BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari makhluk sosial selalu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas pada bab-bab

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

PEMECATAN PRAJURIT TNI

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

BAB I PENDAHULUAN. angkatan bersenjata untuk menjaga keamanan dan kedaulatannya 1. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA. Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN MASALAH HUKUM

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

BAB V PENUTUP. saja yang melanggar pasal tersebut haruslah dihukum. Anggota militer. mempermudah tahanan meloloskan diri sepatutnya diterapkan secara

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan cita-cita pembaharuan hukum. Pernyataan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani adalah orang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar bagi keberlangsungan dan keutuhan Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh : NOVIALDI ZED


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial selain sebagai makhluk pribadi/individu, dimana manusia selalu ingin berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari makhluk sosial selalu bersama-sama dan berkelompok. Di dalam suatu kelompok masyarakat,apakah masyarakat kota, desa, modern atau primitif, bahkan masyarakat yang lebih besar selalu dijumpai aneka macam peraturan-peraturan yang merupakan petunjuk hidup bagi setiap individu, bagaimana ia harus bertingkah laku dalam pergaulan sehari-hari dalam masyarakat. Kedisiplinan sangat diperlukan dalam kehidupan, baik pribadi maupun kelompok atau organisasi. Disiplin yang berintisari ketaatan atau kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan, aturan-aturan atau kelaziman yang berlaku, adalah salah satu faktor penting dalam usaha mencapai tujuan tertentu. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) merupakan bagian dari masyarakat umum yang dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas pembelaan negara dan bangsa. Selain itu ABRI dibatasi oleh undang-undang dan peraturan militer sehingga semua tindak perbuatan yang dijalani juga harus berlandaskan pada undang-undang dan peraturan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban 1

2 yang berat dan amat khusus, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) di didik dan dilatih untuk mematuhi perintah-perintah ataupun putusan tanpa membantah dan melaksanakannya dengan tepat, berdaya guna dan berhasil guna. 1 Dengan semakin tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat maka seluruh prajurit TNI harus semakin hati-hati dalam bertindak maupun berbuat agar tidak melakukan perbuatan yang dapat melanggar norma hukum yang berlaku baik dalam institusinya maupun dalam hukum Nasional yang juga mengaturnya. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (3) Negara Republik Indonesia (RI) adalah negara hukum (rechtstat), yang berarti setiap penduduk, pejabat,penguasa aparatur negara termasuk prajurit TNI tunduk dan taat pada hukum yang berlaku dalam tingkah laku sehari-hari baik di dalam kedinasannya maupun diluar dinas. Perbuatan atau tindakan dengan dalih atau bentuk apapun yang dilakukan oleh prajurit TNI baik secara perorangan maupun kelompok yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum, norma-norma lainnya yang berlaku dalam kehidupan atau bertentangan dengan peraturan kedinasan, disiplin, tata tertib di lingkungan TNI pada hakekatnya merupakan perbuatan / tindakan tersebut dibiarkan terus, dapat menimbulkan ketidaktentraman dalam masyarakat dan menghambat pelaksanaan pembangunan dan pembinaan TNI. 1 Andi Hamzah, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Ragunan, 1991, hlm 19.

3 Setiap prajurit TNI harus tunduk dan taat terhadap ketentuanketentuan hukum, yang berlaku bagi militer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), Peraturan Disiplin Militer (PDM) dan undang-undang Nomor. 31 Tahun 1997 tentang Hukum Acara Peradilan Militer. Peraturan hukum Militer inilah yang diterapkan kepada tingkatan Tamtama, Bintara, maupun Perwira yang melakukan suatu tindakan yang merugikan kesatuan, masyarakat dan negara yang tidak terlepas dari peraturan lainnya yang berlaku juga bagi masyarakat umum. Pompe menyebut 2 kriteria hukum pidana khusus yaitu orangorangnya yang khusus maksudnya subyeknya atau pelakunya. Contoh hukum pidana militer dan yang kedua ialah perbuatannya yang khusus. Contoh hukum pidana fiskal untuk tindak pidana pajak. 2 Salah satu tindak pidana yang sering dilakukan dalam lingkungan TNI adalah tindak pidana penganiayaan. Adapun tindak pidana penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351 KUHP yang berbunyi : (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. 2 Ibid, hlm 20.

