BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

Proses Penularan Penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo pada bulan 30 Mei 13 Juni Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

DINAMIKA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KECAMATAN KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

UMUM 1. Nama:.. 2. Tanggal Lahir:. 3. Jenis Kelamin: Laki-laki/Perempuan 4. Kelas: 5. Sekolah: SDN Cibogo. Universitas Kristen Maranatha

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

LAMPIRAN 1 SURAT IJIN PENELITIAN BADAN KESBANGPOL DAN LINMAS PEMERINTAH KABUPATEN HALMAHERA UTARA. 1. Sebelum penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB III METODE PENELITIAN

KUESIONER. Hari/Tanggal : Waktu : Pukul... s/d... No. Responden : 1. Nama (inisial) : 2. Umur :

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue (DBD), Sanitasi lingkungan rumah, Faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo. mencakup 14 Kelurahan, 201 Dukuh, 138 RW (Rukun Warga), dan 445 RT

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Faktor-faktor kejadian malaria

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATEN KABUPATEN KARANGANYAR ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

STUDI KEBERADAAN JENTIK DAN PERILAKU PENDERITA CHIKUNGUNYA DI DESA TALUMELITO KECAMATAN TELAGA BIRU

BAB I PENDAHULUAN.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PENCEGAHAN FILARIASIS DI RASAU JAYA II KABUPATEN KUBU RAYA ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik RSSN Bukittinggi pada tanggal

BAB IV METODE PENELITIAN. obyektif. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional yakni

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

Fajarina Lathu INTISARI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertempat di wilayah kerja puskesmas Motoboi Kecil

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni desa Mootayu,Mootawa, Tombulilato, Alo, Moopiya, Pelita Jaya, Inomata, Mootinelo, dan Laut Biru. Luas wilayah Kecamatan Bone Raya adalah : 8.576 km 2 dengan kepadatan penduduk : 1 jiwa / km 2. Letak Puskesmas Tombulilato Kecamatan Bone Raya secara geografis batas wilayah kerjanya sebagai berikut : Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Bulawa Kabupaten Bone Bolango Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Bone Kabupaten Bone Bolango Sebelah Selatan Sebelah Barat : Berbatasan dengan Laut Tomini : Berbatasan dengan SDN 1 Tombulilato Kabupaten Bone Bolango 4.1.2 Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk di Kecamatan Bone Raya di tahun 2012 adalah 9.563 jiwa dengan perincian laki laki sebanyak 4.707 jiwa dan perempuan 4.856 jiwa dengan jumlah 1.789 KK

4.2 Hasil Penelitian Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan maka hasil penelitian adalah sebagai berikut : 4.2.1 Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel yang di sertai tabel distribusi frekuensi dan presentase 1 Karakteristik Responden 1) Gambaran Responden menurut jenis umur Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur Di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Tahun 2012 Kasus Kontrol Total Umur 23-25 1 1.0 1 1.2 2 1.1 26-50 74 77.1 67 78.8 141 77.9 51-56 21 21.9 17 20 38 21 Sumber : Data Primer Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka didapatkan responden menurut umur terbanyak adalah pada umur 26 50 tahun yakni sebanyak 141 jiwa ( 77.9 % ) yakni pada kelompok kasus sebanyak 74 jiwa dan pada kelompok kontrol sebanyak 67 jiwa, pada umur 51-56 tahun yakni sebanyak 38 jiwa ( 21.0 % ) yakni pada kelompok kasus 21 jiwa dan kontrol 17 jiwa,dan paling sedikit pada umur 23-25 tahun yakni sebanyak 2 jiwa (1.1 % ) kasus sebanyak 1 jiwa dan kontrol sebanyak 1 jiwa. Kelompok umur 26 50 tahun merupakan kelompok umur terbanyak. Hal ini dapat dilihat dari manifestasi klinis Filariasis yang timbul bertahun-tahun

kemudian setelah infeksi, sehingga menyebabkan penderita Filariasis pada umur dibawah 26 tahun lebih sedikit dibandingkan umur di atas 26 tahun. Filariasis pada umumnya menyerang pada semua kelompok umur, namun jarang terjadi pada anak - anak. Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila mendapat tusukan nyamuk infektif ( mengandung larva stadium 3 ) ribuan kali ( Kodim, 2008 ). 2) Gambaran Responden Menurut Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Di wilayah kerja Puskesmas TombulilatoTahun 2012 Kasus Kontrol Total Jenis kelamin Laki laki 54 56.3 52 61.2 106 58.6 Perempuan 42 43.7 33 38.8 75 41.4 Sumber : Data Primer Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan responden terbanyak adalah laki-laki yakni sebanyak 106 jiwa ( 58.6 % ) dan perempuan 75 jiwa ( 41.4 % ). Dapat di lihat pada tabel 4.2. Jenis kelamin juga sangat menunjang terjadinya Filariasis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan hal ini biasanya disebabkan oleh gaya hidup antara laki laki dan perempuan sangatlah berbeda. Pada umumnya juga laki laki lebih sering kontak langsung dengan vektor karena pekerjaannya di bandingkan dengan perempuan yang aktifitasnya lebih banyak berada di rumah.

