BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai sebuah hubungan kontraktual antara dua pihak, yaitu antara pemilik perusahaan (principal) dengan pengelola perusahaan atau manajemen (agent). Agen dalam hubungan ini berfungsi untuk menjalankan tugas dan wewenang yang sudah didelegasikan oleh para prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) juga menjelaskan bahwa dalam hubungan ini terdapat pemisahan fungsi antara fungsi kepemilikan dan fungsi manajemen. Dalam kegiatan bisnis modern, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan semakin dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Pemisahan fungsi ini dilakukan agar prinsipal mendapatkan utilitas yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh agen yang profesional. Pemisahan fungsi pada perusahaan ini kemudian menimbulkan suatu permasalahan yang disebut dengan masalah keagenan (agency problem). Konflik ini terjadi karena pihak manajemen memiliki peluang untuk mencapai keinginan pribadi mereka dan tentu saja mengabaikan kepentingan dan keinginan dari para prinsipal selaku pemilik perusahaan. Konsep dari teori agensi ini adalah agen memiliki informasi yang jauh lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan yang sesungguhnya dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh para prinsipal. Perbedaan jumlah informasi 11
yang dimiliki agen dan prinsipal ini kemudian menimbulkan adanya asimetri informasi (information asymmetry) yang membuat prinsipal mewaspadai segala tindakan agen serta memiliki kesangsian apakah kepentingan mereka telah diutamakan oleh para agen. Konsep lain dari teori ini adalah bahwa kontrak keagenan ini dimanfaatkan oleh agen dan prinsipal yang berperilaku rasional dengan tujuan untuk memaksimalkan utilitasnya masing-masing, sehingga dapat dikatakan bahwa agen memiliki tujuan pribadinya tersendiri yang memotivasi ia untuk tidak mendahulukan tujuan dan kepentingan prinsipal selaku pemilik perusahaan (Adams, 1994). Tujuan mementingkan diri sendiri ini disebabkan oleh adanya moral hazard dari agen. Moral Hazard didefinisikan sebagai pengungkapan informasi yang tidak sesuai atau informasi palsu oleh agen kepada prinsipal. Selain itu, yang juga menjadi sebuah permasalahan adalah timbulnya adverse selection yang artinya pemilik perusahaan (prinsipal) tidak dapat mengetahui dengan pasti bahwa manajemen (agent) yang dipilih memang memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya dan ia bersedia untuk mengutamakan kepentingan prinsipal daripada kepentingan pribadinya (Gilardi, 2001). Kaitan antara teori keagenan dengan penelitian ini dapat dilihat dari hubungan antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen perusahaan (agent). Pemberian wewenang dari prinsipal kepada agen untuk turut serta dalam proses perumusan anggaran seringkali disalahgunakan. Agen cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan para prinsipal dengan cara menciptakan senjangan anggaran untuk memudahkan usahanya 12
dalam memenuhi target anggaran. Adanya penilaian kinerja agen berdasarkan tingkat pencapaian target anggaran juga turut berkontribusi pada penciptaan senjangan anggaran. anggaran ini selanjutnya akan menyulitkan para prinsipal dalam menilai kinerja dari para agen yang dipekerjakannya (adverse selection). 2.1.2 Teori Kontingensi (Contingency Theory) Teori kontingensi pada awalnya diperkenalkan oleh Lawrence dan Lorsch (1967). Teori ini kemudian digunakan oleh Kast dan Rosenzweig (1973) yang menyatakan bahwa sebuah organisasi tidak memiliki metode terbaik dalam memeroleh keserasian antara faktor lingkungan internal organisasi maupun faktor lingkungan eksternalnya untuk dapat mencapai prestasi terbaik. Para peneliti telah menerapkan pendekatan kontingensi untuk menganalisis dan mendesain sistem kontrol, khususnya pada bidang akuntansi manajemen. Beberapa peneliti dalam akuntansi manajemen juga telah melakukan pengujian untuk melihat hubungan variabel-variabel kontekstual seperti struktur dan kultur organisasional, ketidakpastian strategi, ketidakpastian lingkungan dan ketidakpastian tugas dengan sistem akuntansi manajemen (Maliki, 2014). Teori kontingensi telah memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu akuntansi manajemen, khususnya dalam hal penjabaran faktor-faktor yang memiliki dampak terhadap prestasi sebuah organisasi. Hal tersebut dilakukan dengan analisa dan desain sistem pengendalian yang telah menarik minat para peneliti. Beberapa penelitian dalam akuntansi manajemen melalui pendekatan 13
