) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG BUKIT BENDERA KECAMATAN TELUK PAKEDAI

dokumen-dokumen yang mirip
KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

ANALISIS SEBARAN VEGETASI PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO KABUPATEN KAMPAR

PERSEBARAN TUMBUHAN OBAT PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI JALUR UTAMA PATROLI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULTAN SYARIF HASYIM PROVINSI RIAU

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

KEANEKARAGAMAN VEGETASI DI HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

Kajian Ekologi dan Potensi Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.) di Kelompok Hutan Sungai Manna-Sungai Nasal, Bengkulu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (NEPENTHES SPP) DI KAWASAN HUTAN BUKIT BELUAN KECAMATAN HULU GURUNG

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI AREAL PETAK UKUR PERMANEN (PUP) PT. KAWEDAR WOOD INDUSTRY KABUPATEN KAPUAS HULU

KEANEKARAGAMAN VEGETASI PADA HUTAN ADAT BUKIT TUNGGAL DI DESA BATU NANTA KECAMATAN BELIMBING KABUPATEN MELAWI

Potensi Jenis Dipterocarpaceae di Hutan Produksi Cagar Biosfer Pulau Siberut, Sumatera Barat

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

Studi Potensi dan Penyebaran Tengkawang (Shorea spp.) di Areal IUPHHK-HA PT. Intracawood Manufacturing Tarakan, Kalimantan Timur

STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN HUTAN DI PULAU SELIMPAI KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

SEBARAN POHON PENGHASIL BUAH-BUAHAN DI HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

ANALISIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN DESA DI DESA NANGA YEN KECAMATAN HULU GURUNG KABUPATEN KAPUAS HULU

HABITAT DAN ASOSIASI PASAK BUMI (Eurycoma Longifolia Jack) DI BUKIT BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

HASIL ANALISA VEGETASI (DAMPAK KEGIATAN OPERASIONAL TERHADAP TEGAKAN HUTAN)

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN PENYEBARAN TUMBUHAN BERACUN DI HUTAN LINDUNG SIBAYAK II TAHURA BUKIT BARISAN, KABUPATEN KARO SKRIPSI

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI


Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DALAM SISTEM AGROFORESTRI HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) MULTI STRATA DI TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN LAMPUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

SUKSESI JENIS TUMBUHAN PADA AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT (Succesion of plant at the area of peat swamp forest ex-burnt)

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Analisis Vegetasi Hutan Alam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Amiril Saridan dan M. Fajri

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

INVENTARISASI TANAMAN JELUTUNG (DYERA COSTULATA HOOK) SEBAGAI TUMBUHAN LANGKA YANG TERDAPAT DI ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

STUDI HABITAT PELANDUK

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN TINGKAT POHON PADA HUTAN ADAT GUNUNG BERUGAK DESA MEKAR RAYA KECAMATAN SIMPANG DUA KABUPATEN KETAPANG

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DI AREAL CALON KEBUN BENIH (KB) IUPHHK-HA PT. KAWEDAR WOOD INDUSTRY KABUPATEN KAPUAS HULU

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

MONITORING LINGKUNGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keanekaragaman Jenis Kantong Semar (Nepenthes spp.) di Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) PT. Mua ra Sungai Landak Kabupaten Mempawah

III. METODE PENELITIAN

KOMPOSISI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN RESORT BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS. Oleh : S O I M I N

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN KAYU PUTIH DI DAERAH WANGGALEM, TAMAN NASIONAL WASUR, PAPUA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

ABSTRACT PENDAHULUAN ABSTRAK

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

KEANEKARAGAMAN JENIS ROTAN DALAM KAWASAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. BHATARA ALAM LESTARI KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan

III. METODE PENELTTIAN Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu,

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

Transkripsi:

SEBARAN PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG BUKIT BENDERA KECAMATAN TELUK PAKEDAI Distribution Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia Jack.) Height In Various Places In Protected Forest Gunung Ambawang Bukit Bendera Districk Teluk Pakedai Wahyu Erwanto, Abdurrani Muin, Iswan Dewantara Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jalan Daya Nasional Pontianak 78124 Email: wahyuerwanto70@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this study was to determine the distribution of the pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.), the number of population and associations pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) based on the level of 0-100 m altitude, 100 to 200 m, 200-300 m and 300 m in above sea level to the top. Vegetation analysis conducted by purposive sampling method with a single plot size of 40 mx 40 m. Distribution pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) tends to experience the difference in altitude from sea level with a growing number of individuals at each altitude increment. Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) is usually found at an altitude of 300-325 m at sea level differences as much as 511 people with an index value of 128.60% critical. At an altitude of 300 m above the earth peg type is a type that is very dominant to other vegetation types. Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) At an altitude of 0-100 m above sea level associated with pasir-pasir (Stemonurus secundiflorus Blume) and gedebok, altitude 100-200 m above sea level with cempedak air (Artocarpus teysmanni), height of 200-300 m above sea level with ilas (Parastemon urophyllum) and resak (Vatica dulitensis Sym.) and at an altitude of 300 m above sea level with ilas (Parastemon urophyllum). Keywords: Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.), the distribution based on the altitude, the association. PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Hutan merupakan bagian dari sistem penyangga lingkungan hidup dan juga merupakan suatu modal dasar dalam pembangunan nasional dan potensional untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal dan lestari. Selain itu hutan sebagai salah satu sumbur daya alam dapat dialokasikan pemanfaatannya untuk manfaat langsung maupun tidak langsung. Salah satu manfaat langsung dari hutan adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa tumbuhan pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.). Salah satu sebaran tumbuhan pasak bumi di Indonesia adalah di daerah Kalimantan Barat, terutama di Gunung Ambawang Bukit Bendera Kecamatan Teluk Pakedai. Saat ini potensi pasak bumi di Gunung Ambawang Bukit Bendera Desa Sungai Deras Kecamatan Teluk Pakedai sudah mulai berkurang, karena banyaknya pencari tumbuhan pasak bumi yang memanfaatkan dalam skala yang besar. Tumbuhan pasak bumi adalah tanaman obat yang banyak mempunyai khasiat, sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. 517

Meskipun di Hutan Lindung Gunung Ambawang Bukit Bendera masih terdapat tumbuhan pasak bumi, namun sampai sekarang belum tersedia data dan informasi mengenai keberadaan sebaran pasak bumi tersebut terutama yang berkaitan dengan ketinggian dari permukaan laut. Selain itu, belum diperoleh informasi pada ketinggian berapa potensi pasak bumi terbanyak dan berasosiasi dengan jenis vegetasi yang ada pada hutan lindung Gunung Ambawang. Atas dasar itulah perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui : (1) sebaran pasak bumi berdasarkan berbagai ketinggian tempat, (2) potensi pasak bumi pada setiap ketinggian tempat, (3) pohon yang berasosiasi dengan pasak bumi di Hutan Lindung Gunung Ambawang Bukit Bendera Desa Sungai Deras Kecamatan Teluk Pakedai. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada kawasan Hutan Lindung Gunung Ambawang Bukit Bendera Desa Sungai Deras Kecamatan Teluk Pakedai. Objek penelitian ini adalah tumbuhan Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.) pada ketinggian tempat yang berbeda yaitu 0-100 m dpl, 100-200 m dpl, 200-300 m dpl, dan > 300 m dpl. Bahan penelitian adalah pasak bumi dan vegetasi lain tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon yang terdapat di dalam petak pengamatan. Untuk mengetahui sebaran, jumlah dan asosiasi pasak bumi dengan vegetasi lainnya adalah dengan metode survei secara purposive sampling menggunakan petak tunggal ukuran 40 m x 40 m. Selanjutnya dalam petak tersebut dibuat anak petak dengan ukuran : untuk pasak bumi dibuat 2 m x 5 m sedangkan vegetasi lain tingkat semai dengan ukuran 2 m x 2 m, pancang 5 m x 5 m, tiang 10 m x 10 m, dan pohon 20 m x 20 m. Petak-petak tersebut ditempatkan pada ketinggian 0 100 m dpl, 100 200 m dpl, 200 300 m dpl dan 300 ke atas. Pembuatan petak ini berdasarkan atas kemudahan aksesbilitas menemukan sebaran pasak bumi. Dominansi jenis dapat dihitung melalui Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan jumlah dari kerapatan relatif (KR), Frekuensi relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), untuk tiap tingkat pertumbuhan (Pohon, tiang, pancang, dan semai). Indeks asosiasi dilakukan untuk mengetahui asosiasi antara Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) dengan vegetasi lainnya. Perhitungannya menggunakan rumus indeks Ochiai (Ludwig dan Reynold 1988) dalam Heriyanto dan Garsetiasih (2006) : a Oi = a+b ( a+c) dimana : a = Jumlah petak ditemukannya kedua jenis (a dan b) b = Jumlah petak ditemukannya jenis a c = Jumlah petak ditemukannya jenis b Asosiasi terjadi pada selang nilai 0-1. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sebaran dan Jumlah Indivdu Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.) Berdasarkan hasil penelitian di empat ketinggian dari permukaan laut, sebaran pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) dan jumlah individu pasak bumi cenderung bervariasi. Hasil penelitian ini dikemukakan pada Tabel 1. 518

