BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya. Optimalisasi serta peningkatan efektivitas dan efisiensi di

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam mengelola keungan dengan sebaik-baiknya guna mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Good governance sering diartikan sebagai tata kelola yang baik. World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

Implementasi Manajemen Risiko dalam kerangka SPIP. Tri Wibowo, Msi, CA, CPMA

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Pola-pola lama

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

Good Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Nasution (2007) menyatakan beberapa kelemahan yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan adanya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB I PENDAHULUAN. khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

Transkripsi:

1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1998 mendorong lahirnya reformasi dalam semua bidang. Lahirnya UU no.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menjadi landasan bagi pelaksanaan otonomi daerah sebagai bentuk dari reformasi. Dengan adanya otonomi daerah, Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk mengurus rumah tangga daerahnya sendiri termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah. Dalam era reformasi saat ini, masyarakat menuntut terciptanya Good Governance Government (Pemerintahan yang baik). World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo; 2004:24). Karakteristik terciptanya good governance menurut UNDP (United Nation Development Program) antara lain adalah: (1) Participation; (2) Rule of Law; (3) Transparency; (4) Responsiveness; (5) Consensus orientation; (6) Equity; (7) Efficiency and Effectiveness; (8) Accountability; dan (9) Strategy vision. Berbagai perubahan dalam pelaksanaan otonomi daerah harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah yang baik. Prinsip manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah menurut Mardiasmo (2004:29) meliputi: 1. Akuntabilitas 2. Value for Money 3. Kejujuran dalam pengelolaan keuangan publik (probity) 4. Transparansi 1

2 5. Pengendalian Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik dan merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial pemerintah daerah (Mardiasmo, 2004:37). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Laporan Keuangan Daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama periode pelaporan. Dilihat dari sisi internal, laporan keuangan merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja pemerintah dan unit kerja pemerintah daerah. Sedangkan dilihat dari sisi eksternal, laporan keuangan merupakan salah satu bentuk mekanisme pertanggungjawaban dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah daerah perlu dilengkapi dengan pengungkapan yang memadai (disclosure) mengenai informasi-informasi yang dapat mempengaruhi keputusan (Mardiasmo, 2004:37). Pasal 15 ayat (1) UU nomor 15 Tahun 2004 menyatakan pemeriksa (BPK) menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Pasal 16 ayat (1) UU nomor 15 Tahun 2004 menyatakan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan (Tuti:2014). Berdasarkan IHPS II Tahun 2012 opini LKPD pemerintah provinsi cenderung meningkat sejak tahun 2007, namun demikian opini LKPD pemerintah provinsi masih didominasi oleh opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian). Perkembangan presentase opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dibandingkan dengan total LKPD yang diperiksa mengalami peningkatan sekitar 27% dari Tahun

3 2007 ke Tahun 2011. Adapun rincian perkembangan opini LKPD tahun 2008 s.d tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut: Tabel 1.1 Perkembangan Opini LKPD tahun 2008 s.d tahun 2012 LKPD OPINI WTP % WDP % TW % TMP % Jumlah 2008 13 3% 323 67% 31 6% 118 24% 485 2009 15 3% 330 65% 48 10% 111 22% 504 2010 34 7% 341 65% 26 5% 121 23% 522 2011 67 13% 349 64% 8 1% 100 19% 524 2012 113 27% 267 64% 4 1% 31 8% 415 Sumber: IHPS Semester I Tahun 2013, BPK. Adanya kenaikan presentase opini WTP dan WDP serta penurunan presentase opini TW dan TMP menggambarkan adanya perbaikan pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan. Namun demikian pemerintah masih perlu meningkatkan pengelolaan keuangan yang baik agar kualitas pengelolaan dan penyajian laporan keuangan lebih baik sehingga dapat meningkatkan presentase opini WTP dan WDP. Hasil evaluasi IHPS I tahun 2013 menunjukkan bahwa pengendalian intern pemerintah daerah yang laporan keuangannya memperoleh opini WTP pada umumnya memadai sedangkan yang opininya WDP cukup memadai. Adapun pemerintah daerah yang laporan keuangannya memperoleh opini TMP dan TW memerlukan perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Tabel 1.2 Perkembangan Opini Pemerintah Kota Bandung Tahun 2008 s.d Tahun 2012

