BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

ALUR PERADILAN PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Bagian Kedua Penyidikan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

KAJIAN JURIDIS TERHADAP PEMERIKSAAN TAMBAHAN DEMI KEPENTINGAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

PERMOHONAN PRAPERADILAN ATAS PENUNDAAN PELAKSANAAN PENETAPAN HAKIM DALAM PERKARA KESAKSIAN PALSU Desita Sari S.H dan Hesti Setyowaty

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSISTENSI JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MENUNTUT PERKARA PIDANA YANG BERITA ACARA PEMERIKSAANNYA BELUM LENGKAP

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

-1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

Laporan Pemantauan Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Transkripsi:

BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. 1 Hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya terjadi pelanggaran undang-undang pidana : 1. Fungsi Penegakan Hukum : usaha untuk menciptakan tata tertib keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik merupakan usaha penegakan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum. 2. Tujuan mencari dan mendapatkan kebenaran materiil : yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana, dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapa pelakunya yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti suatu tindak pidana telh dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan. 1 Mahfud Manan, Ibid, hal. 9 7

3. Melaksanakan putusan pengadilan : setelah upaya hukum dilakukan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka jaksa melaksanakan putusan pengadilan. 4. Tujuan melindungi Hak Asasi Manusia : disamping bertujuan menegakanketertiban hukum dalam masyarakat, hukum acara pidana juga bertujuan melindungi hak asasi tiap individu baik yang menjadi korban, maupun si pelanggar hukum. 2 Tujuan hukum acara pidana adalah untuk menegakan atau mengkonkritkan hukum pidana materil. 3 2.2 Kejaksaan dan Peran Jaksa Penuntut Umum Dalam Penegakan hukum Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dalam Pasal 2 ayat (1) menjelaskan Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. 4 Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dalam Pasal 3 : Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan (en een ondelbaar). 5 Mengacu pada Undang- 2 Mahfud manan, Ibid. hal. 12 3 Ibid. hal 12-13 4 Pasal 2 ayat (1) UU Kejaksaan. 5 Pasal 3 UU Kejaksaan. 8

Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Pasal 2 ayat (2) undang-undang nomor 16 tahun 2004 : Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. 6 Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan putusan pengadilan. Dengan begitu Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (dominus litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus/perkara dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Bahwa selain dari melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (executive ambtenaar). Kejaksaan juga memiliki tugas dan wewenang dalam bidang pidana lainnya yakni melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu 6 Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan. 9

berdasarkan undang-undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik (Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 tahun 2004), 7 Sedang dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan: a. kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. pengawasan peredaran barang cetakan; d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; penelitian f. pengembangan hukum serta statistik kriminal.( Pasal 30 ayat (3) Undangundang Nomor 16 tahun 2004). 8 Dalam UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan tepatnya pada Pasal 1 butir 1 ditentukan bahwa : Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 1 butir 2 disebutkan : Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 7 Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan. 8 Pasal 30 ayat (3) UU Kejaksaan 10

Hal tersebut juga di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang kerap di sebut dengan KUHAP yakni dalam Pasal 1 butir 6 huruf a dan b Jo. Pasal 13 dengan begitu telah jelas bahwa penuntut umum sudah pasti adalah seorang jaksa, sedangkan jaksa belum tentu seorang penuntut umum. 9 Bila melihat uraian di atas, dapat dikatakan bahwa peran jaksa selaku penuntut umum dalam penegakan hukum tentu berada dalam koridor tindakan penuntutan. Adapun dalam rangka persiapan tindakan penuntutan atau kerap dikenal dengan tahap Pra Penuntutan, dapat diperinci mengenai tugas dan wewenang dari Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut antara lain : 1) Berdasarkan Pasal 109 ayat (1) KUHAP, jaksa menerima pemberitahuan dari penyidik atau penyidik PNS dan penyidik pembantu dalam hal telah dimulai penyidikan atas suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana yang biasa disebut dengan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). 2) Berdasarkan Pasal 110 ayat (1) KUHAP, penyidik dalam hal telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara pada penuntut umum. Selanjutnya apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 138 ayat (1) KUHAP penuntut umum segera mempelajari dan meneliti berkas perkara tersebut yakni : 9 Pasal 1 butir 6 a dan b jo. Pasal 13 11

