BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aturan Federal Food and Cosmetic Act tahun 1958, kosmetik adalah bahan atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai. besaran pada abad ke 20 (Tranggono, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada dua

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB I PENDAHULUAN. Schraiber pada tahun KLT merupakan bentuk kromatografi planar,

KULIT. Kulit adalah lapisan paling luar tubuh yang terdiri dari selsel hidup dan merupakan lapisan tipis yang penting bagi tubuh.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

14 Cara Menghilangkan Komedo Secara Alami dan Terbukti Ampuh

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

Hubungi Kami: LINE : brtcofficial. SMS Pin BB : : 2AF92EE7

Laboratorium Farmasetika

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESTILASI SECARA UMUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

GAMBARAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA KOSMETIK PEMERAH BIBIR YANG BEREDAR DIPASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. laki-laki. Keagungan dan kekuasaan laki-laki dapat jatuh dan bertekuk lutut di

Hidrokinon dalam Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur dan jumlah

WASPADAI ASAM RETINOAT DALAM KOSMETIK

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. merubah warna kulit sehingga menjadikan kulit putih bersih dan bersinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN

I. PENDAHULUAN. yang lalu (Iswari, 2007). Bahan yang dipakai dalam usaha mempercantik diri. maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

ANALISIS ASAM RETINOAT PADA KOSMETIK KRIM PEMUTIH YANG BEREDAR DI PASARAN KOTA MANADO

Beauty From Nature

BAB I PENDAHULUAN. terkena polusi dan zat zat yang terdapat di lingkungan kita. Kulit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

Cara Menghilangkan Jerawat Dengan Jeruk Nipis

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

Merawat Kulit Kering dan Menua

Kulit adalah organ terluar dari tubuh yang melapisi seluruh tubuh manusia. Berat kulit diperkirakan sekitar 7 % dari berat tubuh total.

BAHAN AJAR : c. Pigmentasi: terjadinya perubahan warna kulit akibat terganggunya melanin pada sel melanosit.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan suatu organ yang berada pada seluruh permukaan luar

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Kromatografi tambahan. Imam S

Tips Menghilangkan Flek Hitam di Wajah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOAL UJIAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmein artinya berhias. Kosmetik digunakan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang

LAPORAN PRAKTIKUM PEMISAHAN KIMIA PEMISAHAN ION LOGAM DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI KERTAS

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

PERCOBAAN X KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

UJI EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS SEBAGAI PEWARNA ALAMI MINUMAN DENGAN METODE MASERASI (Studi Penelitian Di Pasar Buah Kota Gorontalo)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik 2.1.1 Pengertian Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan tahun 1976 yang merujuk pada aturan Federal Food and Cosmetic Act tahun 1958, kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan dan disemprotkan pada tubuh untuk memelihara kebersihan, memelihara, menambah daya tarik, dan mengubah rupa, tetapi tidak termasuk golongan obat juga tidak mengganggu kesehatan kulit dan kesehatan tubuh (Jaelani, 2009). Sedangkan menurut Jaelani, kosmetik adalah bahan sediaan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. Prinsip dasar manfaat kosmetik adalah untuk menghilangkan kotoran kulit, mempercantik dengan pewarnaan kulit sesuai dengan yang diinginkan, mempertahankan komposisi cairan kulit, melindungi dari paparan sinar ultraviolet, dan memperlambat timbulnya kerutan. Setiap komponen yang ada di dalam kosmetik akan mengadakan ikatan kimiawi terhadap sesama bahan kandungannya. Adanya ikatan molekul kimia dapat berupa ikatan ion (ikatan antara dua muatan yang berbeda) atau ikatan kovalen (ikatan dengan muatan yang sama). Penggunaan suatu jenis produk kosmetik, jika tidak hati-hati, kekuatan ikatan kimia ini akan berpengaruh pada kondisi kulit. Bahkan dapat mempunyai efek negatif terutama bagi seseorang yang sangat sensitif terhadap kandungan bahan di dalam kosmetik tersebut (Jaelani, 2009).

