TINJAUAN PEREKONOMIAN MENURUT LAPANGAN USAHA KABUPATEN/KOTA PROVINSI ACEH TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK

BAB III Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh 33 Tahun 2015

PERUBAHAN TAHUN DASAR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) BERBASIS SNA2008. H. Nevi Hendri, S.Si Soreang, 1 Oktober 2015

Highlight PDRB Kota Magelang Tahun

Laporan Finalisasi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA TANGERANG. Triwulan IV Kategori

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAPPEDA Aceh - Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

Katalog BPS :

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN III-2015

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LABUHANBATU TAHUN 2015

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2014

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016

BPS KABUPATEN BATU BARA

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2014

Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2017

Analisis Perkembangan Industri

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2016

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL ANALISIS... viii. DAFTAR TABEL LAMPIRAN... ix. DAFTAR TABEL POKOK PDRB...

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN I-2015

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MURUNG RAYA MENURUT 14

PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA TANJUNGBALAI TAHUN 2015

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2016

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2015

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN I TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN I TAHUN 2016

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA BARAT TAHUN 2014

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA TANJUNGBALAI TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I-2016

Transkripsi:

i

BAPPEDA Aceh - Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh TINJAUAN PEREKONOMIAN MENURUT LAPANGAN USAHA KABUPATEN/KOTA PROVINSI ACEH TAHUN 2015 Banda Aceh, 2016 xii + 123 halaman 18,2 x 25,7 cm ii

KATA SAMBUTAN Pembangunan daerah didanai oleh APBD dan APBN dengan jumlah yang terbatas. Karena keterbatasan inilah, maka perlu adanya prioritas dalam pembangunan daerah. Dalam rangka pemerataan daerah, maka daerah yang tertinggal baik secara umum maupun di sektor tertentu lebih layak dijadikan prioritas pembangunan. Bertolak dari hal ini, kami menyambut baik kerjasama antara BAPPEDA Aceh dan BPS Provinsi Aceh dalam penerbitan publikasi Kabupaten/Kota Provinsi Aceh. Publikasi ini diharapkan dapat membantu perencanaan, pembuatan, dan evaluasi kebijakan pembangunan, terutama terkait dengan prioritas-prioritas pembangunan kabupaten/ kota. Kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini, diucapkan terima kasih. Semoga publikasi ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai kalangan pelaku pembangunan di Aceh. Banda Aceh, November 2016 Kepala BAPPEDA Aceh Prof. Dr. Ir. Amhar Abubakar, M.S. iii

KATA PENGANTAR Kabupaten/ Kota se-provinsi Aceh merupakan hasil kerjasama antara BAPPEDA Aceh dan BPS Provinsi Aceh. Kajian ini mencakup tinjauan perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Aceh menurut lapangan usaha dan beberapa indikator agregat penting lain. Publikasi ini merupakan gabungan dari publikasi PDRB Menurut Lapangan Usaha kabupaten/kota se-provinsi Aceh yang secara rutin telah diterbitkan oleh BPS Kabupaten/Kota. Dalam publikasi ini dibahas mengenai capaian-capaian kabupaten/kota dalam pembangunan ekonomi menurut lapangan usaha, serta ketimpangan dan perbandingan antarwilayah. Semoga publikasi bermanfaat bagi para pengambil kebijakan maupun kalangan akademisi dan masyarakat umum. Saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan publikasi ini pada periode mendatang. Banda Aceh, November 2016 Kepala BPS Provinsi Aceh, Drs. Wahyudin, M.M. iv

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL LAMPIRAN iii iv v vii x I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 3 1.2 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 4 1.3 Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 8 1.4 Penyajian Agregat PDRB 11 1.5 Diskrepansi 11 1.6 Analisis Tipologi Daerah 12 1.7 Beberapa Istilah 14 II TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 17 2.1 Nilai PDRB 19 2.2 Kontribusi Migas 21 2.3 Pertumbuhan Ekonomi 23 2.4 Struktur Ekonomi 25 2.5 PDRB Per Kapita 27 2.6 Ketimpangan Ekonomi Antardaerah 30 2.7 Tipologi Daerah 31 III TINJAUAN MENURUT LAPANGAN USAHA 33 3.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 35 3.2 Pertambangan dan Penggalian 37 3.3 Industri Pengolahan 39 3.4 Pengadaan Listrik dan Gas 41 3.5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan Daur Ulang 43 3.6 Konstruksi 45 3.7 Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Sepeda Motor 47 3.8 Transportasi dan Pergudangan 49 3.9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 51 3.10 Informasi dan Komunikasi 52 3.11 Jasa Keuangan dan Asuransi 54 3.12 Real Estat 56 3.13 Jasa Perusahaan 58 3.14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 59 3.15 Jasa Pendidikan 61 v

3.16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 63 3.17 Jasa Lainnya 64 IV PENUTUP 67 LAMPIRAN 71 DAFTAR PUSTAKA 119 vi

