Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

Keterkaitan Kejadian dan Lamanya Rontok Bulu terhadap Produksi Telur Itik Hasil Persilangan Peking dengan Alabio

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

MATERI DAN METODE. Materi

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian 2. Penelitian Tahap Pertama

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

MATERI DAN METODE. Materi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

III. METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Materi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Hewan Percobaan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Prosedur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung

Penelitian ini telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi, dan Laboratorium

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Kandang Penelitian Laboratorium UIN. Agriculture Recearch Development Station (UARDS)

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober sampai dengan 26

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

METODE. Materi. Metode

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

MATERI DAN METODE. Materi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 5 minggu dimulai dari bulan

MATERI DAN METODE. Materi

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI DAN METODE

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

Gambar 1. Itik Alabio

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

Transkripsi:

23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012. Pengamatan ciri-ciri biologis itik hasil persilangan yang meliputi bobot tetas, bobot badan masa starter dan grower, konsumsi dan konversi ransum, warna bulu, dan kualitas telur dilakukan sejak itik menetas, yaitu pada bulan Juli 2010. Kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium kandang itik Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor untuk pengamatan fenotipik dan di Laboratorium Kebidanan dan Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya untuk analisis hormon prolaktin. Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan itik AP dan PA, yaitu hasil persilangan antara itik alabio (A) dan itik peking (P). Itik AP adalah persilangan antara itik alabio jantan dengan peking betina, sedangkan itik PA adalah hasil persilangan itik peking jantan dan alabio betina. Rancangan perkawinan silang pada populasi dasar itik Alabio dengan itik Peking secara resiprokal tercantum pada Gambar 6. Generasi P0 Alabio X Peking Alabio X (populasi dasar) Peking Generasi F1 PA PA AP AP Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. Tujuan perkawinan silang adalah untuk mengetahui genotipe pada masingmasing populasi itik. Informasi tersebut akan berguna sebagai keluarga acuan (reference family) apabila akan melakukan program pemuliaan lanjutan, terutama secara molekuler pada ternak itik yang berhubungan dengan sifat rontok bulu. Sistem perkawinan untuk menghasilkan keturunan populasi F1 dilakukan dengan IB (Inseminasi Buatan). Nomor pejantan dan nomor induknya dicatat, sehingga diketahui bapak dan induk dari masing-masing individu keturunan F1

24 tersebut. Jumlah populasi masing-masing itik hasil persilangan yang diamati adalah 10 ekor jantan dan 90 ekor betina, sehingga jumlah seluruhnya yang diamati adalah 200 ekor. Jumlah itik alabio dan peking untuk menghasilkan masing-masing persilangan adalah 7 ekor jantan dan 25 ekor betina. Sistem pemeliharaan itik dilakukan secara terkurung sesuai dengan standar operasional yang ada di Balai Penelitian Ternak. Kedua jenis itik dipelihara sejak DOD sampai produksi telur 48 minggu. Jenis pakan yang diberikan untuk kedua populasi itik adalah sama, yaitu ransum komersial dengan kandungan protein 21-22% dan energy metabolic (ME) 2920 kkal/kg pada masa starter, sedangkan pada masa grower digunakan ransum dengan kandungan protein 15-16% dan ME 2500 kkal/kg. Jenis pakan yang diberikan pada masa produksi adalah sama untuk semua itik, yaitu pakan jadi dengan kandungan protein sekitar 18-19% dan ME 2900 kkal/kg, dengan jumlah pemberian 250-300 g/ekor. Air minum diberikan secara ad libitum. Itik-itik tersebut ditempatkan pada kandang brooder sejak menetas sampai umur 4 minggu (masa starter) dan diberi wing band (nomor pada sayap) untuk memudahkan pencatatan karena pengamatan dilakukan pada masingmasing individu itik. Pada masa grower, itik-itik ditempatkan pada kandang litter berukuran 1,5 x 2,5 m yang beralaskan sekam sampai siap produksi. Pada umur 4 bulan (sebelum produksi telur), itik-itik ditempatkan pada kandang individu (cages). Peubah yang diamati adalah ciri-ciri biologis itik, yang meliputi bobot badan yang ditimbang setiap minggu pada masa starter dan setiap 2 minggu pada masa grower, konsumsi dan konversi ransum, warna bulu, dan kualitas telur pertama (bobot telur, bobot kuning telur, bobot putih telur, dan bobot kerabang). Pada periode produksi, peubah yang diamati adalah pola rontok bulu, yang meliputi frekuensi dan waktu mulai terjadinya, lama berhenti bertelur, dan konsentrasi hormon prolaktin yang dikaitkan dengan produksi telur selama 48 minggu. Konsentrasi hormon prolaktin diukur pada periode rontok bulu, periode produksi telur sebelum dan setelah rontok. Waktu mulai terjadi rontok bulu ditentukan berdasarkan hari ketika itikitik tersebut berhenti bertelur dan jatuhnya bulu sayap primer maupun sekunder. Pada penelitian ini dibuat enam kelompok berdasarkan waktu mulai terjadinya

