BAB III METODOLOGI. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam studi ini meliputi :

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

OLEH : SEPTIAN ANDI PRASETYO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Panduan Cara Menghitung Volume Laut Indonesia Menggunakan Data General Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO) 30 arc second

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

PRAKTIKUM INTERPRETASI CITRA DIJITAL. Ratna Saraswati

Pemrosesan Data DEM. TKD416 Model Permukaan Digital. Andri Suprayogi 2009

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB IV PENGOLAHAN DATA

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB 3 METODOLOGI. Gambar 3.1 Foto stasiun pengamatan pasut di Kecamatan Muara Gembong

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

BAB IV. Ringkasan Modul:

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB 4. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks

IDENTIFIKASI TANDA TANGAN DENGAN DETEKSI TEPI DAN KOEFISIEN KORELASI

Pencocokan Citra Digital

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB III PENGOLAHAN DATA

Muhammad Zidny Naf an, Lc., S.Kom., M.Kom. Genap 2015/2016

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUJIAN ALGORITMA TRACKING

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

Penggunaan Filter Frekuensi Rendah untuk Penghalusan Citra (Image Smoothing)

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1V HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS WAVEFORM TERKONTAMINASI

Pendugaan DPI berdasarkan analisis jumlah dan hasil tangkapan Pendugaan DPI berdasarkan frekuensi panjang ikan Penentuan DPI melalui interpretasi

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB 3 LIDAR DAN PENDETEKSIAN POHON

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Pengukuran Konstanta Pegas dengan Pengolahan Citra

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

Keyboard: upwelling, overfishing, front, arus Eddies I. PENDAHULUAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI 3.1 Data Data yang digunakan dalam studi ini meliputi : Data citra satelit NOAA Citra Satelit NOAA yang digunakan merupakan hasil olahan yang menampilkan tampakan pewarnaan laut untuk suhu permukaan laut (SPL). Data yang digunakan adalah data harian tahun 2006 selama bulan Januari sampai Desember. Citra ini memiliki resolusi sebesar 1,1 x 1,1 km. Gambar 3.1 Contoh Hasil Olahan Citra NOAA untuk Tampakan SPL Data arus satelit TOPEX Data TOPEX yang digunakan adalah data arah dan magnitudo arus permukaan geostropik yang kemudian di plotting untuk menampilkan vektor arus pada daerah kajian. Data ini digunakan sebagai data verifikasi dan memiliki resolusi sebesar 27,75 x 27,75 km. 3 1

Gambar 3.2 Contoh Hasil Plotting Data Arus Permukaan Geostropik TOPEX Data angin permukaan Data angin permukaan yang digunakan adalah data angin harian dalam bentuk plot vektor angin dengan resolusi sebesar 27,75 x 27,75 km. Gambar 3.3 Contoh Plot Pola Angin Permukaan (Sumber: poet.jps.nasa.gov) 3 2

3.2 Metode Maximum Cross Correlation (MCC) 3.2.1 Metode Maximum Cross Corelation (MCC) Cross Corelation atau korelasi silang merupakan suatu teknik statistik yang dapat digunakan untuk menganalisa hubungan antar variabel (data) dan berfungsi untuk mengetahui derajat atau kekuatan hubungan, bentuk, atau arah hubungan di antara variabel-variabel yang hanya melibatkan dua buah variabel (Hasan, 2004 di dalam Nanlohy, 2007). Sedangkan MCC merupakan teknik lanjutan dari korelasi silang yang bertujuan untuk mencari nilai maksimum dari korelasi silang antara dua variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini mewakili nilai tiap pixel dari citra suhu muka laut yang diamati sesuai dengan skala pewarnaannya ( 0 225 ). 3.2.2 Deskripsi Metode MCC Dalam menggunakan metode MCC, asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa seluruh perubahan pada pola suhu permukaan laut disebabkan oleh adveksi horisontal arus permukaan. Asumsi tersebut membutuhkan suatu kondisi di mana perubahan advektif pada arus permukaan yang terjadi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi akibat pemanasan/pendinginan atau upwelling/downwelling. Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dalam pengerjaan metode ini harus digunakan citra-citra yang memiliki jeda waktu relatif dekat satu sama lain, sehingga efek dari upwelling/downwelling dapat dihindari. Interval waktu antar citra yang dapat digunakan adalah 4 sampai 24 jam. Setelah melewati waktu 24 jam, maka dapat terjadi gangguan numerikal pada perhitungan yang menyebabkan perhitungan arus dengan MCC mengalami simpangan dari arus yang sebenarnya bila dibandingkan dengan simulasi numerik (Emery, et al., 1992 di dalam Mullen dan Emery, 2000). Bila kita menggunakan citra dengan resolusi 1 km (dengan interval antar citra < 24 jam), maka ukuran search window yang 3 3