4 Opini Entitas Pemerintah Daerah 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Bandung WDP TMP WDP WDP WDP Sumber: IHPS II Tahun 2013, BPK RI Berdasarkan IHPS II Tahun 2013, BPK memberikan Opini WDP kepada Pemerintah Kota Bandung. Berdasarkan tabel 1.2, perkembangan opini Kota Bandung tidak mengalami kemajuan, bahkan pada tahun 2009 Kota Bandung mendapatkan opini TMP. Menurut Tedi Rusmawan (anggota Pansus Pertanggungjawaban Pelaksanaan (PJP) APBD Tahun Anggaran 2013, DPRD Kota Bandung), tidak adanya peningkatan penilaian BPK bersumber dari keridakseriusan SKPD terkait, salah satunya dalam pengelolaan aset. Menurutnya bila permasalahan aset tiap tahun terus menerus menjadi sorotan BPK, serta sikap senang membeli tapi tidak senang mendata terus dipertahankan, bukan tidak mungkin penilaian WDP menjadi abadi untuk Pemkot Bandung (http://www.nasional.inilah.com/25-11-2014). Sementara itu, sebanyak 90 persen Aset Pemerintah Kota Bandung hingga saat ini belum disertifikasi. Aset Kota Bandung yang belum disahkan itu diantaranya terdapat pada bangunan-bangunan peninggalan Belanda, daerah perluasan dan daerah otonomi kota. Pemkot Bandung kesulitan memperoleh hak kepemilikan bangunan peninggalan Belanda karena bukti kepemilikannya sulit ditelusuri. Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil mengatakan bahwa banyak aset yang tidak jelas keberadaannya sehingga Kota Bandung mengalami kerugian. Ridwan Kamil juga menambahkan bahwa hampir semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pemerintah Kota Bandung memiliki aset, namun masih berantakan dan tidak terkoordinasi dengan baik (http://www.tempo.co/19-12-2013). Pemerintah Kota Bandung memiliki aset berupa tanah dan bangunan bermasalah senilai Rp 3,6 triliun karena luasnya tidak diketahui. Aset senilai Rp 3,6 triliun itu merupakan bagian dari aset senilai Rp 4 triliun yang tidak didukung oleh informasi memadai. Selain tidak dicantumkan luasan, aset-aset tersebut juga tidak

5 disertai alamat. Nilai aset yang tak beralamat mencapai Rp 185,5 miliar (http://bpk.go.id/03-06-2014). Salah satu akun yang sering dikecualikan dalam pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan adalah aset tetap. Permasalahan yang sering timbul antara lain penyajian informasi aset tetap yang tidak sesuai dengan standar yang telah diterapkan antara lain aset tetap yang tidak diketahui keberadaanya, belum dilakukan inventarisasi dan penilaian, aset tetap yang tidak didukung catatan/data serta penatausahaan yang tidak memadai. BPK RI menjelaskan bahwa selain dikecualikan dalam pemberian opini, permasalahan aset tetap yang perlu mendapat perhatian oleh pemerintah antara lain terkait pengelolaan aset tetap yang meliputi pencatatan, administrasi, dan pengamanan fisik aset tetap. Masalah lain mengenai aset tetap yang ditemukan dan perlu mendapat perhatian oleh pemerintah adalah pengamanan aset tetap yang meliputi pencatatan dan pengamanan fisik aset tetap. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan adanya kasus-kasus kelemahan pencatatan aset tetap di pusat dan daerah. Kasus-kasus tersebut meliputi pencatatan aset tetap tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, aset tetap belum dilakukan Inventarisasi dan Penilaian (IP) dan belum dilakukan rekonsiliasi, dan sistem informasi akuntansi dan pelaporan aset tetap yang tidak memadai. Pengelolaan aset tetap oleh pemerintah yang menjadi temuan BPK adalah lemahnya pengadministrasian aset negara/daerah. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan sedikitnya 241 kasus aset tetap yang tidak/belum didukung bukti kepemilikan yang sah. Kelemahan administrasi aset tetap berisiko adanya perpindahan kepemilikan aset negara/daerah kepada pihak-pihak yang tidak berhak (IHPS I tahun 2013). Penelitian yang dilakukan Dora Destira (2008) yang dilakukan pada Pemerintah Kabupaten Sorong, menunjukkan bahwa 41,3% kualitas laporan keuangan ditentukan oleh pengelolaan aset. Penelitian lain oleh Tahyudin (2014) menunjukkan hasil yang sama bahwa pengelolaan aset memiliki hubungan yang erat dengan kualitas laporan

