BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berarti prevalensi kejadian penyakit menurun. Prevalensi beberapa penyakit justru

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak dikenal diantara spesies yang lain (Krishna et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke

BAB I PENDAHULUAN. atau kesehatan, tetapi juga budaya. Budaya minum jamu ini masih terpelihara di

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan selera makan manusia sebagai konsumen. 2. Secara garis besar, terdapat 3 macam pewarna makanan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : DHYNA MUTIARASARI PAWESTRI J

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Sistem Pencernaan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

BAB I PENDAHULUAN. kadar HDL dalam darah (Linn et al., 2009). Dislipidemia sebagian besar (hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tanaman obat (Wijayakusuma et al,1992). Pengalaman empiris di

Rongga Mulut. rongga-mulut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

Sistem Pencernaan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

BAB I PENDAHULUAN. diabetes melitus (DM) tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sejak lama digunakan sebagai obat tradisional. Selain pohonnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sampai nyeri berat yang dapat mengganggu aktivitas. Nyeri dapat diartikan

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

BAB 1 PENDAHULUAN. ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pulpa. Gigi manusia dapat berubah warna, itu dinamakan diskolorisasi gigi. (perubahan warna) (Grossman dkk, 1995)

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) adalah 9% (Andayasari, 2011). Inflamasi adalah suatu respon protektif tubuh terhadap cedera. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi adanya cedera yang merupakan upaya pertahanan tubuh untuk menghilangkan penyebab cedera (Dawud, 2011). Respon inflamasi ditandai dengan adanya warna merah karena adanya aliran darah yang berlebihan pada daerah cedera, panas yang merupakan respon inflamasi pada permukaan tubuh dan rasa nyeri karena adanya penekanan jaringan akibat edema. Selain itu juga menimbulkan edema karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke daerah interstisial (Fauzan, 2014). Reaksi inflamasi dapat muncul di sepanjang saluran pencernaan mulai dari lambung hingga usus besar (kolon) (Finamore et al., 2012). Pada duodenum, yang merupakan saluran usus halus pertama setelah lambung, radang dapat memicu kerusakan epitel, edema vili, dan proliferasi sel Goblet (Mollica, 2013). Kerusakan ini kemudian digambarkan dengan gejala klinis berupa mual, muntah, diare, nyeri perut dan hipotensi.

2 Makanan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan yang terdiri dari rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus yang meliputi duodenum, jejunum, ileum, kemudian usus besar, rektum dan anus (Yulaelawati, 2011). Secara farmakokinetik, setiap zat kimia yang masuk akan mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Absorbsi zat kimia di usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung (Wahab, 2012). Apabila zat yang diabsorbsi dalam duodenum berupa alergen maka akan menyebabkan jejas sehingga menimbulkan respon inflamasi. Adanya stimulus baik eksogen maupun endogen yang menimbulkan jejas pada sel akan menyebabkan reaksi radang yakni berupa reaksi komplek pada jaringan yang mempunyai vaskularisasi (Kumar et al., 2007). Stimulus dapat berupa obat-obatan, infeksi bakteri, maupun sekresi gaster yang terlalu asam. Bahan tersebut menyebabkan iritasi pada mukosa duodenum (Lestari, 2009). Jika dilakukan pemeriksaan histopatologi mukosa dapat ditemukan perubahan struktur yang meliputi, penebalan/hiperplasi epitel, metaplasia epitel, fibrosis subepitel, hipertrofi dan hiperplasi otot polos, dan peningkatan pembuluh darah (Barlianto et al., 2009). Salah satu stimulus yang dapat menyebabkan reaksi radang adalah Ovalbumin. Ovalbumin merupakan protein alergenik yang banyak ditemukan dalam putih telur. Beberapa penelitian menggunakan protein telur putih telur atau ovalbumin sebagai zat yang mampu membuat sel limfosit B lebih sensitif (Ruhl, et al., 2007). Pada duodenum, pajanan ovalbumin menyebabkan edema vili, kerusakan epitel, infiltrasi

3 eosinofil, infiltrasil sel mast, meningkatnya sekresi mukus dan proliferasi sel goblet (Fujitani et al., 2007 dan Molica, 2013). Saat ini di Indonesia, penatalaksanaan inflamasi menggunakan obat golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid) maupun AIS (Antiinflamasi Steroid). Akan tetapi, penggunaan obat-obatan tersebut menunjukkan berbagai efek samping seperti tukak lambung, dyspepsia, chusing, osteoporosis dan imunosupresif. Efek samping muncul seiring dengan peningkatan dosis dan lama penggunaan (Gunawan, 2009). Oleh karena efek samping dari penggunaan obat-obatan tersebut, masyarakat ingin menggunakan obat-obatan yang lebih efektif dalam penyembuhan serta memiliki efek samping yang lebih sedikit dari obat sintesis yaitu obat tradisional atau obat herbal (Dawud, 2011). Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan produk herbal yang kualitasnya setara dengan obat modern yang digunakan untuk pencegahan dan pengobatan suatu penyakit (Hariyati, 2005). Masih banyak produk tanaman herbal yang perlu untuk diteliti manfaatnya, seperti yang tertuang dalam Al Qur an Surat Abasa ayat 27 32: Artinya: "Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumputrumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu".