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota (triliun rupiah), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Migas Provinsi Aceh (persen), 2015 Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Beberapa Lapangan Usaha Unggulan dalam Perekonomian Menurut Kabupaten/Kota (persen), 2015 PDRB Per kapita Dengan Migas Menurut Kabupaten/Kota (triliun rupiah), 2015 PDRB Per kapita Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota (triliun rupiah), 2015 2.7 Indeks Williamson Provinsi Aceh, 2011-2015 31 2.8 Tipologi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Dengan Migas, 2015 32 2.9 Tipologi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tanpa Migas, 2015 33 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 Kontribusi Lapangan Usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Subkategori Pertambangan dan Penggalian Nonmigas Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Subkategori Industri Nonmigas dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Subkategori Industri Nonmigas Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Provinsi Aceh (persen), 2015 19 22 24 26 27 29 37 38 39 40 41 42 44 45 vii

3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17 3.18 3.19 3.20 3.21 3.22 3.23 3.24 3.25 3.26 Kontribusi Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan Daur Ulang dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan Daur Ulang Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Konstruksi dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Konstruksi Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Real Estat dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Real Estat Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Perusahaan dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Provinsi Aceh (persen), 2015 46 47 48 49 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 63 viii

3.27 3.28 3.29 3.30 3.31 3.32 3.33 3.34 Kontribusi Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Pendidikan dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Provinsi Aceh (persen), 2015 Kontribusi Lapangan Usaha Jasa Lainnya dalam PDRB Kabupaten/Kota (persen), 2015 Kontribusi Kabupaten/Kota terhadap Nilai Tambah Lapangan Usaha Jasa Lainnya Provinsi Aceh (persen), 2015 65 66 67 67 68 69 70 70 ix

DAFTAR TABEL LAMPIRAN Tabel Halaman A.1 B.1 A.2 B.2 A.3 B.3 A.4 B.4 A.5 B.5 A.6 B.6 A.7 B.7 A.8 B.8 A.9 PDRB Kabupaten Simeulue Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Simeulue Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Singkil Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Singkil Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Selatan Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Tenggara Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Tenggara Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Timur Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Timur Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Tengah Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Barat Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Besar Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Besar Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten PidieAtas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 x

B.9 A.10 B.10 A.11 B.11 A.12 B.12 A.13 B.13 A.14 B.14 A.15 B.15 A.16 B.16 A.17 B.17 A.18 B.18 A.19 PDRB Kabupaten Pidie Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Bireuen Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Bireuen Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Utara Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Utara Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Abdya Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Abdya Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Gayo Lues Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Gayo Lues Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Tamiang Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Tamiang Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Nagan Raya Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Nagan Raya Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Jaya Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Aceh Jaya Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Bener Meriah Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Bener Meriah Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Banda Aceh Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 xi

B.19 A.20 B.20 A.21 B.21 A.22 B.22 A.23 B.23 PDRB Kota Banda Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Sabang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Sabang Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Langsa Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Langsa Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Subulussalam Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (juta rupiah) PDRB Kota Subulussalam Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2011-2015 (juta rupiah) 105 106 107 108 109 110 111 112 113 xii

BAB I 1

PENDAHULUAN 2

BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang erencanaan pembangunan ekonomi, memerlukan bermacam data statistik sebagai dasar dalam menentukan strategi kebijakan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Strategi dan kebijakan yang telah diambil pada masa-masa lalu perlu dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Berbagai data statistik yang bersifat kuantitatif diperlukan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pada masa yang lalu dan masa kini, serta sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Pada hakikatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik Pendapatan Nasional/Regional secara berkala untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya di bidang ekono mi. Angka-angka pendapatan nasional/regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi 3

PENDAHULUAN dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat/daerah, maupun swasta. 1.2 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang dimiliki residen atau nonresiden. Penyusunan PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan (riil). PDRB atas dasar harga berlaku atau dikenal dengan PDRB nominal disusun berdasarkan harga yang berlaku pada periode penghitungan, dan bertujuan untuk melihat struktur perekonomian. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (riil), banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal merupakan contoh perubahan yang perlu diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional. Salah satu bentuk adaptasi pencatatan statistik nasional adalah melakukan perubahan tahun dasar PDB Indonesia dari tahun 2000 ke 2010. Perubahan tahun dasar PDB dilakukan seiring dengan mengadopsi rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tertuang dalam 2008 4

BAB I System of National Accounts (SNA 2008) melalui penyusunan kerangka Supply and Use Tables (SUT). Perubahan tahun dasar PDB dilakukan secara bersamaan dengan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi untuk menjaga konsistensi hasil penghitungan. SNA 2008 merupakan standar rekomendasi internasional tentang cara mengukur aktivitas ekonomi yang sesuai dengan penghitungan konvensional berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Rekomendasi yang dimaksud dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan neraca yang disepakati secara internasional dalam mengukur item tertentu seperti PDRB. SNA dirancang untuk menyediakan informasi tentang aktivitas pelaku ekonomi dalam hal produksi, konsumsi dan akumulasi harta dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan analisis, pengambilan keputusan, dan pembuatan kebijakan. Dengan menggunakan Kerangka SNA, fenomena ekonomi dapat dengan lebih baik dijelaskan dan dipahami. Adapun manfaat perubahan tahun dasar PDRB antara lain: Menginformasikan perekonomian regional yang terkini seperti pergeseran struktur dan pertumbuhan ekonomi; Meningkatkan kualitas data PDRB; Menjadikan data PDRB dapat diperbandingkan secara internasional. Pergeseran harga tahun dasar akan memberikan beberapa dampak antara lain: Meningkatkan nominal PDRB, yang pada gilirannya akan berdampak pada pergeseran kelompok pendapatan suatu daerah dari pendapatan rendah, menjadi menengah, atau tinggi dan pergeseran struktur perekonomian; 5