6 keuangan. Totok Supriono (2008) meneliti bagaimana hubungan manajemen aset terhadap kualitas laporan keuangan, hasilnya menunjukkan bahwa manajemen aset berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Klaten. Banyaknya permasalahan mengenai pengelolaan aset pada Pemerintah Kota Bandung menunjukkan bahwa pengelolaan aset daerah masih buruk. Buruknya pengelolaan aset daerah salah satunya disebabkan karena Sistem Pengendalian Intern yang buruk pula. Tujuan pengendalian intern menurut James A. Hall (2011) adalah menjaga aktiva perusahaan, memastikan akurasi dan keandalan catatan serta informasi akuntansi, mendorong efisiensi dalam operasional perusahaan, serta mengukur kesesuaian dengan kebijakan prosedur yang ditetapkan oleh pihak manajemen. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah suatu proses yang intergral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pemimpin dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. IHPS I Tahun 2013 mengungkapkan sebanyak 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp 56,98 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial yang berpotensi merugikan negara dan kekurangan penerimaan sebesar Rp 10,74 triliun. Adapun sebanyak 5.474 kasus merupakan kelemahan sistem pengendalian internal, sebanyak 2.854 kasus penyimpangan administrasi dan pemborosan, dan ketidakefektifan sebesar Rp 46,24 triliun. Temuan tersebut merupakan iktisar dari pemeriksaan atas 597 objek pemeriksaan yang dilakukan pemerintah pusat, daerah, dan BUMN, BUMD, serta lembaga lain yang mengelola keuangan negara (http://www.kompas.com/01-10-2013).

7 Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Semester 1 Tahun 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pada Pemerintah Daerah, menunjukkan adanya 5.307 kasus kelemahan SPI yang terdiri atas tiga kelompok temuan yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta struktur pengendalian intern. Adapun rincian dari temuan kasus kelemahan sistem pengendalian internal pada pemerintah daerah terdapat dalam tabel 1.3. Berdasarkan IHPS II Tahun 2013, pada tingkat pemerintah daerah, kelemahan SPI yang sering terjadi adalah sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan. Kasuskasus tersebut antara lain pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, perencanaan kegiatan tidak memadai, dan entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur. Selanjutnya pada Pemerintah Daerah, kasus kerugian daerah dan kelemahan administrasi yang terjadi antara lain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang, belanja tidak sesuai ketentuan, penyimpangan terhadap ketentuan perundangundangan bidang pengelolaan perlengkapan atau Barang Milik Daerah, dan kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah. Tabel 1.3 Kelompok Temuan SPI Atas Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Daerah No. Kelompok Temuan Jumlah Kasus 1 Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan 1.918 2 Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran 2.257 Pendapan dan Belanja 3 Kelemahan Struktur Pengendalian Intern 1.132 Jumlah 5.307 Sumber: IHPS I Tahun 2013, BPK RI Salah satu tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 adalah pengamanan aset negara. Pemerintah wajib melakukan