kontingensi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel kontekstual dengan desain sistem akuntansi manajemen (Latuheru, 2006). Govindarajan (1986) mengungkapkan bahwa pendekatan kontingensi memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian mengenai pengaruh partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran. Pendekatan kontingensi perlu dilakukan karena adanya ketidakkonsistenan pada hasil penelitian tersebut sehingga ketidakpastian faktor kondisional yang dapat memengaruhi efektivitas penyusunan anggaran terhadap senjangan anggaran perlu dievaluasi. Selain menguji kembali pengaruh partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran, di dalam penelitian ini juga dilakukan pendekatan kontingensi dengan memasukkan variabel moderasi seperti penelitian yang dilakukan oleh Dunk (1993), Chiristiani (2009), Kristianto (2010) dan Kartika (2010) dalam menguji hubungan ini. Adapun variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penekanan anggaran (budget emphasis) dan ketidakpastian lingkungan (environmental uncertainty). 2.1.3 adalah rencana keuangan untuk masa depan yang mengidentifikasikan tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Hansen dan Mowen, 2011:423). Menurut M.Nafarin (2007:11), anggaran merupakan rencana tertulis mengenai operasional perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif untuk periode tertentu dan pada umumnya dinyatakan dalam bentuk satuan uang, namun dapat pula dinyatakan dalam bentuk satuan barang atau jasa. Mulyadi (2001:488) mengungkapkan bahwa anggaran 14
adalah suatu rencana kerja pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program (programming). Menurut M.Nafarin (2007:19) terdapat beberapa tujuan dibuatnya anggaran, antara lain: 1) Digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan investasi dana. 2) Mengadakan pembatasan jumlah dana yang dicari dan digunakan. 3) Merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana, sehingga dapat memudahkan pengawasan. 4) Merasionalkan sumber dan investasi dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal. 5) Menyempurnakan rencana yang telah disusun. 6) Menampung dan menganalisis serta memutuskan setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan. Hansen dan Mowen (2011:424) mengungkapkan bahwa sebuah anggaran dapat memberikan beberapa manfaat bagi suatu organisasi, antara lain: 1) mendorong para manajer untuk mengembangkan arah organisasi secara menyeluruh, mengantisipasi masalah, dan mengembangkan kebijakan masa depan. 2) dapat memerbaiki pengambilan keputusan. 3) memberikan standar yang dapat mengendalikan penggunaan berbagai sumber daya perusahaan dan memotivasi karyawan. 15
Pengendalian ini dicapai dengan membandingkan hasil aktual dengan hasil yang dianggarkan secara periodik. 4) Secara formal, anggaran membantu mengomunikasikan rencana organisasi pada setiap karyawan. Jadi, setiap karyawan dapat menyadari peranannya dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut. 5) Penyusunan anggaran juga membantu koordinasi dalam perusahaan karena penyusunan anggaran mengharuskan kerja sama antara berbagai area dan aktivitas dalam organisasi sehingga koordinasi sangat dianjurkan agar anggaran sesuai dengan tujuan organisasi. 2.1.4 Perumusan Pada Hotel Proses perumusan anggaran di bisnis perhotelan tidak jauh berbeda dengan bidang bisnis lainnya. Perumusan anggaran di hotel melibatkan seluruh departemen di hotel tersebut. Beberapa departemen yang terdapat pada sebuah hotel antara lain: departemen kantor depan (front office), departemen makanan dan minuman (food and beverages), departemen pembelian (purchasing), departemen penjualan dan pemasaran (sales and marketing) departemen personalia (human resources), departemen akuntansi (accounting), departemen keamanan (security) dan departemen-departemen minor lainnya. Proses perumusan anggaran tersebut dikoordinir oleh departemen akuntansi. Menurut Gray (dalam Widana dkk, 2009:42) sebaiknya budget disusun minimal tiga bulan sebelum akhir tahun, karena penyusunannya memerlukan pertimbangan dan masukan dari banyak pihak, sehingga memerlukan waktu dalam proses penyusunannya. tiap departemen umumnya didukung 16
