1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada kerangka tektonik yang didominasi oleh interaksi dari tiga lempeng utama (kerak samudera dan kerak benua) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng Philipina (Gambar 1.1). Pertemuan antar lempeng tersebut mengakibatkan terbentuknya daerah penunjaman atau subduksi (subduction zone), sehingga kepulauan di Indonesia memiliki aktivitas seismik tinggi. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki tingkat kerawanan tinggi akan bahaya gempabumi. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki tingkat kerawanan gempabumi yang tinggi adalah Pulau Bali. Hal ini sesuai dengan catatan dan kondisi tektoniknya, dimana tercatat aktivitas gempa yang cukup tinggi. Gambar 1.1 Peta Pertemuan 3 lempeng di kepulauan Indonesia. (Natawidjaja, 2007)
2 Aktivitas gempabumi yang tinggi di Pulau Bali disebabkan oleh zona megathrust di selatan Pulau Bali yang diakibatkan subduksi lempeng Indo- Australia yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia sekitar 50-70 mm/tahun, zona ini merupakan area sumber utama gempabumi. Selain menunjam ke bawah lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia juga mendorong lempeng Eurasia yang relatif diam sehingga membentuk sumber-sumber gempabumi lain. Berdasarkan keadaan tektonik inilah, gempabumi Bali dipengaruhi oleh 2 sumber yakni aktifitas subduksi dan aktifitas sesar-sesar lokal. Letak Pulau Bali yang unik, menjadikan daerah ini sebagai kawasan seismik yang aktif dan kompleks, sehingga perlu dilakukan studi kegempaan (Daryono, 2011a). Bencana alam gempabumi tidak dapat dicegah dan belum dapat diperkirakan waktu, tempat, serta kekuatannya secara akurat namun dampak gempabumi dapat dikurangi dengan langkah mitigasi. Bencana yang diakibatkan dari gempabumi dapat memberikan dampak langsung dan tidak langsung. Runtuhnya bangunan, kerugian materiil, korban jiwa, dan kerusakan merupakan beberapa contoh dampak langsung dari bencana alam gempabumi. Selain itu, gempabumi dapat memicu bencana lain seperti tanah longsor, kebakaran, kecelakaan industri dan transportasi sebagai dampak tidak langsung. Resiko ini akan bertambah besar jika daerah yang mengalami dampak gempabumi memiliki jumlah penduduk yang padat dan juga daerah sedang berkembang pesat pembangunannya seperti Pulau Bali dengan jumlah penduduk 3.890.757 jiwa pada tahun 2010 (Lampiran 1). Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian mengenai potensi kerusakan wilayah di zona subduksi di Indonesia, termasuk Pulau Bali sebagai upaya mengurangi
3 dampak resiko yang ditimbulkan oleh gempabumi baik kerugian materiil maupun nonmateriil akibat gempabumi. Berdasarkan fakta tersebut, penulis melakukan penelitian dengan memetakan kawasan rawan resiko bencana gempabumi di Pulau Bali menggunakan metode PSHA dan analisis data mikrotremor dengan metode HVSR untuk mendapatkan peta hazard dan peta mikrozonasi mikrotremor sebagai salah satu upaya mitigasi bencana gempabumi. Analisis seismik hazard terdiri atas dua metode yaitu metode PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis) dan metode DSHA (Deterministic Seismic Hazard Analysis). Sedangkan dalam penelitian ini metode yang akan dipergunakan adalah metode PSHA. Metode ini dilakukan berdasarkan fungsi distribusi probabilitas yang memperhitungkan pengaruh faktor-faktor ketidakpastian dari ukuran, lokasi, dan waktu kejadian gempabumi. Tingkat bencana gempabumi di suatu lokasi dapat diketahui menggunakan metode PSHA, dikarenakan dapat memberi kerangka kerja yang terarah sehingga faktor-faktor ketidakpastian dapat diidentifikasi, diperkirakan dan kemudian digabungkan untuk mendapat gambaran menyeluruh mengenai tingkat bahaya gempabumi. Tingkat bahaya yang dimiliki suatu lokasi kemudian didefinisikan dalam bentuk PGA. Dalam kenyataannya yang sering ditemui kerusakan gempabumi sendiri tidak hanya bergantung kepada jarak dan intensitas gempabumi tetapi bergantung juga dengan geologi lokal daerah tersebut yang juga memegang peranan penting dalam menyumbang tingkat kerusakan (Marjiyono, 2010). Sebagai contoh adalah kasus di kota Meksiko akibat gempabumi Michochan tahun 1985 dengan jarak sumber
