BAB I PENDAHULUAN. Peranan K.H. Amin Bin Irsyad dalam memajukan pondok pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dakwah Islamiyah merupakan suatu kegiatan yang bersifat menyeru,

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

BAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

pada diri mereka sehingga mudah menguasai bahasa yang dipelajari baik secara aktif maupun pasif. Demikian juga penciptaan lingkungan dan budaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-

BAB V KESIMPULAN. menyebabkan beliau dihargai banyak ulama lain. Sejak usia muda, beliau belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB V KESIMPULAN. permasalahan yang dibahas. Dalam kesimpulan ini penulis akan memaparkan. telah dikaji. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan sistem pendidikan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB V PENUTUP. pendidikan Islam di Indonesia antara lain dibukanya pendidikan agama di

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa penjajahan Belanda, terjadi berbagai macam eksploitasi di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

PENGELOLAAN KEUANGAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL AMAL BLORA TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini. Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan utama pada

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

PENDAHULUAN. Sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang, pondok pesantren merupakan

2015 DARI JALAN PAJAJARAN HINGGA ISTANA MERDEKA: PERJUANGAN GERAKAN SERIKAT PEKERJA PT DIRGANTARA INDONESIA TAHUN

BAB IV RESPON MASYARAKAT TERHADAP SOSOK USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM MENGEMBANGKAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL

BAB I PENDAHULUAN. kyai memberikan pengaruh yang cukup besar dalam perpolitikan di Martapura

Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik, mereka dapat mengenyam pendidikan sistem Barat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

PERANAN YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD DESA SUMBEREJO KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan

I. PENDAHULUAN. pesantren terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Fokus penelitian ini adalah Peran KH. Munir Abdullah dalam Membimbing Agama Masyarakat Desa Ngroto Kecamatan Gubug

BAB I PENDAHULUAN. dimasa lampau itu dapat kita pelajari dari bukti-bukti yang ditinggalkan, baik yang berupa bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

BAB I PENDAHULUAN. Elka Desty Ariandy TGA PONDOK PESANTREN DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. asasnya. Masing-masing nilai itu dapat diimplementasikan dalam berbagai. persatuan dan kesatuan, kerakyatan dan keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan juang.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri dari

BAB II SEJARAH SINGKAT KH. SYAMSUL ARIFIN ABDULLAH SEBAGAI PENGASUH PONDOK PESANTREN BUSTANUL ULUM PUGER JEMBER

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk perkara munkar (keji/kejahatan) sebagai kebalikan dari ma ruf (kebijakan/

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan Nasional merupakan salah satu bagian dari perjalanan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap

BAB V PENUTUP. 1. Pendidikan Islam di Nusantara pada masa KH. Ahmad Dahlan sangat

BAB I PENDAHULUAN. program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dakwah merupakan suatu kegiatan atau usaha yang di lakukan kaum

BAB I PENDAHULUAN. Dominannya peran kiai atau ulama dalam sistem sosial. masyarakat sering menjadikan kiai atau ulama sebagai rujukan dalam

2016 KONTROL SOSIAL HMI TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang diajarkan dari sudut pandang Islam, 1 di Indonesia tidak dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS POLITIK K.H. HASYIM ASY ARI PADA MASA PERJUANGAN MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. adalah adalah suatu bentuk lingkungan masyarakat yang memiliki tatanilai

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, da wah amar ma rūf nahī

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi membuat dunia transparan seolah olah tidak mengenal batas antar Negara.

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,

BAB VI P E N U T U P

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat berperan penting dalam menentukan perkembangan masyarakat, dengan pendidikan juga masyarakat diarahkan untuk bisa beradaptasi dengan tantangan zaman, sehingga pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan arah perkembangan masa depan suatu masyarakat. Begitupun dengan pendidikan Islam, yang merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup umat Islam untuk melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) serta mentransformasikan nilai-nilai Islam kepada individu-individu muda sebagai generasi penerus. Sehingga nilai kultural-religius yang dicitacitakan bisa berfungsi dan berkembang dalam masyarakat Islam dari waktu ke waktu (Arifin, 1996: 11-12). Pendidikan Islam di Indonesia mempunyai lembaga tersendiri yang biasa disebut dengan pondok pesantren. Lembaga tersebut merupakan sistem pendidikan tertua dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous (pribumi). Selain sebagai tempat pendidikan, pondok pesantren juga merupakan pusat penyiaran agama Islam (dakwah). Peran pesantren, baik sebagai tempat pendidikan maupun pusat penyiaran agama banyak memberi manfaat terhadap masyarakat, sehingga masyarakat tidak segan untuk ikut serta terlibat dalam pembangunan suatu pesantren. Sikap masyarakat tersebut tidak lepas dari keberadaan pondok pesantren yang tidak bersifat eksklusif sehingga terjadi

