BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakses informasi melalui media cetak, TV, internet, gadget dan lainnya.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS PADA PRODUK DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA BARU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seluruh lapisan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin pesat dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2016). Belakangan ini, fenomena perkembangan fashion yang sedang menjadi

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dan keperluannya masing-masing. Tidak terkecuali juga para

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sudah terjadi di seluruh bangsa tak terkecuali indonesia. Faktor pendukung

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN GAYA HIDUP KONSUMTIF SMA BHINNEKA KARYA 2 BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

BAB II LANDASAN TEORI

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teknologi menyebabkan meningkatnya jumlah barang atau produk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus merugikan bagi semua orang. Akibat globalisasi tersebut diantaranya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk

BABI PENDAHULUAN. Seperti yang telah diketahui bahwa rnenjelang abad ke 20, negara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN STUDI KASUS

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Samarinda

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok

BAB I PENDAHULUAN. dan terdapat perusahaan rokok (duniaindustri.com, 2015). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. materialime yang menjurus pada pola hidup konsumtif. Perilaku konsumtif erat

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan suatu kelompok masyarakat dapat diketahui dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

2014 PERILAKU KONSUMEN MAHASISWA

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri maupun produksi luar negeri. Membanjirnya produk kosmetika di

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI TINGKAT AWAL DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan keluarga. Peran ibu rumah tangga dalam mengurus kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. segar dengan pembaharuan yang dibawa dalam segala bidang. Arfani (2004) menjelaskan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belanja idealnya dilakukan untuk

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA KOTA BOJONEGORO. Abd. Hafid

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya Pembangunan Nasional Indonesia diiringi dengan tingkat kompleksitas masyarakat yang lebih tinggi. Adanya kemajuan ini secara nyata menyebabkan hasrat konsumtif dan daya beli juga bertambah. Kondisi tersebut membawa kebiasaan dan gaya hidup juga berubah dalam waktu yang relatif singkat menuju ke arah semakin mewah dan berlebihan. Pola konsumsi seperti ini terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat, meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Hampir tidak ada golongan yang luput dari hal tersebut. Kondisi ini dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan. Perkembangan zaman sekarang ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli salah satunya adalah secara implisit menyebabkan konsumtif dan daya membeli masyarakat yang semakin bertambah. Dimana mereka membeli barang atau jasa bukan karena mereka senag dan ingin membeli. Akibat dari perilaku konsumtif ini akan membentuk suatu gaya hidup bagi masyarakat. Gaya hidup disini lebih menunjukkan bagaimana individu menjalankan kehidupannya dan bagaimana memanfaatkannya waktunya (Suryani,2008). Perilaku konsumtif bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata tapi untuk memenuhi keinginan yang sifatnya untuk menaikkan prestise, menjaga gengsi, mengikuti mode, dan berbagai alasan lainnya. Perilaku konsumtif tidak

memandang umur, jenis kelamin ataupun status sosial. Menurut Santosa ( dalam Ayu, 2009) perilaku konsumtif dapat melanda berbagai macam kelompok, meskipun dalam bentuk dan taraf yang berbeda, perilaku konsumtif merupakan satu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal diperkotaan. Dalam arti konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan serta tidak ada skala prioritas atau dapat diartikan sebagai gaya hidup yang mewah. Menurut Sumartono, 2002 mendefinisikan perilaku konsumtif sebagai perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Perilaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan rasional, dan pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan (need) tetapi sudah ada faktor keinginan (want). Hal inilah yang membuat remaja khusunya remaja putri berperilaku konsumtif. Kenyataan bahwa remaja, terutama remaja putri mempunyai kecendrungan memiliki pola perilaku konsumtif dapat dibuktikan dalam penelitian Taylor ( dalam, Ayu 2009) bahwa remaja putri terbukti membelanjakan uangnya lebih banyak. Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Reynolds ( dalam, Ayu 2009) yang mendapatkan bahwa remaja putri menggunakan uangnya lebih banyak dari pada remaja putra walaupun uang saku mereka sama banyaknya. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Monks, dkk,

2002). Pada usia ini remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikis. Perubahan ini berlangsung begitu cepat dan sangat dipengaruhi tren dan mode. Remaja akan melakukan berbagai macam cara untuk memuaskan keinginannya untuk berbelanja. Survei yang dilakukan oleh Deteksi Jawa Pos menemukan bahwa 20,9 % dari 1.074 responden yang berstatus sebagai pelajar yang berdomisili di Jakarta dan Surabaya mengaku pernah menggunakan uang sppnya untuk membeli barang incarannya ataupun hanya untuk bersenang-senang (Sitohang, 2009). Penelitian Sriatmini (2009) pada remaja di Malang menunjukkan bahwa remaja gengsi dan merasa malu jika tidak membeli barang-barang yang tidak bermerek dan mereka merasa dikucilkan temannya, meskipun tidak mempunyai uang tetapi mereka akan tetap membeli barang bermerek tersebut sekalipun dengan jalan yang tidak wajar. Banyak siswa di SMAN se-kota Malang (79,60%) menyatakan melakukan tindakan-tindakan yang negatif seperti meminjam uang, mencuri, memalak, menipu, berbohong, bahkan melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain hanya untuk memenuhi hasrat berbelanjanya. Konsumtif disini dicerminkan dengan adanya atribut-atribut dan tandatanda yang tidak hanya tampak pada penampilan luar, tetapi juga menyangkut pola penghabisan waktu luang, gaya hidup bahkan gaya remaja mealui model fashion dan kecantikan. Irmasari (2010) mengatakan bahwa perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak negatif, terutama bagi remaja. Dampak negatif perilaku konsumtif antara lain kecemburuan sosial, mengurangi kesempatan untuk

