I PENDAHULUAN. menonjol adalah sektor pertanian. Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,37 juta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKANAN UTUH (WHOLE FOODS) UNTUK KONSUMEN CERDAS. Fransiska Rungkat Zakaria, PhD, Prof. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah. memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat

I. PENDAHULUAN. berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia harus diimpor,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

Manfaat Bekatul dan Kandungan Gizinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian dan (6) Hipotesis Penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia termasuk dalam jajaran negara agraris di dunia. Sektor yang paling menonjol adalah sektor pertanian. Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,37 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebanyak 4,51 juta ton (6,37%) dibandingkan tahun 2014 (BPS, 2016). Sebagai salah satu sumber makanan pokok, beras mengandung karbohidrat dan zat gizi lainnya. Namun perlu diketahui bahwa produk samping penggilingan beras juga dapat menjadi sumber makanan yang sehat kaya serat, yaitu dedak halus atau lebih dikenal dengan nama bekatul. Menurut FAO, bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi yang sebenarnya merupakan selaput inti biji padi. Terdapat perbedaan antara dedak dan bekatul. Dedak yang lebih dikenal di masyarakat merupakan dedak kasar. Dedak dihasilkan pada proses penyosohan pertama, sedangkan bekatul pada proses penyosohan kedua, disebut juga dengan dedak halus (Yunita, 2014). Manfaat bekatul diantaranya adalah menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan metabolisme glukosa (Ardiansyah, 2004 dalam Yunita, 2014). Bekatul mengandung antioksidan, multivitamin dan serat tinggi untuk penangkal penyakit degeneratif juga kaya akan pati, protein, lemak, vitamin dan mineral (Damayanthi, Tjing & Arbianto, 2007). Kandungan

serat yang tinggi dalam bekatul memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai produk yang mengandung serat (Mursalina & Silalahi, 2012). Asupan serat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diantaranya dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi, diabetes, obesitas dan gangguan pencernaan. Selain itu, peningkatan konsumsi serat juga dapat menurunkan tekanan darah, mengendalikan kadar gula darah dan berperan dalam penurunan berat badan serta fungsi imunitas (Anderson et al., 2009 dalam Puspitarini & Rahayuni, 2012). Namun demikian bekatul memiliki kelemahan mudah rusak oleh aktivitas hidrolitik dan oksidatif enzim lipase yang berasal dari dalam bekatul maupun aktivitas mikroba sehingga merusak senyawa bioaktif. Kerusakan bekatul juga terutama karena kandungan asam lemak tidak jenuhnya yang tinggi yang biasanya diawali dengan ketengikan (Auliana, 2011). Selain itu, bekatul mempunyai warna yang kurang menarik dan bau langu sehingga sifat organoleptiknya kurang diterima (Jubaidah, 2008). Bekatul belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan pangan karena penampilannya yang kurang menarik dan tidak bergengsi sehingga hanya digunakan untuk pakan ternak saja meskipun mempunyai kandungan yang baik untuk kesehatan manusia. Oleh karena itu, dalam upaya diversifikasi pangan, bekatul tersebut perlu diolah sedemikian rupa sehingga cita rasa dan penampilannya menjadi lebih disukai dan bergengsi. Lima komoditas yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi buah nasional adalah pisang, mangga, nanas, jeruk siam/keprok dan salak. Nanas berada di urutan ketiga dengan produksi sebesar 1.835.483 ton atau sekitar 9,27%

dari total produksi buah di Indonesia. Sentra produksi nanas terbesar ada di Pulau Sumatera dengan total produksi sebesar 1.191.486 ton atau sekitar 64,91% dari total produksi nanas nasional. Provinsi penghasil nanas terbesar adalah Lampung dengan produksi sebesar 560.026 ton atau sekitar 30,51% dari total produksi nanas nasional, diikuti oleh Sumatera Utara dan Jambi. Sedangkan penghasil nanas terbesar di Jawa adalah Provinsi Jawa Timur dengan produksi sebesar 186.949 ton atau sekitar 10,19% dari total produksi nanas nasional, diikuti oleh Jawa Barat (Taufik, 2015). Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun (Rukmana, 1996 dalam Soeharto, 2011). Varietas nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayenne dan Queen (Ariyanto, 2012). Nanas Queen memiliki rasa yang lebih manis daripada nanas Cayenne dan memiliki daun berduri. Khusus nanas Cayenne yang ditanam di daerah Subang, buahnya lebih manis daripada nanas Queen dan nanas jenis Cayenne yang ditanam didaerah lain (Redaksi AgroMedia Pustaka, 2009). Nanas ditambahkan dalam pembuatan cookies dikarenakan pemanfaatan produk olahan nanas belum optimal sedangkan produksi nanas paling banyak ketiga di Indonesia. Menurut Tresnawati (2010), produk olahan dari nanas yang banyak beredar dipasar berupa sirup, selai pasta, selai lembaran, keripik serta dodol. Nanas mengandung serat yang berguna untuk membantu proses pencernaan, menurunkan kolesterol dalam darah dan mengurangi resiko diabetes dan penyakit jantung. Salah satu produk yang telah lama dikenal dan digemari oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan dan usia adalah cookies. Cookies merupakan makanan