2.1.2 Penggolongan Kosmetik Penggolongan kosmetik antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). A. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 kelompok: 1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dll. 2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll. 3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dll. 4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll. 5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll. 6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll. 7. Preparat make up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick, dll. 8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dll. 9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dll. 10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, lotion kuku, dll. 11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dll. 12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dll. 13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dll (Tranggono dan Latifah, 2007). B. Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan: 1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern. 2. Kosmetik tradisional:

a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dab cara yang turun-temurun. b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan lama. c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional (Tranggono dan Latifah, 2007). C. Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit. 1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics). Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya: a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener). b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing cream, night cream, anti wringkle cream. c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream/lotion. d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver) (Tranggono dan Latifah, 2007). 2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up) Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek

psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence).dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar (Tranggono dan Latifah, 2007). 2.1.3 Bahan yang Menimbulkan Efek Negatif A. Minyak Mineral dan Turunannya Minyak mineral (mineral oil), dan produk hasil pengolahan minyak bumi lainnya seperti vaselin (petrolatum) dan minyak parafin yang sering digunakan sebagai bahan dasar formulasi kosmetik. Karena ukuran molekunya lebih besar dari ukuran pori kulit, maka minyak mineral tidak dapat menyerap ke dalam menyerap ke dalam kulit dan dapat menyumbat pori-pori kulit. Selain itu, minyak mineral juga bersifat komedogenik (menimbulkan komedo). Sebagai pengganti, gunakan kosmetik yang mengandung minyak nabati atau minyak dari tumbuhan (vegetable oil) yang ringan atau mengandung asam lemak esensial seperti minyak kedelai atau minyak zaitun. Minyak nabati jenis ini memiliki daya serap yang bagus, molekulnya kecil sehingga cepat menembus pori-pori kulit. Minyak tumbuhan juga mengandung bahan-bahan nutrisi kulit (Jaelani, 2009). B. Lanolin Senyawa ini merupakan jenis pelumas yang berasal dari lemak (sebum) pada kulit domba. Di bidang industri kosmetik, bahan ini sering digunakan sebagai bahan untuk melembutkan (emollient) pada formulasi kosmetik. Padahal bahan tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi dan bersifat komedogenik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan FDA (Food and Drug Administration) AS dan sudah diterbitkan Wall Street Journal dan Los Angeles Times, Januari 1989,

yang menyebutkan bahwa bahan lanolin sering kali terkontaminasi oleh pestisida yang berbahaya. Oleh karena itu, gunakan bahan yang mengandung silk amino acid, atau squalene dari tumbuhan sebagai bahan pelembut alternatif (Jaelani, 2009). C. Alkohol Bahan kimia ini sudah umum digunakan pada produk kosmetik untuk kulit berminyak dan berjerawat atau sebagai pelarut. Alkohol dimanfaatkan oleh produsen kosmetik untuk mengeringkan kulit, melarutkan minyak, dan bahan pelembab kulit pada permukaan kulit. Agar lebih aman bagi kesehatan, terjamin keamanan, sebaiknya memakai astringent alami dari ekstrak tumbuhan dan mineral penyerap minyak (oil absorbing clays) untuk mengobati problem pada jenis kulit berminyak. Bisa juga mempergunakan witch hazel (alkohol yang berasal dari ekstrak tumbuhan Hamamelis, yang dapat melembutkan kulit yang teriritasi, dan tidak mengeringkan kulit). Di samping sebagai penyegar, witch hazel juga sebagai astringent untuk kulit berminyak (Jaelani, 2009). D. Pewangi Buatan Dalam pewangi buatan biasanya terkandung bahan-bahan yang bisa menyebabkan reaksi iritasi dan alergi pada kurang lebih 1% populasi umum dan paling sedikit 35% dari seluruh reaksi alergi karena kosmetik. Pewangi juga bersifat photo-sensitive yang akan menyebabkan pigmentasi karena paparan sinar matahari. Sebagai penggantinya, gunakan jenis wewangian alami yang berasal dari ekstrak tumbuhan atau minyak esensial (Jaelani, 2009).