2 komunikasi yang baik antara pondok pesantren dengan masyarakat. Selain itu pesantren juga dalam beberapa kegiatannya melibatkan masyarakat, sehingga terjadi symbiosis mutualism antara pesantren dan masyrakat. Dalam perjalanan sejarah pondok pesantren, selain sebagai tempat pembentukan kader-kader ulama dan pengembangan pendidikan Islam, pesantren juga merupakan basis gerakangerakan protes terhadap penjajahan Belanda (Kartodirdjo, 1990: 387). Krisis kepercayaan terhadap pemerintah pada saat penjajahan membuat rakyat lebih memilih tokoh agama sebagai tempat perlindungan, sosok kiai menjadi pilihan utama sebagai figur yang disegani dan dihormati rakyat. Hal itu pula yang membuat pemerintah pada saat itu merasa iri terlebih dari pihak Belanda yang merasa terancam dengan adanya suatu perkumpulan rakyat yang mayoritas diisi oleh para pemuda dan pondok pesantrenlah yang menjadi basis pergerakannya. Meskipun pada dasarnya pesantren bersifat pasif atau tidak melakukan perlawanan, namun karena statusnya yang non-cooperative, pesantren beserta elemen yang ada di dalamnya termasuk kiai yang memimpin pesantren tersebut dinilai sewaktu-waktu bisa menjadi ancaman yang dapat mengganggu kestabilan kekuasaan penjajah. Belanda terus berusaha mencengkeramkan kekuasaan politiknya dengan cara melancarkan langkah-langkah pembatasan gerak dan pengawasan yang ketat terhadap pemimpin-pemimpin Islam yang dikhawatirkan akan membahayakan kekuasaan Belanda. Namun hal yang menarik perhatian pada proses pembatasanpembatasan yang dilakukan oleh Belanda tersebut kenyataannya Islam justru menjadi daya tarik utama rakyat sebagai wadah perjuangan melawan penjajahan Belanda. Pembatasan-pembatasan yang dilancarkan oleh Belanda terhadap Islam

3 telah membatasi aktivitas Islam sebagai suatu kekuatan sosial, kultural dan politik, sehingga Islam tidak dapat memainkan peranan penting dalam percaturan politik di kota-kota daerah Jawa, maka hal ini berakibat pusat-pusat studi Islam pindah ke desa-desa dalam kompleks pesantren yang dikembangkan oleh para kiai (Dhofier, 1982: 13). Selain statusnya sebagai lembaga pendidikan keagamaan, pada masa penjajahan pesantren juga erat kaitannya dengan pusat perjuangan bangsa Indonesia. Pesantren menjadi tempat sosialisasi politik dan pendidikan keprajuritan bagi para tentara Indonesia. Dari kalangan santri pesantrennya sendiri banyak yang menjadi pejuang dan para kiai pondok pesantren membekali pendidikan di bidang moral dan ketangguhan pribadi santri, sehingga sering kali pondok pesantren menjadi tempat yang efektif untuk menyusun kekuatan dalam menghadapi penjajah yang dalam hal ini adalah penjajah Belanda. Peranan kiai menjadi sangat penting karena setiap perintah yang bersumber dari kiai akan menjadi perintah yang harus ditaati oleh para santri, perintah kiai tersebut berupa fatwa yang ditujukan kepada seluruh pejuang dan rakyat bahwa memerangi golongan kolonialisme hukumnya wajib dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban. Dari peranan kiai ini akhirnya diketahui juga peranan pondok pesantren dalam bidang sosial politik mewarnai agenda kebijakan Negara dikemudian hari, baik dalam proses merumuskan Undang-Undang Dasar 1945 maupun peran sertanya dalam menumpas gerakan komunis tahun 1965 (Sukamto, 1999: 329). Sosok pribadi seorang kiai yang begitu sangat disegani dan dihormati serta kehidupannya yang sederhana menjadikan kiai sebagai pribadi yang dikagumi

