dapat mempengaruhi tingkat kemasakan bulir padi menjadi lebih sempurna sehingga berpengaruh terhadap hasil rendemen gabah (Anonim, 2013). Analisa Usaha Tani Hasil analisa usaha tani bahwa produksi gabah kering panen (GKP) pada perlakuan lebih tinggi dibandingkan produksi gabah kering panen (GKP) perlakuan konvensional, akan tetapi biaya produksi lahan lebih tinggi di bandingkan lahan konvensional sehingga mempengaruhi pendapatan bersih pada kedua perlakuan. Pada perlakuan total pendapatan bersih yang II

190 diperoleh sebesar Rp. 13.020.600,- sedangkan pada perlakuan konvensional sebesar Rp. 14.790,- usaha tani padi perlakuan mengeluarkan rata-rata biaya tunai (biaya produksi) lebih tinggi dibandingkan perlakuan konvensional terutama untuk biaya benih, pupuk, dan agens hayati. Untuk harga jual rata-rata gabah kering panen (GKP) untuk kedua perlakuan usaha tani relatif sama yaitu Rp. 3.200 /kg. PENUTUP 1. Populasi wereng batang coklat tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional. 2. Populasi musuh alami wereng batang coklat predator laba-laba Lycosa sp lebih tinggi pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional sedangkan populasi predator kumbang P. fuscipes lebih tinggi lahan konvensional dibandingkan lahan, untuk populasi predator kumbang Micraspis sp dan kepik mirid C. lividipenis pada kedua perlakuan sama. 3. Intensitas serangan wereng batang coklat pada perlakuan dan perlakuan konvensional berada dibawah batas ambang ekonomi. 4. Pertumbuhan tanaman padi tidak berbeda nyata pada perlakuan konvensional dibandingkan perlakuan. 5. Perkembangan anakan dan jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional. 6. Panjang malai tidak berbeda nyata pada perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional sedangkan banyaknya bulir padi lebih rendah perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional. 7. Hasil ubinan lebih tinggi perlakuan konvensional dibandingkan perlakuan akan tetapi hasil rill (saat panen) lebih tinggi perlakuan dibandingkan perlakuan konvensional. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S. 2004. Pengaruh perbedaan jumlah dan umur bibit terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Dalam Lamid, Z., et al. (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Penerapan Agroinovasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Sukarami, 10-11 Agustus 2004,hlm. 154-161. Agustamar dan Syarif. 2007. Perbandingan metode SRI (System of Rice Intensification ) dengan cara konvensional pada padi sawah dan pengaruhnya terhadap hasil padi. Jurnal Dinamika Pertanian Universitas Islam Riau. 22 (1):1-7. Anonim. 2013. Bagaimana Meningkatkan Rendemen Beras. http://bpppaiton.blogspot.com 18.html Arifin, M., dan Agus Iqbal. 1993. Arah, strategi, dan program penelitian biodiversitas dan interaksi komponen ekosistem pertanian tanaman pangan sebagai unsur dasar pengelolaan hama secara alamiah. Seminar Hama Tanaman, 4-7 Maret 1993 di Sukarami. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai penelitian Tanaman Pangan Sukarami. Atman, R. 2009.Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu () Pada Padi Sawah. Makalah, 7-18 Oktober 2009 di Payahkumbuh Sumetera Barat. Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai penelitian Tanaman Pangan Sukarami

191 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupatenn Sumenep. 2012. Laporan bulanan POPT (Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan) tentang OPT Tanaman PanganKabupaten Sumenep. Kurniadiningsih Y. 2012. Evaluasi Untung Rugi Penerapan Metode Sri (System Of Rice Intensification) Di D.I. Cihea Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Wartazoa Vol. 18 No.7, Pp 97-105. Listyawati, 2007. Kajian Susut Pasca Panen Dan Pengaruh Kadar Air Gabah Terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manurung, S.O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi, hal 55-102 dalam Manurung, Ismunadji, Roechan, dan Suwardjo (penyunting). Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Mudjiono, G. 2013. Pengelolaan Hama Terpadu. UB Press. Universitas Brawijaya. Malang. Mukidjo, A. 1979. Pengaruh beberapa macam insektisida terhadap Paederus fuscipes. predator pada hama wereng, Nilaparvata lugens Stal. Kongres Entomologi I, Jakarta, 9-11 Januari. 8 hlm. Soegiarto, B., Djafar B., dan Edi S. 1993. Strategi dan program penelitian hama-hama tanaman pangan PJPT II. Seminar Hama Tanaman, 4-7 Maret 1993 di Sukarami. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai penelitian Tanaman Pangan Sukarami. Soejitno J, Edi S. 1993. Arah dan strategi penelitian ambang ekonomi hama tanaman pangan. Seminar Hama Tanaman, 4-7 Maret 1993 di Sukarami. Herawati, T.,2009. Keragaan Padi Varietas Indragiri Pada Perbedaan Umur Bibit Dengan Metode SRI (System of Rice Intensification), Percikan: Vol 99 Edisi April 2009. Widiarta, I.N., M. Muhsin dand. Kusdiaman. 1998. Pengaruh Andrografolid dan Dua Insektisida Sintesis, Antifidan Nephotettix virescens, Terhadap Penularan penyakit Tungro, Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 4 : 1 8. Widiarta, I.N., Burhanuddin, A.A. Daradjat dan A. Hasanuddin. 2004. Status dan Program Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro. Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7-8 September 2004.