BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

EVALUASI KINERJA PENGOPERASIAN ANGKUTAN PENGUMPAN (FEEDER) TRANS SARBAGITA TP 02 KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

Nur Safitri Ruchyat Marioen NIM Program Studi Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

BAB III LANDASAN TEORI

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No Republik Indonesia Nomor 5229); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lntas dan Angkutan Jalan (Lembaran N

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL. akses, yang bisa dikaitkan dan memiliki keterkaitan. 21 Akses merupakan tujuan utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KINERJA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (STUDI KASUS RUTE : LAWANG ARJOSARI MALANG) TUGAS AKHIR

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. misalnya jalan kaki, angkutan darat, sungai, laut, udara.

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, Ahmad (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaran. Undang-undang No.14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1993 tentang angkutan jalan mendefinisikan transportasi atau angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Menurut Warpani (1990),menjelaaskan bahwa perangkutan diperlukan karena sumber kebutuhan manusia tidak berada di satu tempat melainkan di banyak tampat. Sehingga terjadi pergerakan yang mengakibatkan perangkutan. Dalam perangkutan terdapat 5 (lima) unsur pokok yaitu : 1. manusia yang membutuhkan perangkutan, 2. barang yang dibutuhkan, 3. kendaraan sebagai alat angkut, 4. jalan sebagai prasarana angkutan,dan 5. organisasi sebagai pengelola angkutan

2.2 Angkutan Umum Angkutan umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan perkotaan (bus, minibus, dsd), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani, 1990). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dijelaskan bahwa angkutan umum adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau teratur dan tidak dalam trayek. Tujuan utama keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi msyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah dan nyaman. Selain itu, keberdaan angkutan umum penumpang juga membuka lapangan kerja. Ditinjau dengan kacamata perlalu-lintasan, keberadaan angkutan umum penumpang mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi. Hal ini dimungkinkan angkutan umum penumpang bersifat angkutan massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Banyaknya penumpang menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin ( Warpani, 1990).

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, ada beberapa kriteria yang berkenaan dengan angkutan umum. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung. Trayek adalah lintasan kendaraan untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal. 2.3 Jenis Angkutan Umum Berdasarkan Undang- Undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari: 1. angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain, 2. angkutan perkotaan yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain, 3. angkutan perdesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan atau antar wilayah perdesaan, 4. angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas batas negara lain.

2.4 Angkutan Perkotaan Angkutan perkotaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibu kota Kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek (KM 35 Tahun 2003). Sistranas No. KM 49 (2005) menyebutkan bahwa angkutan perkotaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibu kota kabupaten dengan mempergunakan angkutan umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek. Berdasarkan KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, pelayanan angkutan perkotaan diselenggarakan dengan ciri- ciri sebagai berikut: 1. mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan, 2. melayani angkutan antar kawasan utama, dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang alik secara tetap, 3. pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan orang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota. Kelengkapan kendaraan yang digunakan untuk angkutan perkotaan: 1. nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan pada sisi kiri, kanan, dan belakang kendaraan,

2. papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta lintasan yang dialaui dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempatkan dibagian depan dan belakang kendaraan, 3. jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan ANGKUTAN PERKOTAAN, 4. jati diri pengemudi ditempatkan pada dashboard, 5. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, 6. daftar tarif yang berlaku. 2.5 Pola Pelayanan Angkutan Umum Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.687/AJ.206/DRJD/2002 dalam perencanaan jaringan trayek angkutan umum harus memperhatikan faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut: 1. Pola penggerakan penumpang angkutan umum. Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih effesien. Trayek angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan. 2. Kepadatan penduduk.

Salah satu factor menjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu. 3. Daerah pelayanan. Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. 4. Karakteristik jaringan. Kondisi jaringan jalan akan menetukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada. Trayek pelayanan jasa angkutan umum menurut Departemen Perhubungan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993, yaitu : 1. Trayek Kota terdiri dari : a. Trayek utama yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan : 1. mempunyai jadwal tetap, 2. melayani angkutan antar kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal,