a) Mempelajari apakah tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka telah memenuhi unsur-unsur dan telah memenuhi syarat pembuktian. Jadi yang diperiksa adalah materi perkaranya. b) Meneliti adalah apakah semua persyaratan formal telah dipenuhi oleh penyidik dalam membuat berkas perkara, yang antara lain perihal identitas tersangka, locus dan tempus tindak pidana serta kelengkapan administrasi semua tindakan yang dilakukan oleh penyidik pada saat penyidikan. 3) Mengadakan Prapenuntutan sesuai pasal 14 huruf b KUHAP dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4) serta ketentuan Pasal 138 ayat (1) dan (2) KUHAP. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan kurang lengkap (P-18), penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi (P-19). Dalam hal ini penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sebagaimana petunjuk penuntut umum tersebut sesuai Pasal 110 ayat (2) dan (3) KUHAP. 4) Bila berkas perkara telah dilengkapi sebagaimana petunjuk, maka menurut ketentuan Pasal 139 KUHAP, penuntut umum segera menentukan sikap apakah suatu berkas perkara tersebut telah memenuhi persyaratan atau tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan (P-21). 5) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab selaku penuntut umum sesuai Pasal 14 huruf I KUHAP. Menurut Penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan tindakan lain adalah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan melihat secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan. 12

6) Berdasarkan Pasal 140 ayat (1) KUHAP, penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyelidikan dapat dilakukan penuntutan, maka penuntutan umum secepatnya membuat surat dakwaan untuk segera melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan untuk diadili. 7) Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP, penuntut umum menerima penyerahan tanggung jawab atas berkas perkara, tersangka serta barang bukti. Bahwa proses serah terima tanggung jawab tersangka disini sering disebut Tahap 2, dimana di dalamnya penuntut umum melakukan pemeriksaan terhadap tersangka baik identitas maupun tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, dapat melakukan penahanan/penahanan lanjutan terhadap tesangka sebagaimana Pasal 20 ayat (2) KUHAP dan dapat pula melakukan penangguhan penahanan serta dapat mencabutnya kembali. 10 Tugas dan wewenang Jaksa Penuntut Umum dalam poses penuntutan antara lain adalah sebagai berikut : (1) Berdasarkan Pasal 143 ayat (1) KUHAP penuntut umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. (2) Melakukan pembuktian atas surat dakwaan yang dibuat, yakni dengan alat bukti yang sah sebagaimana Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dalam hal itu penuntut umum berkewajiban menghadirkan terdakwa berikut saksisaksi, ahli serta barang bukti di depan persidangan untuk dilakukan pemeriksaan. 10 Pasal 31 ayat (1) dan (2) KUHAP. 13

(3) Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) huruf a, setelah pemeriksaan dinyatakan selesai penuntut umum Mengajukan tuntutan pidana, meskipun sebenarnya yang lebih tepat yang diajukan adalah tuntutan (requisitoir),karena tidak menutup peluang selain dari tuntutan pidana atas diri terdakwa, penuntut umum dapat menuntut bebas diri terdakwa. (4) Bahwa bila atas tuntutan terhadap terdakwa dan berdasarkan alat bukti yang sah majelis hakim berkeyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, 11 maka majelis hakim menjatuhkan putusan, dimana bila terdakwa dan penuntut umum kemudian menerima, putusan tersebut kemudian berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka berdasarkan Pasal 270 KUHAP, jaksa melaksanakan putusan (eksekusi) tersebut. 12 (5) Terkait poin d tersebut di atas, apabila terdakwa maupun penuntut umum tidak menerima putusan tersebut maka terdakwa maupun penuntut umum dapat melakukan upaya hukum, upaya hukum banding berdasarkan Pasal 233 KUHAP, dan/atau upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP. (6) Bahwa selain hal tersebut, berdasarkan Pasal 140 ayat (2) KUHAP, penuntut umum dapat memutuskan untuk menghentikan penuntutan dengan mengelarkan SKPP (Surat Ketetapan Peghentian Penuntutan) dikarenakan alasan bahwa perkara tersebut tidak terdapat cukup bukti, peristiwanya bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi 11 Pasal 183 KUHAP. 12 Lihat juga Pasal 1 butir 6 huruf a KUHAP dan Pasal 1 butir 1 UU Kejaksaan. 14

hukum, SKPP tersebut diberitahukan kepada tersangka dan apabila ditahan tersangka harus segera dikeluarkan. Turunan surat tersebut wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarganya, penasehat hukum, pejabat rumah tahanan, penyidik dan hakim. Bila kemudian ditemukan alasan baru, penuntut umum dapat menuntut tersangka. 13 Bahwa selain tindakan-tindakan tersebut, Jaksa Agung secara khusus mempunyai tugas dan wewenang menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan; mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang; mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara. 14 Pada prinsipnya, ketentuan tentang Penyidikan dan Penuntutan dalam KUHAP di atas menunjukkan hubungan yang erat antara penyidikan dengan penuntutan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya, sementara penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenag dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang Pengadilan. 15. 13 Pasal 140 ayat 92) KUHAP 14 Pasal 35 UU Kejaksaan 15 R. Soenarto soerodibroto, KUHP dan KUHAP edisi ke lima, Rajawali Pers, Jakarta, 2011 hal. 359-360 15

