1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT KAWASAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA SECARA BERKELANJUTAN MUH. YUSUF

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada, Amerika, dan Rusia), (World Resources Institute, 2001), serta wilayah laut teritorial seluas 5,1 juta km 2 (63 % dari total wilayah teritorial Indonesia), ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km 2, sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar dan beranekaragam. Berdasarkan data dari Departemen Dalam Negeri (2004), jumlah pulau di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebanyak 17.504 buah, 7.870 buah diantaranya telah mempunyai nama dan sisanya 9.634 belum memiliki nama. Dari sekian ribu pulau tersebut, sebagian besar merupakan pulau-pulau berukuran kecil yang jumlahnya lebih dari 10.000 buah (Dishidros, 1997 yang diacu dalam Ello dan Subandi, 1998). Dalam pembangunan berkelanjutan, keberadaan pulau-pulau kecil sangat strategis sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru dalam mengatasi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia saat kini. Di samping memiliki jumlah yang banyak, pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki potensi sumberdaya alam daratan (terestrial) yang sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar, dimana potesi perikanan di pulau-pulau kecil didukung oleh adanya beragam ekosistem seperti terumbu karang (coral reefs), padang lamun (seagrass) dan vegetasi bakau (mangrove). Pulau-pulau kecil juga memiliki banyak tempat-tempat yang indah dan nyaman untuk wisata seperti pantai berpasir putih, dan terumbu karang. Selain itu terdapat pula jasa-jasa lingkungan laut yang dapat dikembangkan untuk kegiatan transportasi laut. Sumberdaya kelautan tersebut kesemuanya merupakan potensi yang memiliki nilai tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan daerah. Salah satu contoh gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki tipe-tipe ekosistem dan sumberdaya sebagaimana tersebut di atas adalah Kepulauan Karimunjawa. Secara administratif Kepulauan Karimunjawa berada di wilayah Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah.

2 Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 27 pulau tercakup ke dalam 3 desa yaitu desa Karimunjawa, Kemujan dan Parang. Data statistik menunjukkan, dari ke tiga desa ini jumlah penduduk kepulauan Karimunjawa sebanyak 8.842 orang. Jumlah penduduk sebesar ini, sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani/pembudidaya laut sebanyak 2.883 orang (42,90 %), buruh dan penggali 294 orang (3,33 %), pedagang dan konstruksi 319 orang (3,61 %), PNS dan ABRI 242 orang (2,75 %), sisanya bekerja di angkutan dan jasa lainnya (BPS Kabupaten Jepara, 2005). Potensi sumberdaya Kepulauan Karimunjawa adalah: keanekaragaman jenis biota laut seperti biota karang (90 jenis), ikan karang (242 jenis), beberapa jenis udang dan lobster, penyu (2 jenis), rumput laut (10 genus), padang lamun (10 genus), vegetasi mangrove (11 jenis), dan berbagai biota laut lainnya serta didukung oleh kondisi airnya yang jernih, dikelilingi pulau-pulau besar dan kecil memberikan nilai tersendiri bagi keindahan alam Karimunjawa yang mempesona (Martoyo, 1998). Menurut laporan BPS Jawa Tengah (2000), penghasilan utama di Kepulauan Karimunjawa adalah ikan laut terutama jenis tongkol dan berbagai jenis ikan karang seperti kakap, kerapu sunuk, napoleon dan lobster yang dihasilkan melalui pengoperasian 1.092 unit, dari berbagai unit alat tangkap dengan jumlah armada mencapai 304 buah. Upaya untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya tersebut di atas, Pemerintah melalui Departemen Kehutanan pada tahun 1988 melakukan kebijakan dengan menetapkan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut yang dituangkan ke dalam SK. Menteri Kehutanan. No. 161/Menhut-II/1988. Sebagai Taman Nasional, maka bentuk pengelolaannya (pengaturan ruang) didasarkan pada sistem Zonasi, hal ini sesuai dengan UU. No. 5 tahun 1990. Sedangkan peraturan perundangan yang terbaru menggunakan UU. No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang di dalamnya juga mengatur pengelolaan kawasan konservasi ekosistem. Sejak ditetapkannya Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional tahun 1988 hingga kini bentuk pengelolaannya yang berupa sistem zonasi masih mengacu pada Dokumen Rencana Induk Taman Nasional Laut Kepulauan