4 oleh para santri maupun masyarakat luas. Ketinggian ilmu yang dimiliki lantas tidak menjadikan hidup seorang kiai menjadi angkuh dan merasa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan orang-orang di sekitarnya. Segala tindakan yang dilakukan oleh seorang kiai tentunya menjadi perhatian tersendiri dari masyarakat, apalagi jika hal yang dilakukannya tersebut tidak biasa termasuk tindakantindakan yang kontroversial atau aneh jika dipandang oleh masyarakat biasa. Bangsa penjajah menyadari jika kiai memiliki keistimewaan atau karomah yang mampu mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti dan menjadi pengikut setia kiai, sehingga kiai menjadi sosok yang mendapat perhatian khusus dari pihak penjajah. Peran pesantren yang digerakan oleh kiai dalam melawan penjajahan tidak berhenti sampai Indonesia merdeka, akan tetapi pesantren terus menunjukan peranannya yang signifikan pada masa revolusi yang tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, akan tetapi ikut serta dalam usaha mempertahankan kemerdekaan dengan membentuk laskar-laskar, para santri yang belajar di pesantren bergabung menjadi anggota hizbullah dan melakukan perlawanan fisik secara terbuka untuk mengusir Belanda yang berusaha menguasai kembali Indonesia (Tolkhah dan Barizi, 2004: 49-50). Dewasa ini sejarah pendidikan nasional lebih mengenal atau lebih sering mengemukakan gerakan pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswanya atau K.H. Achmad Dahlan dengan Muhammadiyah-nya, dan hampir tak pernah mengungkap pola pendidikan di pondok-pondok pesantren yang justru lebih tua keberadaannya di tengah-tengah masyarakat pedesaan Indonesia. Jutaan penduduk desa telah memasuki proses pendidikan melalui pondok-pondok

5 pesantren yang tersebar di pelosok-pelosok negeri bahkan jauh sebelum ada gerakan perjuangan nasional untuk kemerdekaan Indonesia. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang telah ada dan mempunyai potensi ideal untuk dikembangkan dengan sistem pendidikan komprehensif, guna menjawab tantangan masalah urbanisasi dan pembangunan pedesaan. Perspektif historis menempatkan pesantren pada posisi yang cukup istimewa dalam khazanah perkembangan sosial-budaya masyarakat Indonesia, sehingga dapatlah dikatakan bahwa pesantren merupakan subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Pesantren diposisikan sebagai satu elemen determinan dalam struktur piramida masyarakat Indonesia. Adanya posisi penting yang disandang pesantren menuntutnya untuk memainkan peranan penting pula dalam setiap pembanguan sosial, baik melalui potensi pendidikan maupun potensi pengembangan masyarakat yang dimilikinya. Seperti dimaklumi, pesantren selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya (santri) dari belenggu kebodohan yang menjadi musuh utama pendidikan secara umum. Di dalam pesantren terdapat sosok kiai yang mempiloti lika-liku kehidupan pesantren, hal ini senada dengan pendapat Horikoshi (1987: 232) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa kiai adalah figur yang berperan sebagai penyaring informasi dalam memacu perubahan di dalam pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya. Pesantren telah banyak berperan dalam proses pendidikan Islam maupun penyebaran ajaran agama Islam di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Proses penyebarannya tersebut terletak di pundak para ulama yang memimpin pondok pesantren. Paling tidak ada dua cara yang dilakukan para ulama dalam proses