PENDAHULUAN Akan merubah besaran indikator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio investasi dan saving, nilai neraca berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi; Akan menyebabkan perubahan pada input data untuk modeling dan forecasting. Terdapat 118 revisi di SNA 2008 dari SNA sebelumnya dan 44 diantaranya merupakan revisi utama. Beberapa revisi yang diadopsi dalam penghitungan PDRB tahun dasar 2010 diantaranya: Konsep dan Cakupan: Perlakuan Work-in Progress (WIP) pada Cultivated Biological Resources (CBR): Merupakan penyertaan pertumbuhan aset alam hasil budidaya manusia yang belum di panen sebagai bagian dari output lapangan usaha yang bersangkutan seperti: nilai tegakan padi yang belum di panen, nilai sapi perah yang belum menghasilkan, nilai pohon kelapa sawit atau karet yang belum berbuah/dipanen. Metodologi: Perbaikan metode penghitungan output bank dari Imputed Bank Services Charge (IBSC) menjadi Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) Valuasi: Nilai tambah lapangan usaha dinilai dengan Harga Dasar (Basic Price). Merupakan harga keekonomian barang dan jasa ditingkat produsen sebelum adanya intervensi pemerintah seperti pajak dan subsidi atas produk. Valuasi ini hanya untuk penghitungan PDB, sedangkan PDRB menggunakan harga produsen. 6

BAB I Klasifikasi: Klasifikasi yang digunakan berdasarkan Internasional Standard Classification (ISIC rev.4) dan Central Product Classification (CPC rev.2). BPS mengadopsi kedua klasifikasi tersebut sebagai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2009 (KBLI 2009) dan Klasifikasi Baku Komoditi Indonesia 2010 (KBKI 2010). Perbandingan Perubahan Konsep dan Metode dari SNA sebelumnya dan SNA 2008 antara lain dijelaskan pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Perbandingan Perubahan Konsep dan Metode Perhitungan PDRB Variabel Konsep Lama Konsep Baru 1. Output pertanian Hanya mencakup output pada saat panen Output saat panen ditambah nilai hewan dan tumbuhan yang belum menghasilkan 2. Metode penghitungan output bank komersial. 3. Biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk original Menggunakan metode Imputed Bank Services Charge (IBSC). Dicatat sebagai konsumsi antara Menggunakan metode Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM) Dicatat sebagai output dan dikapitalisasi sebagai PMTB Perubahan Klasifikasi dari PDRB Tahun Dasar 2000 ke PDRB Tahun Dasar 2010 Klasifikasi PDRB menurut lapangan usaha tahun dasar 2000 (2000=100) menggunakan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia 1990 (KLUI 1990) sedangkan pada PDRB tahun dasar 2010 (2010=100) menggunakan KBLI 2009. Perbandingan keduanya pada tingkat paling agregat dapat dilihat pada tabel berikut: 7

PENDAHULUAN Tabel 1.2 Perbandingan Perubahan Klasifikasi PDRB Tahun Dasar 2000 dan 2010 1.3. Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan enghitungan PDRB atas dasar harga konstan secara berkelanjutan dan berkala sangat berguna untuk mengetahui perkembangan sektor ekonomi secara riil. Karena pada penghitungan ini tidak terkandung perubahan harga barang, melainkan hanya perubahan indikator produksinya saja. Oleh karena itu, diperlukan penetapan tahun dasar secara nasional sebagai acuan perbandingannya. BPS telah menetapkan tahun 8

BAB I 2000 sebagai tahun dasarnya, sedangkan tahun dasar yang digunakan sebelumnya adalah tahun 1993. Untuk menghitung nilai tambah sektoral atas dasar harga konstan, dikenal empat penghitungan yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut: 1.3.1. Revaluasi Metode revaluasi dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga tahun dasar 2000 dan hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil penghitungan di atas. Metode ini sulit dilakukan terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang terlalu banyak dan juga data harga kurang tersedia. Karena itu biaya antara atas dasar harga konstan diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masingmasing tahun dengan rasio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar. 1.3.2. Ekstrapolasi Dengan metode ekstrapolasi, nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan tahun 2000 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks produksi sebagai ekstrapolator. Indeks ini merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari indikator produksi, seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan indikator lainnya yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang dihitung. 9

PENDAHULUAN Ekstrapolasi dapat juga dilakukan terhadap perhitungan output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan. 1.3.3. Deflasi Untuk memperoleh nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dapat dilakukan dengan metode deflasi, yaitu dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan sebagainya. Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator dalam keadaan dimana nilai tambah atas dasar harga yang berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut. 1.3.4. Deflasi Berganda Yang dideflasi dalam deflasi berganda ini adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan Indeks Harga Produsen (IHP) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sesuai dengan cakupan komoditasnya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. Metode ini tidak banyak digunakan dalam perhitungan karena kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, 10