3 Karimunjawa yang disusun oleh Pemerintah Daerah Propinsi Dati I Jawa Tengah tahun 1988, dan hingga kini masih belum mengalami revisi. Penetapan zonasi yang telah diberlakukan selama kurang lebih 18 tahun yang lalu ternyata hingga kini masih menyisakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan kondisi biofisik sumberdaya dan ekosistem yang tidak semakin membaik, dan berbagai kerusakan masih saja terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penetapan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut (marine protected area) hingga kini masih belum bisa sepenuhnya memenuhi fungsi dan tujuan yang diharapkan sebagai suatu kawasan konservasi. Sebetulnya kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara saat ini telah mengarah kepada pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang berkelanjutan, seperti yang tertuang dalam APBD tahun 2006 mencantumkan bahwa beberapa hal yang menjadi fokus perhatian adalah penataan zonasi, konservasi alam, pengembangan wisata bahari dan budidaya laut, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Demikian pula kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yakni Kepulauan Karimunjawa dijadikan sebagai salah satu andalan atau sektor utama untuk pembangunan Jawa Tengah lima tahun ke depan (2003-2008) sebagai salah satu daerah tujuan untuk pengembangan wisata bahari yang mampu meningkatkan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat setempat di satu sisi, dan dapat memelihara kelestarian lingkungan (ekosistem) di sisi lain, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan daerah No.11 tahun 2003 tentang Rencana Strategis Daerah Jawa Tengah tahun 2003-2008. Namun implementasi keterpaduan pengelolaan dalam hal ini pengaturan terpadu pemanfaatan sumberdaya kawasan, dan bagaimana pengaturan/penetapan jenis-jenis kegiatan untuk berbagai kepentingan pemanfatan belum terlihat formulasinya. Di samping itu, penentuan prioritas dari beberapa alternatif (strategi) kebijakan yang mengakomodasi dari berbagai sektor kepentingan juga belum ditentukan. Implementasi kebijakan dalam pengelolaan Kepulauan Karimunjawa yang sedang berjalan saat ini terlihat masih bersifat sektoral, belum adanya keterpaduan sektor, belum mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders, dan belum terlihat dilibatkannya masyarakat secara penuh yang dapat mewakili semua unsur lapisan masyarakat yang ada baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagai contoh, sejauh pengamatan peneliti di lapang masih belum terwakilinya/tersalurkannya aspirasi kelompok masyarakat tertentu dari

4 perwakilan masing-masing desa, dan para stakeholders lain dalam proses penyusunan zonasi baru, dan belum terpadunya program kegiatan antar sektor pelaku pembangunan (instansi/dinas terkait) dalam satu paket kegiatan dan pengelolaan terpadu, hal ini bisa terlihat karena dalam kenyataannya masingmasing sektor membuat program kegiatan sendiri-sendiri, belum terlihat keterpaduan program kegiatan secara sinergis baik di lingkup Pemerintahan Kabupaten dengan Pemerintah Propinsi maupun dengan Pemerintah Pusat (Departemen Kelautan dan Perikanan), sehingga berimplikasi timb ulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan konflik pemanfatan dan kerusakan sumberdaya dan ekosistem seperti yang terjadi sekarang ini. Indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara kuantitatif sangat jelas terlihat, dan dari tahun ke tahun kondisinya sangat mengkhawatirkan. Data kerusakan atas ekosistem dan sumberdaya dapat ditunjukkan dalam laporan hasil penelitian di bawah ini. Laporan Propinsi Daerah Tk. I Jawa Tengah (1988), dan laporan hasil penelitian Supriharyono, et al., (1992; 1999) yang menyebutkan adanya perubahan persentase karang hidup dari tahun 1988, 1992 dan 1999 di beberapa pulau yaitu pulau Menjangan Besar (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 33 % dan 32,5 %; pulau Menjangan Kecil (zona pemanfaatan) dari 70 % menjadi 37 % dan 35,7 %; dan pulau Cemara Kecil (zona perlindungan) dari 55 % menjadi 56 % dan 43,9 %. Menurut Manoppo (2002), persentase penutupan karang hidup mengalami perubahan dari tahun 1997, 1999 dan 2000 di pulau Menjangan Kecil berturut-turut dari 39,42 % menjadi 37,80 % dan 37,66 %; pulau Cemara Kecil dari 62,02 % menjadi 63,09 % dan 63,12 %. Sedangkan menurut laporan penelitian Balitbang tahun 2003, bahwa persentase tutupan karang hidup di beberapa pulau adalah relatif kecil, seperti di P. Menjangan Besar sebesar 27 %, P. Cemara Kecil sebesar 30 %, dan P. Menjangan Kecil sebesar 35 %. Penutupan vegetasi mangrove juga mengalami perubahan yang menyusut dari tahun 1997 ke tahun 1999 yaitu 587,88 ha menjadi 576,81 ha, dan penambahan luasan areal tambak dari 11,61 ha (1997) menjadi 23,40 ha (1999). Produksi ikan yang tertangkap di Kepulauan Karimunjawa juga mengalami penurunan dari tahun 2000 sebesar 56.292 kg menjadi 48.659 kg (BPS Jawa Tengah, 2001).

