The effectiveness of Averrhoa bilimbi juice to improve peat water quality. By :

dokumen-dokumen yang mirip
The Effectiveness of Al 2 SO 4, CaO and Crude Tannin Extract Originated From Averrhoa bilimbi Wood to Improve the Quality of Peat Water By :

The Effectiveness of Al 2 SO 4, CaO and Crude Tannin Extract Originated From Averrhoa bilimbi Leaf to Improve the Quality of Peat Water By :

The Effectiveness of Osmofilter Paper Wrapped Lime and Alum in Improving the Water Quality of the Siak River Water

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh... 54

Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu Hanifah 2

PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN TEKNOLOGI BIOSAND FILTER DUAL MEDIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

DOSIS KAPUR DAN TAWAS DALAM PAKET KEMASAN OSMOFILTER UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS AIR GAMBUT. ABSTRAK

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

GROWTH AND SURVIVAL RATE OF COMMON CARP (Cyprinus carpio L) WITH DIFFERENT BIOFILTER COMBINATION IN RECIRCULATION AQUAPONIC SYSTEM

The Continuous Peat Water Treatment System To Lower Iron And Manganese as Live Media For Cyprinus carpio

PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN KOAGULAN CAIR HASIL EKSTRAKSI LEMPUNG ALAM DESA CENGAR MENGGUNAKAN LARUTAN H 2 SO 4

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

The Use Of Continuous System Processor For Reducing Color AndTurbidity Content In The Peat Water. By: Aris 1), M. Hasbi 2), Budijono 2)

ANALISIS WARNA, SUHU, ph DAN SALINITAS AIR SUMUR BOR DI KOTA PALOPO

APLIKASI KOAGULAN POLYALUMINUM CHLORIDE DARI LIMBAH KEMASAN SUSU DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN DAN WARNA AIR GAMBUT

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

PEMANFAATAN KITOSAN DARI KERANG SIMPING (Placuna placenta) SEBAGAI KOAGULAN UNTUN PENJERNIHAN AIR SUMUR

Nur Rahmah Fithriyah

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari adalah energi yang tidak terbarukan. Sehingga

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

PRODUKSI KOAGULAN CAIR DARI LEMPUNG ALAM DAN APLIKASINYA DALAM PENGOLAHAN AIR GAMBUT: KALSINASI 700 o C/2 JAM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

Azolla microphylla Bioremoval as Countermeasures Alternative of Heavy Metals (Zn) In the Cultivation Media

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

EFEKTIVITAS KOAGULAN CAIR BERBASIS LEMPUNG ALAM UNTUK MENYISIHKAN ION Mn (II) DAN Mg (II) DARI AIR GAMBUT

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air

The use of survival rate of peat water quality with Aerofiltration and Electrocoagulation system as rearing media for Cyprinus carpio.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lilis Elizabet¹), Budijono²), M. Hasbi²) Abstrak

-disiapkan Filter -disusun pada reaktor koagulasi (galon dan botol ukuran 1.5 Liter) -diambil 5 liter dengan gelas ukur

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

MANFAAT PENAMBAHAN PUTIH TELUR AYAM KAMPUNG PADA PELET TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN IKAN MAS (Cyprinus carpio Linne) Trianik Widyaningrum

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN:

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

Agus Supriyo BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) KAL-SEL

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

KEMAMPUAN MEMBRAN HIBRID NILON 6,6-KAOLIN UNTUK MENGURANGI INTENSITAS WARNA AIR GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

PENENTUAN KUALITAS AIR

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

(Study Stirring Time)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Faqih

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

REARING OF RIVER CATFISH (Mystus nemurus C.V) ON A RECIRCULATION SYSTEM USING SYSTEM FILTERS ABSTRACT

METODOLOGI PENELITIAN

Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio)

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

M. Yogie Nugraha 1), Edison 2), and Syahrul 2) Abstract

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

NTU, wama = 162 Pt Co dan kadar besi = 0.6 mg/l. Hal ini menunjukkan

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

ZEOLITE ABSORPTION AS AMMONIA FILTER IN WATERS AND THE EFFECTS ON WATER QUALITY

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko**

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011.