3. dilayani oleh mobil bus umum, 4. pelayanan cepat dan/atau lambat, 5. jarak pendek, 6. melalui tempat tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikan dan menurunkan penumpang. b. Trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciri ciri pelayanan : 1. mempunyai jadwal tetap, 2. melayani angkutan antar kawasan pendukung dan kawasan pemukiman, 3. dilayani dengan mobil bus umum, 4. pelayanan cepat dan/atau lambat, 5. jarak pendek, 6. melalui tempat tempat yang telah ditetapkan untuk menaikan dan menurunkan penumpang. c. Trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciri ciri pelayanan : 1. melayani angkutan dalam kawasan pemukiman, 2. dilayani dengan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum, 3. pelayanan lambat, 4. jarak pendek, 5. melalui tempat tempat yang telah ditetapkan untuk menaikan dan menurunkan penumpang. d. Trayek langsung diselenggarakan dengan ciri ciri pelayanan : 1. mempunyi jadwal tetap,

2. melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan langsung, 3. dilayani oleh mobil bus umum, 4. pelayanan cepat, 5. jarak pendek, 6. melalui tempat tempat yang telah ditetapkan untuk menaikan dan menurunkan penumpang. 2.6 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga ( 2000), kinerja adalah (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. 2.7 Kualitas Kinerja Oprasi Asikin, Zainal ( 1990 ) dalam Chrisdianto (2004) menjalaskan bahwa pengaturan bus merupakan usaha untuk menciptakan pergerakan yang teratur, cepat, dan tepat dan memberikan manfaat kepada semua pihak. Giannopaulus (1990) dalam Chrisdianto (2004) memberikan beberapa faktor yang mempengaruhi kulitas oprasi antara lain : 1. Nilai okupansi bis (load faktor ) Nilai okupansi adalah perbandingan antara jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk yang yang tersedia didalam bus. Nilai okupansi 125% artinya jumlah penumpang yang berdiri 25% dari tempat duduk yang tersedia,

nilai okupansi 100% berarti tidak ada penumpang yang berdiri dan semua tempat duduk terisi. Nilai ini diperlukan untuk menentukan aksesbilitas yang diberikan dan memberikan gambaran reabilitas dari transportasi perkotaan. Pada jam jam sibuk nilai okupansi dapat melebihi batas batas yang diinginkan, maka Frekensi pelayanandan kapasitas bus juga harus meningkat. 2. Reabilitas Reabilitas atau keandalan adalah faktor utama kepercayaan masyarakat akan pelayanan angkutan umum. Istilah ini digunakan untuk satu ketataan bis bis pada jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Reabilitas ditunjukan dengan prosentase bis akan datang tepat waktu pada suatu tempat henti terhadap total jumlah kedatangan. Sebelum bis tepat waktu jika bis tersebut tiba dalam interval waktu yang telah dijadwalkan, standar waktu terlambat awal datang antara 0 5 menit. 3. Kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Aspek yang harus betul-betul dipertimbangkan adalah kenyamanan yang diterima oleh pengguna, yang diasumsikan dengan pengaturan tempat duduk, kemudahan bergerak dalam bis, diturunkan ditempat henti bis, kenyamanan mengendarai, kemudahan naik turun bis serta kondisi kebersihan bis. 4. Panjang trayek. Trayek sedapat mungkin melalui lintasan yang terpendek dengan kata lain menghindari lintasan yang dibelok-belokan, sehingga menimbulkan kesan pada penumpang bahwa mereka tidak membuang-buang waktu. Panjang

trayek angkutan kota agar dibatasi tidak terlalu jauh, maksimal antara 2 2,25 jam perjalanan pulang pergi. 5. Lama perjalanan. Lama perjanana ke dan dari tempat tujuan setiap hari, rata-rata 1 1,5 jam, dan maksimal 2 3 jam. Waktu perjalanan penumpang rata rata pada saat melakukan penyimpangan harus tidak melebihi 25% dari waktu perjalanan kalau tidak melakukan penyimpangan terhadap lintasan pendek. 2.7.1.Faktor muat ( load factor ) Menurut penelitian A an, N.S dan Darman, R ( 2005 ), faktor muat ( load factor ) merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dengan kapasitas tersedia untuk suatu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam persen. Sesuai dengan peraturan pemerintah No 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan pasal 28 yang menetapkan bahwa faktor muat standard adalah sebesar 70% 2.7.2. Headway Menurut Hendarto. Sri (2001), headway dapat dinyatakan dalam waktu atau dalam jarak, bila dinyatakan dalam waktu disebut time headway, sedang yang dinyatakan dalam jarak disebut distance headway. Time headway adalah waktu antara kedatangan dua kendaraan yang berurutan disatu titik pada ruas jalan. Distance headway (spacing) adalah waktu antara bemper depan suatu kendaraan berikutnya pada suatu waktu. Waktu antara (haedway) dari dua kendaraan didefinisikan sebagai interval waktu antara bagian depan kendaraan melewati suatu titik dengan saat dimana bagian depan kendaraan berikutnya melewati titik yang sama. Waktu antara untuk