2.3 Ruang Lingkup Tugas Penuntut Umum Pengertian penuntut umum menurut KUHAP Pasal 1 butir 6 adalah sebagai berikut: (a). Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, (b). Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Jadi penulis menyimpulkan dari bunyi Pasal 1 butir 6 KUHAP itu, maka penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 16 Sebagaimana diuraikan di atas dapat diketahui bahwa ruang lingkup tugas penuntut umum adalah melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan. Penuntut umum memiliki peran yang sangat penting dalam proses penegakan hukum pidana, karena dapat tidaknya perkara pidana masuk ke pengadilan adalah tergantung sepenuhnya oleh Penuntut Umum. Peran yang amat besar inilah seharusnya dibarengi dengan idenpedensi dalam melaksanakan kewenangannya tersebut, karena tanpa indepedensi dari kajaksaan maka akan sangat sulit mengarapkan indepedensi kekuasaan peradilan pidana. Dalam praktek peradilan pidana, meskipun hakim bebas tetap terikat dengan apa yang didakwakan oleh penuntut umum. Hakim tidak boleh memutus apa yang tidak didakwakan oleh Penuntut Umum. 16 Pasal 1 butir 6 KUHAP 16

2.4 Prosedur Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Istilah penyelidikan telah dikenal dalam Undang-undang No 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi, namun tidak dijelaskan artinya. Definisi mengenai penyelidikan dijelaskan oleh Undangundang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal (5) KUHAP : Yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 17 Pengertian diatas berarti penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan salah satu cara metode atau sub dari fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan yang merupakan fungsi penyidikan. 18 Sebagai subfungsi penyidikan maka penyelidikan mendahului tindakan-tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga tindak pidana dapat dilakukan penyidikan atau tidak. 2.5 Kewenangan Penyidik Dalam rangka mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, penyidik karena kewajibannya diberi wewenang berupa: 17 Pasal 5 KUHAP 18 Mahfud manan, Op.Cit, hal 71 17

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tending adanya tindak pidana. 2) Mencari keterangan dan barang bukti. 3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri. 4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 19 Penyidik sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 6 KUHAP berwenang untuk: a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. b) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian. c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka. d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. e) Melakukan pemeriksaan dan peryitaan surat. f) Mengambil sidik jari dan memotret seorang. g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalm hubungannya dengan pemeriksaan. i) Mengadakan penghentian penyidikan. j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 20 19 Mahfud Manan, Ibid, hal. 72 20 R. Soenarto Soerodibroto, Op.Cit, hal. 365-366 18

2.6 Kewenangan Penuntut Umum dalam Pemeriksaan. Dalam rangka melakukan tugas penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim penuntut umum mempunyai wewenang sebagaimana diuraikan dalam KUHAP Pasal 14 bahwa penuntut umum mempunyai wewenang : 1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu; 2. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; 3. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 4. membuat surat dakwaan; 5. melimpahkan perkara ke pengadilan; 6. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; 7. melakukan penuntutan; 19

8. menutup perkara demi kepentingan hukum, mengadakan tindakan lain dalam Iingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang dan melaksanakan penetapan hakim. 21 Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan lain menurut penjelasan KUHAP antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan. Betapa adanya kaitan erat dalam pelaksanaan penegakan hukum antara penyidik dan penuntut umum menurut KUHAP antara lain, sejak awal suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana diungkap atau penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Selanjutnya bilaman menurut pendapat penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada tersangka atau keluarganya, memberitahukan pula kepada penuntut umum. 2.7 Tahap Pra-Penuntutan Tahap ini dimulai saat penuntut umum menerima berkas perkara di penyidik. Pra-penuntutan adalah wewenang penuntut umum memeriksa dan meneliti berkas perkara yang diterima dari penyidik, dan dalam hal brkas perkara belum lengkap, mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. 22 Dan dalam waktu tujuh hari ia harus menentukan apakah berkas perkara tersebut sudah lengkap. Artinya bukti- 21 Pasal 14 KUHAP 22 Mahfud Manan, Op.Cit, hal. 81 20

