Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PROSEDUR PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara


MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N. Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

Pedoman Pernikahan PNS. Pernikahan PNS. Catatan. Perceraian 1 / 7

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANGPERUBAHAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG

BAB II PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

KEWAJIBAN PELAPORAN DALAM HAL PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Jakarta, 22 Desember 1990 Kepada Yth. 1. Semua Menteri 2. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 3. Jaksa Agung 4.

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hukum Prosedur Perizinan Perceraian Pegawai Negeri Sipil

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

POKOK-POKOK PP. No. 10 TAHUN 1983 Jo PP. No. 45 TAHUN 1990 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Und

3 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

BAB III MEKANISME PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

Ahars Sulaiman Fakultas Hukum, Universitas Riau Kepulauan Batam, Indonesia ABSTRAK

KEWAJIBAN PNS PRIA TERHADAP ANAK TIRI PASCA BERCERAI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990

BAB I PENDAHULUAN. perdamaian dengan cara mediasi. Bagi orang yang beragama Islam akan

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1976 TENTANG KEANGGOTAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA

SURAT EDARAN NOMOR : 08/SE/1983 TENTANG IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Standar Pelayanan Pengajuan Ijin Cerai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat tercapai melalui pembangunan nasional. menimbulkan kaidah hukum kepegawaian. 1

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017. AKIBAT HUKUM PERCERAIAN BAGI PNS BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 1983 jo PP NOMOR 45 TAHUN Oleh : Sakir 2

PETUNJUK TEKNIS IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

polus yang artinya banyak, dan gamein atau gamous, yang berarti kawin atau perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

PETITA, VOL 3 No. 2 Desember 2016

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

(Izin Perkawinan dan Perceraian)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang bedasarkan kemerdekaan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

Presiden Republik Indonesia,

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG

BAB III BATAS USIA BALIGH SYARAT SAKSI NIKAH DALAM PERNIKAHAN MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Rozali Hukum Kepegawaian. Jakarta: CV Rajawali. Albrow, Martin Birokrasi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

PENGADILAN TINGG P U T U S A N. Nomor : 237/PDT/2016/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang.

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TELAAH TINGGINYA PERCERAIAN DI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA)

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

Indonesia atau HOCI) yang berlaku bagi orang Indonesia asli yang beragama

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

Transkripsi:

PROSES PERIZINAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 1 Oleh : Branley Carlos 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja alasan hukum perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dan bagaimana proses perizinan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Alasan hukum perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil adalah: pertama, salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; kedua, Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selam 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; ketiga, salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; keempat, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; kelima, salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri; dan keenam antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 2. Proses perizinan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu permohonan izin untuk bercerai harus diajukan secara tertulis oleh Pegawai Negeri Sipil kepada Pejabat dan harus dicantumkan secara jelas alasan-alasan hukum bagi Pegawai Negeri Sipil untuk bercerai. Permintaan izin diajukan kepada pejabat melalui saluran hierarki atau dilaksanakan sesuai dengan proses internal di lingkungan lembaga atau instansi dan memperhatikan pula jenjang jabatan yang ada dalam struktur lembaga atau instansi yang bersangkutan. Setiap atasan yang menerima permintaan izin harus memberikan pertimbangan. Jika informasi dan penjelasan 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Roosje H. Lasut, SH, MH; Harly Stanly Muaja, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 120711576 sudah diperoleh, maka atasan tentu saja memerlukan waktu untuk menguji atau menganalisis pertimbangan apa yang seharusnya diberikan, atau kemudian dapat diteruskan kepada pejabat bersangkutan. Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian dilakukan oleh pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga hari terhitung secara imperatif. Kata kunci: Proses perizinan, perceraian, pegawai negeri sipil. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkawinan, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk mengatur pelaksanaan perkawinan bagi warga Negara Indonesia. Sedangkan untuk operasionalnya dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dengan adanya undang-undang perkawinan diharapkan akan terjaga hak-hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga bersama anak-anak mereka secara yuridis. 3 Pemerintah menganggap bahwa warga Negara Indonesia yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mempunyai kekhususan dari warga Negara Indonesia lainnya, sehingga diperlukan aturan tersendiri. Maka pada tanggal 21 April 1983 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengatur secara khusus tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan kata lain, peraturan ini merupakan pangecualian dari UU No. Tahun 1974 yang bersifat umum. Ketentuan yang ada dalam peraturan tersebut sangat berbeda bahkan kontra produktif baik dengan hukum Islam maupun dengan hukum positif (Undang-Undang Perkawinan) Indonesia. Adanya pengkhususan ini, dikarenakan PNS dan pejabat merupakan unsur aparatur negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam bertingkah laku, bertindak, 3 J. Andi Hartanto, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2012, hal. 2. 45

dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil dan pejabat yang tidak menaati atau melanggar ketentuan mengenai izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil akan dijatuhi hukuman disiplin. Di samping itu, pengkhususan aturan perundang-undangan kepada Pegawai Negeri Sipil dan pejabat adalah untuk kepentingan penyelenggaraan sistem informasi kepegawaian, sebagai usaha untuk lebih meningkatkan dan menegakkan disiplin Pegawai Negeri Sipil serta memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan. 4 Setiap perkawinan, perceraian, dan perubahan dalam susunan keluarga PNS harus segera dilaporkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut tata cara yang ditentukan. Adapun pengkhususan peraturan itu diterapkan pada beberapa tindakan hukum, seperti pernikahan, perceraian, pembagian gaji akibat perceraian, pernikahan poligami, status menjadi istri kedua bagi Pegawai Negeri Sipil wanita, mutasi keluarga, dan hidup bersama di luar ikatan pernikahan. Terkait dengan aturan pernikahan, Pegawai Negeri Sipil dan pejabat pemerintahan yang melangsungkan perkawinan wajib segera melaporkan perkawinannya kepada pejabat. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk janda/duda Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan kembali atau pegawai negeri sipil yang melakukan pernikahan dengan isteri kedua, ketiga, atau keempat. Sementara itu, terkait dengan perceraian terdapat beberapa aturan yang ditegaskan dan harus dipatuhi oleh Pegawai Negeri Sipil, yakni untuk dapat melakukan perceraian, Pegawai Negeri Sipil harus memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Surat permintaan izin perceraian diajukan kepada pejabat melalui jalur hirarki. Permintaan izin perceraian harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan pembuktian mengenai alasan-alasan untuk melakukan perceraian seperti tersebut di atas. Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat, untuk memperoleh izin atau surat keterangan tersebut, maka harus mengajukan permintaan secara tertulis. 5 Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan, harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya. Menurut Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, izin untuk bercerai dapat diberikan oleh pejabat apabila didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan ini. Pejabat memberikan izin untuk bercerai kepada Pegawai Negeri Sipil bersandar pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Sebaliknya permohonan izin untuk bercerai yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil juga harus berdasarkan pada alasan-alasan hukum yang ditetapkan dalam Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yaitu: 1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; 2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selam 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; 3) Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; 4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; 5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri; 6) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak 4 Sudibyo Triatmojo, Hukum Kepegawaian Mengenai Kedudukan, Hak, dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal. 12. 5 Ibid, hal. 450. 46

ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 6 Berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul tentang: Proses Perizinan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja alasan hukum perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil? 2. Bagaimana proses perizinan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990? C. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode kepustakaan atau lybrary research. Metode ini dilakukan dengan mempelajari setiap peraturan perundangundangan dan literatur-literatur yang ada yang berkaitan dengan Proses Perizinan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. PEMBAHASAN D. Alasan Hukum Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat, untuk memperoleh izin atau surat keterangan tersebut, maka harus mengajukan permintaan secara tertulis. 7 Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan, harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya. Menurut Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, izin untuk bercerai dapat diberikan oleh pejabat 6 Lihat, Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 7 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 450. apabila didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan ini. Pejabat memberikan izin untuk bercerai kepada Pegawai Negeri Sipil bersandar pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Sebaliknya permohonan izin untuk bercerai yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil juga harus berdasarkan pada alasan-alasan hukum yang ditetapkan dalam Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yaitu: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selam 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; 3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri; 6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 8 B. Proses Perizinan Perceraian Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Memperhatikan substansi Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, maka dapat dipahami bahwa permohonan izin untuk bercerai harus diajukan secara tertulis oleh Pegawai Negeri Sipil kepada Pejabat. Namun, khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang proses hukum perceraiannya sudah diperiksa, tetapi belum diputus oleh pengadilan, baik yang 8 Lihat, Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 47