5 Berdasarkan atas kondisi dan permasalahan tersebut, kiranya untuk mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terjadi dan sebagai acuan untuk memandu rencana pengelolaan jangka panjang ke depan, sudah saatnya segera dilakukan penentuan zonasi baru atau melakukan zonasi ulang. Zonasi yang akan ditentukan dalam penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yakni menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial. Selanjutnya, mengintegrasikan hasil penentuan zonasi tersebut dengan aspirasi/usulan masyarakat dan kesesuaian lahan (lokasi) serta pemanfaatan lahan/ perairan saat ini (present landuse), dan selanjutnya diperoleh penentuan akhir zonasi. Kemudian, sebagai arahan pengelolaan jangka panjang ke depan, dilakukan analisis kebijakan untuk menentukan alternatif (strategi) kebijakan mana yang perlu diprioritaskan untuk dilaksanakan terutama bagi penentu kebijakan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan. Hingga saat ini penentuan zonasi untuk kawasan konservasi dengan pendekatan seperti dalam penelitian ini belum ada. Umumnya, penentuan zonasi hanya dilakukan berdasarkan atas kriteria ekologi atau ekologi dan sosial. Penelitian yang dilakukan Suryanto (2000) di Kepulauan Karimunjawa bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas pendekatan Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) yang menekankan pada nilai-nilai ekologis atau ekosistem; sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Soselisa (2006) di gugusan pulau-pulau Padaido (Kabupaten Biak) bahwa dalam penentuan zonasi didasarkan atas kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, tapi tidak mengintegrasikannya dengan aspirasi masyarakat dan kesesuaian lahan (lingkungan). Oleh karena itu, diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh suatu hasil yang lebih komprehensif dan dapat diaplikasikan ke lapangan, yaitu di satu sisi hasil penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat bagi masyarakat, di sisi lain kelestarian ekosistem dan sumberdaya yang ada dapat terpelihara kelestariannya. 1.2 Perumusan Masalah Pengembangan Kepulauan Karimunjawa yang saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, berdampak terhadap beragamnya

6 kepentingan yang ingin memanfaatkan sumberdaya dan ruang di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa oleh berbagai individu, kelompok masyarakat, dan pengguna lainnya. Akibat pertambahan penduduk, perluasan permukiman, perkembangan kegiatan perikanan, perkembangan wisata bahari, dan semakin meningkatnya kegiatan transportasi laut, maka kawasan Taman Nasional Karimunjawa mendapat tekanan ekologi yang berat akibat eksploitasi sumberdaya yang terus menerus dari para pengguna (users) untuk beragam kepentingan dan penggunaan. Akibatnya, terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) dalam penggunaan ruang dan sumberdaya, terutama konflik yang terjadi antara Balai Taman Nasional Karimunjawa sebagai pengelola dengan masyarakat nelayan dan pembudidaya yang melakukan aktifitasnya dalam kegiatan penangkapan ikan dan budidaya laut, serta benturan kepentingan antara kepemilikan pulau secara pribadi oleh beberapa orang investor/pengusaha dengan Balai Taman Nasional terutama peruntukan suatu pulau untuk pendirian cottage/resort dan kegiatan wisata lainnya, bersamaan dengan program pengembangan wisata bahari yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Daerah. Hal tersebut, secara nyata telah berakibat terhadap meningkatnya degradasi ekosistem dan sumberdaya di Kepulauan Karimunjawa. Beragamnya penggunaan oleh para stakeholders tersebut, mengharuskan bahwa dalam pengaturan ruang (zonasi) dan pengelolaannya harus dilakukan secara komprehensif yaitu pengelolaan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekologi tapi juga aspek ekonomi, sosial dan budaya. Penerapan aspek-aspek tersebut sejalan dengan prinsip atau kaidah pembangunan berkelanjutan yaitu menekankan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial sebagai pilar utamanya, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam penentuan zonasi. Sebagai kawasan konservasi, penentuan batas-batas zonasi Taman Nasional Karimunjawa hingga kini masih mengacu pada zonasi yang diusulkan pada tahun 1990 dan belum pernah mengalami revisi. Berdasarkan atas dinamika sosial ekonomi masyarakat seperti pertambahan penduduk, perluasan permukiman, meningkatnya kegiatan perikanan laut, berkembangnya kegiatan wisata, transportasi laut, dan atas dasar kondisi ekosistem dan sumberdaya seperti laju kerusakan terumbu karang, hutan mangrove, potensi perikanan, maka zonasi yang telah ada perlu untuk direvisi kembali dengan menetapkan zonasi baru yang

