BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil amandemen keempat merumuskan hal tersebut pada pasal 1 Ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah Negara hukum. Negara hukum adalah Negara berdasarkan hukum, dan kekuasaan harus tunduk pada hukum. Selain hal tersebut di dalam negara hukum kedudukan semua orang sama dihadapan hukum. Seperti yang dikemukakan oleh Wirjono (2003: 15) bahwa hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di dalam masyarakat. Indonesia sebagai negara hukum maka Indonesia memiliki hukum sendiri di mana peraturan itu ditujukan kepada manusia agar bertingkah laku sesuai dengan hukum yang ada di masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pemeo yang diungkapkan oleh Cicero dalam Roestandi (1992: 56) yaitu ubi Societas Ibi Ius, yang artinya di mana ada masyarakat, disitu ada hukum. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (The Living Law) dalam masyarakat dan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Konsekuensi dari hal di atas yaitu keberadaan hukum di masyarakat akan mengikat perilaku masyarakat di manapun dan kapanpun juga manusia itu berada. Setiap orang akan bertindak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga 1
peraturan dalam masyarakat itu harus tetap ada. Namun seringkali kebutuhan setiap orang itu memiliki tujuan yang sama, sehingga akan menimbulkan pertikaian yang akan menimbulkan bentrokan satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut hukum harus selalu ada dalam masyarakat untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan yang berbeda. Salah satu tujuan utama dari hukum yang hidup dalam masyarakat yaitu menciptakan ketertiban, karena dalam setiap hukum yang berlaku di masyarakat selalu mengandung unsur ketertiban. Ketertiban merupakan fakta objektif yang berlaku bagi semua manusia yang hidup dalam suatu masyarakat agar menjadi manusia yang teratur. Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa, sehingga masyarakat harus mematuhi tata tertib yang berlaku. Secara sadar atau tidak, manusia dipengaruhi oleh peraturan hidup yang mengikat pada manusia sendiri untuk bertingkah laku dalam masyarakat. Setiap pelanggar hukum akan dikenakan sanksi yang tegas berupa hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang dilakukannya. Peraturan tersebut memberi petunjuk kepada manusia bagaimana harus bertingkah laku dan bertindak dalam masyarakat, sehingga manusia tidak akan terjebak untuk melakukan tindak kriminal atau kejahatan (Misdrijf). Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan norma sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Bonger (1982: 25) bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat antisosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pembinaan penderitaan (hukuman atau tindakan). Dalam hal ini kejahatan merupakan perbuatan yang paling melanggar norma sosial dan norma hukum, sehingga orang yang melakukan kejahatan akan diberikan hukuman. 2
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggar hukum akan dijatuhkan oleh hakim yang sesuai dengan tindakan pidana yang dilakukannya. Menurut Wirjono (1993: 16) terdapat tiga jenis sanksi yang diberikan kepada pelanggar hukum yaitu sanksi administrasi, sanksi perdata dan sanksi pidana. Sanksi-sanksi tersebut dijatuhkan kepada pelanggar hukum sesuai dengan bidang hukumnya masingmasing. Sanksi pidana merupakan sanksi yang ada dalam hukum pidana, sanksi tersebut dijatuhkan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan oleh pelanggar hukum, sehingga jenis hukuman yang dijatuhkan berbeda-beda. Seperti yang tercantum pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal (10),yaitu: Pidana terdiri atas: a. Pidana Pokok 1. Pidana mati 2. Pidana Penjara 3. Kurungan 4. Denda b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Pidana penjara merupakan salah satu jenis pidana yang terdapat dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 12 ayat (1) dinyatakan bahwa pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Roeslan 3
Saleh (1987: 62) menyatakan bahwa pidana penjara adalah pidana utama di antara pidana kehilangan kemerdekaan dan pidana penjara dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau sementara waktu. Kehilangan kemerdekaan dari terpidana akan menimbulkan akibat negatif seperti terampasnya kemerdekaan bagi kehidupannya dan terampasnya kehidupan seksual normal seseorang, selain itu juga akan mendapatkan cap jahat (stigma) dari masyarakat yang akan tetap melekat pada dirinya dan akan menyebabkan terjadinya degradasi atau penurunan derajat dan harga diri manusia. Menurut Barda Nawawi Arief dalam Priyatno (2006: 2) bahwa pidana penjara merupakan salah satu jenis sanksi pidana yang paling sering digunakan sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan. Pidana penjara adalah salah satu jenis pidana yang masih menjunjung Hak Asasi Manusia dan orang yang telah dijatuhi pidana penjara akan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Priyatno (2006: 82) Efektivitas pidana penjara dapat ditinjau dari dua aspek pokok tujuan pemidanaan, yaitu aspek perlindungan masyarakat dan aspek perbaikan si pelaku. Aspek perlindungan masyarakat bertujuan untuk mencegah, mengurangi atau mengendalikan tindak pidana dan memulihkan keseimbangan masyarakat, sedangkan yang dimaksud dengan aspek perbaikan si pelaku bertujuan untuk melakukan rehabilitasi dan memasyarakatkan kembali si pelaku dan melindunginya dari perlakuan sewenang-wenang di luar hukum. Pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan lebih berorientasi pada ide perlindungan/ pembinaan dan perbaikan terpidana untuk dikembalikan lagi kemasyarakat. 4
Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanakan asas pengayoman melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sejalan dengan asas tersebut maka petugas pemasyarakatan lebih menekankan aspek pembinaan melalui sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan bertujuan menjadikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab agar dapat kembali ke masyarakat (reintegrasi sosial) dan melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dari nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Agar mencapai sistem pembinaan yang baik maka partisipasi bukan hanya datang dari petugas pemasyarakatan, tetapi juga dari masyarakat di samping Narapidana itu sendiri. Seorang petugas pemasyarakatan dapat dikatakan berpartisipasi jika sanggup menunjukan sikap, tindakan dan kebijaksanaan dalam mencerminkan pengayoman terhadap masyarakat dan Warga Binaan Pemasyarakatan itu sendiri. Keberhasilan pembinaan pada warga binaan agar menjadi warga negara yang baik sehingga dapat kembali dan diterima oleh masyarakat sangat tergantung pada peran pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji tentang peran pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan yang dituangkan pada judul penelitian, yaitu: Peranan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Dalam Usaha Reintegrasi Sosial (Studi Deskriptif di Lembaga Pemasyarakatan Klas ISukamiskin Bandung) 5
B. Rumusan masalah dan Pembatasan Masalah 1. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana peranan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dalam usaha reintegrasi sosial?. Dalam penelitian ini masalah tersebut selanjutnya dibatasi pada sub masalah sebagai berikut : 2. Sub Masalah 1. Faktor apa yang melatarbelakangi Warga Binaan Pemasyarakatan melakukan penyimpangan perilaku? 2. Kegiatan apa yang diarahkan untuk pembinaan kepribadian dan kemandirian? 3. Bagaimana strategi yang diterapkan oleh Lembaga Pemasyarakatan dalam membina warga binaan agar dapat diterima kembali oleh masyarakat? 4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan pada warga binaan yang sedang menjalani program integrasi? C. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui secara faktual bagaimana peranan pembinaan yang diterapkan dalam usaha reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan. Disamping itu, tujuan khusus dari penelitian ini yaitu; 1. untuk mengetahui faktor apa yang melatarbelakangi Warga Binaan Pemasyarakatan melakukan penyimpangan perilaku? 6
2. untuk mengetahui kegiatan apa yang diarahkan untuk pembinaan kepribadian dan kemandirian? 3. untuk mengetahui bagaimana strategi yang diterapkan oleh Lembaga Pemasyarakatan dalam membina warga binaan agar dapat diterima kembali oleh masyarakat? 4. untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan pada warga binaan yang sedang menjalani program integrasi? D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dalam penelitian ini bersifat teoritis dan praktis. Kegunaan yang bersifat praktis yaitu sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan disiplin ilmu yang ditekuni penulis pada jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pemasyarakatan di Indonesia. Sedangkan kegunaan praktis dalam penelitian ini yaitu mampu memberikan motivasi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan untuk melaksanakan program pembinaan dengan baik, lebih meningkatkan jenis pembinaan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat reintegrasi dengan Narapidana, mampu merubah stigma masyarakat kepada Warga Binaan Pemasyarakatan dan dapat menerimanya kembali di lingkungan masyarakat. 7
E. Definisi Operasional 1. Peranan Dalam kamus Bahasa Indonesia pengertian peranan yaitu bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Pengertian lain dari peranan yaitu sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa. 2. Pembinaan Pembinaan yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. 3. Warga Binaan Pemasyarakatan Warga Binaan Pemasyarakatan yang dimaksud adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan, menurut Undang-Undang Rebuplik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 4. Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya di sebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, sesuai dengan Undang-Undang Rebuplik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 8
5. Reintegrasi sosial Pengertian Integrasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah pemulihan satuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dengan masyarakat. Sedangkan pengertian integrasi menurut kamus hukum (1986: 274) yaitu penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan;perangkuman. Selanjutnya menurut Soekanto (1990: 372) bahwa reintegrasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan. Reintegrasi sosial dapat diartikan sebagai penyatuan kembali warga binaan dengan masyarakat agar dapat diterima dan kembali pada masyarakat. F. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin Bandung. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah petugas Lembaga Pemasyarakatan, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sedang menjalani program pembinaan pelepasan bersyarat dan masyarakat sekitar Lembaga Pemasyarakatan. 9