KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT DI TINGKAT PETANI LAHAN KERING KABUPATEN BLORA Endang Iriani, Munir Eti Wulanjari dan Joko Handoyo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah Abstrak. Jagung termasuk komoditas pangan yang mendapat prioritas peningkatan produksi. Jawa Tengah merupakan penghasil utama tanaman pangan yaitu padi, jagung, dan kedele yang akhir-akhir ini kurang menggembirakan. Jagung di lahan kering sebagian besar diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan sering diusahakan di lahan marginal, sehingga produksinya masih rendah. Kabupaten Blora merupakan sentra tanaman jagung ke 2 di jawa Tengah setelah Grobogan dengan luas tanam 65.956 ha. Tanaman Jagung di lahan kering di Kabupaten Blora hingga saat ini masih didominasi varietas lokal yang produksinya masih rendah sekitar 1-2 t/ha. Sementara hasil di tingkat penelitian dan pengembangan dapat mencapai 6-8 ton/ha. Dalam rangka meningkatkan produktivitas jagung di lahan kering kabupaten Blora perlu dilakukan introduksi varietas unggul baru melalui demplot varietas unggul jagung sebagai sarana untuk mengenalkan varietas unggul komposit yang dilakukan pada Mk 2009 (April Juli 2009), berlokasi di Desa Giyanti, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora dengan total luasan 5 hektar. Teknologi yang diterapkan varietas yang ditanam meliputi Lamuru, Sukmaraga, Arjuna, Gumarang, Bisma dan Srikandi Kuning, pengolahan tanah sempurna, pemupukan menggunakan Urea 250 kg/ha, dan NPK Phonska 300 kg/ha. Jarak tanam 70x40 cm dengan 2 biji/lubang. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tinggi tanaman dan tinggi tongkol serta komponen produksi. Hasil pengkajian diperoleh bahwa rata-rata tinggi tanaman berkisar 211-255 cm dan tinggi tongkol 88-131 cm. Hasil keragaan produksi jagung pipilan kering dengan kadar 14% 4 (empat komunikasi pribadi) yang telah dipanen terdiri dari Arjuna, Lamuru, Sukmaraga dan Gumarang masing-masing rata-rata produksi mengalami peningkatan, masing-masing untuk varietas Sukmaraga sebesar 3,23 t/ha (70,68%) varietas lamuru sebesar 3,3 t/ha (71,3%), Gumarang 2,91 t/ha t/ha (68,5 5) dan varietas Arjuna yang mencapai 3,19 t/ha (70,39%) jika dibandingkan dengan varietas lokal yang hanya menghasilkan rata-rata 1-2 t/ha, peningkatannnya cukup tinggi. Kata Kunci : Keragaan, jagung komposit PENDAHULUAN Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu penyangga pangan nasional ke tiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat terutama dalam penyediaan beras dengan kontribusi rata-rata sebesar 15,59%. Secara umum produksi tanaman pangan terutama padi, jagung dan kedelai berdasarkan ARAM III tahun 2008 secara umum mengalami kenaikan. Pada tahun 2008 luas tanam dan luas panen jagung di Jawa Tengah masing-masing mencapai 643.319 ha dan 839.354 hektar. Pada tahun yang sama produksi yang dicapai adalah 2.647.914 ton. Produksi tersebut jika dibanding dengan produksi tahun 2007 dari 2.233.992 ton menjadi 2.603.959 ton, kenaikannya sebesar 19,96 % (Dipertan 2008). Dari luas tanam yang terealisasi pada tahuh 2008, benih yang dibutuhkan mencapai 1.678.680 ton. Permasalahan yang sering terjadi adalah benih yang tersedia baru mencapai sekitar 16% (Dipertan 2008). Dari kondisi tersebut masih besar peluang dalam pemenuhan 138
