BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country,

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diamandemen ke-4, Bab

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. maupun ilegal dan melebihi batas imbang ekologis serta masalah pembakaran

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BAB I PENDAHULUAN. seperti hutan hujan tropis yang lebat dan kaya akan fauna dan flora langka. Indonesia

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN. Oleh: Esti Aryani 1 Tri Wahyu Widiastuti 2. Abstrak

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Bumi, air dan kekayaan alam yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh

bebas murni oleh pengadilan. Sementara itu vonis hukuman bagi pelaku IL di Indonesia selama ini bervariasi, yaitu antara 1 bulan sampai dengan 9

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PERDAGANGAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh generasi sekarang tetapi juga dimiliki oleh generasi akan datang.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GEOSTRATEGI INDONESIA

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

KEJAHATAN KEHUTANAN KONTEMPORER (Studi kasus Riau) 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai bangsa yang percaya dan meyakini kemahakuasaan Tuhan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan daerah setempat. Kebijakan pembangunan dalam GBHN dimaksudkan

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Pranatasari Dyah Susanti Adnan Ardhana

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya, karena mempunyai peranan penting sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global. Oleh sebab itu, hutan harus dipelihara dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan harus dikelola dengan baik demi kesejahteraan masyarakat. Semua hutan dan kawasan hutan dapat dikelola dengan baik apabila tidak mengubah fungsi pokoknya, yang mana menurut Pasal 6 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Di samping itu, hutan mempunyai fungsi ekologi/lingkungan yang berarti melindungi, karena potensi hutan dan keanekaragaman hayati dapat berfungsi sebagai penyangga kesimbangan, perlindungan kehidupan, memelihara kesuburan tanah, proteksi daerah aliran sungai, dan pengendali erosi. 1 Fungsi hutan tersebut sebagai penyangga tanah dan tata air, sumber hayati dan 1 http://gagasanhukum.wordpress.com, Siti Kotijah, Fungsi Ekologi, 31/08/09 1

2 keanekaragaman hayati, serta penyangga iklim, sehingga dalam pengelolaan hutan perlu dijaga keseimbangannya dengan memperhatikan fungsinya. Namun seiring dengan semakin berkembangnya zaman, maka kondisi hutan tidak lagi seperti dulu yang begitu terpelihara, melainkan sudah sangat memprihatinkan. Hal ini akibat merosotnya perkembangan perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dan meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola dengan baik, dan juga salah satunya adalah semakin meningkatnya illegal logging. Illegal logging atau dengan kata lain pembalakan liar, selalu menjadi masalah yang menarik perhatian, terutama bagi kalangan kalangan tertentu, di mana ini terjadinya karena dilatarbelakangi oleh masih banyaknya masyarakat yang hidup dalam keterbelakangan dan kemiskinan. Illegal logging merupakan salah satu tindak pidana dengan berbagai modus operandi oleh pihak-pihak yang terkait dalam illegal logging. Illegal logging dapat dilakukan karena pengendalian dan pengawasan aparat kehutanan yang tidak efektif karena mentalitas aparat kehutanan sendiri dan jumlah aparat kehutanan yang tidak memadai dibanding ruang lingkup (scope) tanggung jawab dan luas wilayah yang harus diawasi. Dalam hal ini dapat dilakukan sendiri atau melalui keluarganya, yang akhirnya terlibat dalam perilaku kolusi, seperti melibatkan diri dalam bisnis kehutanan. Akibatnya, oknum aparat kehutanan terjebak dan sulit mengambil keputusan yang mendorong tercapainya penegakan hukum (law enforcement),

3 dimana orientasi sangat terbuka mendahulukan kepentingan bisnis atau kepentingan pribadi. 2 Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. 3 Semakin meluasnya lahan kosong atau gundul akibat illegal logging yang melibatkan oknum tertentu tidak dapat dipungkiri. Sudah saatnya aksi illegal logging yang terjadi di sejumlah hutan lindung harus segera mendapat perhatian lebih serius dari semua pihak. Kejadian ini akan menyebabkan timbulnya deforensi hutan yaitu suatu kondisi tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen 4 2 Abdul Khakim, 2005, Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 194. 3 http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?, Diah Yulistira, Kerusakan Hutan Tak Dapat Dihindari, 31/08/09 4 Ibid.