BAB I disamping karena komponennya terlalu banyak, indeks harganya juga belum tersedia secara baik. Penghitungan komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara di atas, tetapi karena data yang tersedia kurang lengkap, maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai. 1.4. Penyajian Agregat PDRB ada publikasi ini penyajian angka agregat pendapatan selalu dilakukan dalam dua bentuk yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, masing-masing dapat dibedakan sebagai berikut: a. Untuk penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara, maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto. b. Penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang tetap yang terjadi pada tahun dasar. Karena menggunakan harga konstan, maka perkembangan agregat pandapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan satuan output (riil) dan bukan karena harga. Saat ini tahun dasar yang dipakai adalah tahun 2010. 1.5. Diskrepansi DRB di level kabupaten/kota dihitung secara independen oleh masing-masing BPS kabupaten/kota dengan metode yang beragam sesuai dengan ketersediaan data di masing-masing 11

PENDAHULUAN daerah. PDRB merupakan angka hasil perhitungan dari berbagai sumber data yang sangat beragam. Untuk subsektor tanaman makanan, misalnya, menggunakan data produksi dari dinas yang berupa data populasi, sedangkan untuk sektor industri pengolahan menggunakan data hasil survei, sehingga penghitungan nilai tambah untuk dua sektor ini tentunya aka n menggunakan metode yang berbeda. Demikian juga dengan penghitungan antardaerah dengan sumber data yang berbeda, maka metode dan data yang digunakan akan berbeda. Misalnya data harga, untuk daerah perkotaan yang memiliki survei harga konsumen dapat menggunakan IHK (Indeks Harga Konsumen) sebagai indikator harga, sedangkan kabupaten/kota lain yang tidak memiliki survei tersebut dapat menggunakan indikator harga dari survei harga produsen atau survei harga konsumen pedesaan. Berdasarkan perbedaan-perbedaan ini, maka dapat terjadi perbedaan hasil perhitungan PDRB antara kumulatif kabupaten/kota dengan PDRB Provinsi Aceh, demikian juga dengan kumulatif 34 provinsi dengan PDB nasional. Perbedaan ini dinamakan dengan diskrepansi. Diskrepansi ini masih dibenarkan secara statistik, dengan catatan rasionya tidak lebih dari 5 persen. 1.6. Analisis Tipologi Daerah alam rangka membangun daerah, pemerintah daerah perlu membuat prioritas kebijakan. Penentuan prioritas kebijakan diperlukan agar pembangunan daerah dapat lebih terarah serta berjalan secara efektif dan efisien, di bawah kendala keterbatasan anggaran dan sumber daya yang dapat digunakan. Untuk menentukan 12

BAB I prioritas kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Analisis tipologi daerah dapat dipakai untuk menentukan priroritas pembangunan regional. Dengan mengaitkan antara PDRB per kapita dengan pertumbuhan ekonomi, maka akan diperoleh empat tipologi daerah dari 4 kuadran yang terbentuk, yaitu: - Kuadran I: daerah maju dan berkembang pesat, merupakan daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata; - Kuadran II: daerah berkembang, merupakan daerah dengan PDRB per kapita rendah (di bawah rata-rata), namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga berpotensi untuk berkembang dan mampu mengejar ketertinggalannya; - Kuadran III: daerah tertinggal, merupakan daerah dengan PDRB per kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, sehingga daerah-daerah dalam kuadran ini akan mengalami kesulitan dalam mengejar ketertinggalannya. - Kuadran IV: daerah maju tertekan, merupakan daerah dengan PDRB per kapita tinggi (di atas rata-rata) namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, atau dengan kata lain sulit meningkatkan potensinya atau bahkan mungkin sudah mencapai kondisi mapan. Di antara keempat kuadran tersebut, yang paling mendesak dijadikan prioritas dalam pembangunan adalah daerah-daerah di kuadran III yang baik PDRB per kapita meupun pertumbuhan ekonminya rendah, sehingga perlu adanya campur tangan baik dari pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat. 13

PENDAHULUAN 1.7. Beberapa Istilah Dengan adanya perubahan tahun dasar dari tahun dasar 2000 berdasarkan SNA (System of National Account) 1993 menjadi tahun dasar 2010 berdasarkan SNA 2008, istilah sektor tidak lagi dipakai dalam PDRB menurut lapangan usaha, namun istilah yang dipakai adalah kategori. Selain itu untuk mengefektifkan dan menyederhanakan analisis, dalam pembahasan di publikasi ini ada beberapa penyingkatan nama kategori, misalnya: - Kategori A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan disingkat Kategori Pertanian; - Kategori E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan Daur Ulang disingkat kategori Pengadaan Air; - Kategori G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor disingkat kategori Perdagangan; - Kategori O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib disingkat kategori Administrasi Pemerintahan. 14