kebutuhan benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak sudah varietas jagung khususnya untuk jagung komposit yang dihasilkan, akan tetapi adopsi di tingkat pengguna masih sangat rendah, hal tersebut antara lain karena keterbatasan ketersediaan benih dari segi jumlah, tidak tepat waktu dan tidak tepat mutu, sehingga banyak petani menjadi beralih pada hibrida yang dipasaran benih banyak tersedia. Alasan lain karena daya tumbuh seragam dan produksi tinggi. Sudaryanto (1999) mengemukakan bahwa selama ini telah banyak teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan teknologi spesifik lokasi telah diciptakan dan dikembangkan di daerah, namun demikian efektivitas pemanfaatan teknologi tersebut belum berjalan secara baik dalam meningkatkan daya saing komoditas pertanian. Dimyati (2004) bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan teknologi pertanian hasil penelitian/pengkajian oleh pengguna cenderung lambat. Produktivitas pertanian di daerah marginal sangat rendah dan tidak stabil. Upaya peningkatan produktivitas pertanian belum dapat dilakukan secara optimal mengingat berbagai kendala biofisik dan sosial ekonomi. Faktor internal petani juga merupakan kendala yang tidak kecil pengaruhnya seperti keterbatasan kemampuan dan pengalaman petani membuat petani cenderung kurang memiliki dan memilih teknologi yang sama sekali baru, tetapi lebih menyukai teknologi yang telah ada. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah mengembangkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan tertentu (Saenong 2007). Kabupaten Blora merupakan sentra tanaman jagung ke 2 di Jawa Tengah setelah Grobogan dengan luas tanam 65.956 ha. Tanaman jagung di lahan kering di Kabupaten Blora hingga saat ini masih didominasi varietas lokal yang produksinya masih rendah sekitar 1-2 t/ha. Sementara hasil di tingkat penelitian dan pengembangan dapat mencapai 6-8 ton/ha. Luas lahan usaha historis untuk pertanian +/- 61.000 ha. Terbagi dalam (Sutikno 2009) : 1. Irigasi teknis *) =7,00%, 2. Irigasi ½ Teknis**) = 14,00%, 3. Tadah Hujan = 66,00%, 4. Bero = 13,00%. *) Pengairan Glontoran dari Bengawan Solo. **) Pengairan dari Embung/bendungan/Waduk. Dalam rangka meningkatkan produktivitas jagung di lahan kering Kabupaten Blora, perlu dilakukan introduksi varietas unggul baru melalui demplot varietas unggul jagung komposit, dengan tujuan sebagai sarana untuk mengenalkan varietas unggul komposit di tingkat pengguna. Hal tersebut sesuai dengan program pengembangan tanaman jagung di Kabupaten Blora, yaitu Sebagai komoditas pendukung pendapatan ke II setelah tanaman padi ; Sebagai komoditas pokok sumber pendapatan petani pesanggem di lahan hutan ; Sebagai komoditas cadangan pangan dan perdagangan ke II setelah padi. Beberapa varietas unggul jagung komposit yang diintroduksikan merupakan hasil penelitian dari Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros yang masing-masing mempunyai keunggulan spesifik misalnya Bisma : potensi hasil : 8,0 t/ha, keunggulan : tahan rebah; Gumarang, potensi hasil : 8,0 t/ha, keunggulan : Umur Genjah (82 hari), Srikandi Kuning, potensi hasil:7,9 t/ha, keunggulan : protein bermutu; Lamuru, potensi hasil : 7,6 t/ha, keunggulan : toleransi kekeringan; Sukmaraga, potensi hasil :8,5 t/ha, keunggulan : tahan kemasaman; Arjuna, potensi hasil : 6,0 t/ha, keunggulan :tahan bulai. Menurut Paryono, et al. (2002) bahwa penyebab adanya kesenjangan hasil tersebut antara lain karena petani umumnya belum tahu atau tidak menerapkan teknologi hasil penelitian. Terdapat beberapa alasan, mengapa petani tidak menerapkan teknologi hasil penelitian; (a) teknologi tidak sampai kepada petani, (b) teknologi tidak sesuai dengan kebutuhan petani, (c) teknologi belum dipahami dan diyakini oleh petani, (d) petani kesulitan mendapatkan sarana produksi yang dianjurkan, dan (e) kemampuan modal petani terbatas. 139