buktinya cukup dan berkasnya disusun menurut KUHAP. Kalau penuntut umum berpendapat berkasnya belum lengkap, ia harus mengembalikannya kepada penyidik disertai dengan petunjuk-pentunjuk. Dalam waktu empat belas hari penyidik harus menyelesaikan penyidikan tambahan itu sesuai dengan pentunjuk-pentunjuk penuntut umum. Sebaliknya, berkas perkara dianggap sudah lengkap apabila sejak penyerahan berkas tersebut penuntut umum tidak mengembalikan kepada penyidik. 2.8 Proses Pemeriksaan Di Sidang pengadilan Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1981 tentang KUHAP, dikenal 3 macam bentuk pemeriksaan sidang pengadilan yakni sebagai berikut 23 : 1) Pemeriksaan Perkara Biasa 2) Pemeriksaan Singkat 3) Pemeriksaan Cepat KUHAP sendiri tidak mengatur secara detail atau memberikan batasan tentang perkara-perkara yang termasuk dalam proses pemeriksaan biasa. Pada dasarnya pada acara pemeriksaan biasa diatur dalam pasal 152 sampai dengan pasal 182 KUHAP. Adapun proses atau tahapan dalam acara pemeriksaan biasa diperadilan pidana yakni sebagai berikut : 1) Ketika Jaksa Penuntut umum (JPU) selesai menerima yang kemudian memeriksa dan mempelajari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diterima dari penyidik kepolisian dan menilai BAP tersebut sudah 23 Fence M. Wantu, Hukum Acara Pidana, Dalam Teori dan Praktek, Reviva Cendikia,Yogyakarta, hal. 159 21

lengkap dan sempurna, maka Jaksa penuntut Umum (JPU) menyampaikan balasan surat untuk memberitahukan kepada penyidik kepolisian berkas sudah lengkap dan sempurna. Berikutnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera menyusun surat dakwaan dan mendaftarkan perkara ke pengadilan. 2) Setelah berkas perkara didaftarkan dan diregistrasi oleh panitera Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan surat penetapan tentang hakim yang memeriksa perkara tersebut dengan membentuk majelis hakim dengan seorang sebagai ketua dan dua orang sebagai hakim anggota, dan menunjuk juga seorang panitera. 3) Kemudian majelis hakim yang ditunjuk oleh ketua PN menerima berkas perkara dengan mempelajari dan langsung menentukan hari sidang perdana dengan melakukan pemberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa, penasehat hukum terdakwa agar hadir dihari yang telah ditetapkan tersebut. 4) Pada saat sidang dimulai, petugas memeriksa dan memberitahukan kepada pihak-pihak bahwa sidang akan segera dimulai. 5) Ketika majelis Hakim sudah hadir di peridangan, panitera mempersilahkan yang hadir untuk duduk kembali, dan dilanjutkan penyampaian panitera kepada majelis hakim bahwa sudah lengkap dan siap dimulai. 6) Selanjutnya Majelis Hakim melalui ketuanya membuka persidangan dan memerintahkan kepada petugas agar segera menghadirkan terdakwa. 22

7) Berikutnya terdakwa masuk keruangan sidang pengadilan dengan diantar oleh petugas dari kepolisian atau kejaksaan dan langsung duduk didepan atau berhadapan dengan Majelis hakim. 8) Ketua Majelis Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah yang bersnagkutan didampingi oleh penasehat hukum. Apabila terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum maka ketua memberikan hakhak dari terdakwa termasuk mendapatkan jasa bantuan hukum dari pengadilan dengan Cuma-Cuma dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari pemerintah tempat tinggal terdakwa. 9) Beikutnya ketua majelis hakim menanyakan kepada terdakwa tentang identitas guna mencocokan identitas yang disebut terdakwa denga identitas terdakwa dalam berkas perkara. 10) Ketau Majelis Hakim meminta kepada JPU untuk membacakan surat dakwaan dan langsung menanyakan kepada terdakwa apa telah mengerti tentang isi surat dakwaan, yang kemudian memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukumnya untuk mengajukan eksepsi ataau keberatan. 11) Pada sidang kedua mempersilahkan JPU apakah akan mengajukan tanggapan (Replik) terhadap eksepsi penasehat hukum. 12) Sidang yang ketiga JPU membacakan tanggapanya 13) Ketua Majelis Hakim membacakan putusan sela mengenai eksepsi penasehat hukum. Apabila dalam putusan sela majelis hakim menerima eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa, maka proses pemeriksaan perkara tersebut harus dihentikan baik untuk 23

sementara atau selamnya bergantung hasil amar putusan. Sebaliknya apabila putusa sela majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan. 14) Tahap berikutnya yakni pembuktian yang dimulai dari JPU untuk mengajukan alat-alat bukti. Kesempatan berikutnya diberikan juga kepada peasehat hukum terdakwa untuk mengajukan saksi yang dapat meringankan. 15) Apabila alat-alat bukti sudah diperiksa seluruhnya, amak acara selanjutnya memeriksa terdakwa sampai acara pemeriksaan selesai. 16) Persidang tahap selanjutnya ketua majelis hakim mempersilahkan JPU membacakan tuntutan, yaang kemudian diikuti pembacaan pledoi oleh penasehat hukum. 24