oleh informasi terinci yang dikumpulkan dalam proses penyiapan budget dan dicatat di lembar kerja dan lembar ringkasan. Dokumen-dokumen tersebut harus disimpan sebagai catatan yang berisi alasan-alasan yang mendasari pembuatan keputusan dalam perumusan anggaran masing-masing departemen. Rancangan anggaran yang telah dibuat oleh masing-masing departemen kemudian dikumpulkan ke departemen akuntansi. Semua anggaran individual tersebut direkapitulasi di departemen akuntansi untuk selanjutnya dilakukan penggabungan. Atas dasar kemampuan keuangan perusahaan serta kelancaran operasional, departemen akuntansi akan mengkoordinasikan dengan semua departemen terkait untuk selanjutnya ditentukan skala prioritasnya. Dalam koordinasi tersebut tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan pemangkasan atau perubahan periode anggaran dari masing-masing departemen (Widana dkk, 2009:43) yang telah direkapitulasi oleh departemen akuntansi kemudian diserahkan kepada manajer umum (general manager). Manajer umum akan mengkaji laporan laba rugi, departemental schedule, dan data pendukung lainnya untuk memastikan bahwa semua item masuk akal serta pendapatan dan beban realistis. Apabila diperlukan penyesuaian tambahan, manajer umum akan mengadakan rapat dengan manajer terkait untuk menentukan bagaimana pembuatannya. yang sudah dikaji oleh oleh manajer umum kemudian disahkan dan diinformasikan kepada seluruh departemen di hotel tersebut. Pada pertengahan tahun anggaran biasanya perusahaan akan membuat perkiraan ulang 17
hasil operasi yang diharapkan dan merevisi anggaran operasi. Reforecasting diperlukan jika hasil aktual mulai menunjukkan varians yang signifikan dari anggaran operasi karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi setelah anggaran selesai dibuat. 2.1.5 (Budgetary Slack) Pemberian wewenang dari prinsipal kepada agen untuk ikut merumuskan anggaran seringkali menimbulkan beberapa perilaku menyimpang dari para manajer. Salah satu perilaku menyimpang dari para manajer ini adalah penciptaan senjangan anggaran. anggaran didefinisikan sebagai selisih antara sumber daya yang sesungguhnya dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan secara efektif dengan sejumlah sumber daya yang ditambahkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut (Siegel dan Marconi, 1989). Sedangkan Young (1985) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai perilaku bawahan yang mengecilkan kapabilitas produktifnya ketika ia diberikan kesempatan untuk menentukan sendiri standar kerjanya. anggaran muncul ketika seorang manajer dengan sengaja memerkirakan tingkat pendapatan lebih rendah (understate revenue) dan tingkat biaya lebih tinggi (overstate cost). Perilaku ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan manajer dalam mencapai target pada anggaran sehingga dapat menimbulkan kesan pada para prinsipal bahwa manajer tersebut memiliki kinerja yang baik. M.Faruq (2013) mengatakan bahwa alasan dilakukannya senjangan anggaran oleh para manajemen adalah untuk menyediakan suatu margin keselamatan (margin of safety) untuk memenuhi tujuan yang dianggarkan. 18
Eisenhardt dan Stevens (dalam Fitri, 2004:582) mengungkapkan ada empat kondisi penting penyebab terjadinya senjangan anggaran. Pertama, adanya asimetri informasi antara para agen dengan para prinsipal. Kedua, kinerja manajer yang tidak pasti. Jika terdapat kepastian dalam kinerja, maka atasan dapat menduga usaha manajer melalui output mereka sehingga senjangan anggaran sulit untuk dilakukan. Ketiga, manajer memiliki kepentingan pribadi. Keempat, adanya konflik tujuan antara manajer dengan atasan mereka. Kemudian Onsi, Merchant, dan Dunk (dalam Fitri, 2004:582) menyatakan kondisi yang kelima, yaitu pentingnya peranan manajer dalam partisipasinya terhadap proses penganggaran. Artinya, manajer mampu memengaruhi hasil dan proses penganggaran untuk dapat menciptakan budgetary slack. 2.1.6 (Budgetary Participation) penganggaran merupakan variabel yang paling sering digunakan pada penelitian mengenai senjangan anggaran. penganggaran dianggap sebagai variabel yang paling signifikan memengaruhi senjangan anggaran. penganggaran adalah suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya (Brownel, 1982). Sedangkan Kennis (1979) mendefinisikan partisipasi penganggaran sebagai tingkat keikutsertaan manajer dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan. 19
