I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BAB I PENDAHULUAN. tentang pemanfaatan tanah sangat penting. sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan pasal tersebut, seluruh

KEPALA DESA MEJUWET KECAMATAN SUMBERREJO KABUPATEN BOJONEGORO RANCANGAN PERATURAN DESA MEJUWET NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN SEBAGIAN TANAH KAS DESA PANGGUNGHARJO UNTUK TEMPAT MAKAM

Undang (Lembaran Negara Republik

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 14 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia semakin lama

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 10 Tahun : 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. antara Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 14/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

KEPALA DESA SUMBERBERAS KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA SUMBERBERAS NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN TANAH KAS DESA SUMBERBERAS

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

LURAH DESA BANGUNJIWO KECAMATAN KASIHAN, KABUPATEN BANTUL PERATURAN DESA BANGUNJIWO NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PUNGUTAN DESA

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang dibahas. Pada umumnya, desa dimaknai oleh masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK KEUANGAN DAN ADMINISTRATIF PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAE

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2009

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DESA PAWEDEN KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2O15 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SUMBER PENDAPATAN DESA

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA PENGURUSAN DAN PENGAWASANNYA

Efisiensi: yaitu: ada dua unsur dalam efisiensi disini yaitu kegiatan dan hasil.

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan. masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang baik pula.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 52 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) terdiri dari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2001 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

PENGUASAAN LAHAN PERTANIAN DI JAWA BARAT*

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

I. PENDAHULUAN. dari satu tahap ke tahap berikutnya. Agar pembangunan dapat terlaksana dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGHASILAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BAB I PENDAHULUAN. walaupun dalam kenyataannya pada saat ini sedang dilanda krisis yang

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 6

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

BAB IV PENUTUP. pemanfaatan yang diterapkan berupa sewa. yaitu sewa yang dilakukan kepada

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN KEPENGHULUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 88 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa, Pemerintah Desa merupakan bagian dari pemerintahan Republik Indonesia yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan dibantu oleh Perangkat Desa. Kepala desa adalah pemimpin desa yang dipilih langsung oleh penduduk desa yang bersangkutan sedangkan Perangkat Desa adalah unsur pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan. Dalam UU Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dijelaskan bahwa Pemerintah Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraaan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Pemerintahan Desa sebagai badan kekuasaan terendah, memiliki wewenang asli untuk mengatur rumah tangga sendiri (wewenang otonomi/pemerntahan sendiri), juga memiliki wewenang dan kekuasaan sebagai pelimpahan dekonssentrasi dari pemerintah di atasnya. Pemerintah Desa diselenggarakan dibawah pimpinan seorang Kepala Desa beserta para pembantunya, mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat desa (Saparin, 1986). Pemerintah Kabupaten Kulon Progo memberikan wewenang kepada Pemerintah Desa atau KeKepala Desaan untuk mengelola Tanah Kas Desa yang terdapat pada masing-masing wilayah. Wewenang tersebut diwujudkan dalam pengeloalaan Tanah Kas Desa untuk berbagai jenis penggunaan. Tanah Kas Desa adalah tanah-tanah yang dikuasai desa baik yang berasal dari pemerintah tingkat atasnya maupun yang diperoleh melalui swadaya masyarakat desa untuk dikelola yang hasilnya merupakan sumber pendapatan asli desa dan dipergunakan untuk penyelenggaran pemerintahan desa ( Radjab, 1997) Aset kekayaan desa yang salah satunya berupa tanah kas desa terbagi menjadi berupa tanah bengkok/lungguh, pengarem-arem, titisara, kuburan, jalan-jalan desa,

penggembalaan hewan, danau-danau, tanah pasar desa, tanah keramat, lapanganlapangan, dan tanah yang dikuasai oleh pemerintah desa. Pengelolaan tanah kas desa merupakan usaha mengoptimalkan daya guna dan hasil guna tanah kas desa melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan serta pengendaliannya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat desa. Penghasilan Kepala Desa dan Perangkatnya berupa tunjangan yang diberikan setiap tiga bulan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Selain itu, Pemerintah Desa juga mendapat gaji pokok berupa tanah lungguh/ bengkok yang berasal dari Tanah Kas Desa. Tanah bengkok merupakan aset kekayaan desa yang dimanfaatkan sebagai kompensasi gaji bagi Pemerintah Desa. Besarnya tanah bengkok yang diberikan berbeda disetiap desa, tergantung besarnya tanah kas desa yang dimiliki. Tanah bengkok diberikan sebagai kompensasi gaji pada Pemerintah Desa yang pemanfaatannya diserahkan kepada Aparat Desa yang bersangkutan. Tanah Bengkok merupakan gaji berupa lahan garapan yang harus dilakukan pengelolaan untuk mendapatakan hasil. Hasil yang diperoleh akan dipengaruhi oleh berbagai faktor karena membutuhkan proses pengelolaan. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh Aparat Desa dari tanah bengkok tidak memiliki kepastian nominalnya dan dapat menimbulkan ketidakmerataan pendapatan yang diterima antar sesama jabatan. Tanah bengkok akan dikembalikan kepada desa setelah Aparat Desa yang bersangkutan tidak lagi menjabat di pemerintahan desa. Kompensasi berupa tanah bengkok diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selain itu, kompensasi berupa tanah bengkok seharusnya memiliki kontribusi besar terhadap total pendapatan rumah tangga. Namun pada kenyataannya kompensasi Perangkat Desa dari tanah bengkok tersebut dirasa kurang layak. Hal ini dikarenakan gaji yang didapatkan masih dibawah UMR yang rata-rata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan yang diterima dari tanah bengkok merupakan pendapatan yang tidak langsung karena harus dilakukan pengelolaan agar menjadi pendapatan riil yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran rumah tangga yang ada. Pengelolaan tanah bengkok dilakukan dengna

