PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir,

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pornografi, didefinisikan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

IDHA WAHYUNINGSIH NIM F

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG SEKS PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

Transkripsi:

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar sarjana Keperawatan Disusun oleh : ADITIA FATMAWATI J 210 060 070 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia yaitu 1/5 dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun (Soetjiningsih, 2004). Populasi remaja yang tidak sedikit ini menjadi kelompok yang rentan terhadap pengabaian hak-hak kesehatan reproduksi. Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda - tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak sampai dewasa (Sarwono, 2007). Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja yang paling banyak adalah keluarga, diikuti oleh karena tekanan dari teman sebaya, religiusitas dan eksposur media pornografi. Media pornografi memberikan kontribusi terbanyak tentang informasi seks (Adisupo, 2008). Media pornografi Di Indonesia pada masa sekarang sangat mudah dinikmati oleh remaja, didapatkan data yaitu 24% remaja menikmati seks melalui komik, 18% permainan, 16% situs porno diinternet, 14% film, 10% Video Compact Disc (VCD) dan Digital Video Disk (DVD), 8% lewat telepon genggam, 6% lewat majalah dan koran. Dari jumlah itu 27% melakukannya

karena iseng, 10% terbawa oleh teman, dan 4% takut dikatakan sebagai remaja yang kurang pergaulan (Elli, 2008). Fenomena Penyakit Menular Sexual (PMS) di Indonesia meningkat pada tahun 2008 menjadi 809 remaja terinfeksi PMS dan sebagian besar adalah wanita dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya, PMS terbanyak adalah servicitis non gonore (32,1%), kondilomata akunimata (15,7%), kandidosis vaginitis (14,9%), sifilis (11,7%), gonore (9,6%). Distribusi umur yang terbanyak adalah pada kelompok remaja pada usia 20-24 tahun pada pria maupun wanita (Hendra, 2009). Pengaruh media massa menimbulkan penyimpangan perilaku seksual remaja. Fenomena di Indonesia didapatkan 10,53% remaja mengaku pernah melakukan ciuman bibir, 5,6% melakukan ciuman dalam (petting dan oral seks) dilakukan remaja ini menimbulkan masalah seperti didapatkan 62,7% dari remaja putri hamil pranikah, 21,2% remaja putri melakukan aborsi, dan 16,8% remaja atau sebanyak 441 remaja dari seluruh remaja di Indonesia terinfeksi penyakit menular seksual (PMS) (Hendra, 2009). Menurut Hendra (2009), fenomena PMS di Surakarta meningkat pada tahun 2008 menjadi 109 remaja terinfeksi PMS, PMS terbanyak adalah servicitis non gonore (22,1%), kondilomata akunimata (25,7%), kandidosis vaginitis (14,9%), sifilis (10,7%), gonore (4,6%). Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang timbul akibat dari kegiatan seks, yang ditularkan melalui hubungan seks (Lubis, 2009). PMS berisiko tinggi ditularkan pada orang-orang yang berganti -ganti pasangan,

selain itu PMS dapat ditularkan melalui tranfusi darah dan pengunaan jarum suntik yang berganti-ganti. PMS sangat berbahaya dapat menyebabkan komplikasi yang bervariasi, diantaranya adalah kemandulan, kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker leher rahim pada wanita, bahkan bisa menyebabkan kematian (Dailli, 2003). Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga Indonesia (SKRTI) (2002-2003) pengetahuan remaja tentang masalah kesehatan reproduksi masih rendah yaitu pengetahuan laki-laki 46,1% dan pengetahuan perempuan sekitar 43,1%. Kurangnya pengetahuan disebabkan karena dari segi fisik dan psikologis remaja belum matang, informasi yang kurang dari orang tua, sulitnya mencari informasi karena letak desa yang jauh dari perkotaan. Sekolah adalah tempat yang paling tepat untuk meningkatkan minat baca yang berhubungan dengan penyakit menular seksual dan pengetahuan remaja tentang masalah kesehatan, karena sekolah merupakan perpanjangan tangan dari keluarga dalam meletakkan dasar perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya, sehingga sekolah sangat berperan dalam proses penyampaian informasi kesehatan kepada remaja (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan sekolah merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak, sekolah merupakan langkah yang strategis dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat karena sekolah merupakan lembaga yang sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan sumber daya manusia baik fisik, mental, moral maupun intelektual. Pendidikan kesehatan melalui sekolah paling efektif diantara usaha kesehatan