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

The effectiveness of Averrhoa bilimbi juice to improve peat water quality By : Muhammad Iman Faisal Harahap 1), M. Hasbi 2), Budijono 2) m.i.f.harahap@gmail.com Abstract Averrhoa bilimbi juice contain s that can reduce organik matter, turbidity and color to improve peat water quality. A research aims to understand the effectiveness of A. bilimbi juice to improve peat quality water was conducted on May October 215. The method applied was RBD with 4 different concentration of A. bilimbi juice: P ( mll -1 as control), P1 (3 mll -1 ), P2 (35 mll -1 ) and P3 (4 mll -1 ) and different sampling time, first day (D1), second day (D2) and third day (D3). Parameter measured were turbidity, organik matter and color. These parameters were measure in the research showed that edition of Averrhoa bilimbi juice can reduce organik matter, color and turbidity. In the first day (D1) the best treatment was P3D1, as the turbidity reduced from 85 NTU to 34.9 NTU, organik matters from 159.5 mg/l to 63.7 mg/l and color from 191 PtCo to 137 PtCo. In Second day (D2) the best treatment was P3D2, the turbidity reduced from 91.5 NTU to 33.5 NTU, organik matters from 133 mg/l to 365.9 mg/l and color from 16.555 PtCo to 894 PtCo. In third day (D3) the best treatment was P2D3, the turbidity reduced from 855 NTU to 38.7 NTU, organik matters from 1135 mg/l to 231.4 mg/l and color from 23.4 PtCo to 669 PtCo. The highest survival rate of Cyprinus carpio and Oreochormis niloticus that were reared in the treated water for 4 days was in the P1 (7 %). Keyword: Peat water, Averrhoa bilimbi. 1) Student of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University 2) Lecturer of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University PENDAHULUAN Lahan rawa merupakan sumberdaya alam yang memiliki fungsi hidrologi dan fungsi ekologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Indonesia memiliki kawasan gambut tropika terluas di dunia ± 4 juta Ha, yaitu antara 13,5 26,5 juta Ha (rerata 2 juta Ha) (Najiyati et al., 25); atau ± 21 juta Ha (Wahyunto et al., 25) atau ± 32,7 juta Ha (Agus dan Subiksa, 28) yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Papua. Kawasan gambut paling luas berada di Sumatera (Wahyuni et al., 25). Berdasarkan pada luasan lahan gambut tersebut lahan gambut memiliki potensi air yang besar. Menurut Noor (21) kemampuan gambut dalam setiap meter kubik dapat menyimpan sekitar 85 liter air sehingga setiap hektar gambut mampu menyimpan air sebesar 88, 6 juta liter/ha. Air pada lahan gambut memiliki kualitas yang kurang mendukung untuk dijadikan sebagai media hidup ikan dan untuk dijadikan sebagai media pembibitan, pembenihan ikan ataupun untuk dijadikan air yang akan dikonsumsi