BAHAN DAN METODE Kegiatan diawali dari koordinasi dan kesepakatan antara Puslitbangtan-BPTP- P4MI pusat dan Dinas Pertanian Kabupaten yang tentunya akan didukung oleh Dinas- Dinas terkait. Inovasi teknologi berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi dan dari BPTP Jawa Tengah sesuai spesifik lokasi. Penanaman telah dilaksanakan pada musim kering (MK) 2009, berlokasi di lahan petani di areal sekitar hutan, di Desa Giyanti, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Luas tanam untuk demplot sekitar 5 (lima) hektar yang diikuti petani kooperator sebanyak 12 orang. Teknologi yang diterapkan adalah varietas yang ditanam meliputi Lamuru, Sukmaraga, Arjuna, dan Gumarang. Untuk mengetahui perbedaan dengan yang biasa ditanam dibandingkan dengan pertanaman petani di sekitar yang menggunakan varietas lokal. Teknologi budidaya sesuai anjuran dan spesifik lokasi, pengolahan tanah dilakukan secara sempurna, pemupukan menggunakan Urea 250 kg/ha, dan NPK Phonska 300 kg/ha. Jarak tanam 70x40 cm dengan 2 biji/lubang. Untuk mengantisipasi terhadap penyakit bulai dilakukan perlakuan benih dengan menggunakan Metalaksil (Saromil) dengan dosis 5 gr/kg benih. Pengendalian hama dilakukan dengan melihat kondisi di Lapang. Pendampingan pengawasan dari BPSB, pembinaan dan pengawalan teknologi intensif dilakukan BPTP, Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros dan instansi terkait yang sesuai dengan kinerja di lapang di lingkup kabupaten Blora. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tinggi tanaman dan tinggi tongkol serta komponen produksi (jumlah tanaman, jumlah tongkol, berat tongkola dan berat pipilan serta kadar air), masing-masing petak varietas di ubin 2 kali dengan ukuran ubinan 2,8 m x 5 m. HASIL DAN PEMBAHASAN KERAGAAN AGRONOMIS Hasil pengamatan visual yang dilakukan terhadap varietas yang diintroduksikan yaitu Lamuru, Sukmaraga, Arjuna dan Gumarang, menunjukkan bahwa daya tumbuh pertanaman rata-rata di atas 90%, sedang pertumbuhan vegetatif seperti tertera pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1. Pertumbuhan vegetatif tinggi tanaman dan tinggi tongkol beberapa varietas unggul jagung komposit. Giyanti, Blora. MK 2009. Varietas Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Tongkol (cm) Lamuru 226 88 Sukmaraga 255 96 Arjuna 223 105 Gumarang 228 113 Lokal 137 50 140
300 250 200 150 100 50 0 Tinggi tanaman Tinggi tongkol (cm) Gambar 1. Pertumbuhan Vegetatif Tinggi tanaman jagung varietas unggul rata-rata berkisar antara 223 cm-255 cm, hasil ini terlihat jelas lebih tinggi dibanding dengan tinggi tanaman pada verietas lokal yang hanya mencapai 137 cm. Perbedaan antara varietas unggul dengan varietas lokal terjadi karena secara genetis untuk varietas unggul jelas sudah diperbaiki dengan beberapa keunggulannya, sedang pada varietas lokal masih sesuai aslinya dan hanya daya adaptasi tumbuh di lokasi yang mencirikan kelebihannya karena sudah ditanam secara turun temurun. Demikian juga untuk tinggi tongkol pada tanaman rata-rata pada varietas unggul berkisar antara 88 cm-113 cm sedang pada varietas lokal setinggi 50 cm. Dikatakan oleh Sania dan Azrai 2009 (komunikasi pribadi), bahwa tinggi tongkol sangat berperan dalam pembuatan benih jagung, terutama untuk posisi tongkol yang tidak terlalu tinggi dipilih untuk dijadikan benih kembali. Hal ini terkait dengan kemudahan dalam memanen akan mudah terjangkau jika posisi tongkol rendah. Dalam hal ini varietas lokal yang secara genetis kedudukan tongkol pada tanaman rata-rata rendah sebanding dengan tinggi tanamannya yang hanya mencapai rata-rata 137 cm. Dikatakan Mejaya 2007 bahwa varietas jagung bersari bebas tidak memiliki keseragaman penampilan di lapangan seperti halnya hibrida. Ketidakseregaman tersebut dapat diminimalisasi jika suatu varietas bersari bebas mengalami penyeleksian atau penyesuaian diri pada kondisi lingkungan tertentu sehingga mampu memperlihatkan keseragaman fenotipe. KERAGAAN KOMPONEN PRODUKSI Keragaan komponen produksi yang meliputi jumlah tongkol/hektar, berat tongkol/hektar, berat pipil/hektar pada kadar air panen tertera pada tabel 2 dan untuk gambaran produksi tertera pada Gambar 1 Tabel 2. Keragaan komponen produksi beberapa varietas jagung unggul komposit. Giyanti, Blora. MK 2009. Varietas Jumlah tongkol/ha Bobot tongkol Kg/ha Berat Pipil kg/ha Kadar Air 14 (%) Sukmaraga 61,334 6,200 4,25 14 Lamuru 58,667 5,667 4,67 14 Gumarang 62,044 6,462 4,25 14 Arjuna 59,111 6,222 4,53 14 Lokal 56,105 3,452 1,34 14 141