digunakan adalah 40 x 40 km (Mullen dan Emery, 2000). Data warna permukaan laut digunakan dalam metode MCC untuk menentukan kecepatan dan arah arus permukaan (diperkirakan sampai dengan kedalaman beberapa sentimeter). 3.2.3 Input Algoritma Input data pada metode MCC ini berupa data koordinat (x dan y) dan tingkat keabuan (grey scale), misalnya dari 0 sampai 1 atau 1 sampai 225 dari tiap pixel pada citra. Pada studi ini nilai input diwakili oleh nilai koefisien MCC (0 1), nilai kecepatan arus MCC (dalam satuan m/s), dan nilai arah arus MCC (0 360). Input algoritma lainnya yang penting adalah pemisahan awan. 3.2.4 Deskripsi Teoritis Algoritma yang dibangun dalam kajian arus permukaan ini didasarkan pada nilai maksimum dari cross-corelation. Metode ini merupakan metode semi-otomatis karena dalam pengerjaannya untuk mendapatkan nilai arus permukaan dibutuhkan pengambilan keputusan yang bersifat subjektif seperti dalam pemilihan ukuran template window dan search window, jenis dan cara filtering, serta smoothing. Pemilihan template dan search window membutuhkan pengetahuan tentang kondisi sebenarnya dari perairan yang akan dikaji dengan menggunakan MCC. Prosedur secara umum dari metode ini adalah dengan melakukan perhitungan MCC di antara dua buah citra, yaitu template window (window yang lebih kecil, selanjutnya disebut image one) dan search window (window yang ukurannya lebih besar, selanjutnya diesebut image two) (Emery et al., 1992 di dalam Mullen dan Emery, 2000). Lokasi dari koefisien MCC pada image two menyatakan titik akhir dari vektor kecepatan yang berasal dari titik pusat search window, seperti diilustrasikan pada Gambar 3.4: 3 4

Gambar 3.4 Ilustrasi Proses MCC (Sumber: Domingues, 1999 di dalam Mullen dan Emery, 2000) Interval waktu antara dua citra (image one dan image two) serta posisi dari nilai maksimum digunakan untuk menghitung vektor kecepatan. Langkah-langkah tersebut terus dilakukan berulang pada keseluruhan citra sampai didapat pola arus permukaan. Studi atau kajian arus permukaan dengan metode MCC telah dilakukan di berbagai negara, seperti dapat ditunjukkan oleh Gambar 3.5. Gambar 3.5 Studi Arus Permukaan di Lokasi Lain di Dunia Dengan Metode MCC (Sumber: Mullen dan Emery, 2000) 3 5