menabung dan cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang. Kecemburuan sosial muncul karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu. Perilaku konsumtif menyebabkan seseorang cenderung lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung. Dampak negatif dari perilaku konsumtif muncul ketika seseorang mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa dating.. Para remaja putri melakukan perilaku konsumtif dalam pembelian kosmetik karena mereka tidak percaya dengan dirinya dan ingin membuat dirinya menarik atau terlihat cantik. Remaja akan melakukan berbagai macam cara untuk memuaskan keinginannya untuk berbelanja. Survei yang dilakukan oleh Deteksi Jawa Pos menemukan bahwa 20,9 % dari 1.074 responden yang berstatus sebagai pelajar yang berdomisili di Jakarta dan Surabaya mengaku pernah menggunakan uang spp-nya untuk membeli barang incarannya ataupun hanya untuk bersenangsenang (Sitohang, 2009). Jatman 1987 mengatakan bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak terlepas dari pengaruh perilaku konsumtif, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan. Pernyataan ini diperkuat oleh Sumartono (2002) yang mengatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap

pengaruh dari luar. Hal serupa diungkapkan oleh Segut (2008) kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Menurut Zebua & Nurdjayadi (dalam Sitohang, 2009), membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, tetapi membeli dilakukan karena alasanalasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin mencoba produk baru, dan ingin memperoleh fungsi yang sesungguhnya dan menjadi suatu ajang pemborosan biaya karena belum memiliki penghasilan sendiri. Remaja merupakan salah satu contoh yang paling banyak terkena dampak konsumerisme atau mudah terpengaruh perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif pada remaja ini sebenarnya dapat dimengerti karena remaja biasanya mudah terbujuk rayu iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uang. Apalagi terhadap remaja yang memiliki kelas ekonomi yang cukup berada, terutama dikota-kota besar, pusat perbelanjaan sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Dalam hal ini biasanya remaja menggunakan kosmetik dengan harga sekitar Rp.100.000,- sampai Rp.500.000,-. Remaja berusaha untuk menampilkan sesuatu yang terkesan wah dalam pemenuhan kebutuhan serta gaya hidupnya untuk memperoleh suatu penerimaan, pengakuan dari teman-teman sebagai kelompok referensinya. Hal tersebut membuat mereka merasa sensitif dan tersaingi sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan diri sebagai remaja sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut juga kemungkinan mendorong remaja untuk berperilaku konsumtif. Hal ini dapat dilihat dari

maraknya remaja putri yang mencari sarana dan prasarana untuk memperindah wajahnya dengan menggunakan kosmetik seperti msakara, eye liner, compack powder, lipgloss dan lain sebagainya. Masalah pada siswi remaja putri ini sebenarnya salah satu diantaranya adalah dalam upaya memenuhi keinginannya untuk tampil lebih cantik dan menarik. Hal ini dapat kita ketahui karena ketika anak perempuan memasuki masa pubertas dimana mulai terjadi perubahanperubahan fisiologis pada dirinya, mereka mulai sangat memperhatikan tubuhnya terutama bagian wajah agar tampilannya terlihat lebih menarik. Kemunculan kosmetik merupakan salah satu cara bagi para remaja dalam mengaktualisasikan diri dalam pemenuan kebutuhan konsumsinya terhadap kosmetik yang merupakan tren baru yang terjadi pada remaja yang ada di Medan. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 Maret 2017 terlihat adanya remaja- remaja putri yang ada di Medan membeli kosmetik tanpa mementingkan kebutuhan melainkan karena pengaruh atau ajakan dari teman. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara singkat yang dilakukan peneliti di Matahari Thamrin Plaza Medan dengan remaja putri. Kutipan wawancara singkat mengenai perilaku konsumtif yang dilakukan peneliti dengan seoran Medan pada tanggal 16 Maret 2017 di Matahari Mall Thamrin Plaza Medan : Remaja putri berinisial SP (17) mengatakan: ia membeli produk Maybeline karena melihat iklan bahwa produk Maybeline telah mengeluarkan produk lipstick yang terbaru dengan renovasi long lasting. Sehingga ia tertarik untuk memakai produk tersebut yang sebelumnya ia menggunakan produk Pixy.