E. Pewarna Buatan Sering kali produk kosmetik menggunakan zat-zat pewarna yang disebut coal tar dan D&C pigmen (coal tar derivative) yang digunakan sebagai dasar pewarna pada kosmetik. Bahan pewarna buatan ini bersifat komedogenik, dan justru menyebabkan kulit jenis tertentu menjadi sensitif dan berjerawat. Sebagai gantinya, gunakan jenis pewarna alami yang diperoleh dari ekstrak tanaman kesumba keling (merah), pacar cina atau pacar jawa (merah muda), kunyit (kuning), daun suji (hijau), ataupun ubi jalar (violet) (Jaelani, 2009). F. Formaldehid Pengawet adalah salah satu bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam produk kosmetik, obat topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan kontaminasi mikroorganisme, anatar lain bakteri, jamur, kapang, dan alga yang berimplikasi pada percepatan proses pembusukan. Bahan pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi (DKA) karena kosmetik setelah pewangi. Salah satu bahan pengawet sintetik yang cukup membahayakan adalah formaldehid (Jaelani, 2009). Formaldehid merupakan bahan kimia yang ada dimana-mana di dalam ruangan. Sumber utamanya adalah bahan bakar dari gas alam, minyak tanah, asap rokok, dan produk-produk peralatan kantor atau rumah tangga yang menggunakan bahan kayu lapis. Bahaya yang ditimbulkan formaldehid adalah iritasi mukosa mata, hidung, tenggorokan dan asma. Karena formaldehid termasuk bahan kimia yang mudah bereaksi, bila dikombinasikan dengan protein bisa menimbulkan alergi kulit (Subandi, 2007).

G. Bahan Komedogenik Ada beberapa bahan baku sintetik yang sering dipakai pada produk kosmetik tertentu bersifat komedogenik dan bisa menyebabkan kelainan kulit. Diantaranya seperti isopropyl myristate dan analognya seperti senyawa isopropyl isostearate, butyl stearate, dan sebagainya (Jaelani, 2009). H. Bahan Tambahan Lainnya Bahan tambahan yang berfungsi sebagai preservatif yang biasa digunakan dalam formula kosmetik, antara lain dari golongan paraben (propil paraben dan metil paraben), asam benzoat, imidazolydinil urea, isothiazolones, benzalkoniumchloride, 2-bromo-2-nitropopanel, dan 3-diol dimethyl-hydantoin (Jaelani, 2009). 2.1.4 Gangguan pada Kulit A. Flek Hitam Flek hitam atau melasma merupakan hiperpigmentasi kecoklatan yang terjadi di wajah, leher, dan lengan, dengan warna yang simetris sama pada sisi kiri dan sisi kanan. Adanya peningkatan melanin atau tidak meratanya distribusi melanin dapat menyebabkan perubahan pigmentasi lokal atau flek. Penyebab melasma sendiri bisa dikarenakan faktor internal (seperti ketidakseimbangan hormon) maupun faktor eksternal (karena paparan sinar matahari, kontak dengan zat kimia, polusi, dan infeksi lokal). Untuk mengatasi masalah flek ini bisa dilakukan dengan proteksi dini terhadap paparan sinar matahari terhadap kulit dengan sunblock. Solusi herbal dengan kosmetik nabati juga bisa digunakan untuk menanggulangi flek hitam ini (Jaelani, 2009).

B. Iritasi Kulit Pemakaian kosmetik bukan saja dapat mempercantik dan memperindah penampilan. Tetapi apabila kurang hati-hati dalam memilih produk yang sesuai. Apalagi saat ini banyak produk kosmetik yang menggunakan bahan kimia berbahaya sebagai komponen bahan bakunya. Bila hal ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin terjadi iritasi pada kulit atau luka terutama karena kosmetik yang tidak cocok sehingga bukannya bertambah cantik tetapi malah sebaliknya (Jaelani, 2009). C. Jerawat Gangguan dermatologis karena jerawat merupakan permasalahan umum yang dialami setiap orang, terutama anak remaja. Meskipun begitu, justru karena hal inilah rasa percaya diri menjadi berkurang padahal ada bermacam cara untuk mencegah dan mengatasinya sedini mungkin (Jaelani, 2009). Jerawat bisa disebabkan oleh meningkatnya produksi kelenjar minyak (sebacus gland) sehingga menyumbat saluran folikel rambut maupun pori-pori kulit. Selain wajah, jerawat juga bisa terjadi pada bagian tubuh yang lain seperti di bagian punggung, leher, dada, hingga lengan bagian atas. Bahkan kulit kepala, hidung, dan telinga juga bisa menjadi daerah serangan jerawat (Jaelani, 2009). Berdasarkan tipe serangannya, jerawat bisa dibedakan dalam tiga kategori yaitu komedo, jerawat biasa, dan jerawat batu. Komedo adalah pori-pori yang tersumbat, bisa dalam kondisi terbuka maupun tertutup. Komedo yang terbuka atau blackhead ini tampak sebagai pori-pori yang membesar dan menghitam,