Jumlah individu dan INP pasak Tabel 1. Indeks Nilai Penting (INP) Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.) dan Jumlah Individu di Berbagai Ketinggian (Importance Value Index Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.) And Total Individuals in Various Heights) Ketinggian dpl INP Jumlah Individu 0-100 m dpl 2,19 % 3 100-200 m dpl 15,50 % 24 200-300 m dpl 23,04 % 38 300 m ke atas dpl 128,60 % 511 Hasil analisis data pada Tabel 1 menunjukan peningkatan nilai INP dan jumlah individu pasak bumi. Semakin tinggi ketinggian dari permukaan laut, ternyata nilai INP dan jumlah individu terus meningkat. Nilai INP dan jumlah individu tertinggi pada setiap ketinggian 300 m dpl ke atas dan terendah pada ketinggian 0-100 m dpl. Kecenderungan peningkatan jumlah individu dan INP pasak bumi pada setiap perubahan ketinggian disajikan pada Gambar 1. 600 500 400 511 300 200 100 0 128.6 3 24 38 2.19 15.5 23.04 0-100 m dpl 100-200 m dpl 200-300 m dpl 300 m ke atas dpl Ketinggian tempat dari permukaan laut INP Individu Gambar 1. INP dan jumlah individu Pasak bumi (Important Value Index and the number of Berdasarkan individuals hasil Pasak penelitian bumi) ternyata sebaran dan jumlah individu pasak bumi semakin banyak jumlah dan tingkat dominansinya. Pasak bumi lebih banyak ditemukan dan dominan pada ketinggian mulai dari 200 m dari permukaan laut. Berarti pasak bumi mempunyai sebaran tempat tumbuh mulai dari 300 m dpl ke atas dan kurang baik jika ketinggian tempat kurang dari 200 m. Kondisi ini menunjukan bahwa komunitas tumbuhan pasak bumi memiliki dinamika variasi tempat tumbuh sebagai akibat pengaruh alam. Sebagaimana dikemukakan oleh Misra (1973), bahwa komunitas tumbuhan hutan memiliki dinamika yang disebabkan oleh adanya aktivitas alam. Berdasarkan keberadaannya dari permukaan laut pasak bumi ditemukan dengan ketinggian 0 400 m dpl, sebaran pasak bumi banyak dijumpai di daerah dengan ketinggian 250-300 m dpl Nuryamin (2000). Ketinggian tempat mempengaruhi sebaran pasak bumi 519