kering hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain membentuk suatu formula adonan sehingga menghasilkan suatu produk dengan sifat dan struktur tertentu (Matz, 1978 dalam Ermawati, 2015). Produk dalam bentuk biskuit ini berasal dari proses penambahan tepung bekatul yang dicampur dengan tepung terigu, telur, margarin dan susu. Cookies adalah jenis kue kering yang mempunyai rasa manis, berbentuk kecil dan diperoleh dari proses pengovenan dengan bahan dasar tepung terigu, margarin, gula halus dan kuning telur (Wulandari & Handarsari, 2010). Menurut Disperindag (2016), Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menyatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 menyebabkan konsumsi tepung terigu nasional turun 2,19% dibandingkan 2014. Pada tahun 2011 pertumbuhan konsumsi mencapai 7,12%, dilanjutkan pada 2012 sebesar 8,93% serta 2013 dan 2014 yang masing-masing tumbuh 4,14% dan 5,09%. Penurunan konsumsi domestik juga memengaruhi penurunan impor biji gandum sebesar 0,3%. Adapun nilai ekspor tepung terigu pada tahun lalu mengalami penurunan tajam sebesar 11,7%, sementara ekspor produk berbasis tepung terigu justru naik tipis 0,4%. Jenis makanan berupa biskuit dipilih karena praktis (mudah dibawa), mempunyai daya simpan yang lama dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Cookies merupakan makanan ringan yang telah dikenal dan disukai secara luas oleh masyarakat Indonesia dari anak-anak hingga dewasa. Cookies seringkali dikonsumsi sebagai makanan selingan disamping makanan pokok. Cookies diharapkan dapat menyumbangkan energi, sebagai pengganti energi yang telah

dikeluarkan setelah melakukan aktivitas. Jumlah biskuit yang dikonsumsi tidak dalam porsi yang banyak karena sifatnya hanya sebagai penyumbang energi dan zat gizi, bukan sebagai pengganti menu utama. 1.2. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pengaruh perbandingan tepung bekatul dengan tepung terigu terhadap karakteristik cookies yang dihasilkan. 2. Bagaimana pengaruh penambahan bubur nanas terhadap karakteristik cookies yang dihasilkan. 3. Bagaimana pengaruh interaksi antara perbandingan tepung bekatul dengan tepung terigu dan penambahan bubur nanas terhadap karakteristik cookies yang dihasilkan. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk melakukan penelitian terhadap perbandingan antara tepung bekatul dengan tepung terigu dan penambahan bubur nanas dalam pembuatan cookies. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung bekatul dan tepung terigu dengan penambahan bubur nanas yang tepat dalam pembuatan cookies. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memanfaatkan limbah hasil penggilingan padi 2. Membantu penganekaragaman bekatul 3. Mengurangi ketergantungan tepung terigu 4. Memanfaatkan buah nanas sebagai bahan pendukung pembuatan cookies

1.5. Kerangka Pemikiran Berdasarkan SNI 2973-2011, biskuit dapat dikategorikan menjadi 5 jenis diantaranya: (1) Biskuit adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak/lemak, dengan atau tanpa bahan pangan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. (2) Krekers adalah jenis biskuit yang dalam pembuatannya memerlukan proses fermentasi atau tidak, serta melalui proses laminasi sehingga menghasilkan bentuk pipih dan bila dipatahkan penampangnya tampak berlapis-lapis. (3) Kukis adalah jenis biskuit yang terbuat dari adonan lunak, renyah dan bila dipatahkan penampangnya tampak bertekstur kurang padat. (4) Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, mempunyai pori-pori kasar, relatif rendah dan bila dipatahkan penampang tampak berongga. (5) Pai adalah jenis biskuit berserpih (flaky) yang dibuat dari adonan dilapis dengan lemak padat atau emulsi lemak sehingga mengembang selama pemanggangan dan bila dipatahkan penampangnya tampak berlapis-lapis. Pada proses pemanggangan cookies biasanya menggunakan suhu 150 o C-180 o C selama kurang lebih 15-20 menit. Suhu pemanggangan tidak boleh terlalu tinggi agar penguapan berjalan perlahan-lahan sehingga pemasakan terjadi rata (Saroyo, 2013). Bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi yang sebenarnya merupakan selaput inti biji padi. Kegiatan penyosohan beras dapat mengikis 7,5% dari bobot beras awal berupa bekatul yang memiliki kadar selulosa dan hemiselulosa yang paling tinggi dibandingkan dengan beras (Yunita, 2014).