sedangkan komedo tertutup atau whitehead berupa kulit yang tumbuh di atas poripori yang tersumbat sehingga tampak seperti benjolan kecil putih (Jaelani, 2009). Adapun jerawat biasa, dapat terjadi berupa tonjolan kecil berwarna kemerahan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri pada pori-pori yang tersumbat. Gangguan psikologis, hormonal, dan lingkungan juga dapat memperbesar terjadinya jerawat. Sementara jerawat batu (cystic acne) merupakan jerawat besar dengan peradangan hebat dan berkumpul pada seluruh wajah. Secara genetis, jerawat jenis ini diakibatkan oleh kelenjar minyak yang berlebihan, pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak normal, dan respons berlebihan terhadap radang sehingga meninggalkan bekas pada kulit (Jaelani, 2009). Untuk mengatasi gangguan kulit seperti jerawat ini bisa dilakukan dari dalam dan dari luar. Menjaga kondisi psikis agar tetap stabil dan tenang berpengaruh pada respons hormonal yang menjadi pemicu munculnya jerawat. Demikian juga dengan konsumsi makanan berkadar lemak tinggi perlu dikurangi. Sebagai kompensasi, perbanyak mengkonsumsi makanan berserat tinggi seperti sayuran dan buah-buahan. Sementara itu perawatan kulit secara intensif dan alami bisa segera dicoba dengan mempergunakan bahan-bahan herbal untuk pencegahan dan penyembuhan jerawat (Jaelani, 2009). Sedangkan untuk mengatasi jerawat dari luar dapat menggunakan tretinoin. Penggunaan topikal tretionin (yaitu bentuk asam dari vitamin A) atau isomer isotretinoin bersifat antikomedogenik. Obat-obat ini berguna untuk mengobati jerawat tetapi pasien sebaiknya diperingatkan bahwa kemerahan dan

pengelupasan kulit dapat timbul setelah aplikasi untuk beberapa hari tetapi berkurang dengan waktu (BPOM RI, 2008). D. Kanker Kulit Secara patologis, kanker kulit dapat diartikan sebagai bentuk abnormalitas pertumbuhan dan perkembangan sel-sel gerak yang bisa terjadi pada kulit. Paparan cahaya matahari yang berlebihan bisa menjadi penyebab kanker kulit. Hal ini mengingat perkembangan kanker kulit itu tergantung pada jumlah sinar ultraviolet yang terserap kulit, daya tahan tubuh serta jumlah melanin (pigmen kulit) dari seseorang (Jaelani, 2009). Bagi mereka yang kebanyakan bekerja di luar rumah (misalnya petani dan nelayan) mempunyai risiko tinggi terkena kanker kulit. Apalagi dengan adanya perubahan suhu pada lingkungan global di atmosfer bumi, terutama dengan semakin menipisnya lapisan ozon (O 3 ) akibat efek rumah kaca. Padahal ozon merupakan penyerap yang sangat efektif terhadap radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari. Ozon ini membentuk lapisan pelindung di sekeliling bumi sehingga dapat menjaga bumi dari bencana radiasi yang disebabkan oleh sinar ultraviolet (Jaelani, 2009). Penyebab kanker kulit bisa terjadi karena paparan terhadap iritan kimia misalnya penggunaan kosmetik sintetik, bahan-bahan polutan akibat buangan limbah pabrik atau industri, dan sebagainya. Bisa juga karena luka (pukulan, tekanan, gosokan atau lecet) dan goresan fisik. Sementara itu, penyebab bahan biologis bisa berupa infeksi virus atau oleh kondisi patologis di dalam saat kondisi daya tahan tubuh sedang mengalami penurunan (Tucker, 1998).