sepasang kendaraan beriringan, secara umum akan berbeda. Ini akan menimbulkan suatu konsep waktu antara sepasang kendaraan yang berurutan dan diukur pada suatu periode waktu lokasi tertentu.(morlok, E.K,) 2.7.3. Kecepatan Menurut Hobbs.F.D ( 1995 ), kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam ( km/jam ). Pada umumnya kececpatan itu sendiri dibagi menjadi 3 ( tiga ) jenis, antara lain : 1. Kecepatan setempat ( spot speed ) Kecepatan setempat ( spot speed ) adalah kecepatan kendaraan pada suatu saat diukur dari suatu tempat yang ditentukan, 2. Kecepatan bergerak ( running speed ) Kecepatan bergerak ( running speed ) adalah kecepatan kendaraan rerata pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan membagi panjang jalur dibagi dengan lama waktu bergerak menempuh jalur teresebut, 3. Kecepatan perjalanan ( journey speed ) Kecepatan perjalanan ( journey speed ) adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara 2 ( dua ) tempat, dan merupakan jarak antara 2 ( dua ) tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara 2 ( dua ) tempat tersebut. 2.8. Keaslian Penulisan Andriyani (2005), meneliti tentang Evaluasi Kinerja Oprasional Angkutan Umum Pedesaan di Kabupaten Klaten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengevaluasi kinerja angkutan berdasrkan persepsi pengguna angkudes dan berdasarkan kenyataan dilapangan. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa untuk kecepatan, headway, waktu tunggu, dan load faktor masih belum baik. Dan didapatkan kesimpulan bahwa kinerja oprasional di Kabupaten Klaten dianggap belum baik. Yafiz (2002), meneliti tentang Analisis Kinerja Jasa Transportasi Agkutan Kota Di Kota Pekan Baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektifitas jalur transportasi angkutan kota, yang baik secara teknis dan ekonomis mampu menciptakan keuntungan. Dalam penelitian inididapatkan bahwa untuk load faktor, frekuensi masih belum baik. Hasil penelitian menunjukan varians antar frekuensi kendaraan relatif tinggi. Terjadi permintaan yang tidak stabil antara jumlah kendaraan dengan ketersediaan calon pengguna jasa angkot. Putranto, Puguh dkk (2007), meneliti Studi Evaluasi Operasi Angkutan Umum Di Kabupaten Sragen. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kinerja angkutan umum di Kabupaten Sragen melalui kajian evaluasi. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa untuk headway sudah baik. Untuk load faktor masih belum baik. Hasil penelitian ini adalah didapatkan kelebihan armada sebanyak 170 armada dari total 308 armada, untuk itu perlu pemangkasan armada sebanyak 35 persen. Ramli, Isran dkk (2006) meneliti tentang Evaluasi Kinerja Angkutan Umum di Kota Makasar. Tujuan dari penelitian ini adalah mengvaluasi kinerja angkutan kota jenis mikrolet di Makasar dari segi efektifitas dan efisiensi. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar kinerja angkot Makasar dari

segi efektifitas untuk trayek kampus maupun non-kampus masih cukup baik. Untuk trayek kampus bahwa untuk perameter kecepatan, waktu, jarak tempuh sudah baik. Sedangkan untuk headway dan load faktor masih belum baik. Untuk trayek non-kampus untuk kinerja efisiensinya masih cukup baik, dan untuk parameter kecepatan, waktu tempuh, jarak tempuh, headway dan load faktor belum baik. Dina Apriana (2008), menliti tentang Evaluasi Kinerja Angkutan Perdesaan di Kabupaten Bantul. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengevaluasi kinrja angkutan perdesaan di Kabupaten Bantul pada tiga trayek yang ada. Dari penelitian ini diperoleh bahwa untuk kecepatan, headway, waktu tunggu, dan load faktor masih belum baik. Dan didapatkan kesimpulan bahwa kinerja oprasional di Kabupaten Bantul dianggap belum baik.