BAB II 15

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 16

A. Utara Bireuen Pidie A. Timur A. Besar A. Tamiang Banda Aceh A. Selatan A. Tenggara A. Tengah A. Barat Lhokseumawe Langsa Nagan Raya Pidie Jaya Abdya B. Meriah A. Singkil Simeulue Gayo Lues A. Jaya Subulussalam Sabang Penduduk 12,63 7,74 6,16 6,34 7,97 4,43 11,36 3,28 2,76 4,54 4,49 6,12 3,01 4,47 2,01 2,29 2,75 1,40 1,29 1,60 1,54 1,00 0,81 Distribusi PDRB 11,67 8,70 8,37 8,06 7,85 5,56 5,00 4,50 4,00 3,92 3,87 3,83 3,32 3,10 2,97 2,81 2,74 2,29 1,78 1,76 1,73 1,50 0,66 BAB II BAB II TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 2.1. NILAI PDRB ebagai provinsi terluar yang terletak di bagian paling barat Indonesia, Aceh semestinya memegang peranan penting dalam jalur perdagangan internasional, terlebih dengan ditetapkannya Sabang sebagai kota dengan pelabuhan bebas. Dari sisi demografis, Aceh unik karena pernah mengalami bencana gempa dan tsunami, sehingga jumlah penduduknya pada tahun 2005 pernah berkurang secara drastis. Jumlah penduduk Aceh pada tahun 2015 adalah sebesar 5.001.953 jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,94 persen. Kabupaten Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi Aceh. Grafik 2.1 Distribusi Penduduk dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen) 17

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan kinerja perekonomian masing-masing kabupaten/kota. Jumlah penduduk yang tinggi tentunya diharapkan menghasilkan kinerja perekonomian yang tinggi pula. Kabupaten Aceh Utara, dengan jumah penduduk terbesar, ternyata juga menghasilkan nilai PDRB terbesar dengan peranan sebesar 12,63 persen dari total PDRB Provinsi Aceh. Sedangkan peringkat kedua dicapai oleh Kota Banda Aceh dengan peranan sebesar 11,36 persen. Peringkat ketiga dicapai oleh KabupatenAceh Besar dengan peranan sebesar 7,97 persen. Kabupaten Bireuen dan Pidie, yang jumlah penduduknya masuk dalam tiga terbesar kabupaten/kota di Provinsi Aceh, masing-masing berada di peringkat 4 dan 7 dengan peranan sebesar 9,45 persen dan 7,37 persen pada tahun 2015. Sedangkan tiga kabupaten/kota dengan nilai PDRB terkecil adalah Simeulue, Subulussalam, dan Sabang dengan konstribusi PDRB masing-masing sebesar 1,29 persen, 1,00 persen, dan 0,81 persen. Baik Kota Subulussalam maupun Sabang juga merupakan daerah dengan jumlah penduduk terendah, sedangkan Kabupaten Simeulue merupakan daerah yang paling luar dan terjauh dari ibukota provinsi Aceh. Sementara itu, dengan mengeluarkan peranan sektor migas, maka Kota Banda Aceh menempati peringkat pertama dengan peranan PDRB sebesar 11,80 persen. Sedangkan Kabupaten Aceh Utara menempati peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 11,06 persen diikuti oleh Kabupaten Aceh Besar dengan peranan sebesar 8,27 persen. Kabupaten/kota tanpa migas lainnya meskipun secara peranan mengalami peningkatan, namun secara peringkat masih tetap sama. 18

5,26 4,71 4,66 4,64 4,28 3,41 3,13 2,87 2,86 2,38 2,09 1,67 1,60 1,45 1,34 1,03 0,85 6,39 6,22 8,27 8,04 11,80 11,06 BAB II Grafik 2.2 Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen) Struktur ekonomi Provinsi Aceh secara geografis masih didominasi oleh kabupaten/kota di sepanjang pantai timur-utara Aceh (11 kabupaten/kota) yang memberikan kontribusi sebesar 68,9 persen (67,39 persen tanpa migas) pada PDRB dengan kontribusi penduduk sebesar 66,00 persen. Sementara itu, kabupaten/kota di sepanjang pantai barat-selatan (8 kabupaten/kota) memberikan kontribusi sebesar 19,75 persen (20,51 persen tanpa migas) pada PDRB dengan kontribusi penduduk sebesar 21,58 persen. Sedangkan daerah tengah (4 kabupaten/kota) merupakan kawasan dengan kontribusi terkecil, yaitu sebesar 11,65 persen (12,10 persen tanpa migas)dari PDRB dengan kontribusi penduduk sebesar 12,41 persen dari total jumlah penduduk Aceh. 2.2. KONTRIBUSI MIGAS eranan minyak dan gas bumi terhadap perekonomian Aceh masih cukup tinggi, meskipun peranannya berfluktuasi dan cenderung mengecil sejak tahun 2004. Kontribusi sektor migas selama lima 19

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA tahun terakhir juga menunjukkan tren yang semakin menurun. Kontribusi migas pada tahun 2011 adalah sebesar 14,31 persen dan terus mengalami penurunan hingga menjadi sebesar 3,70 persen pada tahun 2015. Penurunan ini selain disebabkan telah semakin menipisnya cadangan dan produksi migas di Aceh juga karena menurunnya harga migas sejak akhir 2014. Kontribusi sektor migas ini ditopang oleh dua subsektor, yaitu subsektor pertambangan minyak dan gas bumi dan subsektor industri gas alam cair. Ada tiga kabupaten yang merupakan penghasil tambang migas, yaitu: Aceh Timur, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang. Sedangkan subsektor industri gas alam cair hanya terdapat di Kota Lhokseumawe yang kontrak ekspornya sudah berakhir sejak tahun 2014 lalu. Pada tahun 2015, lokasi pengilangan migas PT Arun telah dialihfungsikan menjadi regasifikasi yang dikelola oleh PT Pertagas sebagai pendukung PLTMG dan penyalur gas kota. Grafik 2.3 Distribusi PDRB Sektor Migas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen) Kota Lhokseuma we; 28,53 % Kab. Aceh Timur; 9,47% Kab. Aceh Tamiang; 8,50% Kab. Aceh Utara; 53,50% Kabupaten Aceh Utara memberikan kontribusi terbesar pada nilai tambah migas di Aceh, yaitu sebesar 53,50 persen dari kategori 20