partisipatif memungkinkan para manajer tingkat bawah untuk turut serta dalam pembuatan anggaran daripada membebankan anggaran kepada manajer tingkat bawah. partisipatif mengomunikasikan rasa tanggung jawab kepada para manajer tingkat bawah dan mendorong kreativitasnya (Hansen dan Mowen, 2011:448). Hansen dan Mowen (2011:448) juga menjelaskan bahwa partisipasi penganggaran dapat menimbulkan tiga masalah, yaitu: 1) Menetapkan anggaran yang terlalu tinggi dan terlalu rendah. 2) Membuat kelonggaran dalam anggaran (budgetary slack) 3) semu, penganggaran membuat beberapa manajer mungkin cenderung merumuskan anggaran terlalu tinggi atau terlalu ketat. yang terlalu tinggi dapat memastikan kegagalan dalam pencapaian standar dan membuat manajer frustasi. Rasa frustasi ini juga dapat mengarah pada kinerja yang buruk. Sedangkan apabila anggaran yang dirumuskan terlalu rendah, seorang manajer bisa kehilangan minat dan kinerjanya jadi benar-benar menurun karena standar anggaran yang dirumuskan terlalu mudah untuk dicapai. Masalah kedua yang dapat timbul dalam anggaran partisipatif adalah kesempatan bagi para manajer untuk membuat kelonggaran anggaran (senjangan anggaran). anggaran terjadi saat manajer memerkirakan pendapatan rendah atau meninggikan biaya dengan sengaja. Adanya senjangan anggaran ini membuat manajemen puncak harus berhati-hati dalam meninjau anggaran yang diajukan para manajer tingkat bawah. 20
Masalah ketiga yang timbul dari adanya anggaran partisipatif adalah partisipasi semu. semu terjadi jika manajemen puncak hanya meminta persetujuan formal anggaran dari para manajer tingkat bawah, bukan untuk mencari masukan yang sebenarnya. Akibatnya, tidak satu pun manfaat keperilakuan dari partisipasi yang akan diperoleh. 2.1.7 Penekanan (Budget Emphasis) Menurut Dunk (1993), budget emphasis adalah pemberian reward atau penilaian kinerja bagi para manajer menengah ke bawah berdasarkan pada pencapaian target anggaran, atau apabila para manajer memersepsikan bahwa kinerja dan penghargaannya dinilai berdasarkan pada target anggaran yang dicapai. Bilamana dalam perusahaan terdapat keadaan, yaitu anggaran merupakan satu faktor yang paling dominan dalam mengukur kinerja bawahan, inilah yang dinamakan penekanan anggaran (Arifin, 2010 dalam Apriadinata, dkk., 2014). Dunk (1993) menyatakan bahwa motivasi utama para bawahan (agent) dalam melakukan senjangan anggaran adalah untuk meningkatkan kesempatan mendapatkan penghargaan dan kompensasi atau bonus dari atasannya (principal). Ketika para agen mengetahui bahwa pemberian rewards atau kompensasi dari prinsipal tergantung dari tingkat pencapaian anggarannya, mereka mungkin akan mencoba untuk menciptakan kesenjangan ketika ia diberikan kesempatan untuk ikut merumuskan anggaran tersebut (Lowe dan Shaw, 1968). Ketika anggaran digunakan sebagai pengukur kinerja bawahan dalam suatu organisasi, maka bawahan akan berusaha meningkatkan kinerjanya dengan dua kemungkinan. Pertama, meningkatkan performance sehingga realisasi 21
anggaran melampaui target yang dianggarkan. Kedua, melonggarkan anggaran pada saat penyusunan anggaran tersebut. Dengan melakukan upaya melonggarkan anggaran ini maka manajer pusat pertanggungjawaban dapat dikatakan menciptakan senjangan anggaran (Sujana, 2010). 2.1.8 Ketidakpastian Lingkungan (Environmental Uncertainty) Ketatnya persaingan di dalam usaha saat ini membuat para manajer perusahaan menghadapi kondisi ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Ketidakpastian lingkungan adalah keterbatasan individu dalam menilai probabilitas gagal atau berhasilnya suatu keputusan yang telah dibuat (Darlis, 2002). Ketidakpastian lingkungan yang tinggi adalah rasa ketidakmampuan seorang individu untuk memprediksi sesuatu yang terjadi pada lingkungan secara akurat (Milliken, 1987). Sumber utama ketidakpastian bagi suatu organisasi menurut Govindarajan (1986) adalah berasal dari lingkungannya yang meliputi pesaing, konsumen, regulator dan teknologi yang diperlukan. Darlis (2002) mengungkapkan bahwa ketidakpastian lingkungan dapat memicu terjadinya senjangan anggaran karena para manajer tidak memiliki informasi yang cukup untuk memprediksi masa depan dengan tepat. Individu akan mengalami ketidakpastian lingkungan yang tinggi saat ia merasa bahwa lingkungan tidak dapat diprediksi dan tidak dapat memahami bagaimana komponen lingkungan akan berubah (Miliken, 1978). Govindarajan (1986) menyatakan bahwa ketidakpastian lingkungan yang rendah (lingkungan yang stabil) berpengaruh pada perilaku para manajer yang 22
ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Lingkungan yang stabil akan mendorong para manajer untuk melakukan senjangan anggaran karena manajer memiliki informasi yang akurat untuk memprediksi masa depan dengan baik. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai partisipasi penganggaran, penekanan anggaran, ketidakpastian lingkungan dan senjangan anggaran telah banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa dari penelitian tersebut dijelaskan dalam Tabel 2.1 di bawah ini: Tabel 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya Judul No. (Pengarang) 1 The Effect of Budget Emphasis and Information Asymmetry on the Relation Between Budgetary Participation and Slack (Alan S. Dunk, 1993) 2 Pengaruh partisipasi penganggaran, penekanan anggaran, komitmen organisasi, dan kompleksitas tugas terhadap slack anggaran pada BPR di Kabupaten Badung (Amelia Veronica & Komang Ayu K., 2009) Variabel Independen: Penganggaran Dependen: Moderasi: Penekanan dan Asimetri Informasi Independen: Penganggaran, Penekanan, Komitmen Organisasi dan Kompleksitas Tugas Dependen: Teknik Analisis Analisis linier berganda dan teknik moderasi Analisis linier berganda Hasil Penelitian Interaksi antara partisipasi penganggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran memiliki hubungan yang negatif dengan senjangan anggaran tetapi korelasinya signifikan. penganggaran, penekanan anggaran, komitmen organisasi, dan kompleksitas tugas, baik secara simultan maupun parsial, berpengaruh signifikan terhadap slack anggaran pada BPR di Kabupaten Badung. 23
3 Pengaruh Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan Dalam Hubungan Antara Dengan (Studi Pada Rumah Sakit Swasta di Kota Semarang) (Andi Kartika, 2010) 4 Pengaruh Penganggaran, Penekanan, Komitmen Organisasi, Asimetri Informasi, dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Budgetary Slack Pada Hotel-Hotel Berbintang di Kota Denpasar (Ketut Sujana, 2010) 5 Pengaruh Independen: Penganggaran Dependen: Moderasi: Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan Independen: Penganggaran, Penekanan, Asimetri Informasi dan Ketidakpastian Lingkungan Dependen: Independen: Penganggaran Analisis linier berganda dan teknik moderasi Analisis linier berganda Analisis linier 1) penganggaran berpengaruh positif dan signifikan pada senjangan anggaran. 2) Komitmen organisasi tidak berpengaruh yang signifikan pada hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. 3) Ketidakpastian lingkungan berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Variabel partisipasi penganggaran, penekanan anggaran, komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap budgetary slack pada hotel-hotel berbintang di Kota Denpasar. Sedangkan variabel asimetri informasi berpengaruh secara signifikan berpengaruh secara signifikan terhadap budgetary slack pada hotel-hotel berbintang di Kota Denpasar. penganggaran berpengaruh positif terhadap senjangan 24
Terhadap Dengan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating Pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Jawa Bagian Barat. (Vitha Chiristina, 2009) 6 Analisis Pengaruh, Informasi Asimetri dan Penekanan Terhadap (Budgetary Slack) Studi pada SKPD Pemerintah Kabupaten Pinrang (Armaeni, 2012) 7 Kemampuan Asimetri Informasi, Ketidakpastian Lingkungan, Budget Emphasis, dan Kapasitas Individu sebagai Variabel Moderasi Terhadap Pada Budgetary Slack (Studi Kasus Pada SKPD Di Kabupaten Badung) (Rani Adyani Asak, 2014) Dependen: Moderasi: Ketidakpastian Lingkungan Independen: Penganggaran, Informasi Asimetri dan Penekanan Dependen: Independen: Penganggaran Dependen: Moderasi: Asimetri Informasi, Ketidakpastian Lingkungan, Penekanan dan Kapasitas Individu berganda dan teknik moderasi Analisis linier berganda Analisis linier berganda dan teknik moderasi anggaran dan ketidakpastian lingkungan tidak berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. penganggaran, informasi asimetri dan penekanan anggaran berpengaruh terhadap senjangan anggaran. 1) penganggaran tidak berpengaruh pada senjangan anggaran 2) Asimetri informasi, penekanan anggaran dan kapasitas individu tidak mampu memoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dan senjangan anggaran. 3) Ketidakpastian lingkungan mampu memoderasi (melemahkan) hubungan antara partisipasi penganggaran dan senjangan anggaran. 25