3.2.5 Deskripsi Matematis dari Metode MCC MCC merupakan suatu metode yang dibangun untuk menentukan perpindahan suatu objek yang diamati dari rangkaian citra yang berurutan dengan interval waktu tertentu. Deskripsi matematis metode MCC di bawah ini merupakan hasil perumusan oleh Ninis et al. (1986) di dalam Mullen dan Emery (2000). Misalkan terdapat dua buah sinyal f(x,y) dan g(x,y) di mana x<l, y<l: f x, y) = g( x + x, y + y ) (3.1) ( o o Fungsi dari auto-kovariansi dan kovariansi silang adalah : r r ff fg ( x', y' ) = E[( f ( x, y) m f )( f ( x + x', y + y' ) m f ( x', y' ) = E[( f ( x, y) m f )( g( x + x', y + y' ) m g Di mana E menyatakan penjumlahan kovariansi dan m f serta m g adalah rata-rata nilai sinyal. Sedangkan nilai koefisien MCC diberikan sebagai berikut : )] )] ρ ( x', y') = r fg σ ( x', y') 2 f σ 2 g Di mana variansi f dan g : 2 σ f = r ff (0,0) 2 σ g = r ggf (0,0) Pada (x 0,, y 0 ), nilai kovariansi r fg adalah : r fg ( x0, y0) = E[( f ( x, y) m f )( g( x + x0, y + y0) mg )] (3.2) 3 6

Substitusikan Persamaan 3.1 ke dalam Persamaan 3.2, akan diperoleh: 2 r ( x, y ) = E[( f ( x, y) m ) ] = r fg 0 0 f ff (0,0) Dari Persamaan 3.1 diperoleh nilai g pada lag (x 0,y 0 ) adalah σ 2 f, sehingga diperoleh korelasi silang sebagai berikut : rfg ( x0, y0 ) 2 ρ ( x0, y0 ) = g = 1 2 2 σ f σ g Sedangkan untuk mendapatkan magnitudo kecepatan advektif arus permukaan dan arah gerakannya dirumuskan sebagai berikut (Garcia dan Robinson (1989) di dalam Prasad et al., 2000): C = ( p Δx) + ( q Δt Δy 2 2 max max ) (3.3) qmaxδy θ = arctan (3.4) pmaxδx Setelah kita mendapatkan nilai cross-corelation, maka selanjutnya perlu dilakukan filter data. Menurut Emery et al. di dalam Mullen dan Emery (2000), ada dua metode filtering yang dibutuhkan untuk menghilangkan vektor kecepatan MCC yang buruk. Metode pertama, yaitu dengan menggunakan nilai cutoff untuk koefisien korelasi MCC. Semua vektor kecepatan dengan nilai korelasi MCC di bawah nilai cutoff dianggap dapat diabaikan (Emery et al, 1992 di dalam Mullen dan Emery, 2000). Pada studi yang telah dilakukan Mullen dan Emery (2000), nilai cutoff yang digunakan adalah 0,6. Metode filtering yang ke dua adalah next-neighbor, di mana pada metode ini dilakukan perbandingan antara arah vektor-vektor yang berdekatan dalam rangka menentukan vektor yang baik atau buruk (Emery et al, 1992 di dalam Mullen dan Emery, 2000). Metode ini menyatakan bahwa perpindahan yang dialami oleh 3 7

suatu objek yang diamati akan memiliki sifat auto-korelasi spasial atau dapat dikatakan bila suatu vektor dianggap baik dalam suatu ukuran pixel tertentu, maka vektor lain yang berada di sekitar vektor tersebut juga akan memiliki vektor perpindahan yang sama. 3.2.6 Verifikasi Penelitian Arus Permukaan Keakuratan dari metode MCC dalam mengkaji arus permukaan sebaiknya diuji dengan pengukuran langsung di lapangan pada waktu yang sama saat metode MCC dijalankan. Studi perbandingan lainnya yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan simulasi numerik, survei CTD (Conductivity, Temperature, Depth Profiler) dan tracking dengan menggunakan pelampung (Emery et al., 1986; Emery et al., 1992; Garcia dan Robinson, 1989 di dalam Mullen dan Emery, 2000). Arus hasil MCC juga telah menunjukkan hasil yang baik bila diverifikasi dengan data arus satelit altimetri yang melakukan pengukuran arus geostropik permukaan seperti yang telah dilakukan oleh Emery et al., 2000. 3.2.7 Error Budget Kesalahan atau error pada citra suhu permukaan laut hanya akan mempengaruhi nilai koefisien korelasi yang didapat, namun tidak mempengaruhi kecepatan arus permukaan atau vektor MCC. Kesalahan lain yang dapat timbul adalah apabila metode MCC diterapkan pada daerah dengan kondisi upwelling atau downwelling yang relatif kuat. Namun demikian, kesalahan yang diakibatkan oleh faktor ini dapat diatasi dengan cara menggunakan interval citra yang pendek yaitu kurang dari atau sama dengan 24 jam karena peristiwa upwelling atau downwelling merupakan peristiwa yang terjadi dengan periode yang cukup panjang. Terdapat tiga faktor lain yang dapat menimbulkan error pada pengolahan vektor MCC, yaitu : 3 8