3) Gambaran Responden menurut Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi Responden menurut Pendidikan Di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Tahun 2012 Kasus Kontrol Total Pendidikan Perguruan tinggi 1 1.0 0 0 1 0.6 SMA 2 2.1 8 9.4 10 5.5 SMP 16 16.7 21 24.7 37 20.4 SD 51 53.1 39 45.9 90 49.7 Tidak sekolah 26 27.1 17 20 43 23.8 Sumber : Data Primer Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato ditemukan masih banyak masyarakat yang tidak sekolah yakni sebesar 23.8% adapun sebagian masyarakat yang memiliki pendidikan terakhir mereka adalah SD yaitu sebesar 49.7% kemudian SMP sebesar 20.4%, SMA sebesar 5.5% dan yang paling sedikit Perguruan Tinggi yakni sebesar 0.6%. Berdasarkan tabel 4.3 Dapat disimpulkan bahwa masih banyak masyarakat yang berpendidikan rendah, yang artinya pendidikan mereka masih minim. Pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Seseorang yang berpendidikan rendah tidak terlalu memikirkan dengan serius permasalahan yang mereka hadapi begitu juga dengan kesehatan, sehingga mengakibatkan derajat kesehatan yang kurang atau menurun. Sebaliknya seseorang yang berpendidikan akan berpikir jernih dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi terutama masalah kesehatan ( Notoadmodjo, 2007 ).

4) Gambaran responden menurut alamat tempat tinggal Tabel 4.4 Distribusi Responden menurut alamat tempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato tahun 2012 Kasus Kontrol Total Alamat Mootayu 20 20.8 26 30.6 46 25.4 Mootawa 22 22.9 18 21.2 40 22.1 Tombulilato 9 9.4 8 9.4 17 9.4 Alo 4 4.2 7 8.2 11 6.1 Moopiya 2 2.1 7 8.2 9 4.9 Pelita Jaya 15 15.6 6 7.1 21 11.6 Inomata 2 2.1 6 7.1 8 4.4 Mootinelo 9 9.4 4 4.7 13 7.2 Laut biru 13 13.5 3 3.5 16 8.8 Sumber : Data primer Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango sebagaimana yang telah disajikan pada tabel 4.4 didapatkan responden yang beralamat di desa Mooatayu lebih banyak yakni 46 responden ( 25.4% ), desa Mootawa sebanyak 40 responden ( 22.1 ), desa Pelta jaya sebanyak 21 responden ( 11.6 % ), desa Tombulilato sebanyak 17 responden ( 9.4 ), Laut Biru sebanyak 16 responden (8.8 %), desa Mootinelo sebanyak 13 responden ( 7.2 % ), desa Alo sebanyak 11 responden ( 6.1% ), desa Moopiya 9 responden ( 4.9 % ), desa Inomata sebanyak 8 responden ( 4.4 % ).

6. Karakteristik Pekerjaan responden Tabel 4.6 Distribusi responden menurut pekerjaan Di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Kecamatan Bone Raya Tahun 2012 Kasus Kontrol Total Jenis Pekerjaan PNS 1 1.0 0 0 1 0.5 Wiraswasta 6 6.3 14 16.5 20 11 Petani 29 30.2 22 25.9 51 28.1 Nelayan 6 6.3 10 11.8 16 9 Penambang emas 49 51.0 33 38.8 82 45.3 URT 5 5.2 6 7.0 11 6 Sumber : Data Primer Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango didapatkan responden yang pekerjaannya sebagai Penambang emas lebih banyak yakni sebesar 45.3%, Petani sebesar 51%, Wiraswasta sebesar 11%, Nelayan sebesar 9%, PNS sebesar 0.5%, dan ada yang sebagai URT yakni sebesar 6%. 7. Gambaran jenis pekerjaan responden yang berisiko dan tidak berisiko Tabel 4.7 Distribusi responden menurut pekerjaan yang berisiko dan tidak berisiko di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato tahun 2012 Kasus Kontrol Total Jenis pekerjaan Berisiko 84 87.5 65 76.5 149 82.3 Tidak berisiko 12 12.5 20 23.5 32 17.7 Sumber : Data primer Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango didapatkan