6 penyebaran Islam. Pertama, membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke daerah-daerah yang lebih luas. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat jauh, yang mencerminkan pemikiran dan ilmu-ilmu keagamaan. Dalam proses pembentukan kader-kader ulama bukan berarti tanpa masalah, para santri yang sudah lulus dari sebuah pondok pesantren hanya sebagian kecil saja yang kemudian menjadi kiai, ulama atau mubaligh, sebagian besar dari mereka kemudian menjadi petani atau sekarang sudah merambah menjadi guru, pedagang, pegawai negeri dan sebagainya (Yatim, 2003: 301). Sudah menjadi common sense bahwa pesantren lekat dengan figur kiai (atau buya di Sumatera Barat, Ajengan di Jawa Barat, Bendoro di Madura, Tuan Guru di Lombok, Teungku di Aceh dan Tofanrita di Sulawesi Selatan). Kiai dalam pesantren merupakan figur sentral, otoritatif, dan pusat seluruh kebijakan dan perubahan. Hal ini erat kaitannya dengan dua faktor berikut: pertama, kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang bersandar pada kharisma serta hubungan yang bersifat paternalistik. Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual (atau keluarga), bukan komunal. Otoritas individu kiai sebagai pendiri sekaligus pengasuh pesantren sangat besar dan tidak bisa diganggu gugat (Masyhud dan Khusnurdilo, 2003: 14-15). Kedudukan kiai dalam mengasuh pesantren secara langsung maupun tidak langsung dapat menawarkan agenda perubahan sosial keagamaan, baik yang menyangkut masalah penafsiran agama dalam kehidupan sosial maupun prilaku keagamaan santri yang kemudian menjadi rujukan masyarakat sekitar pesantren. Ketika terjadi arus perubahan yang besar dan mempengaruhi kondisi sosio-

7 kultural pondok pesantren, maka yang menjadi masalah adalah bagaimana kebutuhan terhadap perubahan dapat direspon secara positif tanpa harus merusak ikatan-ikatan sosial yang ada. Melihat masalah tersebut para kiai berusaha memfungsikan ikatan-ikatan sosial sebagai penggerak perubahan sosial yang diiginkan. Perubahan yang ditawarkan oleh kiai dilakukan secara bertahap, hal ini dilakukan agar komunitas pesantren tidak mengalami kesenjangan budaya (cultural lag) atas masuknya budaya asing yang sebelumnya dianggap mengotori kemurnian tradisi pesantren (Sukamto, 1999: 7). Menurut Abdullah (1983: 18), dalam bukunya menyatakan bahwa gelar ulama diperoleh seseorang dengan dua syarat, pertama karena seseorang itu memiliki pengetahuan agama Islam yang tinggi dan kedua adanya pengakuan dari masyarakat. Syarat pertama dapat terpenuhi setelah menempuh masa belajar yang cukup lama dan biasanya bisa lebih dari satu tempat (pesantren) di mana seseorang itu belajar dan syarat kedua baru dapat terpenuhi sesudah masyarakat melihat dan menilai ketaatan orang tersebut dalam mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Tidak cukup dengan adanya pengakuan dari masyarakat tetapi juga diiringi dengan penghormatan terhadap orang yang diakui tersebut, sehingga orang tersebut berkharisma di mata masyarakat. Kharisma yang dimiliki oleh para kiai menyebabkan mereka menduduki posisi kepemimpinan dalam lingkungan sekitarnya. Selain sebagai pemimpin agama dan pemimpin masyarakat desa, kiai juga memimpin sebuah pondok pesantren tempat ia tinggal. Di lingkungan pondok pesantren inilah kiai tidak saja diakui sebagai guru mengajar pengetahuan agama tetapi juga dianggap oleh santri sebagai seorang bapak atau orang tuanya sendiri. Penulis tertarik mengangkat