4 Untuk penyelesaian tindak pidana dalam lingkungan TNI diperlukan adanya peraturan guna mencapai keterpaduan cara bertindak antara para pejabat yang diberi kewenangan dalam penyelesaian perkara pidana di lingkungan TNI. Oleh karena itu, dikeluarkan surat keputusan KASAD Nomor : SKEP/239/VII/1996 mengenai Petunjuk Penyelesaian Perkara Pidana di Lingkungan TNI AD 3, sebagai penjabaran dari Skep Pangab Nomor : Skep/711/X/1989 tentang penyelesaian perkara pidana di lingkungan ABRI. 4 Penyelesaian perkara pidana yang terjadi di lingkungan (ABRI) melewati beberapa tahap/tingkatan sebagai berikut: 5 1. Tingkat penyidikan; 2. Tingkat penuntutan; 3. Tingkat pemeriksaan di persidangan; 4. Tingkat putusan Tahapan-tahapan tersebut di atas hampir sama dengan tahapan penyelesaian perkara pidana di Peradilan Umum (Sistem Peradilan Pidana), hanya saja aparat yang berwenang untuk menyelesaikan perkara, yang berbeda. Jika dalam peradilan umum yang berhak menjadi penyidik adalah anggota Kepolisisan Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang sebagaimana 3 R..Hartono, Surat Keputusan KASAD Nomor SKEP/239/VII/1996 mengenai Petunjuk Penyelesaian Perkara Pidana di Lingkungan TNI AD, hlm 1. 4 Sugeng Subroto, Petunjuk Pelaksanaan tentang Bantuan Hukum di Lingkungan Dephan, Departemen Pertahanan, hlm 3. 5 Ibid, hlm 5.

5 diatur dalam Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi: 6 1. Penyidik adalah : a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. 2. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Sedangkan di Peradilan Militer yang mempunyai hak menjadi penyidik adalah pejabat yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap prajurit TNI dan atau mereka yang tunduk pada Peradilan Militer yaitu Polisi Militer sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Hukum Acara Peradilan Militer.Dalam hal terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI baik angkatan darat, laut, dan udara, maka Polisi Militer (POM) masing-masing wajib melakukan tindakan penyidikan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang diatur dalam KUHAP dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Hukum Acara Peradilan Militer.Pasal 69 Undang-Undang Nomor 31 1997 Hak Penyidik pada Hukum Acara Peradilan Militer: 7 1. Para Ankum Terhadap anak buahnya (ANKUM) 2. Polisi Militer (POM) 6 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, hlm 365 7 Kuhapmil, Iman Sjahputra Tunggal, Harvarindo 2002, Hal 31.

6 3. Jaksa-jaksa Militer di lingkungan Peradilan Militer (Oditur Militer) Keputusan PANGAB Nomor: 8 Skep/04/P/II/1984/tanggal 4 april 1984 tentang fungsi penyelenggaraan ke POM di lingkungan ABRI (Skep/711/X/1989).Dengan demikian Polisi Militer adalah salah satu tulang punggung yang menegakan norma-norma hukum di dalam lingkungan ABRI atau TNI. Sesuai fungsi Polisi Militer yang merupakan fungsi teknis, secara langsung turut menentukan keberhasilan dalam pembinaan ABRI maupun penyelenggaraan operasi Hankam (Pertahanan Dan Keamanan). Selain itu untuk meningkatkan kesadaran hukum, disiplin dan tata tertib yang merupakan syarat utama dalam kehidupan prajurit yang tercermin dalam sikap perilaku, tindakan dan pengabdiannya maka diperlukan adanya pengawasan secara ketat dan berlanjut yang dilakukan oleh Polisi Militer. 9 Oditurat adalah pelaksanaan kekuasaan pemerintah Negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata sebagaimana di atur dalam undang-undang. Susunan Oditurat terdiri dari Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi, Oditurat Jendral dan Oditurat Pertempuran. Peran Oditurat Militer dalam proses Hukum Pidana Militer selain berkewajiban menyusun berita acara pendapat kepada Pepera untuk terangnya suatu perkara pidana, juga betindak selaku pejabat yang diberi 8 Skep Pangab /04/P/II/1984/tanggal 4 April 1984. 9 Syarif Jadi, loc.cit. http://www.sribd.com/doc/32567755/pidmil-syarif-jadi, diakses pada tanggal 19 Februari 2016

