PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PROSES PERADILAN DI MAHKAMAH SYAR IYAH

dokumen-dokumen yang mirip
RUMUSAN HASIL DISKUSI KOMISI II BIDANG URUSAN LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA RAKERNAS MAHKAMAH AGUNG RI TAHUN 2011

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

EKSISTENSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI SARANA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN : PROBLEMATIK DALAM MENCARI KEADILAN OLEH KONSUMEN

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word : , legal evidence, evidence

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

PEDOMAN PENILAIAN IMPLEMENTASI SIADPA PLUS PENGADILAN AGAMA / MAHKAMAH SYAR IYAH TAHUN 2012

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT DALAM SENGKETA HAK ATAS TANAH

EKSISTENSI MENGGUGAT PROSEDUR DISMISSAL PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

PROBLEMATIKA YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

Kata kunci: iktikad baik, rumah susun, perlindungan konsumen. v Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

JURNAL. ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Oleh: R M. KUNCORO PROBOJATI NIM: E FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user

TUJUAN DAN MANFAAT, SERTA KRITIK YANG TIMBUL DARI GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) DALAM SUATU SENGKETA PERDATA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju atau tidaknya suatu negara dari aspek kesejahteraan sosial,

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENGGUNAAN KLAUSULA BAKU DALAM TRANSAKSI PENYEDIA JASA PENGIRIMAN YANG DILAKUKAN PT. CITRA VAN

TINJAUAN TENTANG HAKIM AD-HOC TERKAIT DENGAN ASPEK IMPARSIAL DALAM PRAKTEK PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

K0MPARASI EKSTENSI JURU SITA DALAM HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP HUKUM ACARA PERDATA

Kata kunci: GO-JEK, angkutan umum, perlindungan hukum

B A B I P E N D A H U L U A N. membutuhkan materi atau uang seperti halnya pemerintahan-pemerintahan

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan masyarakat kepada Lembaga Yudisial. untuk memperoleh keadilan melalui kewenangan

SIFAT PEMBUKTIAN SERTIFIKAT SEBAGAI TANDA BUKTI HAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU

JOSHUA ( ) Kata kunci : perjanjian jasa layanan pendidikan, perlindungan konsumen. Universitas Kristen Maranatha

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

PENGAJUAN PUTUSAN BEBAS PADA TINGKAT BANDING DAN KASASI

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERBANDINGAN HUKUM GUGATAN SEDERHANA DI INDONESIA DAN SMALL CLAIM COURT DI EROPA. Tia Aprilliani ( ) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

Riva Lovianita Lumbantoruan ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

ABSTRAK. Kata Kunci : Informed Consent dalam keadaan darurat, Perlindungan Hukum bagi Dokter

1 Abdu`rrahman, Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia,(Jakarta: Cendana Press, 1983), h. 1

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Keywords : Hukum Acara, Pelaksanaan Putusan, Upaya Paksa.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM DAN PEMBUKTIAN ATAS PELANGGARAN MEREK TERDAFTAR

EFEKTIVITAS PENERAPAN CLASS ACTION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sistem peradilan membawa perubahan yang mendasar bagi peran

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN

Keyword: Profesi Bidan, Hak Asasi Manusia, Perbedaan Gender

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK

Kepada Yth. Ketua Pengadilan Agama Se Jawa Tengah

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

ANALISA TERHADAP PUTUSAN NOMOR 66/MEREK/2012/PN.NIAGA.JKT.PST TENTANG MEREK DAGANG PT.WEN KEN DRUG

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN ANAK

KEBERADAAN RAHASIA DAGANG BERKAITAN DENGAN PERLIDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan program kegiatan dari instansi tersebut, termasuk di dalamnya Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

Kata Kunci : Pelaksanaan Hibah, Tanah Milik Adat, Kutipan Buku Letter C.