2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Pengaruh Penganggaran terhadap penganggaran (budgetary participation) melibatkan seluruh tingkatan manajemen untuk mengembangkan rencana anggaran. bawahan dalam perumusan anggaran sangatlah penting karena bawahanlah yang lebih mengetahui kondisi langsung dari daerah tanggung jawabnya. Adanya senjangan anggaran salah satunya dapat dipicu oleh adanya partisipasi penganggaran. Alasan utamanya adalah karena manajer pusat pertanggungjawaban diberikan kewenangan untuk menetapkan isi anggaran mereka. Pemberian kewenangan ini membuat bawahan akan cenderung berusaha agar anggaran yang disusun mudah untuk direalisasikan. yang tinggi dalam dalam proses pembuatan anggaran akan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada bawahan untuk melakukan senjangan dan sebaliknya ketika partisipasi rendah harapan bawahan untuk melakukan senjangan anggaran dibatasi sehingga senjangan anggaran juga rendah (Veronica dan Komang, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis pertama yang terbentuk adalah sebagai berikut: H 1 : penganggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran pada hotel berbintang di Kabupaten Badung. 26
2.3.2 Pengaruh Penganggaran terhadap yang Dimoderasi oleh Penekanan Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya senjangan anggaran adalah karena adanya penekanan anggaran (budget emphasis). Penekanan anggaran adalah suatu sistem penilaian kinerja para manajer yang didasarkan pada tingkat ketercapaian anggaran. Penekanan anggaran ini akan mendorong para manajer untuk merumuskan anggaran yang mudah untuk dicapainya ketika ia diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam proses perumusan anggaran. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Suprasto (2006) bahwa apabila bawahan meyakini penghargaan (reward) yang diberikan kepadanya tergantung pada pencapaian anggaran, bawahan akan mencoba untuk membangun slack dalam anggarannya melalui proses partisipasi. Apabila bawahan meyakini bahwa hukuman (punishment) yang diberikan oleh atasan ditentukan oleh kegagalan dalam mencapai target yang ditentukan dalam anggaran, maka bawahan akan berupaya membangun slack. Sesuai dengan teori keagenan, manajer tingkat bawah akan membuat anggaran yang lebih mudah dicapai dengan cara membuat tingkat pendapatan yang lebih rendah dan mengestimasikan tingkat biaya yang lebih tinggi. Motivasi dari para manajer dalam melakukan senjangan anggaran ini adalah untuk meningkatkan kesempatannya mendapatkan penghargaan dan kompensasi dari atasannya (Dunk, 1993). Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis kedua yang terbentuk adalah sebagai berikut: 27
H 2 : Penekanan anggaran memoderasi secara positif pengaruh partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran pada hotel berbintang di Kabupaten Badung. 2.3.3 Pengaruh Penganggaran terhadap yang Dimoderasi oleh Ketidakpastian Lingkungan Ketidakpastian lingkungan sering menjadi faktor yang menyebabkan organisasi melakukan penyesuaian terhadap kondisi organisasi dengan lingkungan. Individu akan mengalami ketidakpastian lingkungan yang tinggi jika merasa lingkungan tidak dapat diprediksi dan tidak dapat memahami bagaimana komponen lingkungan akan berubah. Sebaliknya dalam ketidakpastian lingkungan yang rendah (lingkungan relatif stabil), individu dapat memprediksi keadaan sehingga langkah-langkah yang akan diambil dapat direncanakan dengan lebih baik (Duncan, 1972). Govindarajan (1986) menyatakan bahwa pengaruh partisipasi terhadap senjangan anggaran adalah positif dalam kondisi ketidakpastian yang rendah, sedangkan pengaruhnya menjadi negatif dalam ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Seorang bawahan yang memiliki partisipasi tinggi dalam penyusunan anggaran dan menghadapi ketidakpastian lingkungan yang rendah akan mampu menciptakan senjangan dalam anggaran karena ia memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan dengan baik. Sebaliknya, dalam ketidakpastian lingkungan yang tinggi maka akan semakin sulit untuk memprediksi masa depan dan semakin sulit pula menciptakan senjangan anggaran. 28
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis ketiga yang terbentuk adalah sebagai berikut: H 3 : Ketidakpastian lingkungan memoderasi secara positif pengaruh partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran pada hotel berbintang di Kabupaten Badung. 29