25 rontok bulu, yaitu hari ke < 60, 61-120, 121-180, 181-240, 241-300, dan > 300 yang dihitung sejak itik pertama kali bertelur. Lamanya berhenti bertelur dihitung berdasarkan jumlah hari itik-itik tersebut mulai berhenti bertelur sampai bertelur kembali. Pada penelitian ini dibuat lima kelompok lamanya berhenti bertelur, yaitu < 30, 31-60, 61-90, 91-120, dan > 120 hari. Produksi telur dinyatakan dengan persen, yaitu banyaknya butir telur yang dihasilkan seekor itik selama 48 minggu dibagi jumlah hari selama 48 minggu dikali 100%. Pengamatan produksi telur dilakukan selama 48 minggu dengan pertimbangan bahwa pemeliharaan selama 48 minggu sudah dapat memberikan informasi keunggulan produksi seekor individu itik. Selanjutnya, itik-itik dibiarkan mengalami rontok bulu secara alami untuk melakukan regenerasi saluran reproduksinya sebelum memasuki siklus produksi berikutnya. Pengamatan lamanya berhenti bertelur dan produksi telur dilakukan secara individu setiap hari. Cara pengukuran hormon prolaktin dilakukan sesuai Yanhendri (2007), yaitu sampel darah itik sebanyak 3 ml diambil dari pembuluh darah vena yang ada di sayap dengan syringe, kemudian disimpan dalam tabung steril selama 7-8 jam dan tabung dalam kondisi miring sekitar 30 C. Setelah darah terpisah antara serum dan plasma, kemudian serum dipindahkan ke tabung lain yang lebih kecil. Kemudian disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm untuk membersihkan serum dari gumpalan sel-sel darah. Sampel serum ini disimpan pada suhu -20 C untuk digunakan dalam pengukuran kadar hormon prolaktin. Aktivitas sekresi hormon prolaktin pada itik terjadi malam hari, yaitu pada saat tidak ada cahaya, termasuk cahaya matahari (Djojosoebagjo, 1996) sehingga pengambilan sampel darah disesuaikan dengan kondisi fisiologi alami itik tersebut, yaitu sekitar pukul 21.00 WIB. Metode pengukuran yang digunakan adalah enzim immunoassay (ELISA) teknik fase padat dengan menggunakan kit Avian Prolactin atau Luteotropic Hormone (PRL/LTH) ELISA yang diproduksi oleh Cusabio Biotech China. Pengambilan sampel darah itik dilakukan dalam 3 periode, yaitu periode rontok bulu, periode produksi telur sebelum rontok bulu, dan periode produksi telur sesudah rontok bulu. Periode sebelum rontok bulu

26 adalah 7-9 minggu setelah bertelur pertama dan periode setelah rontok bulu adalah 4-5 minggu setelah bertelur kembali, sedangkan pada periode rontok bulu adalah 2-3 hari setelah lepasnya bulu sayap. Analisis Data Analisis sidik ragam (ANOVA) digunakan untuk penentuan signifikansi pengaruh waktu mulai terjadinya rontok bulu pada produksi telur 48 minggu, pengaruh kondisi, yaitu rontok bulu, produksi telur sebelum dan sesudah rontok pada konsentrasi hormon prolaktin, pengaruh genotipe itik pada produksi telur, pengaruh kejadian rontok pada kualitas telur pertama dan pengaruh bobot badan pada kedua genotipe itik. Persamaan ANOVA sebagai berikut : Keterangan : y ij = Peubah yang diamati µ = rataan umum α i = pengaruh perlakuan ke-i ε ij = galat y ij = µ + α i + ε ij Analisis berikutnya adalah melakukan scatter plot antara peubah sifat rontok bulu dengan produksi telur pada kelompok itik yang mengalami rontok bulu. Keterkaitan sifat rontok bulu dengan produksi telur dapat dianalisis dengan korelasi dan regresi (Mattjik & Sumertajaya 2000). Analisis yang sama dilakukan antara konsentrasi hormon prolaktin pada periode rontok bulu dengan produksi telur 48 minggu. Nilai koefisien korelasi akan menentukan hubungan antara kedua peubah tersebut, sedangkan nilai koefisien regresi akan menentukan jumlah perubahan produksi telur, apabila terjadi perubahan dalam konsentrasi hormon prolaktin. Persamaan regresinya sebagai berikut : y = a + bx Keterangan : a = intersep, b = koefisien regresi produksi telur terhadap lamanya berhenti bertelur, x = lamanya berhenti bertelur karena rontok bulu (hari), y = produksi telur (%)

27 Koefisien regresi dihitung dengan rumus : b yx = XY - ( X) ( Y)/n X 2 - ( X) 2 /n Koefisien korelasi dihitung dengan rumus : r p = XY - ( X)( Y) /n X 2 - ( X) 2 /n Y 2 - ( Y) 2 /n ½ Pengaruh peubah bebas pada peubah tak bebas secara simultan dilakukan uji F dengan software SAS 9.0, sedangkan untuk melihat pengaruh peubah bebas secara parsial diuji dan dihitung dengan t-student (Mattjik & Sumertajaya 2000). Selanjutnya, ditentukan persamaan regresi, nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan Kuadrat Tengah Galat (KTG). Nilai koefisien determinasi yang semakin besar dan nilai KTG yang semakin kecil menunjukkan model regresi semakin baik. Perhitungan heterosis dilakukan untuk pendugaan keunggulan itik hasil persilangan dibandingkan dengan tetuanya. Nilai heterosis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Noor 2010) : AP - ½ (AA + PP) Heterosis AP = x 100 % ½ (AA + PP) PA - ½ (AA + PP) Heterosis PA = x 100 % ½ (AA + PP) Keterangan : AP = rataan peubah (produksi telur atau lama berhenti bertelur) AP PA = rataan peubah (produksi telur atau lama berhenti bertelur) PA AA = rataan peubah (produksi telur atau lama berhenti bertelur) alabio PP = rataan peubah (produksi telur atau lama berhenti bertelur ) peking

28 Perhitungan nilai heterosis hanya dilakukan pada peubah lama berhenti bertelur dan produksi telur, karena dua peubah tersebut yang sangat mempengaruhi sifat rontok bulu.