dimana menurut Heriyanto R. Sawitri, E. Subiandono (2006) jenis vegetasi ini dapat ditemukan pada daerah di ketinggian antara 50-350 m dpl dengan tingkat kelerengan 15-45 %. Dengan dominannya pasak bumi pada ketinggian 200 m dpl yang berarti bahwa jenis ini cukup berperan pada habitatnya terutama untuk tingkat semai. Hal ini bisa dilihat dari nilai INP pasak bumi pada ketinggian 200 m ke atas lebih dari 23 %. Menurut Sutisna (1981), suatu jenis dapat dikatakan berperan jika nilai Indeks Nilai Penting pada tingkat semai dan pancang lebih dari 10 %, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon lebih dari 15 %. Jenis-jenis yang mendominasi dilihat dari semakin besar Indeks Nilai Pentingnya, maka semakin besar pula perannya dalam komunitas vegetasi tersebut. Jenis pohon dapat dikatakan dominan apabila jenis tersebut terdapat di daerah yang bersangkutan dalam jumlah yang banyak tersebar merata di seluruh areal. Untuk vegetasi jenis lain ternyata hanya dominan sampai ketinggian 200 m ke atas dan semakin tidak dominan dibandingkan pasak bumi pada ketinggian 300 m ke atas. Hal Ini menunjukan bahwa ketinggian tempat sangat berpengaruh sebaran dan pertumbuhan pasak bumi. 2. Asosiasi Pasak Bumi dengan Vegetasi Lain Hasil penelitian terhadap vegetasi lain selain pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Lain Pada Tingkat Semai, Pancang, Tiang dan Pohon (Important Value Index Other Vegetation In Seedlings, Stake, Poles and Trees) Ketinggian Indeks Nilai Penting (%) Nama jenis Dpl Semai Pancang Tiang Pohon 0-100 m dpl Leea indica 66,40% Stemonurus secundiflorus Blume 57,70% Aglaia argentea Bl 53,96% Stemonurus secundiflorus Blume 49,14% 54,65% Tengkubu 64,97% 53,77% Gedebok 56,16% 100-200 m dpl Shorea accuminatissima Sym 53,51% 46,78% 58,55% Artocarpus teysmanni Miq 51,17% 104,37% Parastemon urophyllum 44,60% 51,37% 38,53% 200-300 m dpl Shorea accuminatissima Sym 54,72% 40,02% Parastemon urophyllum 35,83% 43,53% 39,12% 65,15% Vatica dulitensis Sym 36,84% Terrietia javanic Bl 32,91% 300 m ke atas dpl Payena lerii 58,81% Podocarpus rumphii Bl 55,71% 34,34% 55,76% Shorea accuminatissima Sym 120,83% Parastemon urophyllum 59,24% 65,97% Artocarpus teysmanni Miq 33,98% Berdasarkan hasil analisa Indeks Nilai Penting (INP) pada Tabel 7, ternyata jenis yang dominan pada ketinggian 0 100 m dpl adalah sebagai berikut : (1) pada tingkat semai didominasi oleh jenis tali-tali (Leea indica) dengan nilai INP 66,40 % dan pasir-pasir (Stemonurus secundiflorus Blume) dengan INP 57,70 520