oleh manusia. Menurut Elfiana dan Zulfikar (212) air gambut memiliki ciri-ciri intensitas warna yang tinggi seperti kuning, coklat atau bahkan coklat kehitaman, ph rendah (3-5), kandungan zat organik tinggi, keruh, konsentrasi partikel dan kation rendah serta berikatan kuat dengan logam. Intensitas warna tinggi merupakan salah satu ciri khas air gambut yang merupakan akibat dari tingginya zat organik yang terlarut, terutama dalam bentuk asam humus dan derivatnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas air gambut adalah dengan penambahan koagulan yang berperan dalam destabilisasi partikel koloid agar ukuran partikel menjadi lebih besar sehingga mudah mengendap untuk mengurangi kandungan bahan organik, warna dan kekeruhan pada air gambut. Penggunaan bahan koagulan untuk pengolahan air umumnya menggunakan koagulan anorganik yaitu tawas, tetapi dapat menyebabkan efek bagi kesehatan manusia jika digunakan secara terus menerus untuk memenuhi kebutuhan air konsumsi manusia. Menurut Cheung et al. (21), tawas mangandung aluminium yang dalam bentuk ion sangat toksik dan dapat mengganggu sistem enzimatik serta merusak jaringan, yaitu hati dan ginjal sebagai organ detoksifikasi. Upaya untuk mensubstitusi ataupun menggunakan koagulan anorganik dengan koagulan alami sudah banyak dilakukan salah satunya oleh Kristianto (213) pada air sungai dengan menggunakan bagian tumbuhan belimbing wuluh yaitu bagian daun yang mengandung senyawa tanin dengan penurunan kekeruhan 72,3 %, TDS 86,13 %, ph 47,24 % dan DHL 5,44 %. Merujuk hasil penelitian tersebut diduga juga terdapat tanin pada cairan buah belimbing wuluh yang belum diteliti pada air gambut. Tujuan penelitian ini adalah (a) untuk mengetahui kemampuan ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dalam meningkatkan kualitas air gambut (b) untuk menguji air gambut hasil olahan dengan penggunaan ekstrak buah belimbing wuluh melalui uji kelulushidupan hidup ikan nila (Oreochormis niloticus) dan ikan mas (Cyprinus carpio). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Oktober 215 di Laboratorium Pengolahan Limbah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Analisis kualitas air gambut untuk parameter warna, kekeruhan dan zat organik dilakukan di Laboratorium Pelayanan Teknis Pengujian Material Dinas PU Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Sedangkan untuk parameter oksigen terlarut (DO), ph dan TDS dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Sampel air gambut berasal dari daerah Rimbo Panjang dengan jumlah air gambut yang dibutuhkan sebanyak ± 21 liter. Buah belimbing wuluh yang digunakan untuk diambil cairannya dipilih yang masih berwarna hijau dan segar dengan berat 1 gram dengan jumlah ± 15 kg. Proses ekstraksi cairan buah belimbing wuluh dilakukan dengan juice extractor dan centrifuge. Dari 1 kg buah belimbing wuluh dengan menggunakan juice extractor didapatkan cairan buah belimbing wuluh sebanyak 548 ml kemudian di centrifuge dengan kecepatan 4 rpm selama ± 1 menit, didapatkan

cairan buah belimbing wuluh adalah 53 ml. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan acak kelompok (RAK), dimana faktor perlakuannya adalah variasi ekstrak cairan buah tanaman belimbing wuluh sebanyak 4 taraf yaitu: (P) mll -1, (P1) 3 mll -1, (P2) 35 mll -1 dan (P3) 4 mll -1 dengan waktu pengamatan dibagi 3 sebagai kelompok yaitu: (H1) 1 hari, (H2) 2 hari dan (H3) 3 hari. Pada pengujian cairan buah belimbing wuluh dengan air gambut dibagi menjadi 2 tahapan besar yaitu: (a) Uji Pendahuluan dan (b) Penelitian inti. Pada uji pendahuluan didapatkan nilai ph dan TDS terbaik yaitu pada P3H3 yaitu dengan nilai ph 3,7 dan TDS 125 mgl -1 dan P4H3 yaitu dengan nilai ph 2,5 dan TDS 45 mgl -1, sehingga rata-rata perlakuan yang digunakan adalah 3-4 mll -1. Penelitian inti menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda yaitu (P), 3 (P1), 35 (P2) dan 4 mll -1 (P3) dengan lama waktu pengamatan yaitu 1 hari (H1), 2 hari (H2) dan 3 hari (H3) dan dengan menggunakan 3 kontrol untuk setiap kelompok waktu pengamatan yaitu kontrol 1 (PH1) adalah kontrol untuk 1 hari (H1), kontrol 2 (P H2) adalah kontrol untuk 2 hari (H2) dan kontrol 3 (P H3) adalah kontrol untuk 3 hari (H3). Data primer mutu air gambut sebelum dan sesudah pemberian perlakuan seperti kekeruhan, zat organik, warna, ph, TDS dan DO, dianalisis untuk mengetahui pengaruh cairan buah belimbing wuluh terhadap air gambut dengan menggunakan uji F. Jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut BNT. Untuk mengetahui hasil olahan air gambut dengan menggunakan cairan buah belimbing wuluh dapat dijadikan media hidup ikan mas dan ikan nila, maka dilihat berdasarkan kelulushidupan ikan (Survival Rate SR) menurut Effendie (1979) dengan rumus: Survival Rate (SR) = Nt No 1% HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Inti Kulitas air gambut pada hari ke-1 sampai ke-3 adalah kekeruhan 85-95,5 NTU, zat organik 1135-159,5 mgl -1, warna 16.555-23.4 PtCo, ph 4,1-4,3, TDS 3-33 mgl -1 dan DO,4-,8 mgl -1. Fluktuasi mutu air gambut yang diperlakukan disajikan pada Gambar 1.