7 wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan penyidik, serta sebagai pelaksana putusan atau penetapan Pengadilan Militer. Oditurat Militer juga dapat bertindak sebagai penyidik untuk melakukan pemeriksaan tambahan guna melengkapi hasil pemeriksaan Penyidik Polisi Militer apabila dinilai belum lengkap. Apabila Pepera telah menerima berita acara pendapat dari Oditurat Militer selanjutnya Pepera dengan kewenangannya mempertimbangkan untuk menentukan perkara pidana tersebut diserahkan kepada atau diselesaikan di Pengadilan Militer. Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skepera) tersebut menunjukan telah di mulainya proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Militer. 10 Ditinjau dari perannya dalam fungsi penegakan hukum militer, Komandan selaku ankum adalah atasan yang oleh atau atas dasar Undang- Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap Prajurit TNI yang berada di bawah wewenang komandonya apabila Prajurit TNI tersebut melakukan pelanggaran hukum disiplin. Dalam hal bentuk pelanggaran hukum tersebut merupakan tindak pidana, maka komandan komandan tertentu yang berkedudukan setingkat komandan Korem dapat bertindak sebagai Pepera yang oleh Undang-Undang diberi kewenangan menyerahkan perkara setelah mempertimbangkan saran pendapat Oditur Militer. Saran pendapat hukum 10 A Mulya Sumapermata, Hukum Acara Peradilan Militer, Pasundan Law Faculty Alumnus Pers Bandung,2009, hlm 56 s.d 57.

8 dari Oditur Militer ini disampaikan kepada pepera berdasarkan berita acara pemeriksaan hasil penyidikan Polisi Militer. 11 Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian tersebut di atas, maka penulis dalam penulisan skripsi ini memilih judul TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OKNUM TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN LAUT TERHADAP ANAK YANG DISELESAIKAN SECARA KEKELUARGAAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM ACARA PERADILAN MILITER. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pertanggung jawaban pidana seorang prajurit TNI yang melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap anak yangtelah diselesaikan secara kekeluargaan? 2. Faktor-Faktor apa sajakah yang menyebabkan prajurit TNI melakukan tindak pidana penganiayaan? 3. Upaya apa saja yang harus dilakukan oleh pemerintah agar prajurit TNI tidak melakukan pelanggaran pidana? C. Tujuan Penelitian 11 Syarif Jadi, Ioc.cit.

9 Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka peneliti mengharapkan dapat mencapai tujuan yaitu: 1. Untuk mengkaji dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang memicu anggota TNI AL melakukan penganiayaan terhadap anak. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap oknum TNI AL yang melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap anak. 3. Untuk mencari solusi dan upaya apakah yang dilakukan oleh Pemerintah dan TNI untuk mengantisipasi dan menanggulangi prajurit TNI melakukan pelanggaran pidana. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu hukum pidana mengenai penerapan asas-asas hukum yang berlaku di Indonesia. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dalam bidang akademis dan sebagai kepustakaan hukum pidana. 2. Kegunaan Praktis

10 a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para praktisi, terutama praktisi hukum dan praktisi hukum pidana dalam hal dapat memberikan masukan untuk memecahkan masalah dalam penerapan hukum dan asas-asas hukum pidana yang berlaku di Indonesia, Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat luas, terutama mereka yang ingin mengetahui dan mendalami mengenai hukum pidana di Indonesia. E. Kerangka Pemikiran Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 (empat) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab.kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpinoleh hikmat

11 kebijaksanaan dalam permusyawaratan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 12 Alinea ini juga memberikan bagaimana seharusnya hukum itu memberikan keadilan dengan seadil mungkin untuk orang-orang yang melakukan tindak pidana. Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa pancasila itu sebagai sumber dari segala sumber hkum di Indonesia Penjelasan tersebut menyebutkan: 13 Penempatan pancasila sebagai sumber dari segala sumber Hukum Negara adalah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara serta sekaligus dasar filosofis Bangsa dan Negara, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Negara Indonesia menganut sistem kedaulatan hukum atau supermasi hukum yaitu hukum mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam negara maka, masyarakat (sipil) maupun prajurit militer yang melanggar peraturan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan negara akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan perbuatannya. Hukum Pidana Militer mengatur perbuatan perbuatan khusus tertentu dan hanya dapat dilakukan oleh subjek hukum tertentu in casu militer. Penegertian hukum pidana militer, berasal dari bahasa Yunani 12 Amin Suyitno, Peraturan Perundang undangan Untuk Prajurit TNI AD, Markas Besar Tentara Nasional Angkatan Darat Direktorat Hukum 2007, hlm 1 s.d 2. 13 Amin Suyitno, op.cit, hlm 10.

