V. DAN PEMBAHASAN. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kecamatan. Terisi (n = 113)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu)

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRACT. Key words: DHF, control, policy, model, health, environment.

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SUMMARY HASNI YUNUS

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VIII Nomor 1, Januari 2017 ISSN (p) -- ISSN (e)

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

MODEL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN INDRAMAYU HENRI PERANGINANGIN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

Kata Kunci : Pengetahuan, Perawatan, Demam Berdarah Dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

1. Pendahuluan SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

4. HASIL PENELITIAN. Pengetahuan ibu..., Niluh A., FK UI., Universitas Indonesia

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

Transkripsi:

V. DAN PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang Dari hasil pengolahan dan analisis data diperoleh gambaran responden dan/ atau faktor-faktor yang diteliti seperti tampak pada Gambar 8 dan 9. Gambar 8. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang Jenis kelamin dan umur responden Jumlah responden adalah 335 orang; terdiri dari 295 orang (88,1%) lakilaki dan 40 orang (11,9%) perempuan. Umur responden termuda 22 tahun dan tertua 80 tahun, mode 46,30 tahun, dan standar deviasi 11,04 tahun. Responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit demam berdarah dengue dalam tahun 2007/2008/2009 Jumlah responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit DBD dalam tahun 2007/2008/2009 adalah 67 orang (20% responden). Umur

80 penderita termuda 6 bulan dan tertua 41 tahun, median 12 tahun, mode 8 tahun, dengan standar deviasi 9,76 tahun. Lama pengobatan/perawatan penderita di Rumah Sakit minimum 2 hari dan maksimum 16 hari, dengan mean 5,67 hari, median 5 hari, mode 5 hari, dan standar deviasi 2,69 hari. Jumlah tanggungan biaya pengobatan/perawatan per pasien, di luar subsidi/bantuan Pemerintah, berkisar antara Rp.700.000,-- dan Rp. 6.000.000,--; dengan mean Rp.1.488.060,-; mode Rp.1.000.000,-- dan standar deviasi Rp.1.203.596,-- Gambar 9. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang (lanjutan) Rumah tangga responden Dari 335 rumah tangga yang diteliti, ada 208 rumah (62,1%) yang masuk kategori kurang sehat. Penilaian kesehatan rumah didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup penilaian kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku penghuni. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga yang belum memenuhi syarat kesehatan adalah 44,4%.

81 Gambaran lebih khusus kondisi 335 rumah responden tersebut yaitu: 95 rumah (28,4%) berdinding tidak memenuhi syarat kesehatan, 133 rumah (39,7%) tidak memiliki langit-langit, 78 rumah (23,2%) berlantai tanah atau plesteran yang sudah retak, 39 rumah (11,6%) tidak memiliki jendela kamar tidur, 71 rumah (21,2%) kurang pencahayaan, 36 rumah (10,7%) tidak memiliki kakus/wc sehat, dan 23 rumah (6,9%) dengan TPA berjentik nyamuk Aedes aegypti. Proporsi rumah tangga yang kurang sehat per kecamatan pada umumnya hampir sama, yaitu dalam kisaran 58,4%-64,2% (perincian pada Lampiran 1). Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesehatan rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD (p-value=0,41). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang dan Jatibarang tidak turut dipengaruhi tingkat kesehatan rumah tangga. Air bersih/minum Proporsi rumah tangga yang memperoleh air bersih/minum lebih dari 100 liter per orang per hari ada 89 keluarga (26,6%); selebihnya, 246 keluarga (73,4%) memperoleh air dalam kisaran 20 sampai dengan 99,9 liter per orang per hari. Hasil ini hampir sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007), bahwa proporsi penduduk Kabupaten Indramayu yang menggunakan air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%. Proporsi sumber air rumah tangga yaitu 1,5% dari tetangga/beli eceran; 2,4% sumur sendiri; 5,4% PDAM; dan 90,7% dari PDAM dan sumur. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian penyakit DBD dengan sumber air rumah tangga (p-value = 0,53). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang tidak turut dipengaruhi oleh sumber air rumah tangga. Sampah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang sampah dengan cara sehat (memiliki tempat pembuangan sampah) sebesar 70,4%. Proporsi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga yang memiliki tempat pembuangan sampah memenuhi syarat kesehatan sebesar 40,9%. Dari uji statistik diperoleh