Pengujian Peraturan Daerah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

Transkripsi:

ISSN 2302-0180 5 Pages pp. 1-5 PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PROSES PERADILAN DI MAHKAMAH SYAR IYAH Hadifadhillah Rusli 1,3, Iman Jauhari 2, Dahlan Ali 2 1 Mahkamah Syar iyah Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, Indonesia 2 Prodi Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala, Indonesia 3 Koresponden : smile_fadhil@yahoo.co.uk Diterima : 22/09/2016 Reviewer : 26/09/2016 Dipublish : 15/08/2016 Abstract: The use of information technology in the judicial process could improve public service of Religious Courts. However, the response of information technology implementation did not simultaneously occur in the Religious Courts throughout Indonesia. The aims of this research were to examine the legal arrangements and the use of information technology restrictions on the judicial process in the Sharia Court. Legislation approach method with normative juridical was used in this research. Data was collected by literature review and the data was a secondary data. The results showed that the use of information technology on judicial process in the Sharia Court has been regulated by the Information and Electronic Transaction Law and the Supreme Court Chairman Decree on The Guidelines of Information Services. However, there was no further provision on technical matters in the Sharia Court. Therefore, there was no clear restriction on the use of information technology on the judicial process in the Sharia Court. Key Words: Information Technology, Judicial Proceedings, Sharia Court Abstrak: Penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan dapat menjadikan pelayanan publik pada Pengadilan Agama menjadi lebih baik. Namun, respon terhadap implementasi teknologi informasi tidak serentak terjadi pada Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pengaturan hukum dan pembatasan mengenai penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan perundang-undangan dengan jenis penelitian yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan sumber data berupa data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi dalam proses Peradilan di Mahkamah Syar iyah telah diatur oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Keputusan Ketua Mahkamah Agung tentang Pedoman Pelayanan Informasi, namun belum ada ketentuan pelaksananya yang bersifat teknis di Lingkungan Mahkamah Syar iyah sehingga belum ada batasan yang jelas untuk penggunaan teknologi informasi dalam proses Peradilan di Mahkamah Syar iyah. Kata Kunci: Teknologi Informasi, Proses Peradilan, Mahkamah Syar iyah PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan/atau menyebarkan informasi. Teknologi informasi dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Salah satu tujuan pelaksanaannya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Pemanfaatan teknologi informasi yang optimal akan menjadikan pelayanan publik jauh lebih baik, termasuk pelayanan terhadap pencari keadilan secara khusus. Peradilan Agama sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan (Manaf 2008:581), dituntut oleh undang-undang kekuasaan kehakiman untuk membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Tuntutan undang-undang ini dikenal sebagai asas -1 Volume 4, No.3. Agustus 2016

peradilan membantu para pencari keadilan atau asas aktif memberi bantuan. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menyebutkan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam, sedangkan pengadilannya berupa Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama di lingkungan Peradilan Agama. Pengadilan Agama di Provinsi Aceh dikenal sebagai Mahkamah Syar iyah yang merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama. Keberhasilan akan wewenang dan tugas Peradilan Agama terletak pada keberhasilan penyelengaraan teknis peradilan dan administrasi perkara. Aplikasi SIADPA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama) yang dibuat dengan memanfaatkan teknologi informasi merupakan otomasi Pola Bindalmin (Pola-Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama) yang dirancang secara elektronik sehingga memberikan kemudahan dan percepatan dalam proses administrasi perkara (Dirjen Badilag MARI 2012:2-3). Pemanfaatan teknologi informasi juga semakin digalakkan dalam program Quick Wins untuk mendukung Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peradilan Agama merespon program tersebut dengan melakukan transparansi putusan melalui website dan pengembangan website dengan memasukkan aplikasi-aplikasi elektronik. Lebih dari itu, Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada tahun 2011 telah mencanangkan 16 program unggulan yang berbasiskan teknologi informasi. Permasalahannya, respon terhadap implementasi teknologi informasi tidak serentak terjadi pada Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. 16 program unggulan pada Pengadilan Tinggi Agama Jakarta tidak dapat ditemui pada Pengadilan Tinggi Agama lainnya, Mahkamah Syar iyah Aceh baru menjalankan beberapa dari 16 program unggulan tersebut pada tahun 2012. Konsep yang digunakan untuk menganalisa permasalahan diatas berupa konsep hierarki norma hukum dan konsep asas aktif memberi bantuan. Konsep hierarki norma hukum sebagai alat analisis terhadap pengaturan hukum dalam hal penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan, sedangkan konsep asas aktif memberi bantuan digunakan untuk menganalisa upaya dari Mahkamah Syar iyah dalam memberikan bantuan kepada pencari keadilan. Konsep hierarki norma hukum mengatakan bahwa sistem hukum merupakan suatu hierarki dari hukum dimana suatu ketentuan hukum bersumber dari ketentuan yang lebih tinggi (Lumbuun 2011:140). Ketentuan yang tertinggi disebut sebagai norma dasar (grundnorm) hipotesis, sedangkan ketentuan dibawahnya adalah konkritisasi dari norma dasar tadi. Kelsen (2007:156-163) yakin bahwa validitas dari sebuah norma akan selalu berupa norma, sehingga disebut sebagai norma dasar (grundnorm) karena tidak diperolehnya validitas dari norma yang lebih tinggi. Grundnorm merupakan norma hukum tertinggi dalam negara, norma-norma hukum yang tingkatannya lebih rendah dari grundnorm akan membentuk susunan hirarkis yang disebut sebagai tertib hukum. Penyempurnaan terhadap teori stufenbau dilakukan oleh murid Hans Kelsen sendiri, Hans Nawainsky mengembangkan teori ini menjadi tata susunan norma hukum negara (die Stufenordnung der Rechtsnormen). Lumbuun (2011:127) menggunakan istilah genus-species dalam menggambarkan hubungan antara kedua teori tersebut, jika teori jenjang norma (stufenbau) dari Hans Kelsen sebagai genus-nya maka teori tata susunan norma hukum negara dari Hans Nawainsky sebagai species-nya. Teori Nawainsky dipergunakan oleh A. Hamid S. Attamimi untuk diterapkannya pada Volume 4, No.3. Agustus 2016-2