12 millie yang bermakna Seseorang yang dipersenjatai dan siap untuk melakukan pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan keamanan. Hukum pidana militer termasuk hukum pidana khusus (bijzondere strafrecht), karena hukum pidana ini berlaku untuk subjek hukum tertentu, atau perbuatan tertentu yang hanya dapat dilakukan subjek hukum tertentu. Dengan adanya hukum pidana militer tidaklah berarti hukum pidana umum tidak berlaku bagi prajurit militer. Jadi bagi militer berlaku hukum pidana umum dan hukum pidana militer dalam hal ini yang terlihat dalam Pasal 1 KUHPM yang menyatakan: Untuk menerapkan Kitab Undang Undang ini berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana umum termasuk buku 1 bab 9 kecuali ada penyimpangan yang perlu ditetapkan dengan Undang-Undang. KUHPM sebagai tambahan terhadap KUHPidana, KUHPM berlaku bagi prajurit militer dan orang-orang lain yang tunduk pada kekuasaan kehakiman dalam peradilan militer. Mengenai pengertian militer dapat dilihat dalam Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 49 KUHPM (S. 1943-164 jo UU. No. 39 Tahun 1947). Pasal 46 KUHPMiliter menyebutkan : 1) Yang di maksud dengan militer adalah: Ke- 1 mereka, yang berkaitan dinas secara Sukarela pada Angkatan Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut.

13 Ke- 2 semua sukarelawan lainnya pada Angkata Perang dan para militer wajib, seiring dan selama mereka itu berada dalam dinas, demikian juga jika mereka diluar dinas sebenarnya dalam tenggang waktu selama mereka dapat di panggil untuk masuk dalam dinas, melakukan salah satu tindakan yang dirumuskan dakam Pasal 97, 99, dan 139 Kitab Undang-Undang ini. 2) Kepada setiap militer harus diberitahukan bahwa mereka tunduk kepada tata tertib militer. Dalam berlakunya hukum pidana militer adalah Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyatakan: 14 Ketentuan dari Bab yang pertama dari buku ini juga berlaku juga terhadap pembuatan yang dapat di hukum menurut peraturan perundang- undangan lain, kecuali kalau ada undang-undang tindakan umum pemerintah atau orang ordonasi menentukan peraturan lain. Dalam penerapannya Hukum Pidana Militer dipisahkan menjadi dua yaitu KUHPM sebagai hukum pidana materil dan Hukum Acara Peradilan Militer sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Hukum Acara Peradilan Militer sebagai hukum pidana formal. Terhadap setiap pembuatan yang merupakan pelanggaran hukum dengan kategori tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI atau yang dipersamakan dengan prajurit TNI, maka berdasarkan ketentuan Hukum Pidana Militer harus diproses melalui Pengadilan Militer. 14 Buchari Said, Sekilas Pandang tentang Bantuan Hukum Pidana Militer (Militaire strafrecht), F.H Unpas Tahun 2010, hlm 1 s.d 3.

14 Prajurit TNI adalah bagian dari suatu masyarakat hukum yang memiliki peran sebagai pendukung terbentuknya budaya hukum di lingkungan mereka. Kesadaran hukum di lingkungan TNI tidak dapat diharapkan akan tegak jika prajurit TNI sebagai pendukung budaya hukum tidak memberikan kontribusi dengan berusaha untuk senantiasa mentaati segala peraturan yang berlaku serta menjadikan hukum sebagai acuan dalam berperilaku dan bertindak. Pemahaman tentang kesadaran hukum perlu terus di tingkatkan sehingga terbentuklah perilaku budaya taat hukum dalam diri masing-masing individu prajurit TNI. Prinsip supermasi hukum yang menempatkan hukum diatas segala tindakan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia harus terus menerus disosialisasikan kepada seluruh prajurit TNI secara meluas sehingga dapat menjadi perilaku budaya baik dalam kedinasan maupun kehidupan seharihari. Peningkatan dan penegakan hukum bagi prajurit TNI perlu dijadikan sebagai perioritas kebijakan dalam pembinaan personel TNI, karena kurangnya pemahaman hukum di kalangan prajurit TNI merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran hukum di samping pengaruhpengaruh lainnya baik yang bersifat internal maupun eksternal. TNI merupakan organisasi yang berperan sebagai alat pertahanan Negara. Untuk dapat melaksanakan peran tersebut, setiap anggota militer diharapkan mampu memelihara profesionalismenya, yaitu sebagai bagian dari komponen utama kekuatan pertahanan Negara dalam rangka menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