82 hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian DBD (p-value = 0,00 dan OR=3,103). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak sehat; dan dapat diinterpretasikan bahwa penghuni rumah yang mengelola sampah secara tidak sehat berpeluang 3,103 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan penghuni rumah yang mengelola sampah secara sehat. Air limbah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang air limbahnya ke selokan terbuka dan tergenang kotor di sekitar rumah (tidak memiliki SPAL) adalah sebesar 99,4%. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinkeskab. Indramayu terhadap 168.795 rumah yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL memenuhi syarat kesehatan sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini juga tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007) yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL di Kabupaten Indramayu adalah 9,5%. Dari uji statistik, dalam Alpha 0,05 diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengelolaan air limbah rumah tangga dengan kejadian DBD tidak signifikan (p-value = 0,19); walaupun demikian secara empiris hubungan antara keduanya sesungguhnya jelas, karena lingkungan kotor pada dasarnya cenderung mengakibatkan berkembangnya populasi kuman penyakit menular yang dapat menyerang dan melemahkan daya tahan tubuh seseorang. Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti Dari 335 rumah responden yang diteliti, sebagian besar (95%) tidak ditanami tanaman anti nyamuk seperti: Zodia (Evodia suaveolens), Geranium (Pelargonium citrosa), Lavender (Lavendula angustifolia), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus). Faktor penyebab utama ialah kurangnya pengetahuan sebagian besar anggota keluarga mengenai manfaat tanaman itu. Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden dengan kategori berpengetahuan DBD kurang (jumlah jawaban yang benar median seluruh pertanyaan) adalah sebesar 65,1%. Sebagian besar jawaban yang benar masih terbatas pada jawaban atas pertanyaan

83 mengenai tanda-tanda/gejala penyakit DBD. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengetahuan kepala keluarga tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00 dan OR=3,788). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau pemahaman kepala keluarga tentang penyakit DBD termasuk pengendaliannya. Sikap responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden yang bersikap positif terhadap upaya pengendalian penyakit DBD sebesar 100%. Semua responden menjawab sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan, yaitu (1) bahwa Kabupaten Indramayu harus bebas penyakit DBD; (2) bahwa masyarakat harus jadi pelopor peningkatan PHBS; (3) bahwa masyarakat perlu meningkatkan kesehatan lingkungan; (4) bahwa masyarakat perlu meningkatkan pengembangan ikan pemakan jentik dan tanaman anti nyamuk Aedes aegypti; dan (5) bahwa masyarakat perlu memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti di rumah tangga masing-masing. Dengan proporsi tersebut secara statistik tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan sikap responden terhadap pengendalian DBD. Perilaku sehat responden Proporsi responden yang masuk dalam kategori berperilaku kurang dalam penyehatan rumah tangga sebesar 51%. Penilaian ini didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup perilaku/kebiasaan membuka jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, kebiasaan membersihkan rumah dan halaman, kebiasaan membuang tinja bayi dan balita, kebiasaan pengeloaan sampah rumah tangga, kebiasaan membersihkan TPA, dan kebiasaan memanfaatkan PUSKESMAS dan RS untuk berobat dan/atau konsultasi kesehatan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara perilaku sehat responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00 dan OR=6,773); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh perilaku tidak sehat anggota keluarga. Anggota keluarga yang tidak berperilaku sehat berpeluang 6,773 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan anggota keluarga berperilaku sehat.