masyarakat yang lain, karena usia 6-18 tahun mempunyai prosentase paling tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan survei pendahuluan peneliti mendapatkan data siswa yang dilakukan selama satu minggu Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) 8 Surakarta Tahun 2009. Berjumlah 951 siswa, terdiri dari kelas 1 berjumlah 290 siswa, kelas 2 berjumlah 323 siswa dan kelas 3 berjumlah 338 siswa. Hasil wawancara dengan 10 siswa,7 siswa mengatakan kurang mengetahuai tentang pengertian penyakit menular seksual (PMS), Tanda dan gejala PMS, macam-macam PMS, dan cara penanganan PMS. Dikarenakan buku-buku tentang PMS di sekolahnya sangat minim. Siswa juga mengatakan belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang PMS di sekolahnya. Berdasarkan informasi yang di sampaikan oleh Guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan) SMAN 8 Surakarta, terdapat kurang lebih 7 siswa dalam satu tahun ajaran yang tertangkap karena kasus: Hamil diluar nikah, tertangkap membawa HP (Hand phone) yang di dalamnya terdapat film porno dan tertangkap karena bolos sekolah, Disamping itu terdapat beberapa siswa yang keluar-keluar pada saat jam pelajaran berlangsung.. Berangkat dari fenomena tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penyakit Menular Seksual Terhadap Perubahan Pengetahuan Dan Sikap Siswa SMAN 8 Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: Adakah pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan

pengetahuan dan sikap remaja tentang penyakit menular seksual di SMAN 8 Surakarta?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan dengan perubahan pengetahuan dan sikap tentang penyakit menular seksual. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit menular seksual pada siswa SMAN 8 Surakarta. b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit menular seksual antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada siswa SMAN 8 Surakarta. c. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap siswa tentang penyakit menular sexsual antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi pendidikan kesehatan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada siswa SMAN 8 Surakarta. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat memacu penelitian lanjutan yang berhubungan dengan pencegahan perilaku seks pranikah pada remaja.

2. Manfaat praktis a. Bagi profesi keperawatan Untuk meningkatkan pelayanan keperawatan komunitas dalam pencegahan serta penanganan perilaku seks pranikah pada remaja. b. Bagi pelajar Meningkatkan pengetahuan pelajar tentang PMS sehingga dapat memperbaiki diri dalam berkehidupan dan derprilaku. c. Bagi orang tua Untuk memberikan gambaran pengaruh internal keluarga terhadap PMS sehingga orang tua dapat memberikan penanggulangan dan lebih memperhatikan anak dari prilaku yang menyimpang. d. Bagi masyarakat Dapat memberikan gambaran tentang PMS di suatu masyarakat sehingga dapat melakukan pencegahan dan penekanan jumlah yang ada untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. e. Bagi sekolah Dapat memberikan pengaruh positif tentang PMS sehingga dapat di jadikan bekal menghadapi pergaulan negatif. E. Keaslian Penelitian peneliti : Beberapa penelitian yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh

1. Muliani (2004), tentang pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang sex bebas pada SMUN 6 kota Yogyakarta dengan pendekatan pretes dan posttes with control groub. Hasilnya ada pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap peningkatan pengetahuan remaja pada kelompok perlakuan lebih baik dari pada kelompok kontrol. Tingkat pengetahuan remaja menunjukan perbedaan yang signifikan dan berpengaruh positif antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, Kelompok perlakuan lebih besar dari kelompok kontrol setelah kelompok perlakuan menerima penyuluhan kesehatan reproduksi. 2. Irianti (2003), tentang pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi melalui metode pendidikan kesehatan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap remaja dalam pencegahan kehamilan tak diinginkan pada siaswa di SMU N 1 Bandung dengan pendekatan kuantitatif yang hasilnya menunjukan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi melalui metode pendidikan sebaya dapat mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan remaja tentang pencegahan kehamilan tidak di inginkan. Pendidikan kesehatan reproduksi melalui metode pendidikan sebaya yang dilakukan di SMU N 1 Bandung terbukti bermanfaat. 3. Besral dkk (2000) dengan judul Potensi Penyebaran HIV Dari penggunaan NAPZA Suntik Ke Masyarakat. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil surve survailans prilaku di Jakarta dengan konsep probabilitas, hasil penelitian ini didapatkan bahwa potensi penyebaran HIV dari

penggunaan NAPZA Suntik ke masyarakat sangat besar. Dari 27.300 pengguna NAPZA Suntik di DKI Jakarta (Tahun 2000) akan ada 1.062-3.368 kasus baru HIV per Tahun akan ada 1.245- kasus baru per 10.000 pengguna NAPZA Suntik. 4. Fitriani (2006), Tentang Pengetahuan Dan Sikap Prilaku Seksual Pranikah Mahasiswa Psikologi Universitas Diponegoro Semarang dengan hasil bahwa tingginya pengetahuan yang didapatkan tidak didikung oleh sikap yang positif terhadap prilaku seksual pranikah.