bersangkutan berkedudukan sebagai penggugat maupun tergugat, maka harus memberitahukan adanya gugatan perceraian tersebut kepada pejabat guna memperoleh surat keterangan dari pejabat yang bersangkutan. Baik permohonan izin maupun pemberitahuan yang disertai permohonan surat keterangan tersebut, harus dicantumkan secara jelas alasan-alasan hukum bagi Pegawai Negeri Sipil untuk bercerai. Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tersebut diajukan kepada pejabat melalui saluran hierarki. Ini berarti bahwa permohonan izin usaha bercerai yang diajukan kepada pejabat dilaksanakan sesuai dengan proses internal di lingkungan lembaga atau instansi dan memperhatikan pula jenjang jabatan yang ada dalam struktur lembaga atau instansi yang bersangkutan. Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, untuk melakukan perceraian, diwajibkan oleh Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 untuk memberikan pertimbangan dan meneruskan kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud. Rasio hukum dari adanya jangka waktu pemberian pertimbangan dan penerusannya oleh atasan kepada pejabat adalah memberikan kesempatan kepada atasan untuk menelusuri informasi dan meminta klarifikasi atau penjelasan tentang alasan-alasan hukum untuk bercerai dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permohonan izin untuk bercerai tersebut. 9 Jika informasi dan penjelasan sudah diperoleh, maka atasan tentu saja memerlukan waktu untuk menguji atau menganalisis pertimbangan apa yang seharusnya diberikan, atau kemudian dapat diteruskan kepada pejabat bersangkutan. Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian dilakukan oleh pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambatlambatnya tiga hari terhitung secara imperatif dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Kemudian, pejabat, berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungannya, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang dipersamakan dengan itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin tersebut, sepanjang mengenai permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II ke bawah atau dipersamakan dengan itu. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 ini dapat dilakukan delegasi wewenang dari pejabat kepada pejabat lainnya berkaitan dengan pemberian atau penolakan pemberian izin untuk bercerai yang dimohon oleh Pegawai Negeri Sipil. Secara teori wewenang pemerintahan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Ada yang berpendapat bahwa dalam kepustakaan hukum administrasi ada dua cara utama untuk memperoleh wewenang pemerintahan, yakni atribusi dan delegasi, sedangkan mandat merupakan kadang-kadang saja, oleh karena itu ditempatkan tersendiri kecuali dikaitkan dengan gugatan tata usaha negara, mandat disatukan karena penerima mandat tidak dapat digugat secara terpisah. Sadjijono menjelaskan, bahwa wewenang atribusi (atributiebevoegdheid) adalah wewenang pemerintah yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, artinya wewenang pemerintah dimaksud telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, wewenang ini kemudian disebut sebagai asas legalitas (legaliteitbeginsel), yang dapat didelegasikan maupun dimandatkan. 10 Wewenang delegasi (delegatiebevoegheid) adalah wewenang yang diperoleh atas dasar pelimpahan wewenang dari badan atau organ pemerintahan lain. Sifat wewenang delegasi adalah pelimpahan yang bersumber dari wewenang atribusi. Akibat hukum ketika wewenang dijalankan menjadi tanggung jawab penerima delegasi (delegataris) wewenang tersebut tidak dapat digunakan lagi oleh pemberi wewenang, kecuali pemberi wewenang (delegansi) menilai terjadi 9 Sastra Djatmika dan Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1995, hal. 57. 10 Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hal. 42. 48

penyimpangan atau pertentangan dalam menjalankan wewenang tersebut. Sehingga wewenang dicabut kembali oleh pemberi delegasi dengan berpegang pada asas contrarius actus. Kesimpulannya wewenang delegasi dapat dicabut kembali oleh pemberi wewenang (delegans) apabila dinilai ada pertentangan dengan konsep dasar pelimpahan wewenang. Adapun wewenang mandat (mandaatbevoegheid) adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan rutin antara atasan dan bawahan, kecuali dilarang secara tegas oleh peraturan perundang-undangan. Ditinjau dari segi tanggung jawab dan tanggung gugatnya, maka wewenang mandat tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat (mandans), penerima mandat (mandataris) tidak dibebani tanggung jawab dan tanggung gugat atas wewenang yang dijalankan. Setiap saat wewenang tersebut dapat digunakan atau ditarik kembali oleh pemberi mandat (mandans). Delegasi wewenang dari pejabat kepada pejabat lainnya diberikan dengan pemberian atau penolakan pemberian izin untuk bercerai yang dimohon oleh Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, dalam perspektif teori kewenangan, merupakan wewenang delegatif, yang diperoleh pejabat tertentu (serendahrendahnya eselon IV atau yang dipersamakan dengan itu) atas dasar pelimpahan wewenang dari pejabat lainnya yang mempunyai wewenang awal yang bersumber dari wewenang atribusi atau bersumber dari Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian yang berkedudukan sebagai: 1) Pimpinan lembaga tertinggi atau tinggi negara (saat ini tidak ada lembaga lagi lembaga tertinggi negara), menteri, jaksa agung, pimpinan lembaga pemerintahan non departemen (saat ini disebut non kementerian), pimpinan kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara (saat ini tidak ada lagi lembaga tertinggi negara), gubernur Bank Indonesia, kepada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dan gubernur kepada daerah tingkat I (saat ini disebut gubernur provinsi), wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden. 2) Bupati atau walikotamadya kepala daerah tingkat II (saat ini disebut bupati atau walikota) termasuk di daerah khusus Ibukota Jakarta dan walikota administratif (saat ini tidak ada lagi walikota administratif) wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri. 3) Pimpinan bank milik negara dan pimpinan bank usaha milik negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden. 4) Pimpinan bank milik daerah dan pimpinan badan usaha milik daerah, wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan. 11 Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, diwajibkan oleh Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 memperhatikan dengan saksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan dari suami atau istri dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara langsung untuk memberi nasihat. Untuk menjamin kelancaran dan keseragaman dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, maka diterbitkan petunjuk pelaksanaan berdasarkan Surat Edaran Kepala Badan Administrasi 11 Lihat, Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. 49