Menurut Auliana (2011), kandungan gizi bekatul terdiri dari serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin dan niasin. Bekatul juga mengandung lemak tidak jenuh tinggi yang baik untuk jantung, tokoferol dan tokotrienol yang berfungsi sebagai antioksidan. Bekatul sebanyak 50 gram mengandung serat sebesar 44% dan air 8% jika disetarakan dengan 1.500 gram apel segar yang hanya mengandung serat 2% dan air 84%. Bekatul merupakan sumber serat pangan (serat larut dan serat tidak larut) yang baik. Serat larut terbukti mampu menurunkan kadar kolesterol dan LDL darah, sehingga dapat mencegah terjadinya hiper-kolesterolemia dan aterosklerosis. Serat tidak larut dapat memperpendek masa tinggal suatu makanan dalam sistem pencernaan, sehingga dapat mengurangi peluang terjadinya kanker kolon. Selain serat pangan, bekatul juga mengandung komponen bioaktif oryzanol dan tokoferol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa oryzanol dapat menurunkan kadar kolesterol pada manusia (Wirawati & Nirmagustina, 2009) Menurut Santiko (2008), substitusi bekatul sebesar 15% pada tepung terigu dilaporkan memberikan hasil yang optimal terhadap penerimaan cookies dan roti manis. Dimana kue kering dengan substitusi tepung bekatul 15% lebih disukai konsumen dan memberikan sumbangan serat 9,44%. Penambahan bekatul dalam pembuatan biskuit sebaiknya menggunakan variasi bekatul 5% dari 100 g tepung terigu karena memiliki kandungan protein dan cita rasa tinggi serta disukai oleh panelis dengan bahan-bahan yang digunakan adalah tepung terigu, tepung bekatul, kuning telur, gula, margarin dan susu (Wulandari & Handarsari, 2010).

Semakin tinggi jumlah tepung bekatul yang disubstitusikan, maka nilai daya serap airnya akan semakin rendah. Nisbah penyerapan air dipengaruhi oleh keberadaan serat, karena sifat serat yang mudah menyerap air maka semakin banyak serat yang terkandung, maka semakin besar nilai daya serap airnya (Richana & Suniarti, 2004). Kandungan serat yang ada pada bekatul beras putih lebih tinggi yaitu 15,06% dibandingkan dengan bekatul beras merah yaitu 13,44%. Total serat pangan bekatul berkisar antara 21-27% dengan lebih dari 98% adalah serat tidak larut air. Serat tidak larut air memiliki sifat mampu berikatan dengan air seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang dapat mencegah kelainan fungsi pencernaan dan konstipasi, sedangkan serat yang larut dalam air memiliki sifat mampu membentuk gel yang mempengaruhi metabolisme tubuh seperti pektin, musilase dan gukm (Iriyani, 2011). Bekatul juga mengandung senyawa bioaktif fitokimia, yang meliputi serat makanan, fitosterol, gamma oryzanol, tokoferol dan tokotrienol, asam ferulic serta senyawa fenolik. Sebagian besar senyawa fitokimia tersebut sebagai non gliserida dalam minyak bekatul. Kandungan vitamin B kompleks pada bekatul cukup tinggi, khususnya tiamin dan asam nikotinat. Disamping mempunyai nilai gizi yang tinggi, bekatul juga mengandung beberapa zat anti gizi. Zat anti gizi tersebut adalah tripsin inhibitor, asam fitat, dan hemaglutinin (Yunita, 2014). Sebagian besar vitamin yang ada dalam padi terdapat pada bagian aleuron dan lembaga. Hal ini menjadikan bekatul sebagai bahan yang kaya akan kandungan vitamin. Vitamin B kompleks dan vitamin E (tokoferol) banyak ditemukan di dalam