Deteksi terhadap kanker kulit dapat diketahui dari beberapa gejala yang menyertainya seperti adanya bintik lebar berwarna keputihan pada daerah yang terkena, adanya lesi yang menonjol pada permukaan kulit dengan lingkaran yang tidak teratur, perubahan nyata dari tahi lalat (mole), serta pemborokan kulit pada luka yang lama (Tucker, 1998). 2.2 Asam Retinoat Asam retinoat disebut juga tretinoin adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol). Asam retinoat ini sering dipakai sebagai bentuk sediaan vitamin A topikal, yang dapat diperoleh secara bebas maupun dengan resep dokter. Bahan ini sering dipakai pada preparat untuk kulit terutama untuk pengobatan jerawat, dan sekarang banyak dipakai untuk mengatasi kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari (sundamage) dan untuk pemutih (Ikawati, 2010). Asam retinoat (C 20 H 28 O 2 ) BM 300,44 Tretionin topikal sebaiknya dihindari pada jerawat berat yang meliputi pada area yang luas. Hindari kontak dengan mata, lubang hidung, mulut, membran mukosa, kulit bereksim, kulit terbakar matahari atau kulit luka. Obat ini sebaiknya digunakan hati-hati pada area yang sensitif seperti leher dan penumpukan pada sudut hidung juga sebaiknya dihindari (BPOM RI, 2008) Tretinoin mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C 20 H 28 O 2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk

hablur, kuning sampai jingga muda. Kelarutan tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform (Ditjen POM, 1995). Menurut edaran BPOM bahwa asam retinoat/tretinoin/retinoic acid dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar teratogenik (cacat pada janin).padahal asam retinoat banyak dijumpai pada produk pemutih kulit, salah satunya adalah produk yang cukup popular di Yogyakarta yaitu Natasha Medicated Skin Care.Merek terkenal yang telah ditarik dari peredaran adalah OLAY Total White produk Malaysia dan PONDS Age Miracle produk Thailand/Singapore (Ikawati, 2010). 2.2.1 Mekanisme Kerja Asam retinoat Kulit memiliki reseptor untuk asam retinoat yang disebut retinoic acid receptor (RAR) yang berlokasi di dalam sel (intraseluler). Jika asam retinoat mengikat reseptornya, maka akan mengaktifkan transkripsi gen yang akan menstimulasi replikasi dan diferensiasi sel, terutama adalah sel-sel keratin (sel-sel tanduk) penyusun kulit dari luar (epidermis). Hal ini akan menyebabkan efek berkurangnya keriput dan memperbaiki sel-sel kulit yang rusak, misalnya karena paparan sinar matahari (Ikawati, 2010). Mekanisme asam retinoat sebagai obat jerawat belum banyak diketahui sepenuhnya. Sebuah penelitian oleh Diane Thiboutot dan Pennsylvania State University Collage of Medicine mengungkapkan bahwa asam retinoat ini meng-up regulasi gen untuk pembentukan protein NGAL. Dimana protein NGAL akan berperan dalam proses kematian (apoptosis) kelenjar sebasea, yaitu kelenjar penghasil minyak di kulit, yang umumnya terlibat pada terjadinya jerawat.

Dengan kematian sel kelenjar sebasea ini, maka produksi minyak kulit berkurang dan akan mengurangi jerawat (Ikawati, 2010). Asam retinoat juga sering dimasukkan dalam komposisi krim pemutih karena dipercaya memiliki efek pemutih. Efek asam retinoat ini tidak langsung melalui penghambatan pigmen melanin seperti beberapa senyawa pemutih lainnya, tetapi diduga karena terjadinya peningkatan poliferasi sel-sel keratin dan percepatan pergantian epidermis (lapisan kulit paling luar), sehingga memberikan efek mencerahkan kulit (Ikawati, 2010). 2.2.2 Efek Samping Asam Retinoat Pada penggunaan topikal, asam retinoat dapat, menyebabkan iritasi kulit, kulit seperti terbakar, terutama buat yang berkulit sensitif. Sedangkan pada penggunaan sistemik (misalnya peroral/diminum) asam retinoat memiliki efek teratogenik, yaitu menyebabkan abnormalitas perkembangan janin dalam kandungan. Paparan yang paling kritis selama 3-5 minggu kehamilan, bahkan sebelum sang ibu ketahuan hamil. Penggunaan asam retinoat ini dapat menyebabkan berbagai bentuk malformasi/kecacatan pada janin. Fakta ini diperoleh beberapa saat setelah Accutane, suatu obat jerawat berbentuk kapsul berisi isotretinoin (13-cis-retinoic acid), diperkenalkan pada bulan September tahun 1982. Diperkirakan 160 ribu wanita hamil pada saat itu menggunakannya. Antara tahun 1982-1987, kurang lebih dijumpai 900-1300 bayi yang lahir cacat, 700-1000 terjadi aborsi spontan, dan 5000-7000 janin digugurkan secara medis karena paparan Accutane. Anak-anak yang sempat dilahirkan memiliki gangguan hidrocephalus (pembesaran kepala berisi cairan), kecacatan telinga, gangguan

