BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI MODEL PEMECAHAN MASALAH DAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) DASAR DAN SIKAP ILMIAH SISWA

I. PENDAHULUAN. kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

I. PENDAHULUAN. tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin maju dengan

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebut juga sains merupakan ilmu yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk

1 Muhibbin Syah., Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

I. PENDAHULUAN. dapat belajar. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, guru diharapkan mengupayakan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran dengan memperkuat

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas kehidupan

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika, kemampuan berpikir sangat penting sebagai modal. utama untuk meningkatkan hasil belajar matematika.

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah

I. PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

2014 IDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH YANG MUNCUL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI NUTRISI KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan. Diperlukan penataan kembali sistem pendidikan secara menyeluruh

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak boleh ditinggalkan yaitu pengetahuan (cognitive, intelectual), keterampilan

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Neneng Anisah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan proses interaksi yang mendorong terjadinya belajar. Peran serta pendidikan mempunyai

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

DALAM PEMBELAJARAN AKTIF STUDENT CREATED CASE STUDIES

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

I. PENDAHULUAN. Besar. Proses pembelajaran yang dilakukan selama ini masih monoton dan

I. PENDAHULUAN. kepada siswa agar mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan. proses dan produk. Salah satu bidang sains yaitu ilmu kimia.

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran memiliki hakikat perancangan atau perencanaan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa, sehingga siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada bagaimana membelajarkan siswa, dan bukan hanya pada apa yang dipelajari siswa (Degeng, 1993). Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan Delors (1996) cit Hernawan (2008) bahwa pentingnya manusia kembali kepada pendidikan agar dapat hidup dalam situasi baru yang muncul dalam diri dan lingkungan kerja yang hanya bisa dicapai oleh setiap individu dengan kemampuan belajar bagaimana belajar. Fakta yang ada pada pembelajaran di sekolah menunjukkan bahwa sebagian besar pola pembelajaran masih bersifat transmisif, guru mentransfer dan menjejalkan konsep-konsep secara langsung pada siswa. Siswa secara pasif menyerap pengetahuan yang diberikan guru atau yang terdapat pada buku pelajaran. Pembelajaran hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip dan keterampilan kepada siswa. Hal ini senada dengan pendapat Soedjadi bahwa dalam kurikulum sekolah di Indonesia terutama pada mata pelajaran eksak dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: 1) diajarkan teori/teorema/definisi, 2) diberikan contoh-contoh, 3) diberikan latihan soal-soal (Trianto, 2011). 1

digilib.uns.ac.id 2 Kimia adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun eksak/sains yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, karena ilmu kimia mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana tentang sifat materi yang ada di alam melalui serangkaian proses menggunakan sikap ilmah dan masingmasing akan menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika. Sebagian aspek kimia bersifat kasat mata (visible), artinya dapat dibuat fakta konkritnya dan sebagian aspek yang lain bersifat abstrak atau tidak kasat mata (invisible), artinya tidak dapat dibuat fakta konkritnya (Depdiknas, 2003). Fakta di sekolah, dalam pembelajaran kimia, banyak siswa hanya mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis atau siswa belajar tetapi tidak mengetahui makna dari yang dipelajarinya secara jelas. Cara pembelajaran seperti itu menyebabkan siswa pada umumnya hanya mengenal banyak istilah sains secara hafalan. Selain itu, banyaknya konsep dan prinsipprinsip sains yang perlu dipelajari siswa, menyebabkan munculnya kejenuhan siswa belajar sains secara hafalan. Dengan demikian, belajar sains hanya diartikan sebagai pengenalan sejumlah konsep-konsep dan istilah dalam bidang sains saja. Proses pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa sebagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran didominasi dengan guru yang banyak memberi penjelasan materi. Kegiatan pembelajaran tersebut kurang sejalan dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered).