4 Salah satu tanaman Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan terapi inflamasi adalah buah pepaya (Carica papaya L.). Buah pepaya mengandung banyak vitamin A, vitamin B 9, vitamin C, vitamin E, mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi, dan kalsium (Surtiningsih, 2005 dalam Ramdani et al., 2013). Selain vitamin dan mineral, papaya juga mengandung senyawa fitokimia seperti polisakarida, vitamin, mineral, enzim, protein, alkaloid, glikosid, lemak, lektin, saponin dan flavonoid (Krishna et al., 2007). Flavonoid dapat menghambat beberapa enzim antara lain : aldose reduktase, xantin oksidase, CA 2+ ATPase, fosfodiesterase, lipooksigenase dan siklooksigenase. Flavonoid diduga mempunyai efek sebagai anti inflamasi. Pada penelitian dilakukan oleh Asifa (2015) buah pepaya dapat menurunkan infiltrasi sel radang pada duodenum. Penelitian oleh Geniosa (2015) buah pepaya juga dapat menurunkan proliferasi sel goblet. Sedangkan, penelitan oleh Pravitasari (2015) terbukti bahwa buah pepaya dapat menurunkan diameter pulpa alba limpa pada mencit BALB/c. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu diteliti lebih jauh mengenai potensi ekstrak buah pepaya (Carica papaya L) sebagai agen antiinflamasi melalui pengamatan penebalan epitel duodenum pada mencit BALB/C. B. Rumusan Masalah Apakah pemberian ekstrak etanol buah Carica papaya L. berpengaruh terhadap perubahan ukuran tebal epitel duodenum mencit BALB/c yang diinduksi Ovalbumin?

5 C. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh ekstrak etanol Carica papaya L. terhadap ukuran tebal epitel duodenum pada mencit BALB/c yang terinduksi Ovalbumin. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat : 1. Apabila ekstrak etanol Carica papaya L. terbukti dapat menurunkan ukuran tebal epitel duodenum yang diinduksi ovalbumin, maka ekstrak pepaya dapat dikembangkan sebagai agen antiinflamasi. 2. Hasil penelitian dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang histologi. E. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian serupa yang pernah dilakukan, antara lain: 1. Penelitian tentang efek ekstrak etanol buah pepaya (Carica papaya L.) terhadap jumlah sel goblet duodenum mencit BALB/c oleh Geniosa (2015). Penelitian Geniosa ini merupakan penelitian eksperimental dengan memberikan ekstrak etanol buah pepaya pada mencit BALB/c yang diinduksi ovalbumin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pepaya (Carica papaya L.) efektif menurunkan proliferasi sel goblet duodenum mencit BALB/c. Persamaan penelitian Geniosa dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah keduanya meneliti buah pepaya sebagai antiinflamasi. Perbedaan penelitian Geniosa dengan penelitian penulis adalah pengamatan histologi yang dilakukan.

6 2. Penelitian tentang derajat peradangan duodenoum mencit BALB/c setelah diberi ekstrak etanol ubi jalar ungu (Ipomoea batatas l.) diinduksi ovalbumin oleh Prinarbaningrum (2014). Penelitian Prinarbaningrum merupakan penelitian eksperimental dengan memberikan ekstrak etanol ubi jalar (Ipomoea balatas l.) pada mencit galur BALB/c yang diinduksi ovalbumin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol ubi jalar (Ipomoea balatas l.) efektif menurunkan derajat peradangan duodenum mencit BALB/c. Persamaan penelitian Prinarbaningrum dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah keduanya meneliti organ duodenum mencit BALB/c. Perbedaan penelitian Prinarbaningrum dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah ekstrak yang digunakan. 3. Penelitian tentang pengembangan mencit model alergi dengan paparan kronik ovalbumin pada saluran nafas oleh Barlianto et al., (2009). Penelitian tersebut mengamati perubahan struktural gambaran histologi berupa proliferasi sel goblet pada bronkus, sebukan sel radang dan edema epitel. Hasil penelitiannya adalah pemeparan kronis ovalbumin dapat mengakibatkan inflamasi saluran pernapasan. Persamaan penelitian Barlianto dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah keduanya membahas inflamasi karena paparan ovalbumin sedangkan perbedaan kedua penelitian adalah pada penelitian Barlianto hanya membahas pemaparan ovalbumin tanpa diberi perlakuan obat.

7 Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan ekstrak etanol Carica papaya L. dan mengamati ukuran tebal epitel pada duodenum mencit BALB/c yang diinduksi Ovalbumin.