1. Data citra klorofil, yaitu pada data yang mengandung banyak noise yang dapat menyebabkan perubahan pola klorofil pada citra dari kondisi sebenarnya, sehingga perpindahan klorofil tidak dapat terdeteksi secara akurat dengan metode MCC. 2. Geolokasi, yang berkaitan dengan keakuratan lokasi di mana kita menggunakan metode MCC. 3. Tutupan awan, dapat menimbulkan masalah karena metode MCC tidak akan memproses area yang memiliki tutupan awan. Jika metode tersebut tidak dapat membaca data akibat adanya awan, maka perhitungan MCC akan berpindah ke pixel selanjutnya dan melakukan perhitungan korelasi kembali. Pixel yang tak terbaca akan menimbulkan kekosongan pada data set dan menghasilkan error. 3.3 Pengolahan Data Penentuan arus permukaan dengan metode Maximum Cross Correlation (MCC) memerlukan dua buah citra satelit NOAA yang berurutan dengan rentang antara 4 sampai 24 jam. Oleh karena itu, pertama-tama dilakukan pemilihan data citra NOAA yang akan digunakan dengan mengacu kepada rentang waktu di atas dan tutupan awan. Setelah dilakukan pemilihan citra, kedua citra berurutan tersebut dijadikan sebagai input pada program MCC. Output program selanjutnya akan diberi masking awan dan filter koefisien MCC, hingga pada akhirnya akan diolah dalam bentuk layout vektor arus permukaan dan diverifikasi dengan data satelit TOPEX serta pola angin permukaan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan beberapa software, yaitu : ER Mapper 6.0 ArcGIS 9.0 3 9

3.3.1 Pemilihan Citra Satelit NOAA (Penggunaan ER Mapper 6.0) Citra satelit NOAA yang digunakan adalah citra yang telah diolah sebelumnya hingga menampilkan sebaran suhu permukaan laut (SPL). Dalam rangka mendapatkan hasil yang optimal, citra berurutan dipilih yang memiliki tutupan awan yang minimal untuk menghindari error. Citra NOAA yang telah dipilih diberi formula reclass awan dengan tujuan untuk memisahkan tampakan awan dengan perairan. Tampakan awan diberi nilai nol dan akan berwarna biru, seperti dapat dilihat pada Gambar 3.6 3.7. Formula yang digunakan : if i1 < 20 then 0 else i1, di mana i1 adalah input nilai tiap piksel yang berupa nilai suhu dalam derajat Celcius. Nilai 20 dapat diubah sesuai dengan nilai piksel awan yang tertinggi pada citra. 3 10

(a) (b) Gambar 3.6 (a) Citra NOAA untuk Tampakan SPL 7 Juni 2006 08:37 dan (b) Setelah Reclass (a) (b) Gambar 3.7 (a) Citra NOAA untuk Tampakan SPL 7 Juni 2006 16:54 dan (b) Setelah Reclass 3.3.2 Program Maximum Cross Correlation (MCC) Program MCC merupakan program yang dibangun untuk penentuan arus permukaan dengan menggunakan konsep tracking parameter fisis dan biologis 3 11

laut, dan dalam studi ini digunakan suhu muka laut sebagai indikator pergerakan massa air permukaan. Untuk menjalankan program ini dibutuhkan dua buah citra NOAA berurutan yang berperan sebagai input (Gambar 3.6 (b) dan Gambar 3.7 (b)). Sedangkan keluarannya akan berupa sebuah file yang berisikan informasi nilai-nilai koefisien MCC (kanal 1), kecepatan arus (kanal 4), dan arah arus (kanal 5). Gambar 3.8 Program MCC 3 12