jantung, dan penurunan intelegensia. Sejak itu Accutane digolongkan sebagai obat dengan kategori X untuk kehamilan, yaitu tidak boleh sama sekali dipakai pada wanita hamil atau yang merencanakan hamil. Accutane sendiri masih beredar di Amerika dan merupakan obat dengan resep dokter (Ikawati, 2010). Walaupun efek yang paling nyata adalah pada penggunaan sistemik, tetapi pada penggunaan topikal (dioleskan di kulit) jika dilakukan dalam jangka waktu lama juga dikuatirkan akan menyebabkan terserapnya asam retinoat ke dalam tubuh dan akan mempengaruhi janin apabila digunakan oleh wanita hamil (Ikawati, 2010). 2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985). Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama-sama dengan kromatografi kertas (KKr) dengan berbagai macam variasinya pada umumnya dirujuk sebagai kromatografi planar.kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang

didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman, 2009). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007). Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap) dan sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya bekerja sama untuk mencapai pemisahan. Selain itu, hal yang juga penting adalah memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat pengembangan, atmosfer bejana, dan lain-lain (Stahl, 1985). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom.demikian juga peralatan yang digunakan.dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3.1 Fase Diam (Lapisan Penjerap) Lapisan dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan untuk KLT yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Bila data KLT dikemukakan, bukan hanya spesifikasi umum penjerap yang harus disebutkan, tetapi juga jenis dan perusahaan pembuatnya. Bila dilihat dalam sinar jatuh dan sinar lewat, lapisan yang kering mempunyai wajah yang seragam dan membentuk ikatan yang baik

dengan penyangga. Panjang lapisan tersebut 200 mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis, tebalnya 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab dan bebas dari uap laboratorium (Stahl, 1985). Penjerap untuk KLT ialah (diurut mulai dari yang paling penting) silika gel, alumina, kiselgur, dan selulosa. Semuanya lebih halus (melewati ayakan 200 mesh) daripada penjerap yang dipakai pada kromatografi kolom klasik dan kehalusannya sama seperti kehalusan penjerap untuk KCKT. Pada kenyataannya memang penjerap KLT dapat dipakai langsung pada beberapa sistem KCKT. Penjerap biasanya mengandung pengikat dan banyak juga yang sekaligus mengandung zat tambahan lain (Gritter, 1991). Terdapat perbedaan yang sangat berarti anatar penjerap (dan lapisan siap pakai) yang berasal dari sumber niaga yang berlainan. Terutama silika gel mempunyai bermacam-macam sifat, bahkan kadang-kadang batch yang satu berbeda dengan batch yang lain meskipun pabriknya sama. Dianjurkan agar sedapat mungkin bekerja dengan memakai pelat yang berasal dari satu pabrik. Walaupun ada petunjuk pembuatan berbagai penjerap dalam pustaka, dianjurkan untuk membeli dari sumber niaga (Gritter, 1991). 2.3.2 Fase Gerak (Pelarut Pengembang) Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran

sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga volume total 100, misalnya benzena-kloroform-asam asetat 96% (50:40:10). Pada kromatografi penjerap, pelarut pengembang dapat dikelompokkan ke dalam deret eluotropik berdasarkan efek elusinya. Efek elusi naik dengan kenaikan kepolaran pelarut. Misalnya heksana nonpolar mempunyai efek elusi lemah, kloroform cukup kuat, dan metanol yang polar efek elusinya kuat (Stahl, 1985). Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam mamilih dan mengoptimasi fase gerak: Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut nopolar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti

campuran air dan campuran metanol dengan perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.3 Aplikasi (Penotolan) Sampel Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak makan akan menurunkan resolusi (Rohman, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl (Gandjar dan Rohman, 2007). Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan di dalam pelarut yang agak nonpolar untuk ditotolkan pada lapisan. Pada umumnya, dipakai larutan 0,1-1%. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi yang terbaik yang bertitik didih antara 50 o dan 100 o C.Pelarut yang demikian mudah ditangani dan mudah menguap dari lapisan.air hanya dipakai jika tidak ada pilihan (Gritter, 1991). Bercak atau pita ditotolkan pada jarak 15 mm dari tepi bawah lapisan. Jarak suatu bercak awal, yang berukuran 3 5 mm, ke bercak awal lainnya dan jarak antara bercak paling pinggir dengan tepi samping sekurang-kurangnya 10 mm. Lapisan tidak boleh rusak selama penotolan cuplikan itu. Biasanya ditotolkan 1 10 µl larutan cuplikan 0,1 1%. Untuk menotolkan disarankan agar menggunakan mikropipet berujung runcing, khusus berskala 1 µl dan bervolume 10 µl (1 ml = 1000 µl).larutan yang keatsiriannya rendah atau jumlahnya besar,