Warna (PtCo) ph setelah ditambahkan CaO (,5 grl -1 ) ph sebelum ditambahkan CaO (,5 grl -1 ) Zat organik (mg/l) DO (mg/l) Kekeruhan (NTU) TDS (mg/l) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 P P1 P2 P3 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 P P1 P2 P3 16 14 12 1 8 6 4 2 P P1 P2 P3 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1,8,6,4,2 P P1 P2 P3 25 1 5 2 8 4 15 6 3 1 4 2 5 2 1 P P1 P2 P3 P P1 P2 P3 P1 P2 P3 Gambar 1. Fluktuasi Nilai Parameter Air Gambut Zat Organik Zat organik pada air gambut yang belum diperlakuan tergolong tinggi berkisar 1135-159,5 mgl -1 dan berada diatas baku mutu Permenkes No. 416 Tahun 199 dengan nilai zat organik 1 mgl -1, tingginya nilai zat organik sebelum diperlakukan disebabkan oleh kandungan asam humat yang tinggi pada air gambut. Menurut Eri dan Hadi (29) kandungan organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat. Setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh, nilai zat organik pada hari ke-1 sampai ke- 3 mengalami penurunan. Penurunan zat organik tertinggi terdapat pada perlakuan P3H1 dari 159,5 mgl -1 menjadi 63,7 mgl -1. Penurunan nilai zat organik pada air gambut yang diperlakukan, disebabkan oleh adanya zat tanin yang berperan dalam proses koagulasi. Menurut Kristianto (213), tanin dapat menjembatani pembentukan koloid yang dikoagulasi.