BAB II pertambangannya. Sedangkan Kota Lhokseumawe menduduki urutan kedua sebesar 28,53 persen dari kategori Industri migas, diikuti oleh Kabupaten Aceh Timur sebesar 9,47 persen dan Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 8,50 persen dari kategori pertambangan migas. Penurunan produksi dan kontribusi sektor migas mau tidak mau terus menghambat pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh, namun di sisi lain kontribusi sektor-sektor nonmigas semakin meningkat. Hal ini menunjukkan terjadinya transformasi struktural ekonomi dari sektor migas ke nonmigas, sehingga ketergantungan Aceh pada sektor migas akan semakin menurun. Terutama jika mengingat bahwa selisih PDRB per kapita dengan dan tanpa migas yang besar, sehingga daerah-daerah penghasil migas sekilas terlihat lebih maju, sedangkan jika nilai tambah migas dikeluarkan dari perhitungan, daerah-daerah tersebut tidak jauh berbeda dari daerah lainnya. 2.3. PERTUMBUHAN EKONOMI inerja perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Aceh menunjukkan angka yang variatif. Secara umum pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh turun sebesar 0,72 persen dengan migas dan naik sebesar 4,35 persen tanpa migas. Dengan kata lain, ada penurunan dari tahun 2014 yang tumbuh sebesar 1,55 persen dengan migas, namun terjadi perbaikan pertumbuhan tanpa migas dari tahun 2014 yang sebesar 4,02 persen. Beberapa kabupaten/kota dengan kontribusi migas seperti Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, dan Kota Lhokseumawe mengalami pertumbuhan negatif masing-masing sebesar 5,98 persen, 11,48 persen, dan 21

-7,82-3,98-4,48 3,88 4,72 4,25 4,08 4,20 4,26 4,02 3,70 3,34 2,87 3,85 3,89 4,10 3,92 4,89 4,95 4,98 5,01 4,55 5,03 TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 17,82 persen. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh pada tahun 2015 dengan migas juga menurun. Grafik 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen) -0,72 Kab/Kota Provinsi Aceh Sementara itu dengan mengeluarkan peranan migas, maka Kota Lhokseumawe, Subulussalam, dan Banda Aceh merupakan 3 kota yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi, di atas 5 persen, yaitu masing-masing sebesar 8,73 persen, 5,03 persen, dan 5,01 persen. Kota Lho kseumawe tumbuh tinggi karena adanya proyek konstruksi pengalihfungsian dari industri gas alam ke regasifikasi di bekas situs PT Arun. Kabupaten Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Singkil, Nagan Raya, dan Kota Sabang merupakan 5 kabupaten/kota yang pertumbuhan ek onomi tanpa migasnya paling rendah di bawah 4 persen pada tahun 2015. Pertumbuhannya masing-masing sebesar 3,34 persen, 3,85 persen, 3,88 persen, 3,89 persen, dan 3,92 persen. Adanya perlambatan ini disebabkan 22

3,34 3,88 3,70 4,25 4,08 4,20 4,26 4,02 3,85 3,89 4,26 4,10 3,92 4,72 4,81 4,89 4,69 4,55 4,95 4,98 5,01 5,03 8,73 BAB II beberapa lapangan usaha, yaitu penurunan drast is pertambangan bijih logam di Aceh Barat Daya, Gayo Lues, dan Nagan Raya, perlambatan pertumbuhan pertanian tanaman pangan dan penurunan kehutanan di Kabupaten Aceh Singkil, dan perlambatan pertumbuhan lapangan usaha perdagangan dan administrasi pemerintahan di Kota Sabang. Grafik 2.5 Pertumbuhan Ekonomi Nonmigas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen) 4,34 Kabkota Provinsi Aceh 2.4. STRUKTUR EKONOMI truktur PDRB ADHB Aceh pada tahun 2015 masih menunjukkan bahwa dua lapangan usaha yang merupakan leading sector bagi perekonomian ialah lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Keduanya menyumbang sebesar masing-masing 29,08 persen dan 15,72 persen. Demikian juga dengan struktur ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Aceh. 23

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA Grafik 2.6 Distribusi PDRB Lapangan Usaha Terbesar Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (persen) Simeulue 12,42 A. Singkil 12,83 A. Selatan 15,78 A. Tenggara 13,17 A. Timur 8,98 A. Tengah 12,98 A. Barat 17,01 A. Besar 17,37 Pidie 15,33 Bireuen 22,16 A. Utara 16,90345 Abdya 17,47 Gayo Lues 11,06 A. Tamiang Nagan Raya 12,95464 16,47472 A. Jaya 14,73 B. Meriah 15,82 Pidie Jaya 10,53 Banda Aceh 7,49 21,86 Sabang 14,79 Langsa 9,11 Lhokseumawe 19,38 21,74 22,96 Subulussalam 16,46 36,25 29,62 25,76 42,95 44,89 44,84 32,35 22,78 41,18 34,06 31,10 29,86 39,94 39,52 41,37 30,82 48,12 49,07 29,02 29,84 Pertanian Pertambangan &Penggalian Konstruksi Perdagangan Lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada umumnya masih menjadi dua lapangan usaha unggulan yang memiliki kontribusi terbesar bagi perekonomian kabupaten/kota, kecuali di Aceh Utara dan 24