Dari hasil kajian menunjukkan bahwa produksi rata-rata varietas jagung unggul komposit yang diintroduksikan produksinya beragam yaitu antara 4,0 t/ha-5,4 t/ha pipilan. Jika dibandingkan dengan lokal jauh lebih tinggi yaitu terpaut sekitar 3-4 t/ha, tetapi jika dilihat pada varietas unggul yang diintroduksikan hasilnya rata-rata masih dibawah potensi hasilnya. Hal tersebut diduga karena faktor lingkungan yang mempengaruhi salah satunya iklim atau musim, kegiatan ini dilakukan di lahan kering yaitu di sekitar hutan di Wilayah Blora yang kondisi alamnya ketersediaan airnya sangat terbatas (Sutikno 2009). Dari kondisi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan tongkol atau produksi. Dikatakan oleh Zubachtirodin (2009) bahwa salah satu faktor pembatas produksi adalah cekaman lingkungan seperti cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara (defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan hama dan penyakit akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan morfologi tanaman. Kemudian untuk mengetahui kualitas hasil biji sangat ditentukan oleh kadar air panen oleh Saenong (2007) dikatakan bahwa kadar air benih yang akan dipipil merupakan faktor penentu mutu hasil pipilan. Kisaran kadar air terbaik untuk benih yang akan dipipil adalah 15-17%. Kadar air yang tinggi saat pemipilan mengakibatkan benih mudah rusak. KESIMPULAN Rata-rata tinggi tanaman berkisar 211-255 cm dan tinggi tongkol 88-131 cm. Keragaan produksi jagung pipilan kering dengan kadar 14 % yang telah dipanen terdiri dari Arjuna, Lamuru, Sukmaraga, dan Gumarang masing-masing 4,527 t/ha, 4,437 t/ha, 4,253 t/ha dan 4,247 t/ha. Rata-rata produksi mengelami peningkatan, masing-masing untuk varietas Sukmaraga sebesar 3,23 t/ha (70,68%) varietas Lamuru sebesar 3,95 t/ha (84,5%), Gumarang 2,91 t/ha (68,5%), varietas Arjuna yang mencapai 3,19 t/ha (70,39%) jika dibandingkan dengan varietas lokal yang hanya menghasilkan rata-rata 1-2 t/ha peningkatan hasilnya cukup tinggi. DAFTAR PUSTAKA Dimyati, 2004. Peranan pertanian dan perkebunan untuk mendukung kemandirian daerah. Makalah pada Workshop dan Seminar Nasional hasil-hasil Penelitian. Balitbang Propinsi Jawa Tengah. Mejaya, MJ., M.Azrai dan M. Neni Iriany. 2007. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas. Dalam Buku : jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. (http://balitsereal.litbang.deptan.go.id) diakses 15 Juli 2009. Paryono, TJ. Sarjana. E. Kushartanti, T. Suhendrata, B. Budiharjo, D. Prayitno, 2002. Evaluasi Dampak Teknologi Rekomendasi Jawa Tengah. Laporan Pengkajian BPTP Jawa Tengah. Saenong, S., M.Azrai, Ramlah, Rahmawati. 2007. Pengelolaan benih Jagung, dalam Buku : Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan. Departemen Pertanian. Diakses (http://balitsereal.litbang.deptan.go.id) Diakses pada 15 Juli 2009. Sudaryanto T., I.W. Rusastra. A. Syam. 1999. Pendayagunaan dan komersialisasi Teknologi Pertanian Spesifik lokasi dalam Memyongsong Globalisasi Ekonomi. Prosiding Seminar Nasional. Pendayagunaan dan Komersialisasi Spesifik Lokasi dalam Rangka Pemulihan ekonomi dan Penciptaan Sistem Pertanian berkelanjutan. BPTP Ungaran. Fak. Peternakan Universitas Diponegoro. Lemlit Undip. Semarang. Zubachtirodin. 2009. Budidaya Jagung untuk Produksi Benih. Materi Pelatihan Pembinaan Penangkar Benih komposit Berbasis Komunal. Blora. Zubachtirodin. 2009. Teknologi Peningkatan Produksi jagung. Materi Pelatihan Pembinaan Penangkar Benih Komposit Berbasis Komunal. Blora. 142