8 tema tentang peranan kiai pesantren Babakan Ciwaringin, dan dalam kesempatan ini yang akan ditulis adalah K.H. Amin Bin Irsyad atau yang lebih dikenal dengan nama Kiai Amin Sepuh, yang pada masanya merupakan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin, nama salah satu pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon. Selain peranan Kiai Amin dalam hal mengasuh pondok pesantren, hal menarik lain yang akan diangkat adalah tentang perjuangan Kiai Amin bersama santri-santrinya dalam melawan penjajah, perlawanan yang dilakukannya tidak hanya di daerah Jawa Barat tetapi juga ikut serta dalam perlawanan di daerah Jawa Timur. Kiai Amin tergabung dalam gerakan Hizbullah bersama para kiai dan para santri dari pondok pesantren lain yang diundang untuk melakukan perlawanan di Surabaya. Perlawanan tersebut berdasarkan fatwa dari gurunya Kiai Amin yakni K.H. Hasyim Asy ari, yang inti dari fatwanya tersebut mewajibkan umat Islam untuk melawan penjajah. K.H. Amin Bin Irsyad merupakan ulama legendaris dari Cirebon, selain dikenal sebagai ulama beliau juga pendekar yang menguasai berbagai ilmu bela diri dan kanuragan, serta seorang pakar kitab kuning sekaligus jagoan perang. Kiai Amin lahir pada Hari jum at 24 Djulhijjah 1300 H bertepatan dengan tahun 1879 M dengan nama kecil Abdul Qohar anak dari Kiai Irsyad yang bersal dari Desa Mijahan Kecamatan Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Jika diurutkan silsilahnya akan sampai kepada Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dengan istri Ratu Pakungwati. Kiai Amin menjadi keturunan keempat belas dari Sunan Gunung Jati.

9 Pada tahun 1916 Kiai Amin dipercaya untuk mengasuh sebuah pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin di Babakan Ciwaringin Cirebon. Pada saat itu Indonesia masih dalam kekuasaan penjajah Belanda, tidak heran jika dalam perjalanan mengasuh pondok pesantren sering diganggu oleh penjajah Belanda yang merasa terancam dengan adanya himpunan kekuatan dari para santri dan rakyat yang anti Belanda, bahkan pondok pesantren asuhan Kiai Amin ini sempat dibakar oleh Belanda. Beberapa hari setelah pondok pesantren tersebut di bakar oleh Belanda, Kiai Amin dan para santri membangun kembali pondok pesantren di tempat yang sama hingga besar dan berkembang seperti sekarang. Jejak K.H. Amin Bin Irsyad sebagai tokoh ulama Cirebon yang hidup sejak jaman kolonial, hingga masa Orde Baru, dengan segala kemasyhurannya tidak mampu terekam dengan baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah Kabupaten Cirebon. Selain itu ada keinginan dari Makom Albab (Majelis Komunikasi Alumni Babakan) salah satu nama ikatan atau forum alumni Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, meminta kepada pengurus pesantren untuk menuliskan biografi kiai-kiai Babakan terutama Kiai Amin. Hal ini pula lah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang K.H. Amin Bin Irsyad dan menuliskannya dalam sebuah skripsi. Namun karena derasnya desakan dari orang yang ingin tahu dan ingin mendalami kehidupan Mama Tua, dengan langkah gontai dan perasaan galau, penulis mencoba berdiri kembali untuk menelusuri jejak Mama Tua melalui orang-orang yang diperkirakan mengetahui dan melalui dua tokoh kunci puteranya yang masih hidup, yaitu KH. Ahmad Fihri dan Kiai Agus Aziz (Mudzakir, 2012: 2).

10 Penulis semakin termotivasi setelah melakukan observasi dan tanya-jawab langsung dengan beberapa kiai atau pengasuh pesantren dan para santri senior yang sudah lebih dari lima tahun menuntut ilmu di pesantren Babakan tersebut. Sikap ramah dari kiai dan para santri yang penulis temui juga semakin menguatkan tekad penulis untuk terus meneliti dan menggali informasi yang belum sempat terpublikasi secara tepat untuk menambah pengetahuan penulis sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya. Maka dari itu, berdasarkan penjabaran latar belakang masalah diatas, penulis memberi judul penelitian ini dengan judul: Peranan K.H. Amin Bin Irsyad dalam Memajukan Pondok Pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon 1916-1972. B. Rumusan Masalah Setelah mengetahui latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Jejak Langkah Al- Maghfurlah Mama Tua KH. Amin Bin Irsyad dalam Memajukan Pondok Pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon 1916-1972. Untuk memudahkan dan mengarahkan penulis dalam pembahasan rumusan masalah tersebut, maka penulis akan menyederhanakan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana profil dan latar belakang pemikiran K.H. Amin Bin Irsyad dalam mengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin? 2. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin di bawah asuhan K.H. Amin Bin Irsyad dari tahun 1916-1972? 3. Bagaimana sistem pendidikan yang dikembangkan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin?