4 Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya perusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing). Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan illegal logging secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan. Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan. 5 Laju pembangunan di Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan tuntutan kebutuhan semakin meningkat pula. Hal ini mengakibatkan banyak cara yang dilakukan sebagian besar masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan yang secara tidak langsung telah mengganggu 5 Ibid.

5 keamanan dan ketentraman di Indonesia, salah satunya adalah meningkatnya illegal logging. Terjadinya kegiatan illegal logging secara besar-besaran di Propinsi Kalimantan Tengah terlihat pada penemuan kayu yang diduga berasal dari Taman Nasional Sebangau sebanyak 578.360 potong atau sekitar 72.295 m 3 hasil penertiban tim operasi illegal logging pada Juni 2006. 6 Tumpukan kayu tersebut ditemukan di Sungai Desa Muara Bulan, Sungai Akah, Sungai Musang dan Sungai Lawang, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. 7 Usaha-usaha penanggulangan sudah lama dilaksanakan dengan melibatkan sejumlah aparat terutama oleh Petugas Polisi Kehutanan dari Perum Perhutani setempat, akan tetapi illegal logging masih sering terjadi dan cenderung meningkat. Hal ini juga karena lemahnya sistem pengawasan terutama pengawasan pada tingkat propinsi, sehingga sering menimbulkan usaha-usaha bagi orang-orang tertentu untuk memasukkan dan mengeluarkan barang tanpa melalui prosedur resmi. Di samping itu juga aparat itu sendiri banyak yang berkepentingan dalam terjadinya illegal logging yang bekerja sama dengan para pengusaha atau dengan kata lain para cukong kayu, sehingga mengakibatkan negara mengalami banyak kerugian. Kondisi luasnya perairan serta banyaknya pulaupulau yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga serta belum 6 Bambang Setiono, 2006, Analisis Kasus Illegal Logging di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah, CIFOR, Bogor, hlm.7 7 Ibid.

6 memadainya pengawasan untuk seluruh pantai atau pulau-pulau telah membuka peluang terjadinya pemasukan atau pengeluaran barang-barang dari dan atau ke luar negeri tanpa melalui prosedur yang resmi. Selain itu banyaknya pembukaan lahan perkebunan di kawasan hutan produksi khususnya pada Propinsi Kalimantan Tengah dan belum adanya tata ruang wilayah propinsi telah mengakibatkan pembagian hutan produksi dan hutan konversi tersebut belum jelas serta terlalu mudahnya ijin yang diberikan pada pembukaan lahan perkebunan tanpa melalui Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK). Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pelaksanaan Pengawasan Oleh Polisi Kehutanan Terhadap Illegal Logging di Kabupaten Kotawaringin Timur - Kalimantan Tengah. A. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Polisi Kehutanan di Kabupaten Kotawaringin Timur - Kalimantan Tengah terhadap illegal logging? 2. Kendala kendala apa saja yang dihadapi oleh Polisi Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur-Kalimantan Tengah dalam melakukan pengawasan terhadap illegal logging?

7 B. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Polisi Kehutanan di Kabupaten Kotawaringin Timur - Kalimantan Tengah terhadap illegal logging. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Polisi Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur - Kalimantan Tengah dalam pelaksanaan pengawasannya terhadap illegal logging. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya bidang hukum kehutanan yang menyangkut mengenai adanya tindak pidana illegal logging. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Polisi Kehutanan Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Polisi Kehutanan agar lebih mendisiplinkan pengawasan serta ikut memberantas adanya illegal logging agar tidak semakin meluas. b. Bagi Dinas Kehutanan Untuk memberikan sumbangan pemikiran agar lebih melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan serta ikut memelihara dan