18,72 15,81 18,92 17,90 20,42 19,07 21,10 20,66 17,57 17,18 30,02 30,08 26,32 23,07 28,06 23,69 23,19 26,09 23,58 31,82 37,42 41,49 58,90 BAB II Lhokseumawe yang ketergantungan migasnya masih besar, baik di pertambangan maupun industri. Sementara itu, ada tiga kabupaten/kota yang leading sector-nya adalah lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi, mobil dan sepeda motor, yaitu Kota Banda Aceh, Langsa, dan Lhokseumawe. 2.5. PDRB PER KAPITA DRB per kapita sering digunakan sebagai indikator kemakmuran penduduk di suatu daerah. Jika PDRB menunjukkan kinerja perekonomian daerah secara umum, maka PDRB per kapita menunjukkan rata-rata kinerja perekonomian penduduknya. PDRB per kapita Provinsi Aceh pada tahun 2015 adalah sebesar 25,83 juta rupiah dengan migas dan 24,87 juta rupiah tanpa migas. Grafik 2.7 PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (Juta Rupiah) 25,83 Kab/Kota Provinsi Aceh Pendapatan per kapita yang mencerminkan pendapatan rata-rata setiap individu di suatu wilayah adalah salah satu indikator yang dapat 25

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk secara makro. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah, maka dalam kaca mata ekonomi, tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut dikatakan semakin baik. Meskipun PDRB per kapita sedikit berbeda dengan pendapatan per kapita, namun kedua indikator ini tidak jauh berbeda, apalagi untuk daerah-daerah dengan struktur ekonomi yang tidak kompleks dan sektor pertanian masih menjadi sektor dominan. Berdasarkan Gambar 2.5, maka terlihat bahwa PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Aceh dengan migas memiliki selisih yang cukup besar, PDRB per kapita tertinggi lebih dari 3 kali lipat dari PDRB per kapita terendah. Hanya 9 kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita di atas rata-rata Provinsi Aceh, yaitu: Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Utara, Nagan Raya, Bener Meriah, Banda Aceh, Sabang, dan Lhokseumawe. Di sisi lain, ada 15 kabupaten/kota dengan PDRB per kapita di bawah ratarata provinsi Aceh. PDRB per kapita dengan migas jika digunakan untuk mengukur kesejahteraan tentunya agak kurang tepat, karena besarnya jarak baik dalam hal pendapatan maupun produktivitas tenaga kerjanya dari lapangan usaha-lapangan usaha lainnya. Kabupaten/kota yang memiliki migas tentunya akan memiliki PDRB per kapita jauh di atas rata-rata seperti yang terlihat pada gambar 2.5. Akan lebih tepat, jika kita membandingkan PDRB per kapita dengan mengeluarkan peranan sektor migas. Secara rata-rata, PDRB per kapita Provinsi Aceh pada tahun 2015 dengan mengeluarkan migas adalah sebesar 24,87 juta rupiah per orang per tahun. Kota Banda Aceh merupakan daerah dengan PDRB per kapita 26

18,72 15,81 18,92 17,90 19,30 19,07 30,02 30,08 26,32 23,07 23,68 21,10 23,69 19,20 17,57 17,18 23,19 26,09 23,58 31,82 37,42 34,36 58,90 BAB II tertinggi baik dengan maupun tanpa migas, yaitu sebesar 58,90 juta rupiah diikuti oleh Kota Lhokseumawe sebesar 41,49 juta rupiah dengan migas dan Kabupaten Nagan Raya jika tanpa migas, sebesar 37,42 juta rupiah per tahun. PDRB per kapita tanpa migas Kota Lhokseumawe berada di urutan ketiga sebesar 34,36 juta rupiah per tahun. Grafik 2.8 PDRB Per Kapita Nonmigas Menurut Kabupaten/Kota, 2015 (Juta Rupiah) 24,87 Kab/Kota Provinsi Aceh Kabupaten Singkil, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Pidie Jaya merupakan 3 daerah dengan PDRB per kapita terendah, masing-masing sebesar 15,81 juta rupiah, 17,18 juta rupiah, dan 17,57 juta rupiah per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat kesejahteraan penduduk secara umum di ketiga daerah ini merupakan yang terburuk di Provinsi Aceh. 27