%, (2) tingkat pancang didominasi oleh jenis kopi-kopi (Aglaia argentea Bl) dengan INP 53,96 % dan pasir-pasir (Stemonurus secundiflorus Blume) dengan INP = 49,14 %, (3) tingkat tiang didominasi oleh tengkubu dengan INP 64,97 % dan gedebok dengan INP 56,16 %, (4) tingkat pohon didominasi oleh pasir-pasir (Stemonurus secundiflorus Blume) dengan INP sebesar 54,65 % dan tengkubu dengan INP 53,77 %. Pada ketinggian 100 200 m dpl jenis yang dominan adalah : (1) tingkat semai didominasi oleh pakit (Shorea 53,51 % dan cempedak air (Artocarpus teysmanni Miq) dengan INP 51,17 %, (2) tingkat pancang didominasi oleh pakit (Shorea accuminatissima Sym) dengan INP 46,78 % dan ilas 44,60 %, (3) tingkat tiang didominasi oleh pakit (Shorea accuminatissima Sym) dengan INP 58,55 % dan ilas 51,37 %, (4) tingkat pohon didominasi oleh cempedak air (Artocarpus teysmanni Miq) dengan INP 104,37 % dan ilas (Parastemon urophyllum) dengan INP 38,53 %. Pada ketinggian 200-300 m dpl jenis yang dominan adalah : (1) tingkat semai didominasi oleh pakit (Shorea 54,72 % dan ilas (Parastemon urophyllum) dengan INP 35,83 %, (2) tingkat pancang didominasi oleh ilas 43,53 % dan pakit (Shorea 40,02 %, (3) tingkat tiang didominasi oleh ilas (Parastemon urophyllum) dengan INP 39,12 % dan resak (Vatica dulitensis Sym) dengan INP 36,84 %, (4) tingkat pohon didominasi oleh ilas 65,15 % dan seluang (Terrietia javanic Bl) dengan INP 32,91 %. Pada ketinggian 300 m dpl ke atas jenis yang dominan adalah : (1) tingkat semai didominasi oleh nyatoh (Payena lerii) dengan INP 58,81 % dan kayu cin (Podocarpus rumphii Bl) dengan INP 55,71 %, (2) tingkat pancang didominasi oleh pakit (Shorea 120,83 % dan kayu cin (Podocarpus rumphii Bl) dengan INP 34,34 %, (3) tingkat tiang didominasi oleh ilas 59,24 % dan kayu cin (Podocarpus rumphii Bl) dengan INP 55,76 %, (4) tingkat pohon didominasi oleh ilas 65,97 % dan cempedak air (Artocarpus teysmanni Miq) dengan INP 33,98 %. Menurut Wahyudi, (2010) asosiasi pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) dengan vegetasi lain dapat dilihat berdasarkan : (1) kehadiran dan ketidakhadiran jenis pada setiap petak penelitian, (2) jenis yang memiliki penyebaran individu yang banyak atau luas pada semua petak, dan jenis yang mempunyai kecenderungan ketidakhadiran pada plot pengamatan. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan rumus Indeks Ochiai menurut Luwiq dan Reynold (1988) yang digunakan oleh Heriyanto dan Garsetiasih (2006), maka tumbuhan yang berasosiasi dengan pasak bumi pada 4 ketinggian dari permukaan laut dikemukakan pada Tabel 3. 521

Tabel 3. Nilai Indeks Asosiasi tumbuhan pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) dengan Vegetasi Lain (Value Index Pasak bumi plant Association (Eurycoma longifolia Jack.) with other Vegetation) Nilai Ketinggian dpl Kombinasi Jenis Indeks Asosiasi 0-100 m dpl Stemonurus secundiflorus Blume dengan Eurycoma longifolia Jack 0,130 Gedebok dengan Eurycoma longifolia Jack 0,130 100-200 m dpl Artocarpus teysmanni Miq dengan Eurycoma longifolia Jack 0,032 200-300 m dpl Parastemon urophyllum dengan Eurycoma longifolia Jack 0,019 Vatica dulitensis Sym dengan Eurycoma longifolia Jack 0,019 300 m ke atas dpl Parastemon urophyllum dengan Eurycoma longifolia Jack 0,019 Berdasarkan Tabel 3 ternyata tumbuhan yang berasosiasi dengan pasak bumi pada ketinggian 0-100 m dpl adalah jenis pasir pasir (Stemonurus secundiflorus Blume) dan gedebok dengan nilai indeks asosiasi 0.130. Pada ketinggian 100-200 m dpl adalah jenis cempedak air (Artocarpus teysmanni Miq) dengan nilai indeks asosiasi 0.032. Pada ketinggian 200-300 m dpl adalah jenis ilas (Parastemon urophyllum) dan resak (Vatica dulitensis Sym) dengan nilai indeks asosiasi 0.019. Pada ketinggian 300 m dpl ke atas adalah jenis ilas (Parastemon urophyllum) dengan nilai indeks asosiasi 0.019. Berdasarkan hasil penelitian ternyata jenis-jenis vegetasi lain yang dominan pada setiap ketinggian tidak selalu sama. Ini menunjukan bahwa jenis-jenis yang dominan bukan merupakan asosiasi pasak bumi. Hasil penelitian menunjukan jenis ilas (Parastemon urophyllum) yang berasosiasi dengan pasak bumi karena ditemukan pada dua ketinggian yang berbeda yaitu di ketinggian 200-300 m dpl dan 300 m dpl ke atas. Dengan demikian jenis vegetasi ini merupakan indikator keberadaan pasak bumi di Hutan Lindung Gunung Ambawang. Jenis lain yang meskipun tidak dominan, namun setiap petak penelitian selalu ditemukan dan tumbuh berdampingan dengan pasak bumi adalah jenis dari famili Dipterocarpaceae terutama dari jenis pakit (Shorea accuminatissima Sym.). Hasil ini dibenarkan oleh Saputro (2002) bahwa pasak bumi berasosiasi dengan famili Dipterocarpaceae. Keberadaan dari jenis famili Dipterocarpaceae juga bisa dimasukan sebagai indikator habitat pasak bumi. PENUTUP Kesimpulan 1. Sebaran pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) cenderung mengalami perbedaan pada setiap ketinggian dari permukaan laut dengan jumlah individu yang semakin banyak pada setiap pertambahan ketinggian. 2. Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) sangat banyak ditemukan pada ketinggian 300-325 m dpl yaitu sebanyak 511 individu dengan indeks nilai penting sebesar 128,60 %. Pada ketinggian 300 m keatas jenis pasak bumi merupakan jenis yang sangat dominan terhadap jenis vegetasi lainnya. 522

3. Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) pada ketinggian 0-100 m dpl berasosiasi dengan pasir-pasir (Stemonurus secundiflorus Blume) dan Gedebok, ketinggian 100-200 m dpl dengan cempedak air (Artocarpus teysmanni), ketinggian 200-300 m dpl dengan ilas (Parastemon urophyllum) dan resak (Vatica dulitensis Sym.) dan pada ketinggian 300 m dpl ke atas dengan ilas (Parastemon urophyllum). DAFTAR PUSTAKA Heriyanto dan R. Garsetiasih 2006. Ekologi dan Potensi Ramin (Gonystylus bancanus Kurz.) di Kelompok Hutan Sungai Tuan- Sungai Suruk, Kalimantan Barat. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Buletin Plasma Nutfah Vol.12 No.1 hal 24-29. Heriyanto, R. Sawitri, E. Subiandono. 2006. Kajian Ekologi dan Potensi Pasak Bumi (Eurycoma longifolia jack.) Di Kelompok Hutan Sungai Manna-Sungai Nasal, Bengkulu. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Buletin Plasma Nutfah Vol.12 No.2 hal 69-75. Nuryamin A. 2000. Studi Potensi Obat Akar Kuning (Arcangelisia flava (L) Merr), Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jak.), Seluang Belum (luvunga eleutherandra Dalz.) dan Ginseng Kalimantan (Psychotria valentonii Hochr.) di Areal Kerja HPH PT. Manimbun Djaja (Djajanti Group) Kalimantan Tengah.Institut Pertanian Bogor. Misra R. 1973. Ecology Work Book. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi. https://www.ghinaghufrona.blogsp ot.com/2011/07/hutanhujantropika.html. Di akses tanggal 10 April 2014 Saputro A. 2002. Studi Penyebaran Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.) Di Kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Desa Tumbang Kaburai Kecamatan Katinga Hulu Kabupaten Kota Waringin Timur Kalimantan Tengah. Universitas Tanjungpura Pontianak. Sutisna U. 1981. Komposisi jenis hutan bekas tebangan di Batulicin, Kalimantan Selatan, Deskripsi dan Analisis. Bogor: Balai Penelitian Hutan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Wahyudi A, Saridan A, Rombe R. 2010. Sebaran Asosiasi Jenis Pohon Penghasil Tengkawang (Shorea spp) Di Kalimantan Barat. Kementrian Kehutanan Balai penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterocarpa Samarinda 2010. 523