BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

SURAT SETORAN PAJAK (SSP) Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan. Nama Jelas :. Nama Jelas :..

Repositori STIE Ekuitas

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

A. Pengertian Laporan Keuangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II BAHAN RUJUKAN

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II BAHAN RUJUKAN. Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain :

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Istilah Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat yang dikutip oleh Wirawan (2011 : 6) "Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan untuk membayar pengeluaran umum." Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur : a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan Undang-Undang pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan dan pelaksanaannya. c. Tanpa jasa imbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjuk adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 12

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2 Fungsi Pajak Menurut Siti Resmi (2011 : 3) terdapat dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh : a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasaran dunia. 13

2.1.3 Pengelompokan Pajak Jenis-jenis pajak menurut Wirawan (2011 : 27) dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu: a. Menurut sifatnya Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. 1. Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Contoh : Pajak Penghasilan. 2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. b. Menurut Sasaran/Objeknya Menurut sasarannya, jenis-jenis pajak dapat dibagi dua, yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. 1. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. 14

2. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut lembaga pemungutnya, jenis pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang sering disebut dengan pajak pusat dan pajak daerah. 1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Jenis pajak pusat yang dikelola oleh Departemen Keuangan cq. Direktorat Jendral Pajak adalah: a. PPh b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah c. Pajak Bumi dan Bangunan d. Pajak/Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan e. Bea Materai 2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Jenis pajak daerah yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) adalah: 15

a. Pajak Daerah Tk. I terdiri atas: i. Pajak Kendaraan Bermotor ii. iii. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor b. Pajak Daerah Tk. II terdiri atas: i. Pajak Hotel dan Restoran ii. iii. iv. Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan v. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C vi. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 2.2 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Sigit Hutomo (2009 : 4) Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan serta UU PPh 2008, pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga sistem pajak: a. Self Assessment System Hakekat sistem pemungutan pajak penghasilan dilakukan berdasarkan self assessment. Wajib Pajak sendiri diminta melakukan pembukuan, pelaporan, penyetoran pajaknya kepada pemerintah. Inisiatif mendaftarkan 16

diri untuk memperoleh NPWP dan mengisi surat pemberitahuan tahunan (SPT) pun harus muncul dari Wajib Pajak. Misal : PPh pasal 25, pasal 29. b. Official Assessment System Besar pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak ditentukan pemerintah, tanpa banyak melibatkan pihak Wajib Pajak. Wajib Pajak melaksanakan kewajiban pajak dengan membayar pajak, tanpa harus melakukan penghitungan, pengisian SPT, serta pelaporan. Dalam UU PPh 2008, sistem ini ditetapkan dengan pemungutan pajak bersifat final dan pemungutan pajak ini tidak dapat sebagai kredit pajak. Misal PPh pasal 23. c. Witholding System Dalam hal ini pemerintah menunjuk orang pribadi atau badan tertentu untuk memungut atau memotong pajak pada saat membayarkan atau terutang penghasilan kepada Wajib Pajak. Pajak yang dipungut atau dipotong bersifat tidak final atau dapat diperlakukan sebagai kredit pajak. Badan atau orang pribadi yang ditunjuk tersebut mempunyai keajiban untuk memungut, melaporkan, dan menyetorkan pajak. Apabila badan atau orang pribadi tersebut tidak melakukan keajiban sebagaimana mestinya, akan dikenakan sanksi atau denda. Misal PPh pasal 21, pasal 24, pasal 26. 17

2.3 Pajak Penghasilan 2.3.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Wirawan (2009 : 2) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-Undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2.3.2 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Menurut Mardiasmo (2011 : 143) untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut : 18

Penghasilan kena pajak (WP badan) = Penghasilan Netto Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = Penghasilan netto - PTKP 2.3.3 Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak Penghasilan menurut Siti Resmi (2011 : 75), yaitu: A. Yang termasuk Subjek Pajak yaitu : Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut : 1. Subjek Pajak Orang Pribadi. 2. Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 3. Subjek Pajak Badan. 4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT). B. Yang Tidak termasuk Subjek Pajak yaitu : Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 adalah : 1. Kantor perwakilan negara asing. 2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada 19

mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat : a. Bukan warga Negara Indonesia; b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; b. Tidak menjalankan usaha; c. Kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : a. Bukan warga negara Indonesia; b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 20

C. Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Menurut buku Perpajakan Teori dan Kasus (2011:77), yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008 Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi terdiri atas dua golongan yaitu : 1. Subjek Pajak Orang pribadi dalam Negeri a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria : i. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; ii. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; iii. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungional negara. 21

c. Warisan yang belum terbagi sebagai salah satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Subjek Pajak luar negeri, adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indoneia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 2.3.4 Objek Pajak Penghasilan Menurut Siti Resmi (2011 : 79), objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar 22

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Berdasarkan Pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang termasuk Objek Pajak adalah : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. Laba usaha; 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk; a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; 23

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koprasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, spanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koprasi; 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 24

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penerimaan kembali aktiva; 14. Premi asuransi; 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19. Surplus Bank Indonesia. Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak Yang dikecualikan dari objek pajak adalah : 1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang 25

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosoal termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 2. Warisan; 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus; 5. Pembayaran dari perusahaan akuntansi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 26

