BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, salah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi fundamental ekonomi Indonesia tampak masih cukup kokoh

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian di negara yang sedang berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Muhammad Rizki, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Internet saat ini sedang menjamur di kalangan masyarakat. Internet membuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris sebagian penduduknya adalah petani. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nia Nurlina, 2013

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

Proposal Usaha Kerajinan Rotan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PUSAT INFORMASI PROMOSI DAN PERDAGANGAN INDUSTRI KERAJINAN ROTAN DI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. negara dan telah terbukti terutama di saat resesi ekonomi pada tahun 1985 dan

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan UMKM di Indonesia dari tahun telah. Tabel 1.1. Jumlah Unit UMKM dan Industri Besar

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah tempat bertemunya antara pihak yang memiliki

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. krisis. Kelemahan ini, tentunya akan berpengaruh pada ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Industri kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon merupakan sentra dari

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya

PENGEMBANGAN UMKM UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Business plan..., Bogi Sukmono, FE UI, 2008

Perekonomian Indonesia telah mengalami transformasi yang. mengagumkan selama dekade yang lalu. Deregulasi yang dilakukan sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PEMBUKAAN INTERNATIONAL FURNITURE & CRAFT FAIR INDONESIA (IFFINA

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam konteks perusahaan dan konsumen/pelanggan diterjemahkan sebagai

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

PENDAHULUAN. Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki kontribusi yang cukup. penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional.

BAB I PENDAHULUAN. seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini tentunya membuat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan transportasi. Globalisasi berarti menyatukan pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi. Kegiatan ekonomi yang berkembang menuju pada kegiatan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi hal yang sangat penting

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. persaingan yang semakin ketat, tidak terkecuali industri yang bergerak dibidang

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABl PENDAHULUAN. penting bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan aktifitas ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. sentral dalam perekonomian Indonesia khususnya Jawa Barat. Walaupun krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1 diakses pada 08 November 2016 pukul WIB.

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara karena mengurangi angka pengangguran dan

BABI PENDAHULUAN. beberapa negara khususnya Negara-negara yang menganut teori ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberadaan usaha kecil menengah (UKM) di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. andalan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Sektor ini sebagai penyumbang. pertanian memberi andil sekitar 13,39 %, (BPS, 2006).

PERAN DAN ARAH PENGEMBANGAN INDUSTRI MEBEL DI JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. swasta maupun pemerintah didorong dalam peningkatan efisien dan efektifitas

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, salah satunya adalah rotan. Keberadaan bahan baku rotan di dunia tidak kurang dari 80% berada di indonesia. Dengan melimpahnya bahan baku rotan tersebut memungkinkan bagi indonesia untuk mendominasi pasaran industri rotan di dunia. Namun yang terjadi saat ini industri rotan indonesia justru terpuruk. Menurut Abdul Sobur, Sekertaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), Empat tahun setelah keluarnya SK Menperdag No. 12/M- DAG/6/2005 yang membuka kran ekspor bahan baku rotan, kinerja industri ini terus mengalami penurunan karena pangsa pasarnya digerus oleh para pesaing utama seperti China dan Vietnam yang begitu mudah mendapatkan bahan baku rotan dari Indonesia. Di kabupaten Cirebon, penurunan kinerja industri rotan dapat dilihat dari data penjualan rotan berikut: 1

2 Tabel 1.1 Jumlah Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Tahun Jumlah Pertumbuhan penjualan (kontainer) 2004 14.222-2005 13.157-7% 2006 12.881-2% 2007 12.491-3% 2008 13.541 8% 2009 11.820-13% Sumber : ASMINDO Komda Cirebon Data penurunan jumlah penjualan produk industri rotan di kabupaten cirebon pada tahun 2004-2009 diatas dapat dilihat pula pada gambar 1.1 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 200420052006200720082009 Jumlah Penjualan (kontainer) Gambar 1.1 Jumlah Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Dari tabel 1.1 dan gambar 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah penjualan produk industri rotan menurun dari tahun 2004 sampai tahun 2007 kemudian meningkat pada tahun 2008, namun pada tahun 2009 penjualannya kembali menurun. Tahun 2004, sebelum dikeluarkannya SK Menperdag No. 12/M-DAG/6/2005 yang