Hasil anava menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap penurunan zat organik dengan nilai signifikansinifikansi, dan waktu pengamatan juga memberikan pengaruh sangat nyata dengan nilai signifikansinifikansi,7 terhadap penurunan zat organik. Dari uji BNT perlakuan terbaik adalah P3 yang memberikan perbedaan sangat nyata terhadap P. Untuk lebih jelasnya, hasil anava disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Uji anava Parameter Zat Organik Fhitung Perlakuan 72,82 12,745 19,33 Signifikansi Perlakuan, **,7 ** Keterangan: **: berbeda sangat nyata Kekeruhan Kekeruhan pada air gambut yang belum diperlakuan tergolong tinggi berkisar 85 91,5 NTU dan berada diatas baku mutu Permenkes No. 416 Tahun 199 dengan nilai kekeruhan 25 NTU. Berdasarkan pada waktu pengamatan nilai kekeruhan mengalami peningkatan, hal ini diduga karena tingginya kandungan zat zat koloid pada perlakuan control dengan kisaran berkisar 1135-159,5 mgl -1. Menurut Menurut Santoso dan Arfianto (214) kekeruhan disebabkan oleh zat zat koloid yaitu zat yang terapung serta terurai secara halus sekali. Setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh tiap perlakuan pada hari 1 mengalami penurunan kekeruhan dan terus meningkat penurunannya hingga hari ke 3. Peningkatan nilai kekeruhan pada hari ke-3 diduga karena terikutnya partikel - partikel terendam yang terdapat pada dasar wadah ketika proses sampling dilakukan. Penurunan kekeruhan tertinggi terdapat pada perlakuan P3H1 dari 85 NTU menjadi 34,9 NTU. Penurunan kekeruhan ini terjadi karena adanya penurunan nilai zat organik pada air gambut yang diperlakukan. Menurut Usman et al., (214) kekeruhan disebabkan oleh bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung didalam air. Dari hasil anava menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap penurunan kekeruhan dengan nilai signifikansinifikansi,, tetapi waktu pengamatan tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan kekeruhan. Dari uji BNT perlakuan terbaik adalah P3 yang memberikan perbedaan sangat nyata terhadap P. Untuk lebih jelasnya, hasil anava disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Uji anava Parameter Kekeruhan Fhitung Perlakuan 187,26 1,424 19,33 Signifikansi Perlakuan, **,312 ns Keterangan: **: berbeda sangat nyata ; ns : tidak ada perbedaan Warna Warna pada air gambut yang belum diperlakuan tergolong tinggi berkisar 16.555 23.4 PtCo dan berada diatas baku mutu Permenkes No. 416 Tahun 199 dengan nilai warna 5 PtCo. Kandungan warna yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam humat, asam fulvat dan humin yang ada pada air gambut. Menurut Suherman dan Sumawijaya (213) Senyawa utama di dalam air gambut adalah asam humat, asam fulvat dan humin yang merupakan zat

pewarna di dalam air gambut, ketiga jenis senyawa tersebut adalah hasil pelarutan dari humus yang terdapat di dalam lahan gambut. Setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh, nilai warna pada hari ke-1 sampai ke-3 mengalami penurunan. Penurunan warna tertinggi terdapat pada perlakuan P3H1 19.1 PtCo menjadi 137 PtCo. Penurunan nilai warna pada air gambut yang diperlakukan disebabkan karena adanya reaksi antara ion-ion negatif yang terdapat pada air gambut bereaksi dengan ionion positif yang terdapat pada cairan buah belimbing wuluh. Menurut Driessen dan Soepraptohardjo (1974) nilai kapasitas tukar kation tanah gambut umumnya sangat tinggi (9-2 cmol (+)Kg -1 ). Dari hasil anava menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap penurunan warna dengan nilai Signifikansinifikansi,, tetapi waktu pengamatan tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan warna. Dari uji BNT perlakuan terbaik adalah P3 yang memberikan perbedaan sangat nyata terhadap P. Untuk lebih jelasnya, hasil anava disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Uji anava Parameter Warna Fhitung Perlakuan 18,21,715 19,33 Signifikansi Perlakuan, **,527 ns Keterangan: **: berbeda sangat nyata ; ns : tidak ada perbedaan Total Dissolved Solids (TDS) TDS pada air gambut yang belum diperlakuan berkisar 3-33 mgl -1, nilai TDS masih memenuhi kriteria baku mutu Permenkes No. 416 Tahun 199 dengan nilai TDS yaitu 15 mgl -1. Setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh, nilai TDS pada hari ke-1 sampai ke-3 mengalami peningkatan. Peningkatan TDS terendah terdapat pada perlakuan P3H1 yaitu dari 3 mgl -1 menjadi 461,5 mgl -1. Peningkatan nilai TDS untuk setiap perlakuan dan waktu pengamatan disebabkan bukan hanya disebabkan oleh senyawa humat yang terdapat pada lahan gambut tetapi juga disebabkan oleh kandungan protein dan karbohidrat terlarut pada cairan buah belimbing wuluh. Menurut Septiana dan Asnani (212) senyawa lain yang lebih larut di dalam air seperti karbohidrat dan protein. Karbohidrat bersifat polar sehingga ikut terekstrak dalam pelarut air yang merupakan senyawa polar dan protein tersusun atas rangkaian asam-asam amino yang larut air, asam amino memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang bersifat polar dan larut dalam air (Sudarmadji et al., 1989). Dari hasil anava menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan TDS dengan nilai signifikansinifikansi, dan waktu pengamatan memberikan pengaruh nyata dengan nilai signifikansinifikansi,5 terhadap peningkatan TDS. Untuk lebih jelasnya, hasil anava disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Uji anava Parameter TDS Fhitung Perlakuan 18,21,715 19,33 Signifikansi Perlakuan, **,527 ns Keterangan: **: berbeda sangat nyata ; ns : tidak ada perbedaan