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dan penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor; 7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada butir 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan 27

usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 28

2.3.5 Tarif dan Dasar Penghitungan Pajak Penghasilan Tarif Pajak Penghasilan menurut Mardiasmo (2011 : 150) : 1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5% Diatas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 15% 250.000.000,- Diatas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 25% 500.000.000,- Diatas Rp 500.000.000,- 30% Tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap Sedangkan tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 29

28%. Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif yang berlaku. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-. Dasar Penghitungan Pajak Penghasilan menurut Mardiasmo (2011 : 151) : Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPH pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut : Pajak Penghasilan (Wajib Pajak badan) = Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = Penghasilan netto x tarif pasal 17 30

= (Penghasilan bruto - biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17 Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi) = Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = (Penghasilan netto - PTKP) x tarif pasal 17 = [(Penghasilan bruto - biaya yang diperkenankan UU PPh) - PTKP] x tarif pasal 17 2.3.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk PPh OP Pemerintah menetapkan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru menjadi Rp 24.300.000 per tahun yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi monoter terkini dan berlaku pada 1 Januari 2013. Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012. Besaran PTKP setahun yang berlaku mulai tahun 2013 adalah : 1. Rp 24.300.000 per tahun akan dikenakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Rp 2.025.000 per tahun ditambahkan untuk Wajib Pajak Kawin. 31

3. Rp 24.300.000 per tahun dikenakan sebagai tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. 4. Rp 2.025.000 per tahun dengan tambahan setiap tanggungan (makimal tiga orang). 2.4 Surat Setoran Pajak (SSP) 2.4.1 Pengertian SSP Surat Setoran Pajak (SSP) menurut Siti Resmi (2011 : 31) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerimaan Pembayaran. 2.4.2 Jenis-jenis SSP Menurut Siti Resmi (2011 : 32), surat setoran pajak dapat berupa : 1. SSP Standar Surat Setoran Pajak yang selanjutanya disebut dengan SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 32

Formulir SSP dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut : 1. Lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak; 2. Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN); 3. Lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak; 4. Lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran. Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. 2. SSP Khusus SSP Khusus merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktorat Jendral pajak ini, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan. SSP Khusus dicetak : 33

a. Pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke- 3 SSP Standar; b. Terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP). 3. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor) SSPCP adalah SSP yang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka impor. SSPCP dibuat dalam rangka 8 (delapan) yang peruntukannya sebagai berikut : a. Lembar ke-1a : untuk KPBC melalui Penyetor/Wajib Pajak; b. Lembar ke-1b : untuk Penyetor/Wajib Pajak; c. Lembar ke-2a : untuk KPBC melalui KPPN; d. Lembar ke-2b dan ke-2c : untuk KPP melalui KPPN; e. Lembar ke-3a dan ke-3b : untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak atau KPBC; f. Lembar ke-4 : untuk Bank Devisa Persepsi, Bank Persepi atau PT Pos Indonesia. 34

4. SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri) SSCP adalah SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. SSCP dibuat dalam rangkap 6 (enam) yang peruntukannya sebagai berikut: a. Lembar ke-1a : untuk KPBC melalui Penyetor/Wajib Pajak; b. Lembar ke-1b : untuk Penyetor/Wajib Pajak; c. Lembar ke-2a : untuk KPBC melalui KPPN; d. Lembar ke-2b : untuk KPP melalui KPPN; e. Lembar ke-3 : untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak; f. Lembar ke-4 : untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia. 2.4.3 Mekanisme Pengisian SSP Petunjuk pengisian formulir Surat Setoran Pajak (SSP) menurut Siti Resmi (2011 : 37): NPWP Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dimiliki Wajib Pajak. Nama WP Diisi dengan Nama Wajib Pajak. 35

Alamat WP Diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP 1. NPWP diisi : a. Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000 b. Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0- XXX.000 2. XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai denga Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lain yang sah. NOP Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Alamat Objek Pajak Diisi sesuai dengan alamat tempa Objek Pajak berada berdasarkan SPPT. Catatan : Diisi hanya apabila terdapat transaksi yang terkait dengan tanah dan/atau bangunan yaitu transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan kegiatan membangun sendiri. 36

Kode Pajak Akun Diisi dengan angka Akun Pajak sebagaimana dalam Lampiran II untuk setiap akun pajak yang akan dibayar atau disetor. Kode Setoran Jenis Diisi dengan angka dalam kolom "Kode Jenis Setoran" sebagaimana dalam Lampiran II untuk setiap jenis setoran pajak yang akan dibayar atau disetor. Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat. Uraian Pembayaran Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom "Jenis Setoran" yang berkenaan dengan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa. Masa Pajak Diisi dengan membeli tanda silang pada salah satu kolom 37

Masa Pajak untuk masa pajak yang dibayar atau disetor. Pembayaran atau penyetoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak. Untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, dapat menyetorkan PPh Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP. Tahun Pajak Diisi tahun terutangnya pajak. Nomor Ketetapan Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak, STP stau putusan lain. Jumlah Pembayaran Diisi dengan angka jumlah pajak yang harus dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen. 38

Terbilang Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Diterima Kantor Penerima oleh Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran, tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta Pembayaran cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran. Wajib Pajak/Penyetor Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha. Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran Diisi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Pos (NTP) oleh Kantor Penerima Pembayaran. 39