responden dengan pekerjaannya yang berisiko yakni sebesar 82.3 % dan yang memiliki pekerjaan yang tidak berisiko sebesar 17,7 %. 8. Karakteristik keadaan lingkungan biologi disekitar rumah responden Tabel 4.8 Distribusi responden menurut keadaan lingkungan biologi sekitar rumah di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato tahun 2012 Kasus Kontrol Total Keadaan lingkungan Buruk 49 51 33 39 82 45.3 Baik 47 49 52 61 99 54.7 Sumber : Data primer Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango didapatkan keadaan lingkungan dalam kategori buruk yakni sebesar 45.3% dan dalam kategori baik yakni sebesar 54.7%. Lingkungan biologik dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penularan filariasis. faktor pendukung lingkungan biologik yakni adanya genangan air, dan semak-semak sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia spp. Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya ( Depkes RI, 2006 ).

9. Karakteristik kebiasaan responden Tabel 4.9 Distribusi kebiasaan responden di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato tahun 2012 Kasus Kontrol Total Kebiasaan Buruk 77 80.2 70 82.4 147 81.2 Baik 19 19.8 15 17.6 34 18.8 Sumber : Data primer Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango didapatkan kebiasaan responden yang berada dalam kategori buruk yakni sebesar 81.2% dan dalam kategori baik sebesar 18.8%. Perilaku atau kebiasaan sangat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Tradisi dalam masyarakat yang berpengaruh negative terhadap kesehatan masyarakat serta beberapa sikap yang sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya penyakit filariasis. Seperti kebiasaan masyarakat keluar malam, kebiasaan masyarakat yang tidak mau menggunakan anti nyamuk serta berbagai macam sikap dan kebiasaan masyarakat yang mempengaruhi terjadinya filariasis ( Depkes RI, 2009 ). 4.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui besar faktor risiko. Untuk mengetahui besar faktor risiko dilihat dari besarnya nilai Odds ratio antara faktor faktor risiko dengan kejadian Filariasis. Jika OR > 1, artinya mempertinggi risiko, jika OR = 1, artinya tidak terdapat asosiasi atau hubungan, jika OR < 1, artinya mengurangi atau memperkecil risiko (Riwidikdo, 2009 ).

1. Besar faktor risiko jenis pekerjaan dengan kejadian Filariasis Tabel 4.10 Hasil Analisis besar faktor risiko Antara Jenis Pekerjaan Dengan Kejadian Filariasis Di Wilayah Kerja Puskesmas Tombulilato tahun 2012 Jenis Pekerjaan Responden Berisiko (petani,penambang emas, nelayan ) Tidak berisiko ( PNS, wiraswasta,urt, tidak bekerja ) Kasus Kontrol Total OR 84 87.5 65 76.5 149 82.3 12 12.5 20 23.5 32 17.7 Sumber : Data Primer Confidence Interval 95% 2154 0.982-4.725 Berdasarkan hasil analisis secara statistik di peroleh nilai Value odds ratio jenis pekerjaan dengan kejadian Filariasis adalah 2.339, ini merupakan nilai OR sebesar 2.154 atau OR > 1, Confidence interval (CI) 95% = 0.982 4.725. Artinya jenis pekerjaan berisiko mempertinggi kejadian Filariasis. Dapat disimpulkan bahwa responden yang bekerja sebagai petani, nelayan, dan penambang emas berisiko terkena Filariasis sebesar 2.154 kali dibandingkan dengan responden yang bekerja sebagai PNS, wiraswasta, dan URT.

2. Besar faktor risiko keadaan lingkungan biologi dengan kejadian Filariasis Tabel 4.11 Hasil Analisis besar faktor risiko Antara keadaan lingkungan Dengan Kejadian Filariasis Di Wilayah Kerja Puskesmas Tombulilato tahun 2012 Keadaan Lingkungan Biologi Kasus Kontrol Total OR Confidence Interval 95% Buruk 49 51 33 38.8 82 45.3 Baik 47 49 52 61.2 99 54.7 1.643 0.909-2.969 Sumber : Data primer Hasil analisis secara statistik di peroleh nilai Value odds ratio keadaan lingkungan biologi dengan kejadian Filariasis adalah 1.643, ini merupakan nilai OR sebesar 1.643 atau OR > 1, Confidence interval (CI) 95% = 0.909 2.969. Artinya keadaan lingkungan berisiko mempertinggi kejadian Filariasis. Dapat disimpulkan bahwa keadaan lingkungan biologi yang buruk dapat terkena Filariasis sebesar 2.154 kali dibandingkan dengan keadaan lingkungan biologi yang baik.