3 membuka kran ekspor bahan baku rotan, penjualan produk industri rotan mencapai 14.222 kontainer per tahun. Tahun 2005 penjualan produk industri rotan turun menjadi 13.157 kontainer per tahun atau turun sebesar 7 %. Tahun 2006 penjualan produk industri rotan kembali mengalami penurunan menjadi 12.881 kontainer per tahun atau turun sebesar 2 %. Tahun 2007 penjualan produk industri rotan turun menjadi 12.491 kontainer per tahun atau turun sebesar 3 %. Sedangkan tahun 2008, penjualan produk industri rotan meningkat menjadi 13.541 kontainer per tahun atau naik 8 %. Namun peningkatan penjualan tersebut tidak berlanjut pada tahun berikutnya. Tahun 2009 penjualan produk rotan justru anjlok, penjualan pertahunnya hanya 11.820 kontainer atau turun sebesar 13 %. Dalam gambar 1.1 terlihat bahwa jumlah penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon cenderung mengalami penurunan. Nilai penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon pun mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya, data mengenai nilai penjualan produk industri rotan di kabipaten Cirebon dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.2 Nilai Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Tahun Nilai Pertumbuhan penjualan (US$) 2004 116.572.788,88-2005 120.331.844,32 3% 2006 116.800.093,12-3% 2007 115.202.546,83-1% 2008 130.726.869,14 13% 2009 115.196.746,00-12% Sumber : ASMINDO Komda Cirebon

4 Data jumlah nilai penjualan produk industri rotan per tahun di kabupaten cirebon pada tahun 2004-2009 diatas dapat dilihat pula pada gambar 1.2 135,000,000.00 130,000,000.00 125,000,000.00 120,000,000.00 115,000,000.00 Nilai penjualan (US$) 110,000,000.00 105,000,000.00 200420052006200720082009 Gambar 1.2 Nilai Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Dari Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 terlihat bahwa nilai penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 nilai penjualan mencapai US$ 116.572.788,88. Pada tahun berikutnya, tahun 2005 nilai penjualan meningkat menjadi US$ 120.331.844,32 atau meningkat sebesar 3 %. Namun, pada tahun 2006 nilai penjualan kembali mengalami penurunan. Nilai penjualan tahun 2006 hanya mencapai US$ 116.800.093,12 atau mengalami penurunan 3 %. Tahun 2007 pun nilai penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon kembali mengalami penurunan dan hanya mencapai US$ 115.202.546,83 atau mengalami penurunan 1%. Tahun 2008, nilai penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon kembali mengalami peningkatan dan mampu mencapai US$ 130.726.869,14 atau mengalami peningkatan 13 %. Sayangnya, peningkatan tersebut tidak berlanjut pada tahun berikutnya. Tahun 2009, nilai penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon kembali mengalami penurunan dan hanya mencapai US$ 115.196.746,00 atau mengalami penurunan sebesar 12 %.

5 Jumlah penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon perbulannya selama tahun 2009 pun berfluktuatif namun trendnya turun. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 1.3 Jumlah Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Tahun 2009 Bulan Jumlah Pertumbuhan penjualan (container) Januari 1.199 - Februari 1.198 0% Maret 1.231 3% April 1.145-7% Mei 1.027-10% Juni 1.246 21% Juli 909-27% Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-rata 868 788 643 703 863 11.820 985-5% -9% -18% 9% 23% Sumber : ASMINDO Komda Cirebon Gambar 1.3 Jumlah Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Tahun 2009

6 Dari Tabel 1.3 dan Gambar 1.3 terlihat bahwa penjualan produk rotan pada bulan Januari sebanyak 1.199 kontainer. Pada bulan februari jumlah penjualan turun sebanyak 1 kontainer sehingga penjualan hanya mencapai 1.198 kontainaer. Pada bulan maret, penjualan kembali mengalami peningkatan menjadi 1.231 kontainer atau naik sebesar 3 %. Bulan April, penjualan turun menjadi 1.145 kontainer atau turun sebesar 7 %. Bulan Mei, penjualan turun menjadi 1.027 kontainer atau turun sebesar 10 %. Bulan Juni, penjualan meningkat menjadi 1.246 kontainer atau naik sebesar 21 %. Namun pada bulan Juli, penjualan kembali menurun menjadi 909 kontainer atau turun sebesar 27 %. Bulan Agustus, penjualan juga mengalami penurunan menjadi 868 kontainer atau turun sebesar 5%. Bulan September pun penjualan turun menjadi 788 kontainer atau turun sebesar 9 %. Penurunan jumlah penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon mencapai titik terendah yaitu pada bulan Oktober yaitu sebesar 643 kontainer atau turun sebesar 18 % dan pada bulan berikutnya penjualan kembali meningkat menjadi 703 kontainer atau meningkat sebesar 9 %, bulan Desember pun penjualan produk rotan mengalami peningkatan menjadi 863 kontainer atau meningkat 23 %. Seperti jumlah penjualan produk industri rotan perbulan, nilai penjualan produk industri rotan perbulannya selama tahun 2009 pun mengalami fluktuasi dengan trend menurun. Sedangkan untuk melihat perkembangan nilai penjualan produk industri rotan di kabupaten Cirebon dapat dilihat pada tabel berikut:

7 Tabel 1.4 Nilai Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Tahun 2009 Bulan Nilai penjualan Pertumbuhan (US$) Januari 12.306.221 - Februari 12.494.383 2% Maret 12.187.576-2% April 10.847.648-11% Mei 10.091.862-7% Juni 11.748.217 16% Juli 7.971.297-32% Agustus 8.400.524 5% September 7.557.687-10% Oktober 6.304.042-17% November 6.681.550 6% Desember 8.605.739 29% Jumlah 115.196.746 Rata-rata 9.599.729 Sumber : ASMINDO Komda Cirebon 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 Nilai penjualan (US$) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 1.4 Nilai Penjualan Produk Industri Rotan Kab. Cirebon Tahun 2009 Dari tabel 1.4 dan gambar 1.4 dapat kita lihat bahwa nilai penjualan rotan lebih sering mengalami penurunan. Pada bulan Januari nilai penjualan mencapai US$ 12.306.221 dan bulan Februari meningkat menjadi US$ 12.494.383 atau

8 meningkat sebanyak 2 %. Bulan berikutnya nilai penjualan menurun menjadi US$ 12.187.576 atau turun 2 %. Bulan April pun nilai penjualan turun menjadi US$ 10.847.648 atau turun 11 %. Bulan Mei turun kembali menjadi US$ 10.091.862 atau turun 7 %. Bulan Juni mengalami peningkatan mencapai US$ 11.748.217, namun pada bulan berikutnya kembali mengalami penurunan yang cukup banyak menjadi US$ 7.971.297 atau turun 32 %. Pada bulan Agustus meningkat kembali menjadi US$ 8.400.524. Namun, bulan September turun menjadi US$ 7.557.687 atau turun 10%. Bulan Oktober nilai penjualannya paling rendah, hanya mencapai US$ 6.304.042 atau turun 17 %. Bulan berikutnya meningkat menjadi US$ 6.681.550 dan bulan Desember pun mengalami peningkatan mencapai US$ 8.605.739 atau meningkat 29 %. Jika dilihat dari pertumbuhan jumlah perusahaan, justru tahun 2009 mengalami peningkatan. Namun, semakin banyak perusahaan yang hasil produksinya rendah bahkan perusahaan yang tidak berproduksi pun jumlahnya meningkat. Rincian jumlah perusahaan rotan di kabupaten Cirebon tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada tabel 1.5 berikut:

9 Tabel 1.5 Jumlah Perusahaan Rotan Tahun 2008 dan 2009 Jumlah produksi (kontainer) Jumlah perusahaan (Tahun 2008) Jumlah perusahaan (Tahun 2009) 0 183 206 1 27 42 2 16 19 3 8 14 4 5 9 5 6 7 6 4 8 7 6 6 8 2 7 9 6 4 10 4 6 > 10 136 173 Jumlah 403 501 Sumber : ASMINDO Komda Cirebon Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah perusahaan rotan di kabupaten Cirebon mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 jumlah perusahaan rotan sebanyak 403 perusahaan dan tahun 2009 meningkat menjadi 501 perusahaan. Tahun 2008, sebanyak 183 perusahaan tidak berproduksi dan tahun 2009 jumlah perusahaan yang tidak berproduksi meningkat menjadi 206 perusahaan. Perusahaan yang hanya berproduksi 1 kontainer pada tahun 2008 sebanyak 27 perusahaan sedangkan tahun 2009 sebanyak 42. Perusahaan yang hanya berproduksi 2 kontainer pada tahun 2008 sebanyak 16 perusahaan sedangkan tahun 2009 sebanyak 19 perusahaan. Perusahaan yang hanya berproduksi 3 kontainer pada tahun 2008 sebanyak 8 perusahaan sedangkan tahun 2009 sebanyak 14 perusahaan. Bila kita lihat jumlah perusahaan yang berproduksi dibawah 10 kontainer tahun 2008 mencapai 264 perusahaan dan di tahun 2009 meningkat menjadi 328 perusahaan.