84 Pekerjaan/mata pencaharian responden Proporsi responden menurut pekerjaan adalah sebesar 69,3% sebagai buruh/petani/nelayan; 15,8% sebagai pedagang/ pengusaha/ wiraswastawan; dan 14,9% sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga. Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden Sebagian besar responden dan keluarganya (80,9%) termasuk dalam kategori berpengeluaran uang di bawah rata-rata minimum tingkat Kabupaten Indramayu yaitu Rp.367.263,-- per kapita keluarga per bulan. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh kurangnya tingkat pendapatan/ pengeluaran per kapita keluarga per bulan. Rendahnya tingkat pendapatan/ pengeluaran rata-rata per kapita keluarga per bulan cenderung menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penyehatan pribadi dan lingkungannya. Keadaan ini akan berdampak negatif terhadap daya tahan tubuh individu dalam masyarakat dari serangan penyakit DBD dan penyakit menular lainnya. Pendidikan formal responden Pendidikan formal terakhir sebagian besar responden (51,6%) adalah tamat SD dan tidak tamat SD. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,00). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan formal kepala keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan formal masyarakat sedikit banyak akan mempengaruhi rendahnya wawasan, daya analisis dan kemampuan mereka dalam menerima perubahan-perubahan dalam rangka penyelesaian masalah yang berkaitan dan penyakit DBD.

85 Layanan penderita demam berdarah dengue Berdasarkan wawancara dengan pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten dan PUSKESMAS diperoleh hasil bahwa proporsi cakupan layanan penderita DBD oleh RS dan PUSKESMAS di atas 99%, mencakup layanan rawat jalan dan rawat inap. Dengan proporsi ini, secara statistik, tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan layanan penderita DBD. Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan Proporsi responden dengan kategori belum pernah mengikuti penyuluhan kelompok dan bimbingan teknis tentang penyakit DBD oleh PUSKESMAS adalah sebesar 100%. Selama ini keluarga responden pada umumnya memperoleh informasi tentang DBD dari media elektronik, terutama televisi, dari petugas kesehatan, dan dari tetangga dalam komunikasi perorangan. Pengelolaan tempat penampungan air (TPA) Proporsi responden dengan kategori belum teratur satu minggu sekali membersihkan TPA dan TPN di dalam dan di luar sekitar rumah adalah sebesar 63,3%. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan pembersihan TPA dengan kejadian DBD (p-value = 0,00 dan OR=5,543). Dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh tidak terpeliharanya kebersihan TPA. Anggota keluarga yang tidak teratur memelihara kebersihan TPA berpeluang terkena penyakit DBD 5,543 kali dibanding dengan anggota keluarga yang membersihkan TPA secara teratur (setiap satu minggu sekali). Adapun kebutuhan responden dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang antara lain : cakupan air bersih/air minum meningkat; layanan kesehatan semakin meningkat; status kesehatan rumah tangga meningkat; perekonomian masyarakat meningkat; pengetahuan, sikap, perilaku sehat masyarakat meningkat; serta limbah padat dan cair terkelola dengan baik/sehat. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Dari hasil pengolahan dan analisis data diperoleh gambaran responden dan/ atau faktor-faktor yang diteliti seperti tampak pada Gambar 10 dan 11.

86 Gambar 10. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Jenis kelamin dan umur responden Jumlah responden adalah 336 orang; terdiri dari 274 orang (81,5%) lakilaki dan 62 orang (18,5%) perempuan. Umur responden termuda 18 tahun dan tertua 83 tahun, dengan median 44,69 tahun, mode 40 tahun, dan standar deviasi 11,93 tahun. Responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit demam berdarah dengue tahun 2007/2008/2009 Jumlah responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit DBD pada tahun 2007/2008/2009 adalah 24 orang (7,1% responden). Umur penderita termuda 3 tahun dan tertua 45 tahun, median 10,5 tahun, mode 5 tahun, dengan standar deviasi 12,33 tahun. Lama pengobatan/perawatan penderita di Rumah Sakit minimum 2 hari dan maksimum 15 hari, dengan mean 5,33 hari, median 5 hari, mode 4 hari, dengan standar deviasi 2,408 hari. Jumlah tanggungan biaya pengobatan/perawatan per pasien, di luar subsidi/bantuan Pemerintah, berkisar antara Rp.1.000.000,-- dan Rp. 1.300.000,--; dengan mean Rp.1.012.500,--; mode Rp.1.000.000,--; dan standar deviasi Rp.61.237,24.