menggarap, disewakan, dan disakapkan dimana masing mempunyai resiko yang berdampak pada maksimal tidaknya pendapat yang diperoleh. Rumah tangga Aparat Desa juga memiliki pendapatan lainnya di luar pendapatan sebagai Aparat Desa yaitu pekerjaan sampingan Aparat Desa dan anggota keluarga yang bekerja (Sendhikasari, 2012). Pendapatan yang diperoleh rumah tangga Aparat Desa dialokasikan untuk pengeluaran pangan maupun non pangan. Pada kondisi pendapatan yang terbatas lebih mementingkan kebutuhan konsumsi pangan daripada untuk kebutuhan non pangan, sehingga dapat terlihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah yang sebagian besar pendapatannya digunakan untuk memenuhhi kebutuhan makanan. Proporsi pengeluaran pangan terhadap non pangan dapat menjadi ukuran kesejahteran suatu rumah tangga Aparat Desa (Sugiarto, 2006). Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan kedalam dua kategori besar, yaitu kebutuhan akan pangan dan bukan pangan. Dengan demikian, pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang akan mencapai titik jenuh sementara kebutuhan bukan pangan, termasuk kualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama. Dengan demikian, besaran pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut atau dengan kata lain semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Purwantini dan Aryani, 2008). Dalam rumah tangga Aparat Desa dapat dilihat tingkat kemiskinan dan kesejahteraannya melalui pendekatan pendapatan dan pengeluaran. Dari pendekatan pendapatan dapat dihitung dari total pendapatan rumah tangga yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga Aparat Desa dan dihitung pendapatan per kapita per harinya. Untuk pendekatan pengeluaran dapat dilihat dari proporsi kebutuhan yang dikeluarkan untuk pangan terhadap pengeluaran non pangan maupun terhadap total pengeluaran rumah tangga Aparat Desa.

Berdasarkan hal tersebut penelitian dilakukan untuk mengkaji kelayakan tanah bengkok, melihat adanya ketimpangan pendapatan yang diterima dari tanah bengkok, dakontibusi tanah bengkok sebagai kompensasi gaji Aparat Desa serta tingkat kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. 2. Rumusan Masalah Pendapatan Aparat Desa diperoleh dari hasil pemanfaatan tanah bengkok dan Tunjangan Perangkat Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD). Besarnya pendapatan Aparat Desa berbeda-beda dan dirasa belum mencukupi kebutuhan rumah tangga Aparat Desa. Saat ini terdapat opini yang berkembang dikalangan Aparat Desa bahwa pemberian gaji berupa tanah bengkok sudah tidak relevan lagi. Berdasarkan keadaan ini maka dapat diambil perumusan masalah, yaitu: 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Aparat Desa dari tanah bengkok? 2. Bagaimana kontribusi tanah bengkok sebagai kompensasi gaji Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon progo terhadap total pendapatan rumah tangga? 3. Bagaimana distribusi pendapatan tanah bengkok antar sesama jabatan Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo? 4. Apakah tanah bengkok sudah layak sebagai kompensasi gaji Aparat Desa 5. Bagaimana tingkat kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. 3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Aparat Desa dari tanah bengkok. 2. Mengetahui kontribusi tanah bengkok sebagai gaji Aparat Desa terhadap total pendapatan rumah tangga.

3. Mengetahui distribusi pendapatan tanah bengkok antar sesama jabatan Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. 4. Mengetahui kelayakan tanah bengkok sebagai kompensasi gaji Aparat Desa. 5. Mengetahui tingkat kemiskinan dan kesejahteraan pendapatan Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. 4. Kegunaan Kegunaan penelitian ini yang berjudul Kontribusi Tanah Bengkok terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Aparat Desa di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo yaitu: 1. Bagi peneliti sebagai syarat dalam mencapai syarat Sarjana Pertanian Strata 1 (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta berguna untuk mengembangkan kemampuan akademik dan menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bentuk karya ilmiah. 2. Bagi instansi terkait, penelitian ini berguna sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang sesuai dengan masalah yang diteliti. 3. Bagi mayarakat dan pihak lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar informasi untuk pemecahan masalah dan penelitian lebih lanjut.