Derajat Keasaman (ph) Nilai ph pada air gambut yang belum diperlakuan berkisar 4,1 4,3 dan belum memenuhi kriteria ph menurut Permenkes No. 416 Tahun 199 dengan nilai ph yaitu 6 9. Rendahnya nilai ph pada air gambut yang tidak diperlakukan disebabkan oleh kandungan organik pada lahan gambut tersebut. Menurut Menurut Suherman dan Sumawijaya (213) Senyawa utama di dalam air gambut adalah asam humat, asam fulvat, dan humin. Setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh nilai ph pada hari ke-1 sampai ke-3 mengalami penurunan. Penurunan nilai ph berkisar 4,1 4,3 menjadi 2,6 3,3. Penurunan nilai ph pada air gambut yang diperlakukan disebabkan oleh kandungan vitamin C yang terdapat pada buah belimbing wuluh. Menurut Lingga (199) Kandungan vitamin C dalam buah belimbing wuluh segar sebesar 25 miligram dalam 1 gram buah segar. Selanjutnya menurut Perricone (27) vitamin C merupakan asam askorbat, senyawa kimia yang larut dalam air. Nilai ph setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh tidak memenuhi untuk digunakan sebagai media budidaya ikan. Menurut Seamolec (29) ph yang dapat mendukung kehidupan ikan adalah 5-9. Berdasarkan pada pendapat tersebut perlunya penambahan kapur (CaO) untuk meningkatkan nilai ph agar sesuai dengan nilai ph untuk kegiatan budidaya ikan. Menurut Suherman dan Sumawidjaya (213) kapur (CaO) dapat menaikkan ph karena di dalam air membentuk senyawa hidroksida yang bersifat basa, adapun reaksi antara CaO dengan air adalah sebagai berikut: CaO + H2O Ca(OH) 2 Nilai ph setelah adanya penambahan kapur mengalami peningkatan dari kisaran 2,6 3,3 menjadi 6,7 7,9. Pada perlakuan P3H1 nilai ph meningkat dari 2,6 menjadi 6,7. Nilai ph tersebut memenuhi untuk digunakan sebagai media budidaya ikan. Hasil anava menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan nilai ph dengan nilai Signifikansinifikansi, Tetapi waktu pengamatan tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan ph, dari uji BNT perlakuan terbaik adalah P3 yang memberikan perbedaan sangat nyata terhadap P. Untuk lebih jelasnya, hasil anava disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Uji anava Parameter ph Fhitung Perlakuan 11,234 4,517 19,33 Signifikansi Perlakuan, **,64 ns Keterangan: **: berbeda sangat nyata ; ns : tidak ada perbedaan Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut (DO) pada air gambut yang belum diperlakuan berkisar,3,6 mgl -1, rendahnya nilai DO diduga disebabkan oleh kandungan bahan organik yang masih tinggi. Menurut Salmin (25) dalam kondisi anaerobik oksigen digunakan untuk mengoksidasi bahan oganik dan anorganik. Setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh nlai DO pada hari ke-1 sampai ke-3 mengalami penurunan. Penurunan nilai DO disebabkan oleh tidak adanya penambahan oksigen