8 pengamanan terhadap aset negara. Berdasarkan PMK No.120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara (BMN), pengamanan tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan administratif dan tindakan hukum. Dalam rangka pengamanan administratif dibutuhkan sistem Penatausahaan yang dapat menciptakan pengendalian (controlling) atas BMN. Selain berfungsi sebagai alat kontrol, sistem Penatausahaan tersebut juga harus dapat memenuhi kebutuhan manajemen pemerintah di dalam perencanaan pengadaan, pengadaan, pemeliharaan, maupun penghapusan (disposal) (Haryadi:2013). Pengendalian intern berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud maupun tidak berwujud (Hermiyeti, 2010:3). Rita (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Sumber Daya Manusia terhadap Pengamanan Aset Negara mengatakan bahwa sangat lemahnya sistem pengendalian intern berakibat pada semakin tinggi risiko yang dihadapi dalam pengamanan aset. Michel (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengawasan dalam pemerintahan memiliki fungsi utama untuk memberikan pelayanan prima kepada para pegawai yang dianggap bermasalah, mengawasi seluruh apa yang ada di daerahnya baik dari aset daerah sampai pada pengalokasian anggaran, serta disiplin pegawai yang selanjutnya mengadakan kroscek terhadap kebenaran adanya penyalahgunaan aset, baik yang diberikan oleh pemerintah daerah, kepada siapa saja yang menerima aset tersebut. Penelitian yang dilakukan Wilopo (2006) tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan akuntansi, hasil penelitian membuktikan bahwa pengendalian internal yang efektif memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kecenderungan akuntansi dan salah satu kecenderungan akuntansi adalah penyalahgunaan aset. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pengendalian internal yang efektif dapat mengurangi kecenderungan penyalahgunaan aset, itu berarti bahwa aset daerah lebih terjamin keamanannya.

9 Mahmudi (2007:27) menyatakan bahwa untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah diperlukan proses dan tahap-tahap yang harus dilalui yang diatur dalam sistem akuntansi pemerintah daerah. Sistem akuntansi di dalamnya mengatur tentang Sistem Pengendalian Intern (SPI), kualitas laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh bagus tidaknya sistem pengendalian intern yang dimiliki pemerintah daerah. Weygandt et all (2005) mengungkapkan bahwa: Jika suatu pengendalian internal telah ditetapkan maka semua operasi, sumber daya fisik, dan data akan dimonitor serta berada di bawah kendali, tujuan akan tercapai, risiko menjadi kecil, dan informasi yang dihasilkan akan lebih berkualitas. Dengan ditetapkannya pengendalian internal dalam sistem akuntansi, maka sistem akuntansi akan menghasilkan informasi yang lebih berkualitas (tepat waktu, relevan, akurat, dan lengkap), dan dapat diaudit (Auditabel). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Sistem Pengendalian Intern terhadap Pengelolaan Aset Daerah dan Dampaknya Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Pada Pemerintah Kota Bandung). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan variabel Sistem Pengendalian Intern (SPI) sebagai variabel X, dan variabel pengelolaan aset daerah sebagai variabel intervening, selain itu terdapat perbedaan mengenai objek penelitian. 1.2.Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh Sistem Pengendalian Intern (SPI) terhadap Pengelolaan Aset Daerah? b. Bagaimana pengaruh Sistem Pengendalian Intern terhadap Kualitas Laporan Keuangan?

10 c. Bagaimanana pengaruh Pengelolaan Aset Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan? d. Bagaimana pengaruh Sistem Pengendalian Intern dan Pengelolaan Aset Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan? 1.3.Tujuan Penelitian Adapun tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern (SPI) terhadap Pengelolaan Aset Daerah. b. Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern terhadap Kualitas Laporan Keuangan. c. Untuk mengetahui pengaruh Pengelolaan Aset Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan. d. Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern dan Pengelolaan Aset Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan. 1.4.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai mata kuliah audit dan sistem informasi akuntansi pada mahasiswa program studi akuntansi. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi literatur untuk kajian mengenai pengaruh sistem pengendalian internal terhadap pengelolaan asset daerah dan dampaknya terhadap kualitas laporan keuangan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memperbaiki sistem pengendalian intern dan meningkatkan kesadaran pemerintah daerah akan pentingnya sistem pengendalian intern dalam mencapai tujuan pemerintah serta pembangunan daerah.