Kepegawaian Negara Nomor: 48/SE/1990. Petunjuk pelaksanaan untuk menyelesaikan masalah perceraian Pegawai Negeri Sipil menurut surat edaran tersebut, yaitu Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh izin tertulis dahulu dari pejabat. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat wajib memberitahukan secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran hierarki kepada pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam waktu selambatlambatnya enam hari kerja setelah ia menerima gugatan perceraian. 12 PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Alasan hukum perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil adalah: pertama, salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; kedua, Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selam 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; ketiga, salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; keempat, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; kelima, salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri; dan keenam antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 2. Proses perizinan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu permohonan izin untuk bercerai harus diajukan secara tertulis oleh Pegawai Negeri Sipil kepada Pejabat dan harus dicantumkan secara jelas alasan- 12 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Op-Cit, hal. 459. alasan hukum bagi Pegawai Negeri Sipil untuk bercerai. Permintaan izin diajukan kepada pejabat melalui saluran hierarki atau dilaksanakan sesuai dengan proses internal di lingkungan lembaga atau instansi dan memperhatikan pula jenjang jabatan yang ada dalam struktur lembaga atau instansi yang bersangkutan. Setiap atasan yang menerima permintaan izin harus memberikan pertimbangan. Jika informasi dan penjelasan sudah diperoleh, maka atasan tentu saja memerlukan waktu untuk menguji atau menganalisis pertimbangan apa yang seharusnya diberikan, atau kemudian dapat diteruskan kepada pejabat bersangkutan. Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian dilakukan oleh pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga hari terhitung secara imperatif. B. SARAN 1. Dalam mengurangi angka perceraian dalam kalangan Pegawai Negeri Sipil, diharapkan pemerintah perlu merumuskan kembali alasan-alasan hukum yang diharuskan dalam pengajuan permohonan perizinan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, agar tidak mudah bagi seseorang Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan perceraian jika alasan tersebut tidak sesuai. 2. Perlu adanya perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang proses perizinan perceraian Pegawai Negeri Sipil agar lebih terinci dan lebih mudah langkah-langkah dalam pengurusan izin perceraian oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut. DAFTAR PUSTAKA Djatmika dan Marsono, Sastra, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1995. Ernaningsih dan Putu Samawati, Wahyu, Hukum Perkawinan Indonesia, PT. Rambang Palembang, Palembang, 2006. H. R, Ridwan, Hukum Administrasii Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002. Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Undang-Undang, 50

Hukum Adat, Hukum Agama, Jakarta: Mandar Maju. 1990. Hartanto, J. Andi, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2012. Hartini, Setiajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajat, Sri, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Kansil, C.S.T, Pokok-Pokok Hukum Kepegawaian Republik Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979. Marbun, S. F., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001. Poewadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986. Prodjodikoro, Wirdjono, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta, 1981. Soetami, Siti, Hukum Adiminstrasi Negara II, Fakultas Hukum Diponegoro, Semarang, 1990. Susilo, Budi, Prosedur Gugatan Cerai, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2008. Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Muhammad, Hukum Perceraian, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, 2013. Thalib, Muhhamad, Manajemen Keluarga Sakinah, Pro-U, Yogyakarta, 2007. Thoha, Miftah., Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1997. Triatmojo, Sudibyo, Hukum Kepegawaian Mengenai Kedudukan, Hak, dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian. 51