7 didasarkan pada kriteria ekologi, ekonomi dan sosial, dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat serta perlunya mempertimbangkan kesesuaian lahan (daya dukung) sebagai arahan dalam alokasi pemanfaatan lahan/perairan. Dalam penetapan zonasi ulang (rezonasi), masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaan pengelolaan dan pelaksanaannya, karena tidak dilibatkannya masyarakat atau stakeholders terutama dalam penentuan zonasi dan proses perencanaan awal dapat berimplikasi terhadap tidak efektifnya dalam mencapai sasaran dan tujuan suatu pengelolaan (keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan konservasi). Menurut Post dan Lundin (1996) dan UNEP (1999), keterlibatan masyarakat atau stakeholders pada setiap tahapan yang mungkin di dalam pengembangan dari suatu rencana zonasi pesisir dan laut adalah sangat penting dalam pengakuan dan keberhasilan implementasinya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Penentuan zonasi yang berjalan selama ini sudah tidak efektif lagi dalam mencapai sasaran dan tujuan pengelolaan kawasan konservasi Taman Nasional Karimunjawa. Hal ini terlihat dari indikasi kerusakan ekosistem dan sumberdaya. (2) Strategi kebijakan pengelolaan yang sedang berjalan belum mengakomodasi kepentingan para stakeholders termasuk aspirasi masyarakat lokal. Hal ini terlihat dari masih terjadinya konflik pemanfaatan dan belum adanya penentuan prioritas pengelolaan. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyediakan alternatif kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa secara lebih komprehensif, yaitu pengelolaan yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders khususnya kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan konservasi, perikanan, dan wisata didasarkan atas prinsip keberlanjutan. Untuk dapat mencapai tujuan umum tersebut, ditetapkan tujuan khusus yaitu : (1) Menentukan kesesuaian lahan (lingkungan) kawasan Taman Nasional Karimunjawa bagi peruntukan ekowisata bahari kategori selam, ekowisata

8 bahari kategori snorkling, wisata pantai kategori rekreasi, budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut, budidaya teripang, konservasi hutan mangrove. (2) Menyusun alternatif zonasi baru (zonasi ulang) kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan mempertimbangkan kesesuaian lahan (lingkungan). (3) Menentukan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pengambil keputusan terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Jepara dan pihak pengelola Taman Nasional (Balai Taman Nasional Karimunjawa Jepara) dalam menentukan pengembangan kawasan kepulauan Karimunjawa sebagai kawasan konservasi, khususnya dalam penataan ruang (penetapan zonasi) dan penentuan prioritas strategi pengelolaan. Manfaat lain adalah sebagai arahan bagi para penentu/pengambil kebijakan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya terutama dalam usaha di bidang perikanan tangkap, budidaya laut dan wisata laut di Kepulauan Karimunjawa secara berkelanjutan. 1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Konsep pengelolaan sumberdaya berkelanjutan Pembentukan Taman Nasional Laut Karimunjawa dituangkan ke dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.161/Men.hut-II/1988 yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya dan ekosistemnya agar dapat memenuhi fungsi: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya dan ekosistemnya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekkreasi. Keputusan ini sejalan dengan UU. No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

9 Taman Nasional sebagaimana disebutkan di atas pada hakekatnya merupakan salah satu cara pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Pengelolaan yang berkelanjutan ini harus memenuhi berbagai persyaratan agar manfaat dan fungsi dari pengelolaan tersebut dapat diperoleh secara optimal tanpa merusak sumberdaya alam dan lingkungannya. Oleh karena itu, prinsip-prinsip pengelolaan atau pembangunan berkelanjutan harus juga dipahami di dalam membentuk/mengelola suatu kawasan taman nasional laut (kawasan konservasi). Konsepsi pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk meme nuhi kebutuhan mereka sendiri. Konsep di atas mengandung maksud bahwa kegiatan pembangunan (ekonomi) bisa terlanjutkan asalkan dimensi lingkungan atau keutuhan fungsi lingkungan dipertimbangkan. Menurut Serageldin (1996) yang diacu dalam Bengen (2003) pembangunan yang berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu pilar ekonomi, ekologi dan sosial. Pilar ekonomi, menekankan pada perolehan pendapatan (kesejahteraan masyarakat) yang berbasis penggunaan sumberdaya yang efisien. Pilar ekologi, menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia; dan Pilar sosial, menekankan pada pemeliharaan (terjaganya) kestabilan sistem sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat termasuk penghindaran konflik keadilan baik antar generasi maupun dalam suatu generasi. Menurut Salm dan Clark (1982), pemilihan Marine Protected Area bergantung pada tujuan pembentukannya, yaitu: (1) tujuan sosial, pengembangannya untuk rekreasi, pendidikan dan penelitian serta adanya peninggalan sejarah dan situs budaya. Kriterianya akan ditekankan pada faktor keselamatan; (2) tujuan ekonomi, perhatian utama pada perlindungan wilayah pesisir, pemeliharaan perikanan atau pengembangan wisata dan industri yang sesuai. Kriteria akan ditekankan pada intensitas eksploitasi sumberdaya, ada potensi nilai ekonomi dari sumberdaya serta tingkat ancaman terhadap sumberdaya yang ada; dan (3) tujuan ekologi, seperti pemeliharaan keragaman genetik, proses ekologis, pemulihan kembali spesies. Kriteria akan ditekankan pada keunikan, keragaman dan sifat alamiah lokasi.