Kutipan wawancara singkat mengenai konformitas yang dilakukan peneliti dengan seorang remaja putri pada tanggal 16 Maret 2017 di Matahri Thamrin Plaza Medan : Siswi dengan inisial AF (16) mengatakan ia menggunakan produk kecantikan Make Over karena temannya memberi saran tentang perubaan wajahnya yang semakin terkihat glowing dengan pemakaian alas bedak dari produk Make Over tersebut. Dengan kata lain manfaat kosmetik sebagai penunjang penampilan serta menimbulkan rasa percaya diri (Suryaningrum, 2008). Hal itu yang menjadi alasan mengapa mereka menggunakan kosmetik. Tidak hanya satu merek yang mereka gunakan tetapi mereka juga sering mencoba beberapa merek kosmetik hanya untuk menegetahui apakah merek tersebut bagus apa tidak, bila ternyata merek tersebut tidak cocok mereka gunakan maka mereka akan membuang produk tersebut dan menggantinya dengan merek yang lain. Salah satu alasan dari kenyataan tersebut adalah bahwa wanita lebih memperhatikan penampilannya yang dimulai pada saat memasuki masa remaja. Dilihat dari dandanan atau riasan wajah yang seharusnya remaja putri tersebut tidak melakukannya seringnya mereka membelanjakan uang saku mereka dengan membeli kosmetik yang ada dipasaran. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor eksternal, yaitu kelompokkelompok referensi. Dalam hal ini, bahwa remaja yang memiliki hubungan sosial dengan peer group-nya, merupakan bentuk kelompok referensi (Dacey dan Kenny, 1997).

Adanya sikap patuh tetapi lebih kepada mengalah ini biasanya dikenal dengan istilah konformitas, yaitu perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok (Sarwono, 2003). Pengertian yang mirip dijelaskan oleh Myers (2003) yaitu konformitas sebagai A change in behavior or belief to accord with others. Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama dengan dengan orang lain. Myers (2003) menambahkan bahwa konformitas pada kelompok mampu membuat individu berperilaku sesuai dengan keinginan kelompok dan membuat individu melakukan sesuatu yang berada di luar keinginan individu tersebut. Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilakuperilaku tertentu pada anggota kelompok Zebua dan Nurdjayadi (dalam, Sihotang, 2009). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (1998) bahwa konformitas muncul ketika remaja mengadopsi sikap atau perilaku remaja lain dikarenakan adanya tekanan yang nyata ataupun yang dibayangkannya. Tekanan itu timbul karena remaja merasakan perbedaan yang ada antara dirinya dengan teman-temannya yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam dirinya bahkan meskipun temantemannya tidak menunjukkan perilaku tertentu untuk menekannya. Menurut William (1985) konformitas merupakan salah satu faktor kelompok sosial yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku konsumsi. Pernyataan ini, diperkuat oleh Roberston, dkk (1987) bahwa

konformitas dapat memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan dalam melakukan perilaku konsumsen. Hubungan konformitas dengan perilaku kosumtif juga terjadi pada remaja dengan cara mengikuti penampilan kelompok ataupun karena ingin diterima oleh kelompok, misalnya warna baju yang sama, ataupun perlengkapan sekolah yang sama. Adanya unsur perilaku membeli yang tidak sesuai kebutuhan dilakukan semata-mata demi hubungan konformitas yang telah dibentuk oleh remaja dengan peer group-nya dan juga terdapat unsur kesenangan, sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros yang dikenal dengan istilah perilaku konsumtif. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusich (2008) yang mengatakan bahwa disaat seseorang menyatakan ataupun telah melakukan pembelian produk, dikarenakan adanya tekanan atau paksaan dari kelompok, maka di saat itu juga dapat dikatakan bahwa konformitas memberikan peran penting pada pemakaian ataupun konsumsi produk. Berdasarkan uraian dan fenomena-fenomena yang ada, penelitian menemukan salah satu faktor dari perilaku konsumtif ini adalah konformitas. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan konformitas dengan perilaku konsumtif pembelian kosmetik pada remaja putri yang ada di Mall Thamrin Plaza Medan.

B. Identifikasi Masalah Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya konformitas dengan perilaku konsumtif pada remaja putri. Perbedaan pada masing-masing individu mengenai konformitas, disini peneliti menggunakan variabel Konformitas sebagai variabel bebasnya dan faktor-faktor yang akan dipakai untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti nantinya, yaitu faktor teman sebaya. C. Batasan Masalah Penelitian ini tentang hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada remaja putri. Peneliti membatasi masalah dengan menjelaskan remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 15-18 tahun yang mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikis. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan yang positif antara konformitas dengan perilaku konsumtif pembelian kosmetik pada remaja putri di Mall Thamrin Plaza Medan? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pembelian kosmetik pada remaja putri.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap disiplin ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang psikologi industri dan organisasi terutama dalam bidang perilaku konsumen (consumer behavior) mengenai hubungan antar konformitas dengan perilaku konsumtif dengan memberikan bukti empiris mengenai hubungan tersebut. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada remaja dalam memahami perilaku konsumtif dalam hubungannya dengan konformitas yang dimiliki remaja pada kelompok sebayanya. Selain itu, penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti mengenai perilaku konsumen sebagai referensi teoritis dan empiris.