3. Besar faktor risiko antara kebiasaan responden dengan kejadian Filariasis Tabel 4.12 Hasil Analisis besar faktor risiko kebiasaan responden Dengan Kejadian Filariasis Di Wilayah Kerja Puskesmas Tombulilato tahun 2012 Kebiasaan Responden Kasus Kontrol Total OR Confidence Interval 95% Buruk 77 80.2 70 82.4 147 81.2 Baik 19 19.8 15 17.6 34 18.8 0.868 0.410 1.839 Sumber : Data primer Hasil analisis secara statistik di peroleh nilai Value odds ratio kebiasaan responden dengan kejadian Filariasis adalah 0.868, ini merupakan nilai OR sebesar 0.868 atau OR < 1, Confidence interval (CI) 95% = 0.410 1.839. Artinya kebiasaan responden dapat mengurangi risiko kejadian Filariasis. Dapat disimpulkan bahwa kebiasaan responden yang yang buruk dapat terkena Filariasis hanya sebesar 0.868 kali dibandingkan dengan kebiasaan responden yang baik. 4. 3 Pembahasan 1. Faktor pekerjaan Suatu pekerjaan akan membuat seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Pola dan perilaku seseorang dalam berinteraksi ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena pendidikan merupakan tingkat kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan lingkungan, perilaku dan pekerjaannya. Terkadang dalam dunia pekerjaan baik formal maupun nonformal tinggi tingkat pendidikan menjadi

landasan dalam menetapkan jenis pekerjaan seseorang, walaupun pada kenyataannya tidak semua tingkat pendidikan itu menjamin pekerjaan akan baik dan tidak berisiko, akan tetapi indikator ini masih dapat diterima ( Viana, 2011 ). Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato, jenis pekerjaan responden berisiko mempertinggi kejadian Filariasis. hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Kodim ( 2008), Menurut Kodim ( 2008 ) bahwa jenis pekerjaan responden merupakan faktor risiko dan mempertinggi risiko terjadinya Filariasis. Jenis pekerjaan, dinyatakan berisiko mempertinggi kejadian Filariasis. Pekerjaan yang lebih banyak Penambang emas, Petani, dan nelayan dapat mengakibatkan status kesehatan atau kejadian Filariasis meningkat, karena seharian mereka tidak berada di rumah tetapi di tempat mereka bekerja dan pekerjaan tersebut juga dilakukan pada malam hari, mereka sering kali menginap tidur di tempat mereka bekerja. Ada yang tempat tidur mereka terlindungi dari gigitan nyamuk dan ada pula yang tidur di tempat terbuka, sehingga dapat terkontak langsung dengan vektor yang dapat menyebabkan Filariasis. sebagaimana kita ketahui bahwa nyamuk yang beraktifitas pada malam hari adalah nyamuk Anopheles, Culex dan Mansonia yakni dari mulai matahari terbenam hingga matahari terbit, dan ada sebagian kecil yang mengigit pada siang hari yakni nyamuk Aedes aegypti. Hasil wawancara dengan responden di peroleh, mereka yang melakukan pekerjaan pada malam hari dan menginap malam di tempat kerja seperti penambang emas, dan petani, untuk menghindari dari gigitan nyamuk mereka

terkadang hanya memakai sarung atau membakar kayu membuat api unggun. Keadaan ini belum tentu baik karena kita ketahui bersama asap yang berasal dari bakaran bakaran kayu ini akan menghilang karena api belum tentu hidup sepanjang malam. 2. Faktor lingkungan biologi Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus Filariasis dan mata rantai penularannya. Keadaan lingkungan yang tidak baik sangat menunjang terjadinya Filariasis, seperti Keberadaan genangan air dan semak semak. Keberadaan genangan air di sekitar rumah ada yang fungsihkan untuk hal lain, seperti genangan air untuk memelihara ikan, memelihara tanaman dan ada juga genangan air yang berasal dari pembuangan air limbah rumah tangga. Keberadaan semak semak yang dibiarkan tumbuh tanpa ada tindakan untuk membersihkannya. Keadaan seperti ini dapat menambah perkembangbiakkan nyamuk sebagai vektor Filariasis (Depkes, 2009 ). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan keadaan lingkungan biologi di Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato yakni keadaan lingkungan biologi berisiko mempertinggi kejadian Filariasis. Dapat disimpulkan bahwa keadaan lingkungan biologi yang buruk dapat terkena Filariasis sebesar 2.154 kali dibandingkan dengan keadaan lingkungan biologi yang baik. Penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Viana ( 2011 ), menurut Viana keadaan lingkungan yang buruk berisiko terhadap kejadian Filariasis.