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 2.6. KETIMPANGAN EKONOMI ANTARDAERAH ertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita Kota Banda Aceh sebagai ibukota provinsi ternyata jauh meninggalkan kabupaten/kota lainnya. Dalam hal pembangunan ekonomi harus diakui bahwa Subulussalam, Simeulue, dan Aceh Singkil masih tertinggal dari daerah lain. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang nyata antarkabupaten/kota di Aceh. Untuk mengukur sejauh mana ketimpangan yang terjadi ada indikator sederhana yang dapat dipakai, yaitu Indeks Williamson. Indeks williamson digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan PDRB per kapita di suatu wilayah atau negara. Semakin tinggi indeksnya berarti semakin timpang PDRB per kapitanya, demikian sebaliknya. Berdasarkan hasil penghitungan indeks Williamson, didapatkan nilai indeks pada tahun 2015 dari PDRB per kapita dengan migas adalah sebesar 0,370 sedangkan tanpa migas sebesar 0,367. Artinya ketimpangan PDRB per kapita antarkabupaten/kota di Aceh masih cukup parah, meskipun masih lebih baik dari ketimpangan antarprovinsi di Indonesia yang sekitar 0,8. Grafik 2.9 Indeks Williamson Provinsi Aceh, 2010-2015 0,450 0,434 0,424 0,409 0,388 0,367 0,386 0,379 0,372 0,370 0,365 0,370 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Dengan Migas Tanpa Migas 28

BAB II Dalam perkembangannnya selama lima tahun terakhir, terlihat bahwa ketimpangan antardaerah dengan memasukkan migas semakin mengecil, sejalan dengan semakin mengecilnya peranan migas dalam perekonomian Aceh. Mengecilnya peranan migas membuat daerah-daerah penghasil migas mengalami penurunan dalam kinerja perekonomiannya sehingga menurunkan ketimpangan. Demikian juga ketimpangan PDRB per kapita tanpa migas semakin membaik selama 5 tahun terakhir, kecuali di tahun 2015 yang sedikit melebar dari 0,365 di tahun 2014 menjadi 0,370 di tahun 2015. Hal ini dapat diartikan bahwa secara umum kabupaten/kota yang PDRB per kapitanya rendah mulai mengejar ketertinggalannya meskipun tidak secepat yang diharapkan. Supaya hal ini tidak semakin parah, maka perlu dilakukan prioritas ulang pembangunan, terutama daerah-daerah yang relatif rendah PDRB per kapitanya seperti Aceh Singkil, Pidie Jaya, dan Subulussalam. 2.7. TIPOLOGI DAERAH eknik Tipologi Klassen (Analisis Tipologi) dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Teknik ini menggunakan dua jenis indikator utama dalam mengklasifikasikan daerah yaitu rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pendapatan per kapita daerah. Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu daerah maju dan berkembang, daerah berkembang, daerah maju tertekan, dan daerah relatif tertinggal. Analisis ini sangat bermanfaat untuk menentukan prioritas pembangunan kabupaten/kota. 29

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA Berdasarkan hasil analisis tipologi daerah terhadap rata-rata PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa ada 7 kabupaten/kota yang dapat dikategorikan sebagai daerah yang relatif maju dan berkembang, yaitu Banda Aceh, Nagan Raya, Aceh Tengah, Sabang, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Bener Meriah. Lhokseumawe dan Aceh Utara yang merupakan daerah penghasil migas dengan PDRB per kapita di atas rata-rata, ternyata pertumbuhan ekonominya rendah, atau merupakan daerah yang maju tertekan. Kabupaten Aceh Timur yang juga merupakan daerah penghasil migas ternyata masuk kategori daerah tertinggal karena PDRB per kapita dan pertumbuhanan ekonominya rendah. Grafik 2.10 Tipologi Kabupaten/Kota Menurut PDRB Per Kapita (Juta Rupiah) dan Pertumbuhan Ekonomi (persen), 2015 30

BAB II Sementara itu, 13 kabupaten lainnya termasuk ke dalam kategori daerah berkembang, atau daerah yang meskipun PDRB per kapitanya di bawah rata-rata, namun pertumbuhannya di atas rata-rata. Daerah yang berkembang diharapkan sedikit demi sedikit mampu mengejar ketertinggalan dari segi ekonomi dengan catatan daerah tersebut mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata. Grafik 2.11 Tipologi Kabupaten/Kota Menurut PDRB Per Kapita Nonmigas (Juta Rupiah) dan Pertumbuhan Ekonomi Nonmigas (persen), 2015 Dengan mengeluarkan sektor migas, maka terdapat sedikit perbedaan dalam pengelompokan berdasarkan tipologi daerah. Ada 4 kabupaten/kota yang masuk kategori maju dan berkembang, yaitu: banda 31

TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA Aceh, Lhokseumawe, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Empat kabupaten/kota termasuk dalam daerah yang maju tertekan, yaitu: Sabang, Aceh Besar, Nagan Raya, dan Aceh Barat. Sebanyak 7 kabupaten/kota termasuk dalam daerah berkembang (PDRB per kapita relatif rendah namun pertumbuhan ekonomi relatif tinggi), yaitu: Aceh Utara, Langsa, Aceh Selatan, Simeulue, Aceh Timur, Subulussalam, dan Aceh Tenggara. Sedangkan 7 kabupaten selebihnya termasuk daerah yang relatif tertinggal. Suatu daerah tidak cukup hanya memiliki PDRB per kapita yang tinggi, namun juga perlu menjaga laju pertumbuhan ekonominya agar di masa mendatang tidak akan menjadi daerah yang tertinggal. Kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita rendah tentunya harus lebih diprioritaskan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar mampu mengejar kabupaten/kota yang PDRB per kapitanya telah tinggi. 32