10 Berdasarkan data-data yang telah diungkapkan diatas terlihat bahwa masalah yang sedang dihadapi industri rotan yaitu menurunnya hasil produksi dan jumlah penjualan yang kemudian juga berdampak pada penurunan laba yang diperoleh perusahaan. Bukan hanya itu, karena banyaknya perusahaan yang gulung tikar dan dalam keadaan kolaps banyak perusahaan yang mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Dampaknya, pengangguran tahun 2009 mencapai 150.000 orang tenaga kerja langsung. Multipier effect berpengaruh pada pedagang cat, kain jok, paku, lem, hotel, listrik, transportasi dan lain sebagainya. Menurunnya perkembangan usaha industri rotan di kabupaten Cirebon menjadi masalah bagi perekonomian di kabupaten Cirebon. Hal tersebut karena industri rotan merupakan salah satu industri andalan dari kabupaten Cirebon. Rotan-rotan yang diekspor tentu memberikan pemasukan bagi daerah, selain itu industri-industri rotan banyak menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha, menurut Pandji Anoraga (2007:89) faktor yang menyebabkan kurang berkembangnya suatu usaha atau industri, antara lain: - Faktor intern, penyebab itu timbul karena faktor yang melekat pada ciri usaha kecil itu sendiri seperti, pasar produk yang terbatas (lokal), modal terbatas dan sulit akses pada bank, lokasi usaha yang kurang strategis, kemampuan kewirausahaan yang terbatas, dan sebagainya. - Faktor ekstern, yaitu persaingan usaha dan beberapa aspek makro lainnya. Agar output yang dihasilkan suatu perusahaan tersebut meningkat tentunya bahan baku yang digunakan pun harus ditingkatkan. Pasokan bahan baku yang kurang mencukupi dapat menghambat jalannya proses produksi selain itu

11 jika bahan baku kurang tersedia maka harganya akan meningkat sehingga biaya produksi perusahaan akan meningkat pula. Meningkatnya biaya produksi akibat meningkatnya harga bahan baku bila tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan maka perusahaan akan merugi. Dalam suatu kegiatan usaha atau bisnis, persaingan atau kompetisi memang tidak bisa dihindari oleh pelaku usaha, termasuk usaha industri kecil. Persaingan merupakan inti dari keberhasilan atau kegagalan suatu usaha. Persaingan adalah suatu keadaan ketika organisasi berperang atau berlomba untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan, seperti konsumen, pangsa pasar, peringkat survey atau sumber daya yang dibutuhkan (Mudrajad Kuncoro, 2006:86). Dengan adanya persaingan maka perusahaan akan berlomba-lomba untuk mampu memenangkan persaingan tersebut. Kemudian faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha adalah perilaku kewirausahaan dalam mengelola usahanya. Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh sifat dan kepribadiannya. Menurut Schumpeter Profit terdapat pada kehidupan perekonomian yang dinamis dan diperoleh oleh pengusaha yang dinamis pula. Perusahaan bisa memperoleh keuntungan bila memiliki keunggulan yang unik untuk dapat terhindar dari persaingan sempurna. Keuntungan tersebut hanya bisa tercipta melalui penemuan para wirausaha. Dengan demikian kemampuan wirausaha-wirausaha yang kreatif dan inovatif dalam mengelola usaha-usaha kecil sangat dibutuhkan guna menciptakan produkproduk baru yang berdaya saing tinggi.

12 Dengan demikian pengaruh ketersediaan bahan baku, tingkat persaingan dan perilaku kewirausahaan terhadap perkembangan industri kecil merupakan isu yang menarik untuk digali lebih jauh karena sehubungan dengan kontribusi yang cukup besar dari industri rotan ini terhadap perekonomian kabupaten Cirebon. Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perkembangan usaha industri Rotan dengan judul Pengaruh Ketersediaan Bahan Baku, Tingkat Persaingan dan Perilaku Kewirausahaan Terhadap Perkembangan Usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha, diantaranya ketersediaan bahan baku, tingkat persaingan, dan perilaku kewirausahaan tersebut. Maka rumusan masalah yang diambil penulis adalah : 1. Bagaimana pengaruh ketersediaan bahan baku terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon? 2. Bagaimana pengaruh tingkat persaingan terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon? 3. Bagaimana pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon? 4. Bagaimana pengaruh ketersediaan bahan baku, tingkat persaingan, dan perilaku kewirausahaan terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon?

13 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan bahan baku terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon. 2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat persaingan terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon. 3. Untuk mengetahui pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon. 4. Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan bahan baku, tingkat persaingan, dan perilaku kewirausahaan terhadap perkembangan usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari dilakukannya penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yakni: Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi, khususnya ilmu ekonomi mikro. Manfaat praktis Manfaat praktis dari dilakukannya penelitian ini adalah: a. Sebagai bahan umpan balik tentang apa dan bagaimana ketersediaan bahan baku, tingkat persaingan dan perilaku kewirausahaan dapat mempengaruhi perkembangan usaha industri Rotan di kabupaten Cirebon.

14 b. Sebagai bahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi berbagai pihak, diantaranya bagi para pengusaha industri Rotan dalam pencapaian hasil produksi maksimal, bagi para investor yang tertarik dan ingin terjun untuk mengembangkan usaha industri Rotan, serta bagi para peneliti lain yang hendak melakukan riset lebih dalam pada periode selanjutnya.