Keadaan lingkungan disekitar rumah dalam kategori buruk sangat menunjang terjadinya Filariasis, karena dapat menyebabkan perkembangbiakkan nyamuk sehingga sering terjadi kontak langsung dengan nyamuk. keberadaan genangan air dan semak semak dapat meningkatkan populasi nyamuk, karena genangan air dan semak semak merupakan tempat yang di senangi oleh nyamuk untuk berkembang biak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, di temukan ada beberapa genangan air yang di gunakan untuk memelihara bahan pangan seperti kangkung, daun pandan dan ada juga genangan air yang di tumbuhi berbagai jenis tanaman eceng gondok dan rumput rumput liar yang dibiarkan tumbuh dengan subur tanpa ada usaha dari mereka untuk membersihkannya, Begitupun dengan keberadaan semak semak yang di biarkan tumbuh dengan subur. kondisi seperti ini sangat di senangi oleh nyamuk karena sangat cocok untuk tempat nyamuk berkembang biak. 3. Faktor Kebiasaan Perilaku atau kebiasaan sangat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Tradisi dalam masyarakat yang berpengaruh negative terhadap kesehatan masyarakat serta beberapa sikap yang sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya penyakit filariasis. Seperti kebiasaan masyarakat keluar malam, kebiasaan masyarakat yang tidak mau menggunakan anti nyamuk serta berbagai macam sikap dan kebiasaan masyarakat yang mempengaruhi terjadinya filariasis ( Depkes RI, 2009 ). Hasil penelitian menunjukkan kebiasaan responden di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato dapat mengurangi risiko, artinya risiko terjadinya

Filariasis sangat kecil. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yahya ( 2008 ) di Provinsi Sumatra Selatan, bahwa kebiasaan atau perilaku responden merupakan faktor risiko terjadinya Filariasis. Perilaku atau kebiasaan yang kurang disadari oleh sebagian masyarakat adalah perilaku yang mendukung penularan Filariasis. misalnya kebiasaan keluar rumah pada malam hari hingga lebih dari satu jam, hasil wawancara dengan responden diperoleh mereka yang tidak melakukan pekerjaan pada malam hari namun masih keluar rumah pada malam hari dan lebih dari satu jam, kegiatan yang mereka lakukan adalah untuk menonton televisi atau hanya sekedar berbincang bincang dan kegiatan ini mereka lakukan setiap hari. Kebiasaan keluar rumah pada malam hari berkaitan dengan pakaian yang mereka gunakan, penggunaan pakaian pelindung diri dari gigitan nyamuk sewaktu diluar rumah. Kebiasaan tidak memakai kelambu juga menunjang terjadinya Filariasis. berdasarkan wawancara diperoleh tidak semua masyarakat menggunakan kelambu, walaupun sudah menerima bantuan kelambu dari pemerintah setempat, kelambu tersebut tidak mereka fungsihkan. Walaupun tidak menggunakan kelambu, responden menggunakan anti nyamuk bakar. Menggunakan anti nyamuk di waktu tidur adalah usaha untuk menghindari dari gigitan nyamuk. Berdasarkan wawancara anti nyamuk yang sering mereka gunakan adalah anti nyamuk bakar, penggunaan anti nyamuk bakar dapat mengurangi kontak nyamuk dengan seseorang. Penggunaan anti nyamuk bakar ini sudah di kategorikan sebagai pelindung yang aman dari kontak dengan nyamuk. Ada sebagian responden tidur tidak menggunakan kelambu ataupun anti nyamuk, untuk melindungi diri dari

gigitan nyamuk di waktu tidur mereka hanya mengunakan sarung, hal ini dapat dijelaskan bahwa yang tidak menggunakan anti nyamuk di waktu tidur mengalami permasalahan kesehatan lainnya seperti adanya gangguan pernafasan dan sebagainya. Walaupun menggunakan anti nyamuk diwaktu tidur akan tetapi responden bekerja di tempat yang berisiko, dan ada juga responden yang tidur malam di tempat mereka bekerja yang untuk menghindari dari gigitan nyamuk mereka hanya menggunakan api unggun sehingga responden akan memiliki risiko terkena filariasis, karena kontak dengan nyamuk akan terjadi.