SR ikan nila (%) SR ikan mas (%) kedalam air gambut yang diperlakuan. Dari hasil anava menunjukkan pengaruh nyata terhadap peningkatan DO dengan nilai Signifikansinifikansi,35 tetapi waktu pengamatan tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan DO. Untuk lebih jelasnya, hasil anava disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Uji anava Parameter DO Fhitung Perlakuan 5,667 3,99 19,33 Signifikansi Perlakuan,35 *,82 ns Keterangan: *: berbeda nyata ; ns : tidak ada perbedaan Survival Rate Ikan Nila (O. niloticus) dan Ikan Mas (C. carpio) Survival Rate ikan nila (O. niloticus) dan ikan mas (C. carpio) pada air gambut tanpa diberi perlakuan mengalami kematian 1 % dan survival rate ikan nila (O. niloticus) dan ikan mas (C. carpio) yang diberi perlakuan mengalami peningkatan menjadi diatas 5 %. Grafik SR ikan nila (O. niloticus) dan ikan mas (C. carpio) disajikan pada Gambar 2. 1 8 6 4 2 H1 H2 H3 P P1 P2 P3 P1 P2 P3 1 Gambar 2. Fluktuasi SR Ikan Nila dan Ikan Mas 8 6 4 2 Penyebab kematian ikan pada air gambut yang tidak diberi perlakuan disebabkan masih tingginya nilai parameter kualitas air gambut dengan nilai kekeruhan berkisar antara 85 91,5 NTU, zat organik berkisar 1135-159,5 mgl - 1, warna berkisar 16.555 23.4 PtCo, oksigen terlarut berkisar,3,6 mgl -1 dan ph berkisar 4,1 4,3. Sementara pada air gambut yang diperlakukan didapatkan bahwa nilai SR ikan nila dan ikan mas ratarata berada di atas 5 %. Penggunaan cairan buah belimbing wuluh terhadap air gambut yang akan dijadikan sebagai media hidup ikan telah berhasil menurunkan nilai parameter kualitas air gambut seperti kekeruhan dengan perlakuan terbaik yaitu P3H1 dengan penurunan kekeruhan dari 85 NTU menjadi 34,9 NTU, zat organik dengan perlakuan terbaik yaitu P3H1 dengan penurunan zat organik dari 159,5 mgl -1 menjadi 63,7 mgl -1, warna dengan perlakuan terbaik yaitu P3H1 dengan penurunan warna dari 19.1 PtCo menjadi 137 PtCo, nilai ph setelah ditambahkan cairan buah belimbing wuluh pada perlakuan P3H1 adalah 2,6 sehingga perlu adanya penambahan kapur (,5 graml -1 ) untuk meningkatkan ph, penambahan kapur meningkatkan ph pada P3H1 dari 2,6 menjadi 6,7, nilai ph tersebut telah memenuhi nilai untuk kehidupan ikan yaitu 5-9 (Seamolec, 29). Setelah pemberian perlakuan cairan buah belimbing wuluh nlai TDS pada hari ke-1 sampai ke-3 mengalami peningkatan. peningkatan TDS terendah terdapat pada perlakuan P3H1 dari 3 mgl -1 menjadi 461,5 mgl -1. Nilai peningkatan TDS tersebut masih berada dibawah baku mutu Permenkes No. 416 Tahun 199, nilai