ditotolkan sebagian-sebagian; dalam hal ini pelarut dibiarkan menguap dahulu sebelum penotolan berikutnya dilakukan (Stahl, 1985). 2.3.4 Pengembangan Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal, yaitu jarak antara garis awal dan garis depan, ialah 100 mm. Di samping pengembangan sederhana, yaitu perambatan satu kali sepanjang 10 cm ke atas, pengembangan ganda dapat juga digunakan untuk memperbaiki efek pemisahan yaitu dua kali merambat 10 cm ke atas berturut-turut pada pengembangan dua kali. Lapisan KLT harus dalam keadaan kering diantara kedua pengembangan tersebut, ini dilakukan dengan membiarkan pelat di udara selam 5-10 menit (Stahl, 1985). Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedapat mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan). Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ada beberapa teknik untuk melakukan pengembangan dalam kromatografi lapis tipis, yaitu pengembangan menaik (ascending). Selain dengan cara menaik, dikenal pula pengembangan dengan cara menurun (descending), melingkar dan mendatar. Meskipun demikian, cara pengembangan menaik merupakan cara yang paling populer dibandingkan dengan cara menurun (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.3.5 Deteksi Setelah plat mengembang, bercak-bercak yang terbentuk segera dilihat (dengan menggunakan lampu ultraviolet jika memiliki gugus kromofor, atau dengan uap iodin jika tidak memiliki gugus kromofor) dan Rf masing-masing bercak ditentukan. Rf dalah hasil pembagian antara jarak perpindahan bercak dengan jarak pengembangan pelarut, dan dituliskan dalam bentuk nilai desimal (Cairns, 2008). Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan dengan fluoresensi dibawah sinar ultraviolet (Rohman, 2009). 2.3.5.1 Lampu UV untuk Eksitasi Fluoresensi Untuk daerah gelombang panjang kira-kira 365 nm, disarankan untuk menggunakan lampu uap raksa dengan bola kaca hitam dan prapenguat. Lampu

ini menghasilkan kekuatan radiasi yang jauh lebih besar ketimbang lampu pijar berkaca hitam (Stahl, 1985). Lampu raksa bertekanan rendah dari kaca khusus dengan pelat filter kaca hitam, misalnya UG 5 Schott&Gen biasanya digunakan untuk eksitasi fluoresensi di daerah UV gelombang pendek. Lampu pembunuh hama yang kecil, dengan menggunakan filter yang disebutkan tadi, sangat bermanfaat. Suatu sudut kecil yang gelap atau suatu ruang kecil yang ditutup dengan tirai hitam merupakan tempat yang baik untuk melakukan pemeriksaan (Stahl, 1985). 2.3.5.2 Deteksi dengan Pereaksi Semprot Penting diingat bahwa pereaksi warna harus mencapai pelat KLT dalam bentuk tetesan yang sangat halus sebagai aerosol, dan bukan sebagai semprotan kasar. Biasanya hal ini tidak dapat dicapai bila digunakan penyemprot pompa bola. Penyemprot serba kaca digunakan dengan udara tekan (saluran udara tekan, kompresor kecil atau botol N 2 dengan katup pengecil) (Stahl, 1985). Jenis penyemprot tiga bagian yang mudah digunakan lebih menguntungkan dan lebih murah, karena itu disarankan untuk digunakan. Kaleng propelan dan wadah peraksi kacanya mudah diganti-ganti. Sebuah tabung reaksi dapat digunakan sebagai pengganti wadah pereaksi kaca, tabung ini berisi 10 ml pereaksi yang dapat digunakan untuk menyemprot langsung dengan cara mencelupkan pipa dan menekan tombol. Semprotan pertama harus diarahkan ke samping pelat KLT untuk mengecek semburan jet aerosol yang halus. Setelah itu barulah semprotan diarahkan ke pelat sambil menggerakkannya hati-hati ke seluruh lapisan (Stahl, 1985).