(a) (b) Gambar 3.9 File Output Program MCC (a) Kanal 1 (koefisien MCC); (b) Kanal 4 (kecepatan arus); (c) Kanal 5 (arah arus) (c) Kanal koefisien MCC (kanal 1) memiliki nilai antara 0 1. Nilai koefisien yang besar menyatakan korelasi yang makin baik dari suatu piksel dalam perpindahannya selama t 1 ke t 2. Kanal kecepatan (kanal 4) menyatakan kecepatan arus untuk tiap piksel dan harus diberi formula terlebih dahulu agar nilai keluarannya berupa kecepatan arus dalam satuan m/s, formula yang digunakan adalah : i1*1100/t, 3 13

di mana i1 adalah input nilai piksel awal pada kanal 4 dan t menyatakan besarnya waktu dalam detik antara dua citra yang berurutan (t = t 2 t 1 ). Nilai 1100 merupakan ukuran sebuah piksel pada citra NOAA dalam satuan meter. Sedangkan kanal 5 menyatakan arah arus yang tiap pikselnya memiliki nilai antara 0-360, dengan arah utara sebagai 0 dan timur sebagai 90 serta seterusnya. 3.3.3 Masking Awan dan Filtering Koefisien MCC (Penggunaan ER Mapper) Masking awan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan tampilan dan nilai piksel awan dari laut. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan filter atau penyisihan awan dalam pengolahan vektor arus karena awan akan memberikan error yang mengakibatkan kesalahan pada penentuan arus permukaan. Proses masking awan dilakukan terhadap file output program MCC untuk ketiga kanal (Gambar 3.9 (a); (b); dan (c)). Formula untuk masking awan adalah : if i1=0 then 1000 else i2 di mana i1 merupakan input citra tampakan SPL yang telah di reclass seperti pada Gambar 3.6 (b) dan 3.7 (b), sehingga awan pada citra tersebut memiliki nilai piksel sama dengan nol. Sedangkan i2 adalah input tiap-tiap kanal dari ketiga kanal. Masking awan dilakukan berturut-turut dua kali karena proses ini melibatkan dua buah citra yang berurutan, sehingga tutupan awan dari masing-masing citra t 1 dan t 2 akan mempengaruhi perhitungan arus permukaan. 3 14

(a) (b) (c) Gambar 3.10 (a) Tampakan SPL 7 Juni 2006 08:37 Setelah Reclass; (b) Kanal 4 Hasil Program MCC; (c) Hasil Masking Awan Kanal 4 3 15

(a) (b) Gambar 3.11 (a) Tampakan SPL 7 Juni 2006 16:54 Setelah Reclass; (b) Hasil Masking Awan Kanal 4 Sebelumnya; (c) Hasil Masking Awan Akhir Kanal 4 (c) Hasil masking awan berupa suatu file berisikan informasi tiga buah kanal (kanal 1, 4, dan 5) di mana piksel yang memiliki nilai nol (tampakan awan) akan diberi warna merah dengan nilai piksel baru, yaitu 1000 (Gambar 3.10 3.11). Filtering koefisien MCC dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan vektor kecepatan MCC yang buruk, yaitu dengan menggunakan nilai cutoff untuk koefisien korelasi MCC. Semua vektor kecepatan dengan nilai korelasi MCC di bawah nilai cutoff dianggap dapat diabaikan (Emery 3 16

et al. di dalam Mullen dan Emery, 2000). Pada studi ini, nilai cutoff yang digunakan adalah 0,6 (Mullen dan Emery, 2000). Formula yang digunakan dalam filter ini adalah : if i1 > 0.6 then i2 else 0, di mana i1 adalah file input kanal 1 (koefisien MCC) dan i2 merupakan file input tiap-tiap kanal (kanal 1, 2, 3) dari ketiga kanal yang telah melalui proses masking awan. (a) (b) (c) Gambar 3.12 (a) Kanal 1 (Koefisisen MCC); (b) Hasil Masking Awan Akhir Kanal 4; (c) Hasil Filter Cutoff Kanal 4 3 17