8 menjaga kekayaan Indonesia agar tidak terjadi perusakan dan pencurian (illegal logging). c. Bagi Masyarakat Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat agar mengetahui betapa pentingnya memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan, untuk mencegah terjadinya pencurian (illegal logging), kebakaran hutan dan sebagainya. D. Keaslian Penulisan Menurut pengetahuan penulis, penelitian yang dilakukan dengan judul Pelaksanaan Pengawasan Oleh Polisi Kehutanan Terhadap Illegal Logging di Kabupaten Kotawaringin Timur - Kalimantan Tengah adalah bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari orang lain. Namun, apabila penelitian ini telah dilakukan oleh penulis lain, maka merupakan pelengkap dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis menekankan pada pengawasan yang dilakukan oleh Polisi Kehutanan terhadap terjadinya illegal logging. Dengan demikian, letak keasliannya terletak pada pembahasan tentang pelaksanaan pengawasan oleh Polisi Kehutanan terhadap terjadinya illegal logging.

9 E. Batasan Konsep 1. Pengawasan Pengawasan berarti memantau, mencermati, menelusuri, dan menilai. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengawasan adalah suatu tindakan untuk memantau, mencermati, menelusuri atau menilai sesuatu. 2. Hutan Hutan adalah tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon (biasanya tidak dipelihara orang. 8 3. Ilegal Logging Ilegal logging berdasarkan terminologinya dibagi menjadi dua, yaitu ilegal dan logging. Illegal berarti tidak sah, tidak resmi, sedangkan logging berarti memotong atau menebang kayu. Jadi illegal logging berarti kegiatan menebang kayu yang tidak sah atau tidak resmi. 4. Polisi Kehutanan Polisi Kehutanan adalah polisi yang bertugas atau orang yang berwenang menjaga hutan dari penebangan / pemburuan liar. 9 Jadi, dapat disimpulkan Pelaksanaan Pengawasan oleh Polisi Kehutanan Terhadap Illegal Logging adalah suatu tindakan yang dilakukan orang yang berwenang untuk memantau atau menelusuri 8 Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, hlm. 514 9 Ibid. hlm.1091

10 adanya suatu kegiatan penebangan kayu yang tidak resmi dalam suatu tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon, yang mana dapat dikatakan bahwa kegiatan menebang kayu yang tidak resmi ini meruapakan suatu perbuatan melanggar hukum yang dapat dikenakan sanksi pidananya. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris yaitu penelitian yang memerlukan data primer sebagai data utama di samping data sekunder. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini data primer dipakai sebagai data utama dan data sekunder dipakai sebagai pendukung. a. Data primer Data yang diambil dari keterangan dan informasi secara langsung dari responden dan narasumber tentang obyek yang diteliti. b. Data sekuder Yaitu berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 1. Bahan hukum primer Peraturan Perundang-undangan, antara lain : 1). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang No,19 Tahun 2004 Tentang Penetapan

11 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2004 2). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 3). Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Acara Pidana 4). Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan 5). Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan 6). Istruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Kayu secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia 7). Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan 2. Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum, buku-buku, hasil penelitian orang lain yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanan pengawasan yang dilakukan oleh Polisi Kehutanan terhadap terjadinya illegal logging. 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi pustaka

12 Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder melalui penelusuran catatan-catatan, tulisan-tulisan, buku-buku atau dokumendokumen yang sudah dibuat orang lain sebagai data. b. Studi lapangan Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan dengan wawancara terhadap narasumber. 4. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi pada daerah Kabupaten Kotawaringin Timur-Kalimantan Tengah. 5. Responden dan Narasumber Responden dan narasumber dalam penelitian ini adalah : a. Pelaku illegal loging, Desa Batu Agung Kecamatan Antang Kalang b. Ir. Hanif Budi Nugroho selaku Kepala Dinas Kehutanan c. Polisi Kehutanan yaitu Ir. Adrianus Salampak, M.SE selaku Kepala Bidang Perlindungan dan Pengamanan Hutan dan Siagano, S.H.,M.H selaku Kepala Seksi Perlindungan dan Pengamanan Hutan 6. Metode Analisa Data Penelitian hukum ini dilakukan dengan menggunakan penalaran hukum secara deduktif, yaitu berawal dari proporsi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus.

13 Data yang diperoleh disusun secara sistematis dan logis kemudian digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan oleh polisi kehutanan terhadap illegal logging.