BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kompilasi Hukum Islam, CV. Nuansa Aulia, 2013, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

polus yang artinya banyak, dan gamein atau gamous, yang berarti kawin atau perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN POLIGAMI. dimana kata poly berarti banyak dan gamien berarti kawin. Kawin banyak disini

Oleh: IRSAM DIAN BACHTIAR C

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

URGENSI PERSETUJUAN ISTRI DALAM IJIN POLIGAMI SUAMI DI KELURAHAN NGIJO GUNUNGPATI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB III POLIGAMI DAN PASAL 279 TENTANG KEJAHATAN ASAL- USUL PERNIKAHAN KITAB INDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup. sebagaimana firman-nya dalam surat Az-zariyat ayat 49 :

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif dan erat sekali hubunganya dengan kerohanian seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan lainnya diharapkan terpenuhi, yaitu kebutuhan untuk

BAB V PENUTUP. 1. Persamaan dan perbedaan putusan ijin poligami No. 0258/ Pdt. G/ 2011/ No. 0889/ Pdt. G/2011/ PA. Kds. ditinjau dari hukum

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Bab III Pasal 49 sampai dengan 53 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

PUTUSAN Nomor : 31/Pdt.G/2010/PA.Rks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai umatnya. Serta ayat-ayat Al-qur an yang Allah SWT. khaliknya dan mengatur juga hubungan dengan sesamanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

Nomor: 0217/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG PERKARA IZIN POLIGAMI BAGI PNS TANPA IZIN ATASAN DI PENGADILAN AGAMA GORONTALO DALAM PERSPEKTIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Poligami memang merupakan ranah perbincangan dalam keluarga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

PELAKSANAAN PEMBAYARAN KLAIM RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN (RITL) BAGI PESERTA ASKES OLEH PT. ASKES KEPADA RSI. IBNU SINA PADANG YULI TRINIA

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

BAB IV ANALISIS A. Konsep Poligami dalam ormas LDII

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Hidup bersama antara seorang lakilaki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan. 1 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Oleh karena itu, pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 25 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsqan ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah. 3 1 https://www.academia.edu/5038232/eksistensi_hukum_adat_dalam_uu_ Perkawinan pada Jumat 26 Februari 2016 jam 16:38 WIB 2 Pengertian perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3 Zainuddin Ali, 2006, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Hlm 7

Pengertian poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. 4 Para ahli membedakan istilah bagi seorang laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang istri dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus berarti banyak dan gune berarti perempuan. Sedangkan bagi seorang istri yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata polus yang berarti banyak dan andros berarti laki-laki. 5 Hukum positif di Indonesia yang mengatur tentang perkawinan yaitu Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mengenai pengertian perkawinan terdapat dalam Pasal 1 yang menyatakan bahwa, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengenai azaz perkawinan di Indonesia terdapat dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa, pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Dari bunyi Pasal 3 ayat (1) ini dapat disimpulkan bahwa Undang Undang Perkawinan menganut azaz monogami. Namun pada Pasal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam keadaan tertentu diperbolehkan melakukan poligami. 6 4 https://id.wikipedia.org/wiki/poligami pada Jumat 26 Februari 2016 jam 17:13 WIB 5 http://www.ukhtiindonesia.com/bagaimanakah-sejarah-poligami-itu/ pada Jumat 26 Februari 2016 jam 17:29 WIB 6 Permakalahan tentang Poligami di Indonesia sumber www.google.com pada Sabtu 27 Februari 2016 jam 08:31 WIB

Pada dasarnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang suami yang ingin beristri lebih dari seorang dapat diperbolehkan bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan Pengadilan Agama telah memberi izin (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Dasar pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan seperti diungkapkan sebagai berikut. Pengadilan Agama memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila : a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Apabila diperhatikan alasan pemberian izin melakukan poligami diatas, dapat dipahami bahwa alasannya mengacu kepada tujuan pokok pelaksanaan perkawinan, yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal (istilah KHI disebut sakinah, mawaddah, dan rahmah) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila tiga alasan yang disebutkan di atas menimpa suami istri maka dapat dianggap rumah tangga tersebut tidak akan mampu menciptakan keluarga bahagia (mawaddah dan rahmah). Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan persyaratan terhadap seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang sebagai berikut.

(1). Untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama sebagaimana diamksud dalam Pasal 4 (1) Undang-Undang ini harus dipenuhi syaratsyarat sebagai berikut : a. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri; b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluankeperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka; c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. (2). Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim Pengadilan Agama. Prosedur poligami menurut Pasal 40 Peraturan PemerintahNomor 9 Tahun 1975 menyebutkan bahwa apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 56, 57, dan 58 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut. Pasal 56 KHI Pasal 57 KHI (1). Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama. (2). Pengajuan permohona izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 (3). Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri dari seorang apabila : a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Kalau Pengadilan Agama sudah menerima permohonan izin poligami, kemudian ia memeriksa berdasrkan Pasal 57 KHI : a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi; b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun tulisan, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujaun itu harus diucapkan didepan siding pengadilan; c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan : i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja, atau ii. Surat keterangan pajak penghasilan, atau iii. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan Pasal 58 KHI ayat (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, persetujuan dari istri atau istri-istri dapat diberikan secara

tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama 7. Perihal syarat berlaku adil ketika hendak melakukan poligami sampai saat ini masih menjadi perdebatan panjang, tidak saja di kalangan ahli hukum namun juga di kalangan masyarakat. Karena pada suatu sisi sebagian masyarakat berpendapat bahwa keadilan yang disyaratkan Al-quran adalah keadilan yang bersifat kualitatif seperti cinta, kasih, dan sayang, dimana semuanya tidak bisa diukur dengan angka. Untuk membedakan persyaratan yang ada pada Pasal 4 dan 5 adalah pada Pasal 4 disebut dengan persyaratan alternatif yang artinya salah satu harus terpenuhi untuk mengajukan permohonan poligami. Sedangkan pada Pasal 5 adalah persyaratan kumulatif, dimana seluruh persyaratan harus dipenuhi oleh suami yang akan melakukan poligami. Jadi dapat disimpulkan, bahwa bersikap adil adalah salah satu yang wajib hukumnya bagi pihak yang akan berpoligami. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. 8 Ketentuan khusus yang mengatur tentang izin perkawinan PNS untuk beristri lebih dari satu (poligami) terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 7 Zainuddin Ali, 2006, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Hlm 48 8 Pengertian Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, khususnya dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang berbunyi : (1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. (2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat. (3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis. (4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang. Jadi dalam hal ini poligami bukan semata-mata urusan pribadi saja tetapi sudah menjadi kekuasaan negara yakni izin dari pengadilan. Pengadilan yang dimaksud disini adalah Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang beragama selain Islam. Tanpa adanya izin dari pengadilan, maka perkawinan tersebut dianggap poligami liar. Perkawinannya dianggap never exsited (tidak pernah ada). Jadi izin pengadilan merupakan faktor penting bagi seorang untuk dapat melakukan poligami. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam skripsi yang berjudul : PELAKSANAAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA PADANG

B. Perumusan Masalah Berdasarkan alasan pemilihan judul diatas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang selanjutnya akan menjadi objek pokok pembahasan dalam skripsi ini : 1. Apa saja faktor yang mendorong Pegawai Negeri Sipil melakukan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Padang? 2. Apa saja pertimbangan hakim mengeluarkan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang? 3. Apa saja kendala pengajuan permohonan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mendorong Pegawai Negeri Sipil melakukan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Padang. 2. Untuk mengetahui apa saja pertimbangan hakim mengeluarkan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang. 3. Untuk mengetahui apa saja kendala pengajuan permohonan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang.

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan perpustakaan hukum perdata dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya mengenai permohonan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang membutuhkan mengenai poligami, khususnya mengenai izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Penelitian ini akan menggunakan pendekatan masalah, yuridis sosiologis, yaitu suatu penelitian yang menggunakan metode pendekatan terhadap masalah dengan melihat norma yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang terdapat di lapangan.

2. Sifat Penelitian Adapun dalam penulisan skripsi ini sifat penelitian yang akan digunakan untuk melengkapi data-data yang diperlukan bersifat deskriptif yakni menggambarkan tentang pelaksanaan permohonan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang. 3. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah keseluruhan objek yang akan diteliti, yang menjadi populasi penelitian ini adalah jumlah Pengawai Negeri Sipil yang mengajukan permohonan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang. b. Sampel Penelitian Dalam penarikan sampel, penulis akan menggunakan purposive sampling yaitu permohonan izin poligami bagi Pegawai Negeri Sipil yang dikabulkan oleh Hakim.

4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah : a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh dari orang mengetahui ikhwal permasalahan, untuk itu penulis akan melakukan wawancara dengan pihakpihak Pengadilan Agama Padang. b. Data Sekunder 1) Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat, yakni : a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. c) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS d) Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya yang terkait atau menjadi acuan dalam Permohonan Izin Poligami melalui Pengadilan Agama Padang. e) Serta aturan nasional lainnya yang berkaitan dengan poligami di Pengadilan Agama.

2) Bahan Sukum Sekunder yaitu bahan penelitian yang berasal dari literature, hasil-hasil penelitian, karya tulis dari ahli hukum, serta teoriteori dan pendapat dari para sarjana. 3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan yang memeberikan informasi, petunjuk, serta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti : Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Inggris-Indonesia, Majalah, Surat Kabar, Kitab Suci Al-quran, Hadits, dan lain-lain yang memuat tulisan yang dapat dipergunakan sebagi informasi bagi penelitian ini. 9 5. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penulisan nantinya adalah : a. Studi Dokumen Studi dokumen yaitu, penelitian dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum kepustakaan yang ada, terutama yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, serta mempelajari Peraturan Perundang-Undangan yang ada kaitannya dengan materi atau objek penelitian, yaitu Pelaksanaan Permohonan Izin Poligami bagi Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Padang. b. Wawancara 9 Sri Mamudji et.al, 2005, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cetakan 1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm 31)

Merupakan cara untuk mendapatkan informasi dengan cara menanyakan kepada pihak responden yang sebelumnya pertanyaan telah disiapkan. Bentuk wawancaranya adalah semi terstruktur yaitu wawancara tersebut tidak dijadwalkan secara terstruktur. Wawancara dilakukan dengan pihak Pengadilan Agama Padang. 6. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data a. Pengolahan Data Pengolahan data diperlukan dalam usaha merapikan hasil pengumpulan data sehingga siap untuk disajikan. Data yang diperoleh dilapangan dengan menggunakan teknik editing, yaitu akan dirapikan kembali data yang sudah terkumpul kemudian mengedit serta membetulkan data dan menyempurnakan data apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. b. Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data yang akan dipergunakan adalah dengan analisisis kualitatif, yaitu uraian yang dilakukan terhadap data yang terkumpul dan diolah, disusun dengan tidak menggambarkan keadaan dan peristiwa secara menyeluruh dengan suatu analisis yang didasarkan pada

teori ilmu pengetahuan hukum, Peraturan Perundang-Undangan dan pendapat para ahli hukum termasuk pengalaman dalam penelitian. 10 Jakarta, Hlm 59 10 Sugono Bambang, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,