4 gempa ratusan kilometer tetapi kerusakan yang ditimbulkan lebih parah daripada dengan daerah yang dekat sumber gempa. Hal ini disebabkan oleh keadaan geologi lokal daerah tersebut yang terdiri dari lapisan alluvial bekas rawa sehingga menyebabkan kerusakan yang parah (Gurler, dkk., 2000). Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis data mikrotremor menggunakan metode HVSR. Hal ini dikarenakan data mikrotremor dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dinamis kondisi geologi lokal diantaranya dengan cara menentukan faktor amplifikasi, frekuensi dominan, indeks kerentanan seismik, nilai percepatan getaran tanah maksimum (PGA) permukaan dan ground shear strain. Kelebihan lain dari metode mikrotremor adalah dapat dipergunakan untuk memetakan daerah rawan gempabumi di daerah luas yang padat penduduk seperti di Kotamadya Denpasar dan sekitarnya dengan biaya lebih murah dibandingkan metode borehole. Analisis PSHA dan mikrozonasi pengamatan mikrotremor pada penelitian ini ini diharapkan mampu saling melengkapi untuk menentukan wilayah rawan bencana gempabumi. Langkah ini merupakan upaya mitigasi awal untuk meminimalisasi dampak bencana gempa bumi yang akan terjadi dimasa datang. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik tentang potensi kerawanan daerah Pulau Bali pada umumnya dan lebih khusus lagi untuk daerah Kotamadya Denpasar dan sekitarnya.
5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah, yaitu: 1. Bagaimana tingkat kerawanan bahaya gempabumi di Pulau Bali berdasarkan analisis metode PSHA? 2. Bagaimana tingkat kerawanan bahaya gempabumi wilayah Kotamadya Denpasar dan sekitarnya berdasarkan data mikrotremor? 3. Bagaimana hubungan tingkat kerawanan bahaya gempabumi berdasarkan metode PSHA dengan tingkat kerawanan gempabumi berdasarkan data mikrotremor di wilayah Kotamadya Denpasar dan sekitarnya? 1.3 Batasan Masalah Batasan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Data histori gempabumi yang digunakan selama 114 tahun terakhir di Pulau Bali dan sekitarnya dari katalog gempa USGS, ISC, ASNN, GCMT dan BMKG daerah Bali dengan koordinat 1-14 Lintang Selatan dan 102-130 Bujur Timur, mulai tanggal 1 Januari 1900 sampai tanggal 31 Desember 2014 dengan magnitudo 5 M w dan kedalaman 300 km. 2. Lokasi penelitian mikrotremor hanya dilakukan di Kotamadya Denpasar dan sekitarnya pada posisi 08 35 31 sampai 08 44 49 Lintang Selatan dan 115 10 23 sampai 115 16 27 Bujur Timur. 3. Metode yang digunakan adalah metode PSHA menggunakan perangkat lunak Ez-Frisk yang digunakan untuk menganalisis bahaya gempabumi dan untuk
6 data mikrotremor menggunakan metode HVSR dengan bantuan perangkat lunak geopsy. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Memperoleh peta tingkat kerawanan bahaya gempabumi dengan metode PSHA di Pulau Bali dengan kondisi PGA (T=0,0 sekon) dan spectral acceleration (SA) pada periode 0,2 sekon dan 1,0 sekon dengan waktu periode ulang 500 tahun dan 2500 tahun yang dipergunakan untuk mengetahui daerahdaerah yang memiliki tingkat bahaya bencana gempabumi tinggi. 2. Memperoleh peta tingkat kerawanan bahaya gempabumi di wilayah Kotamadya Denpasar dan sekitarnya berdasarkan analisis data mikrotremor berupa frekuensi domain, faktor ampifikasi, indeks kerentanan seismik, PGA permukaan dan nilai ground shear strain. 3. Mendapatkan hubungan kualitatif tingkat kerawanan bahaya gempabumi yang dianalisis menggunakan metode PSHA dengan tingkat kerawanan gempabumi menggunakan data mikrotremor metode HVSR di wilayah Kotamadya Denpasar dan sekitarnya.
7 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi bagi masyarakat dan pemerintah Kotamadya Denpasar dan sekitarnya, daerah-daerah yang memiliki tingkat bahaya bencana gempabumi. 2. Memberikan informasi bagi masyarakat dan pemerintah Kotamadya Denpasar dan sekitarnya dalam perencanaan dan pembangunan wilayah dalam membuat bangunan tahan gempabumi sehingga dapat digunakan sebagai langkah mitigasi untuk meminimalkan korban jika terjadi bencana gempabumi.