bekatul (220-320 ppm), sedangkan vitamin A (0.9-1.6 ppm) dan vitamin C hanya sedikit jumlahnya (Barber & Barber, 1980). Kandungan protein dalam bekatul dapat mencapai 15,4%. Protein dedak padi mempunyai asam amino esensial yang lengkap sehingga mempunyai nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi protein dedak ternyata tidak berbeda jauh dengan nilai gizi protein pada kacang kedelai (Fauziyah, 2011). Bekatul mengandung komponen antioksidan lebih dari 100 jenis, di antaranya gamma orizanol (2200-3000 ppm), tokoferol dan tokotrienol (220-320 ppm), fitosterol (2230-4400 ppm), karotenoid (0,9-1,6 ppm), vitamin B (tiamin, 22-31 ppm). Tokoferol (vitamin E) berperan sebagai antioksidan dengan mencegah kerusakan dinding sel sehingga mampu mencegah hemolisis (kerapuhan) sel darah merah. Orizanol merupakan fraksi tidak tersabunkan dari minyak bekatul yang dapat membantu sirkulasi darah dan memicu sekresi hormon (Helal, 2005). Perlakuan substitusi dengan tepung bekatul pada produk flakes jagung dan kacang merah memberikan pengaruh nyata terhadap parameter kadar serat kasar, kadar air, kadar pati, daya patah, daya serap air, dan warna (L). Produk dengan perlakuan terbaik yaitu perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah 3:1 dengan perlakuan substitusi tepung bekatul sebanyak 10%. Semakin banyak substitusi tepung bekatul yang dilakukan, maka nilai daya patah yang didapat semakin tinggi. Hal ini dikarenakan dalam proses membentuk tekstur antar molekul pati, serat dan protein membutuhkan air. Sehingga pada saat proses pembentukan tekstur, komponen pati, serat dan protein saling berkompetisi mengikat air untuk membentuk tekstur. Terbatasnya ketersediaan air pada bahan menyebabkan

komponen pati, serat, dan protein tidak maksimal dalam membentuk tekstur (Permana & Putri, 2015). Nanas merupakan buah yang paling tinggi kemampuannya untuk melarutkan lemak dalam saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena kandungan bromelinnya. Buah nanas mengandung zat dekstrosa, laevulose, manit, sakarosa, asam organik, protein dan bromelin. Manfaat dari nanas sendiri adalah untuk membantu pencernaan protein (Wirakusumah, 2002). Serat dari 150 gram nanas setara dengan separuh dari jeruk. Selain itu, kandungan vitamin dan mineral menjadikan nanas sumber yang baik untuk vitamin C dan berbagai macam vitamin lainnya (Tresnawati, 2010). Kultivar nenas yang paling banyak ditanam di Indonesia adalah Cayenne dan Queen. Kultivar Cayenne dikenal dengan nama lokal nenas Subang dan nenas minyak (Bogor), sedangkan kultivar Queen dikenal dengan nama lokal seperti nenas Bogor, Palembang, Pemalang dan Blitar (Meinarti, 2011). Hasil penelitian Wulandari (2008), menunjukkan bahwa penambahan sari buah nanas sangat berpengaruh terhadap kadar protein pada tape singkong. Penambahan sari buah nanas dengan volume 25 ml, 37,5 ml dan 50 ml menunjukkan hasil bahwa semakin tinggi volume sari buah nanas yang ditambahkan maka semakin tinggi pula konsentrasi enzim bromelin. Hal ini menyebabkan kadar protein tape singkong dengan penambahan sari buah nanas dengan volume 50 ml lebih tinggi daripada kadar protein pada tape singkong tanpa penambahan sari buah nanas, karena bromelin berfungsi untuk mengkatalis protein dalam tape singkong.

Penambahan sari kulit nanas 0,5 L, 1 L dan 1,5 L menghasilkan kesimpulan bahwa konsentrasi 1,5 L dapat meningkatkan kadar protein tempe kacang lamtoro (Qoniah, 2014). 1.6. Hipotesis Penelitian 1. Diduga perbandingan tepung bekatul dengan tepung terigu berpengaruh terhadap karakteristik cookies yang dihasilkan. 2. Diduga penambahan bubur nanas berpengaruh terhadap karakteristik cookies yang dihasilkan. 3. Diduga interaksi antara perbandingan tepung bekatul dengan tepung terigu serta penambahan bubur nanas berpengaruh terhadap karakteristik cookies yang dihasilkan. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Universitas Pasundan Jalan Dr. Setiabudi No. 193, Bandung dan Laboratorium Analisa CV. Chem-Mix Pratama, Yogyakarta. Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2016 sampai bulan Januari 2017.