Hasil akhir proses ini adalah citra seperti dapat dilihat pada Gambar 3.12 dimana warna biru menunjukkan piksel yang memiliki nilai sama dengan nol atau memiliki nilai koefisien MCC di bawah 0,6; sedangkan warna merah menunjukkan piksel yang memiliki nilai 1000 atau berupa tutupan awan. 3 18

3.3.4 Pengolahan Vektor Arus dan Verifikasi (Penggunaan ArcGIS) Menampilkan hasil olahan sebelumnya pada ArcGIS (a) (b) Gambar 3.13 Proses Pengubahan Data Raster ke Data Titik Pada ArcGIS (a) Hasil Akhir Kanal 4 (kecepatan arus MCC); (b) Hasil Akhir Kanal 5 (arah arus MCC); (c) Tampilan Data Titik dari Kecepatan dan Arah Arus MCC (c) 3 19

Tampilan data titik di atas berisikan nilai-nilai piksel yang memiliki kecepatan dan arah arus MCC pada koordinat tertentu. Nilai piksel sama dengan nol dan 1000 (warna biru dan merah seperti yang terlihat pada Gambar 3.13 (a) dan (b)) tidak ikut ditampilkan. Verifikasi dengan TOPEX Untuk mengverifikasi arus MCC, kita melakukan overlay antara data titik arus MCC dengan data plot vektor TOPEX (Gambar 3.14). Gambar 3.14 Overlay Data Titik Arus MCC dengan Data TOPEX Dari proses overlay tersebut kita dapat melihat bahwa resolusi perhitungan arus MCC lebih besar dibandingkan dengan data TOPEX. Hal itu disebabkan karena resolusi satelit NOAA yang digunakan dalam perhitungan arus MCC lebih tinggi dibandingkan dengan data dari satelit TOPEX (resolusi satelit NOAA-AVHRR 1,1 x 1,1 km; resolusi satelit TOPEX 27,5 x 27,5 km). Dalam melakukan verifikasi, digunakan metode perata-rataan yang telah tersedia di ArcGIS, yaitu dengan membandingkan rata-rata banyak titik 3 20

arus MCC dengan sebuah titik arus TOPEX, sehingga banyaknya titik akhir pada arus MCC akan mengikuti jumlah titik arus TOPEX. Selain itu, pada titik arus MCC yang buruk dilakukan interpolasi nextneighbor, di mana pada interpolasi ini dilakukan perbandingan antara arah vektor-vektor yang berdekatan dalam rangka menentukan vektor yang baik atau buruk (Emery et al. di dalam Mullen dan Emery, 2000). Metode ini menyatakan bahwa perpindahan yang dialami oleh suatu objek yang diamati akan memiliki sifat auto-korelasi spasial atau dapat dikatakan bila suatu vektor dianggap baik dalam suatu ukuran pixel tertentu, maka vektor lain yang berada di sekitar vektor tersebut juga akan memiliki vektor perpindahan yang sama. Sehingga vektor arus MCC yang buruk dihilangkan, dan ia akan diinterpolasi dengan vektor-vektor arus MCC di sekelilingnya. 3 21

3.4 Hasil Pengolahan Arus dengan MCC Contoh hasil pengolahan penentuan arus permukaan MCC dapat dilihat pada Gambar 3.15. Gambar 3.15 Layout Penentuan Arus Dengan Metode MCC 3 22