15 (NKRI), untuk memelihara tingkat profesionalismenya anggota militer agar selalu berada pada kondisi yang diharapkan, salah satu upaya alternatif yang dilakukan adalah dengan tetap menjaga dan meningkatkan kualitas moral prajurit melalui pembangunan kesadaran dan penegakan hukum. Konsepsi penyadaran dan penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas bertujuan untuk membentuk postur angoota militer profesional yang mampu mengembangkan tatanan kehidupan pribadi dan sosial dalam bermasyarakat, berbangsa dan ber-negara yang lebih demokratis guna mewujudkan kemampuan profesional sebagai alat pertahanan negara. Adapun sasaran yang diharapkan adalah tercapainya kesadaran hukum dan penegakan hukum yang baik, dengan indikator adanya keserasian dan keseimbangan antara tuntutan hak dan pelaksanaan kewajiban di kalangan anggota militer, terbentuknya kualitas pribadi anggota militer yang memiliki budaya patuh hukum sebagai landasan kemampuan profesionalisme dengan indikator rendahnya angka pelanggaran hukum baik secara kualitas maupun kuantitas; dan terwujudnya anggota militer yang profesional memiliki kesadaran hukum yang cukup mantap dilandasi dengan nilai-nilai kejuangan, dengan indikator tingkat disiplin yang cukup tinggi di dalam pelaksanaan tugas maupun kehidupan sehari-hari. 15 15 Syarif Jadi, Loc.cit

16 Apabila seorang militer telah melakukan tindak pidana penganiayaan artinya prajurit TNI tersebut telah melanggar hukum disiplin militer dan hukum pidana militer, hal tersebut akan membawa dampak buruk bagi kesatuan dimana prajurit tersebut dinas, dan bagi instansi TNI, karena atas perbuatan yang dilakukannya akan menimbulkan penilaian negatif oleh masyarakat terhadap instansi TNI. F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Tipe penelitian hukum yang dilakuan adalah deksriptif analistis dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Tindak Pidana Penganiayaan, Undang-Undang Stb. 1934 164 jo Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Hukum Pidana Militer, Hukum Disiplin Militer, dan Undang Undang No. 31Tahun 1997 tentang Hukum Acara Peradilan Militer. 2. Metode Pendekatan Permasalahan permasalahan dalam kegiatan penelitian ini ditempuh dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan atau penelitian hukum dengan menggunakan metode / pendekatan / teori / konsep, dan metode analisis yang termasuk dalam ilmu hukum dogmatis.

17 3. Jenis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan metode yuridis normatif, dengan tahapan: 16 a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang diurut berdasarkan hiraki perundang undangan mulai dari UUD 1945, Undang-Undang Stb. 1934 164 jo Undang undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Hukum Pidana Militer, Kitab Undang undang Hukum Disiplin Militer, Undang undang Nomor. 31 Tahun 1997 tentang Hukum Acara Peradilan Militer dan KUHPidana. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku, jurnal, pendapat para sarjana, dan kasus kasus hukum mengenai kewenangan Polisi Militer (POM) sebagai penyidik. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum dan lain lain. 4. Teknik Pengumpulan Data Yaitu pengumpulan data melalui kepustakaan dengan menelaah data sekunder yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yaitu data yang diperoleh dalam peraturan perundang undangan, buku teks, jurnal, hasil penelitian, 16 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, 2007, hlm 390.

18 ensiklopedi, biografi, dan indeks kumulatif lainnya yang dapat membantu dalam penulisan skripsi ini. 5. Analisis Data Sesuai dengan metode pendekatan yang diterapkan, maka data yang diperoleh untuk penulisan skripsi ini dianalisis secara yuridis kualitatif, yaitu : a. Dengan memperhatikan tata urutan perundang undangan, maka ketentuan perundang undangan yang satu dengan yang lain tidak boleh bertentangan. b. Kepastian hukum, yaitu perundang undangan yang diteliti telah dilaksanakan dengan didukung oleh penegak hukum dan pemerintah yang berwenang. 6. Lokasi Penelitian a. Perpustakaan Universitas Pasundan Bandung,JL. Taman Sari No. 6-8 Bandung. b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung,JL. Lengkong Besar No. 68 Bandung. c. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, JL. Dipatiukur No. 35 Bandung. d. Perpustakaan Dinas Sejarah Angkatan Darat, JL. Belitung No. 06 Bandung.

19