digilib.uns.ac.id 3 Menurut Kemendikbud (2013) bahwa Proses pembelajaran IPA mendorong siswa untuk belajar melalui keterlibatan aktif dengan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa memperoleh konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar memperoleh pengalaman sehingga memungkinkan siswa untuk menemukan beberapa konsep tersebut. Proses-proses mental tersebut seperti: mengamati, menanya dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, serta menyajikan data. Guru harus mampu memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif sehingga siswa mampu bekerjasama untuk menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah tanpa takut salah. Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam implementasi KTSP, sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah kemampuan merancang suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai, karena tidak semua tujuan dapat tercapai hanya dengan satu model tertentu. Untuk maksud tersebut pembelajaran dengan model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing diharapkan mampu

digilib.uns.ac.id 4 menjadi model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran kimia yang meliputi konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, situasi proses belajar menjadi lebih terangsang, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu, dan memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri (Roestiyah, 2008). Major et al. (2000) cit. Ince Aka (2010) menyatakan bahwa model pemecahan masalah adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa, pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah, dan proses pembelajaran yang didasarkan pada pemahaman dan pemecahan masalah. Kedua model pembelajaran tersebut menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa yang semula diberi tahu menjadi aktif mencari tahu. Siswa harus didorong sebagai penemu dan pemilik ilmu, bukan sekedar pengguna dan penghafal ilmu. Berdasarkan hasil UN 2012/2013 SMAN 1 Polokarto menunjukkan bahwa persentase penguasaan materi soal kimia untuk materi hidrolisis garam masih rendah, yaitu sebesar 53,64. Nilai ini masih di bawah persentase penguasaan siswa tingkat kabupaten, propinsi dan nasional yang berturut-turut sebesar; 63,79; 65,53; dan 66,31 (BSNP, 2013). Rendahnya persentase penguasaan materi kimia dikarenakan siswa masih menganggap sulit mata pelajaran kimia, khususnya materi hidrolisis garam. Materi hidrolisis garam adalah materi yang memiliki

digilib.uns.ac.id 5 karakteristik pemahaman konsep dan perhitungan. Jika siswa tidak memahami konsep hidrolisis garam, maka siswa akan mengalami kendala dalam mengerjakan soal perhitungan, sehingga konsep hidrolisis garam harus benar-benar dipahami oleh siswa. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebaiknya lebih memperhatikan siswa dengan membuat kondisi pembelajaran lebih menarik sehingga rasa ingin tahu siswa selalu muncul. Kegiatan praktikum di laboratorium dilakukan untuk merangsang rasa ingin tahu siswa dalam memahami konsep hidrolisis. Hal ini didukung dengan model pembelajaran yang diterapkan, yaitu pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing, kedua model ini memiliki tahap pembelajaran yang memungkinkan kegiatan praktikum dilakukan untuk menguji hipotesis atau untuk memperoleh data percobaan, sehingga siswa terlibat aktif dalam menemukan konsep. Konsepkonsep ditemukan siswa melalui pengalaman secara langsung lebih bermakna jika dibandingkan dengan siswa hanya menghafal konsep dari guru atau dari buku pelajaran. KPS dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Untuk dapat memahami hakikat IPA/sains secara utuh, yakni sains sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, sains sebagai produk akan mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya pembelajaran sains. Menurut M.S.R (Mining Software Repositories) (2004) cit Ince Aka (2010) KPS terbagi menjadi 12 keterampilan yang terdiri dari KPS dasar dan terpadu. KPS dasar meliputi

digilib.uns.ac.id 6 mengukur, mengamati, mengklasifikasikan, hubungan ruang dan waktu, menarik kesimpulan, prediksi, mengontrol variabel, sedangkan KPS terpadu terdiri dari mengkomunikasikan, menginterpretasi data, mendefinisikan operasional, dan merumuskan hipotesis dan eksperimen. Nur (1996) membagi KPS menjadi 6 KPS dasar dan 8 KPS terpadu. KPS terpadu merupakan suatu proses yang kompleks dari KPS dasar dalam memahami sains, sehingga untuk mencapai tingkat lanjut, dibutuhkan penguasaan KPS dasar yang baik. Menurut Anwar (2009) sikap ilmiah dalam pembelajaran Sains sering dikaitkan dengan sikap terhadap sains. Keduanya saling berbubungan dan keduanya mempengaruhi perbuatan. Sikap seharusnya juga merupakan salah satu yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Menurut Renzuli cit. Suyitno (1997), siswa yang mempunyai sikap ilmiah tinggi akan memiliki kelancaran dalam berpikir sehingga siswa akan termotivasi untuk selalu berprestasi dan memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai keberhasilan. Mustafa (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh model pemecahan masalah terhadap KPS dan prestasi belajar. Hasil penelitian menunjukkan model pemecahan masalah sangat baik digunakan dalam pembelajaran sains, karena dengan model ini KPS siswa mampu berkembang sehingga prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan. Aktamis dan Ergin (2007) menyatakan bahwa KPS dan berpikir kreatif adalah kemampuan yang sangat penting bagi siswa atau individu dalam menyelesaikan masalah yang sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari. Bilgin (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan

digilib.uns.ac.id 7 konsep asam basa dan sikap ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya pembentukan kelompok, siswa akan berinteraksi dengan temannya dan membagikan ide-ide yang muncul. Bimbingan dari guru memberikan kemudahan siswa dalam mendiskusikan tugas, sehingga siswa lebih aktif dan lancar berbicara (Bailey, 2008). Keaktifan siswa selama pembelajaran mampu meningkatkan sikap ilmiah siswa. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang timbul dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Pembelajaran masih bersifat transmisif, guru mentransfer dan menjejalkan konsep-konsep secara langsung kepada siswa, sehingga siswa menjadi pasif. 2. Pembelajaran kimia masih bersifat verbalistis dan hafalan. Hal ini cenderung memunculkan kejenuhan siswa dalam belajar kimia. 3. Pembelajaran belum melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep-konsep kimia. 4. Kegiatan pembelajaran kurang sejalan dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapkan dalam KTSP. 5. Perlu adanya upaya dalam peningkatan kemampuan guru dalam merancang pembelajaran. 6. Prestasi belajar yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase daya serap penguasaan materi kimia pada UN 2012/2013 yang masih rendah.

digilib.uns.ac.id 8 C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka agar jelas dan terarah penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut: 1. Proses pembelajaran dilaksanakan melalui model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing. Langkah-langkah model pemecahan masalah yang digunakan mengadaptasi pada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2002), sedangkan langkah-langkah model inkuiri terbimbing mengadaptasi pendapat yang dikemukakan oleh Gulo (2002) cit. Trianto (2011). 2. Keterampilan Proses Sains (KPS) dasar siswa dibatasi pada KPS dasar yang dikategorikan tinggi dan rendah. 3. Sikap ilmiah siswa dibatasi pada sikap ilmiah yang dikategorikan tinggi dan rendah. 4. Pembelajaran kimia dibatasi pada pokok bahasan hidrolisis garam. 5. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas XI semester II SMAN 1 Polokarto. 6. Prestasi belajar siswa dibatasi pada prestasi yang diperoleh siswa kelas XI semester II tahun pelajaran 2013/2014 pada aspek kognitif, psikomotor dan afektif. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

digilib.uns.ac.id 9 1. Apakah ada pengaruh pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing terhadap prestasi belajar siswa pada materi hidrolisis garam kelas XI semester II SMAN 1 Polokarto? 2. Apakah ada pengaruh KPS dasar terhadap prestasi belajar siswa? 3. Apakah ada pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa? 4. Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing dengan KPS dasar terhadap prestasi belajar siswa? 5. Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa? 6. Apakah ada interaksi antara KPS dasar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa? 7. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran, KPS dasar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1. Pengaruh pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing terhadap prestasi belajar siswa pada materi hidrolisis garam kelas XI semester II SMAN 1 Polokarto. 2. Pengaruh KPS dasar yang dimiliki siswa terhadap prestasi belajar. 3. Pengaruh sikap ilmiah yang dimiliki siswa terhadap prestasi belajar. 4. Interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing dengan KPS dasar commit terhadap to prestasi user belajar.

digilib.uns.ac.id 10 5. Interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar. 6. Interaksi antara KPS dasar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar. 7. Interaksi antara model pembelajaran, KPS dasar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis a. Menambah khasanah penelitian mengenai pembelajaran kimia melalui model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing b. Menambah khasanah penelitian mengenai keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa sebagai faktor pendukung peningkatan prestasi belajar siswa. c. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi peneliti selanjutnya. 2. Manfaat praktis a. Memberi sumbangan bagi sekolah dalam memperbaiki proses belajar mengajar mata pelajaran kimia. b. Memberi masukan yang penting tentang alternatif mengajar dengan pembelajaran yang tepat dalam penyampaian mata pelajaran kimia.