struktur tata hukum di Indonesia (Lumbuun 2011:129), yaitu: (1) Norma Fundamental Negara : Pancasila (Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945), (2) Aturan Dasar / Pokok Negara : Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan, (3) Undang-Undang Formal : Undang-Undang, dan (4) Aturan Pelaksana dan Aturan Otonom : secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati / Walikota. Asas aktif memberi bantuan telah diakomodir dalam beberapa peraturan yang berlaku untuk lingkungan peradilan agama, baik dalam Undang-Undang Peradilan Agama maupun Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Disebutkan bahwa pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Mujahidin (2008:21) menafsirkan bahwa asas tersebut mewajibkan (imperatif) kepada hakim untuk memberikan bantuan kepada para pihak dalam proses lancarnya persidangan, kewajiban ini hanya berkaitan dengan persoalan formil perkara bukan pada persoalan materiil (pokok) perkara. Hakim wajib berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan yang mengganggu kelancaran penyelesaian perkara (Harahap 2007). Sehingga menurut Bisri (2003:167) hakim yang memimpin persidangan, harus menunjukkan sifat aktif, pengambil inisiatif dan menjadi fasilitator dalam persidangan. Cakupan bantuan yang diberikan dalam rumusan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 meliputi sisi subjek dan objek. Bantuan dari sisi subjek merupakan bantuan yang diberikan kepada para pencari keadilan, baik pihak penggugat, pihak tergugat maupun pihak turut tergugat. Sedangkan bantuan dari sisi objek adalah bantuan yang diberikan meliputi hal-hal yang dibenarkan undang-undang hukum acara perdata serta harus proporsional dengan patokan asas persamaan hak dan kedudukan para pihak yang berperkara yakni equal before the law, equal protection on the law dan equal justice under the law. Berdasarkan latar belakang dan konsep yang diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaturan hukum dan pembatasan mengenai penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah. METODE PENELITIAN Penelitian yuridis normatif digunakan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif (Ibrahim 2010) sehingga penelitian ini bersifat preskriptif. Metode pendekatan perundang-undangan digunakan dalam penelitian ini untuk melihat sebuah norma atau aturan yang mengatur sebuah aturan lainnya harus atau tidak boleh digunakan dan menggambarkan aturan tersebut yang digunakan. Penelitian yang bersifat preskriptif tidak hanya menjelaskan tentang aturan hukum saja, tetapi juga menjelaskan mengapa aturan hukum tersebut bisa bekerja sebagai solusi untuk masalah yang relevan. Sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Sedangkan bahan hukum primer untuk penelitian ini adalah berbagai peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan teknologi informasi dan peradilan agama. Seluruh data yang sudah diperoleh dianalisis secara kualitatif yaitu analisis dengan penguraian deskriptif analitis. Data yang dianalisis secara kualitatif tadi akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi, diolah dan dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan, diharapkan juga dapat -3 Volume 4, No.3. Agustus 2016

memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran atau penyampaian informasi pada Mahkamah Syar iyah dengan menggunakan teknologi informasi dalam proses peradilan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Namun, dalam praktek penggunaan teknologi informasi tidak ada keseragaman antar setiap satuan kerja pada Pengadilan Agama. Hal ini berhubungan erat dengan sumber daya manusia yang ada, selain itu juga berkaitan dengan kebijakan pada masing-masing satuan kerja mengenai pemberdayaan atau implementasi teknologi informasi, khususnya dalam proses keperkaraan. Secara hierarki peraturan perundangundangan, Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 1-144 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi merupakan Aturan pelaksana dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lampiran dari Keputusan tersebut memuat aturan-aturan pelaksana secara teknis sebagai batasan untuk penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah. Penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah meliputi : (1) aplikasi SIADPA (Sistem Administrasi Perkara Pengadilan Agama), sebagai alat bantu untuk mengolah dokumen perkara dengan merujuk pada hukum acara dan Pola Bindalmin, (2) website, sebagai media informasi dan media publikasi dalam menyampaikan informasi kedinasan, serta sebagai sarana pembinaan secara tidak langsung kepada satuan kerja dibawahnya, (3) Direktori Putusan, sebagai tempat berhimpunnya seluruh Putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan di seluruh Indonesia untuk dapat diakses oleh publik, (4) aplikasi SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara), sebagai aplikasi pengganti dari aplikasi SIADPA. Hierarki tersebut sudah cukup kuat sebagai dasar bagi pelaksanaan tugas, sehingga belum ada aturan tambahan tertulis lainnya yang dikeluarkan oleh Mahkamah Syar iyah. Sementara ini, hanya berupa kebijakan Ketua Mahkamah Syar iyah Aceh yang dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan atau sarana dan prasarana, kebijakan tersebut berlaku untuk satuan kerja di dalam wilayah Mahkamah Syar iyah Aceh. Berkaitan dengan pembatasan penggunaan, maka belum ada batasan tambahan yang merincikan secara teknis tentang batasan penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah. Belum adanya batasan tambahan secara teknis tersebut dapat menimbulkan masalah bagi kinerja pegawai dalam lingkungan Mahkamah Syar iyah kedepannya, baik berupa konflik atau pembiaran. KESIMPULAN Hierarki peraturan perundang-undangan untuk penggunaan dan pembatasan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah Aceh berakhir pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 1-144 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi. Penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah meliputi : (1) aplikasi SIADPA (2) website, (3) Direktori Putusan, dan (4) aplikasi SIPP. Hingga saat ini, belum ada aturan tambahan sebagai aturan pelaksanaan dari Keputusan tersebut yang dikeluarkan oleh Mahkamah Syar iyah. Belum ada aturan tambahan tertulis menjadi sebab belum ada batasan tambahan yang merincikan secara teknis tentang penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar iyah. Volume 4, No.3. Agustus 2016-4

DAFTAR PUSTAKA Bisri, C. H. 2003. Peradilan Agama di Indonesia, Ed. Revisi, Cet. 4. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2012. Sejarah Perkembangan Implementasi SIADPA Plus: Membangun Administrasi Peradilan Berbasis Teknologi Informasi. Jakarta. Harahap, M. Y. 2007. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang- Undang No. 7 Tahun 1989). Sinar Grafika, Jakarta. Ibrahim, J. 2010. Teori & Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Bayumedia Publishing, Malang. Kelsen, H. 2007. Teori Umum Hukum dan Negara. Somardi (Alih Bahasa). Bee Media Indonesia, Jakarta. Lumbuun, R. S. 2011. PERMA RI, Wujud Kerancuan Antara Praktik Pembagian & Pemisahan Kekuasaan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Manaf, A. 2008. Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama. Mandar Maju, Bandung. Mujahidin, A. 2008. Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar iyah di Indonesia. IKAHI, Jakarta. -5 Volume 4, No.3. Agustus 2016