DO setelah penambahan cairan pada perlakuan P3H1 adalah,6 mgl -1. Berdasarkan waktu pengamatan menunjukkan semakin lama waktu pengujian nilai kelulushidupan cenderung menurun karena waktu pemaparan bertambah, yang menyebabkan daya tahan ikan menurun. Kondisi ini menggambarkan respon ikan uji terhadap perubahan kualitas air gambut dari masing-masing perlakuan yang diujikan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah: (1) Kualitas air gambut ditingkatkan dengan menggunakan ekstrak buah belimbing wuluh sebagai biokoagulan alami dengan konsentrasi 4 mll -1 dengan waktu pengamatan selama 1 hari (H1) (2) uji kelulushidupan ikan menggunakan air olahan sebagai media hidup diperoleh tingkat kelulushidupan (SR) ikan nila 9 % dan ikan mas 7 %. Saran Disarankan adanya penelitian lanjutan untuk melihat sampai dimana kemampuan dari cairan buah belimbing wuluh dalam meningkatkan kualitas air gambut dengan pengurangan waktu untuk proses pengendapan, agar hasil olahannya sudah dapat memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Permenkes Nomor 416 Tahun 199. DAFTAR PUSTAKA Agus, F. dan Subiksa, I. G. M. 28. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. 4 Hal. Cheung, R.C.K., M. H. M. Chan, C. S. Ho, C. W. K. Lam dan E. L. K. Lau. 21. Heavy Metal Poisoning Clinical Significance and Laboratory Investigation. Asia Pasific Analyte Notes. B. D Indispensable to Human Health. In Hongkong. Hong Kong. Driessen, P. M. dan Soepraptohardjo. 1974. Organik Soil in: Soil For Agricultural Expansion in Indonesia. ATA 16 Bulletin. Soil Research Institute Bogor. Effendi, H. 23. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Elfiana dan Zulfikar. 212. Penurunan Konsentrasi Organik Air Gambut Secara AOP (Advanced Oxidation Processes) Dengan Fitokimia Sinar UV dan UV-Peroksidasi. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Lhoksumawe. Lhoksumawe. Eri, I. R. dan W. Hadi. 29. Kajian Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih Dengan Kombinasi Proses Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Thesis. Teknik Lingkungan. ITS. Surabaya. Kristianto, A. 213. Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Pada pengolahan Air. Skripsi. Jurusan Kimia. Universitas Jember. Jember.

Lingga, P. 199. Bertanam Belimbing. Penebar Swadaya. Jakarta. Najiyati, S., Asmana, A dan Suryadiputra, I.N.N. 25. Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Lahan Gambut. Wetlands International, Canadian International Development Agency. Noor, M. 21. Pertanian Lahan Gambut. Potensi dan Kendala. Penerbit Kanasius. Yogyakarta. Perricone, N. 27. The Perricone Prescription. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta. Salmin. 25. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oceana. 3 (3): 21-26. Santoso, B. dan Arfianto, A., D. 214. Sistem Pengganti Air Berdasarkan Kekeruhan dan pemberi Pakan Ikan Pada Akuarium Air Tawar Secara Otomatis Berbasis Mikrokontroler ATMEGA 16. Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA 8 (2). Seamolec. 29. Teknologi Pengolahan Kualitas Air. SITH-ITB. Bogor. Septiana, A. T. dan Asnani, A. 212. Kajian Sifat Fisikokimia Ekstrak Rumput Laut Coklat Sargassum duplicatum Menggunakan Berbagai Pelarut dan Metode Ekstraksi. Jurnal AGROINTEK 6 (1): 22 28. Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhadi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi I. Cetakan Pertama. Liberty. Yogyakarta Suherman, D. dan N. Sumawijaya. 213. Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut Dengan Metode Koagulasi- Flokulasi Suasana Basa. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan 23 (2): 125-137. LIPI.Bogor. Syafri, E. 28. Pemberian Pupuk Kandang dan Kieserit Pada Medium Gambut Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. Tidak Dipublikasikan. Usman, R., L. Darmayanti dan F. Manyuk. 214. Pengolahan Air Gambut Dengan Teknologi Biosand Filter Dua Media. JOM Unri 1 (2). Wahyuni, W. S., A. Iwan., A. Mudjiharjati., T.C. Setyowati dan H. Purwiko. 25. Kemampuan Pseudomonas putida Pf-2 dan 24.7B untuk Memperbaiki Sifat Kimia Media Tumbuh dan Ketahanan Terinduksi Tembakau H877 terhadap Cucumber mosaic virus. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 11: 77 87. Wahyunto, S., Suparto, R dan Subagjo, H. 25. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.