11 4. Bagaimana dampak perkembangan Pondok Pesantren terhadap kehidupan masyarakat Babakan Ciwaringin? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan Bagaimana Peranan Al-Maghfurlah Mama Tua K.H. Amin Bin Irsyad dalam Memajukan Pondok Pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon 1916-1972. Serta dapat memberikan jawaban-jawaban dari beberapa pertanyaan yang telah diajukan ke dalam batasan masalah di atas: 1. Mengungkapkan profil dan latar belakang pemikiran K.H. Amin Bin Irsyad dalam mengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin. 2. Memberikan penjelasan mengenai perkembangan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin di bawah asuhan K.H. Amin Bin Irsyad dari tahun 1916-1972. 3. Memberikan penjelasan mengenai sistem pendidikan yang dikembangkan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin. 4. Memberikan penjelasan mengenai dampak perkembangan pondok pesantren terhadap masyarakat Babakan Ciwaringin. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan pengalaman dalam melakukan suatu penelitian. Selain itu bisa digunakan sebagai landasan awal untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi lingkungan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon sebagai dokumentasi penting terhadap salah satu sesepuh pesantrennya.

12 3. Bagi masyarakat umum sebagai sumber informasi mengenai salah satu ulama besar Cirebon. 4. Bagi Jurusan Pendidikan Sejarah memperkaya referensi tentang penelitian sejarah. 5. Bagi pemerintah Kabupaten Cirebon memperkaya sejarah lokal yang bisa dijadikan sebagai materi pembelajaran di sekolah-sekolah. 6. Bagi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung memperkaya penelitian kesejarahan, khususnya kajian tentang eksistensi pondok pesantren di daerah Jawa Barat. E. Struktur Organisasi Skripsi Untuk memudahkan memahami penulisan ini, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, dalam bab ini penulis mengungkapkan latar belakang masalah, mengapa penulis memilih tema ini. Selain itu, bab ini juga memuat rumusan masalah yang akan di bahas, batasan masalah yang ditulis pada bagian selanjutnya bertujuan agar pembahasan dalam penelitian ini tidak keluar dari garis yang telah ditetapkan. Bab ini juga memuat tujuan penulisan yang menjelaskan tentang hal-hal yang akan disampaikan untuk menjawab permasalahan yang telah ditentukan. Bagian terakhir adalah struktur organisasi penulisan skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka, bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam penelitian serta penjelasan mengenai penelitian terdahulu yang tema kajiannya dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakuakan. Penulis mencoba menjabarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan judul Peranan K.H. Amin Bin Irsyad dalam Memajukan Pondok Pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon 1916-1972.

13 Bab III Metode Penelitian, bab ini membahas langkah-langkah metode dan teknik penelitian yang penulis gunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, serta analisis dan cara penulisannya. Metode yang digunakan adalah metode historis. Tahapan-tahapan metodenya adalah sebagai berikut: memilih suatu topik yang sesuai, mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik, membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditentukan ketika penelitian sedang berlangsung, mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber), menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya, dan menyajikannya dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin. Bab IV Jejak Langkah K.H. Amin Bin Irsyad dalam Memajukan Pondok Pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon 1916-1972, bab ini berisi tentang peranan K.H. Amin Bin Irsyad dalam memajukan Pondok Pesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon 1916-1972, profil dan latar belakang pemikiran K.H. Amin Bin Irsyad, perkembangan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin di bawah asuhan K.H. Amin Bin Irsyad dari tahun 1916-1972 dan menjelaskan mengenai sistem pendidikan yang dikembangkan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin serta menjelaskan dampak dari perkembangan Pondok Pesantren terhadap masyarakat Babakan Ciwaringin. Semua hal tersebut dikaji dengan menggunakan sumber literatur dan sumber lisan yang relevan.

14 Bab V Kesimpulan dan saran, pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan terhadap beberapa permasalahan yang telah diajukan sebelumnya. Hal ini tentunya dilakukan setelah penulis menemukan semua fakta yang ada dengan didukung oleh berbagai literatur yang telah dibaca dan didiskusikan sebelumnya. Selain itu, bab ini juga memuat saran yang intinya memberikan rekomendasi terhadap pembelajaran sejarah di sekolah dan dari hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai kerangka berpikir untuk penelitian selanjutnya.