10 Keterpaduan ke tiga aspek pengelolaan sumberdaya kawasan perlindungan dicerminkan oleh keseimbangan antara masing-masing aspek (aspek ekologi, ekonomi, sosial) sebagai tolok ukur dalam pembangunan yang berkelanjutan. 1.5.2 Penerapan kerangka pikir dalam penelitian Kawasan Taman Nasional Karimunjawa memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan, baik sumberdaya perikanan seperti berbagai jenis ikan, udang, karang, maupun keanekaragaman ekositem seperti terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove yang terdapat di dalamnya. Seiring dengan berkembangnya pembangunan dan meningkatnya kebutuhan masyarakat Karimunjawa terhadap potensi sumberdaya yang ada, saat ini kawasan Taman Nasional Karimunjawa mengalami konflik atau benturan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang disebabkan oleh berbagai kegiatan pemanfaatan di satu sisi, dan kendala pengelolaan sumberdaya di sisi lain. Konflik kepentingan yang timb ul, disebabkan oleh berbagai pemanfaatan yang saling berbenturan antara kegiatan untuk kepentingan pelestarian, ekowisata, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya karena belum adanya penataan ruang dalam penentuan kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan). Sementara, kendala pengelolaan yang berupa kondisi sumberdaya biofisik seperti banyaknya pulaupulau kecil yang saling terpisah satu dengan lainnya, kondisi tutupan terumbu karang dan sumberdaya ikan yang menurun, maupun kondisi sumberdaya sosial, ekonomi, budaya seperti rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan, terbatasnya kualitas SDM, rendahnya kesadaran masyarakat menjadi permasalahan bagi pengelolaan Karimunjawa ke depan. Berpijak dari pemikiran kaidah pembangunan berkelanjutan, yaitu bagaimana memadukan antara aspek lingkungan dan kepentingan ekonomi, maka penetapan kebijakan pengelolaan yang dilakukan melalui penyusunan zonasi ulang kawasan berdasarkan atas kesesuaian daya dukung (kesesuaian lahan) dan menggunakan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial serta partisipasi aktif`dari masyarakat, diharapkan dapat menjawab permasalahan yang timbul, sehingga tujuan untuk mencapai pengelolaan sumberdaya kawasan Taman Nasional

11 Karimunjawa secara berkelanjutan dapat tercapai. Secara diagramatis, kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1. 1.6 Kebaharuan (Novelty) Kebaharuan disertasi ini terletak pada pendekatan proses penyusunan zonasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial dengan mempertimbangkan bobot akademik dan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Proses penyusunan zonasi selanjutnya dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan kesesuaian lahan (daya dukung) sebagai dasar arahan bagi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara berkelanjutan.

12 Konflik Kepentingan Pelestarian Ekowisata Perikanan Tangkap Kebijakan Pengelolaan Ekologi (parameter terbatas) Zonasi Kehutanan Tahun 2005 Partisipasi Masyarakat (terbatas) Sumberdaya Taman Nasional Karimunjawa Perikanan Budidaya Kesesuaian Lahan (Daya Dukung) Zonasi Baru Rekomendasi Zonasi dalam Pengelolaan Kawasan Sumberdaya Biofisik Potensi & Kendala Pengelolaan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, Budaya Partisipasi Aktif Masyarakat Kriteria Zonasi Ekologi, Ekonomi, Sosial Kaidah Pembangunan Berkelanjutan Gambar 1 Kerangka pikir penelitian kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Taman Nasional Karimunjawa