87 Gambar 11. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana (lanjutan) Rumah tangga responden Dari 336 rumah tangga yang diteliti, ada 238 rumah (70,8%) yang masuk kategori kurang sehat. Penilaian kesehatan rumah didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup penilaian kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku penghuni. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga yang belum memenuhi syarat kesehatan adalah 44,4%. Gambaran lebih khusus kondisi 336 rumah responden yaitu: 110 rumah (32,8%) berdinding tidak memenuhi syarat kesehatan, 176 rumah (52,4%) tidak memiliki langit-langit, 72 rumah (21,4%) berlantai tanah atau plesteran yang sudah retak, 39 rumah (11,5%) tidak memiliki jendela kamar tidur, 52 rumah (15,5%) kurang pencahayaan, 90 rumah (26,8%) tidak memiliki kakus/wc sehat, dan 15 rumah (4,5%) dengan TPA berjentik nyamuk Aedes aegypti. Proporsi rumah tangga yang kurang sehat per kecamatan pada umumnya hampir sama, yaitu dalam kisaran 63,7%-77,7% (perincian tertera pada Lampiran 1).

88 Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara kesehatan rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD (p-value=0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana turut dipengaruhi oleh tingkat kesehatan rumah hunian/tangga. Selanjutnya variabel yang berhubungan signifikan dengan kesehatan rumah hunian/tangga yaitu: (1) pengetahuan responden tentang DBD (p-value= 0,000 dan OR=5,950); (2) perilaku hidup sehat anggota keluarga responden (p-value = 0,00 dan OR= 31,2); (3) pengeluaran per kapita keluarga responden rata-rata per bulan (p-value = 0,00 dan OR=3,309); (4) pendidikan formal responden (p-value = 0,00); dan (5) pekerjaan responden (p-value= 0,00) (perincian pada Lampiran 3). Air bersih/minum Proporsi rumah tangga yang memperoleh air bersih/minum lebih dari 100 liter per orang per hari ada 295 keluarga (87,8%); selebihnya 41 keluarga (12,2%) memperoleh air dalam kisaran 20 sampai dengan 99,9 liter per orang per hari. Hasil ini tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007), bahwa proporsi penduduk Kabupaten Indramayu yang menggunakan air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%. Proporsi sumber air rumah tangga yaitu 5,6% dari tetangga/beli eceran; 2,7% sumur sendiri; 0,6% PDAM; dan 91,1% dari PDAM dan sumur.. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan signifikan antara kejadian penyakit DBD dengan sumber air rumah tangga (p-value=0,47). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana tidak turut dipengaruhi oleh sumber air rumah tangga. Sampah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang sampah dengan cara sehat (memiliki tempat pembuangan sampah) sebesar 64,3%. Proporsi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga yang memiliki tempat pembuangan sampah memenuhi syarat kesehatan sebesar 40,9%. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara

89 pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian DBD (p-value sebesar 0,00 dengan OR=6,176). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD turut dipengaruhi oleh pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak sehat; dan dapat diinterpretasikan bahwa penghuni rumah yang mengelola sampah secara tidak sehat berpeluang 6,176 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan penghuni rumah yang mengelola sampah secara sehat. Air limbah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang air limbahnya ke selokan terbuka dan tergenang kotor di sekitar rumah (tidak memiliki SPAL) adalah sebesar 97,3%. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinkeskab. Indramayu terhadap 168.795 rumah yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL memenuhi syarat kesehatan sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini juga tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007) yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL di Kabupaten Indramayu adalah 9,5%. Dari uji statistik, dalam Alpha 0,05, diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengelolaan air limbah rumah tangga dengan kejadian DBD tidak signifikan (p-value = 0,65); walaupun demikian secara empiris hubungan antara keduanya sesungguhnya jelas, karena lingkungan kotor pada hakekatnya cenderung mengakibatkan berkembangnya populasi kuman penyakit menular yang dapat menyerang dan melemahkan daya tahan tubuh seseorang. Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti Dari 336 rumah responden yang diteliti, sebagian besar (95%) tidak ditanami tanaman anti nyamuk seperti: Zodia (Evodia suaveolens), Geranium (Pelargonium citrosa), Lavender (Lavendula angustifolia), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus). Faktor penyebab utama ialah kurangnya pengetahuan sebagian besar anggota keluarga mengenai manfaat tanaman itu. Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden dengan kategori berpengetahuan DBD kurang (jumlah jawaban yang benar median seluruh pertanyaan) sebesar 73,2%. Sebagian besar jawaban benar responden masih terbatas pada jawaban atas pertanyaan mengenai tanda-tanda/gejala penyakit DBD. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengetahuan kepala keluarga

90 tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana turut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau pemahaman kepala keluarga tentang penyakit DBD. Dapat diinterpretasikan pula bahwa kejadian DBD berhubungan dengan frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan. Sikap responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden yang bersikap positif terhadap upaya pengendalian penyakit DBD sebesar 100%. Semua responden menjawab sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan, yaitu (1) bahwa Kabupaten Indramayu harus bebas penyakit DBD; (2) bahwa masyarakat harus jadi pelopor peningkatan PHBS; (3) bahwa masyarakat perlu meningkatkan kesehatan lingkungan; (4) bahwa masyarakat perlu meningkatkan pengembangan ikan pemakan jentik dan tanaman anti nyamuk Aedes aegypti; dan (5) bahwa masyarakat perlu memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti di rumah tangga masing-masing. Berdasarkan proporsi ini dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak tampak hubungan yang signifikan antara kejadian DBD dengan sikap responden terhadap pengendalian DBD. Perilaku sehat responden Proporsi responden yang masuk dalam kategori berperilaku kurang dalam penyehatan rumah tangga sebesar 52,1%. Penilaian ini didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup perilaku/kebiasaan membuka jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, kebiasaan membersihkan rumah dan halaman, kebiasaan membuang tinja bayi dan balita, kebiasaan pengeloaan sampah rumah tangga, kebiasaan membersihkan TPA, dan kebiasaan memanfaatkan PUSKESMAS dan RS untuk berobat dan/atau konsultasi kesehatan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara perilaku sehat responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00 dan OR=11,431); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh perilaku tidak sehat anggota keluarga. Anggota keluarga yang tidak berperilaku sehat berpeluang 11,431 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan anggota keluarga berperilaku sehat.

91 Pekerjaan/mata pencaharian responden Proporsi responden menurut pekerjaan adalah sebesar 81,3% sebagai buruh/petani/nelayan; 9,8% sebagai pedagang/pengusaha/ wiraswastawan; dan 8,9% sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian DBD adalah tidak signifikan (p-value = 0,89). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD tidak dipengaruhi oleh pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga. Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden Sebagian besar responden dan keluarganya (82,7%) termasuk dalam kategori berpengeluaran uang di bawah rata-rata minimum tingkat Kabupaten Indramayu yaitu Rp.367.263,-- per kapita keluarga per bulan. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga per bulan. Rendahnya tingkat pendapatan rata-rata per kapita keluarga per bulan cenderung menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penyehatan pribadi dan lingkungannya. Keadaan ini akan berdampak negatif terhadap daya tahan tubuh individu dalam masyarakat dari serangan penyakit DBD dan penyakit menular lainnya. Pendidikan formal responden Pendidikan formal terakhir sebagian besar responden (65,2%) adalah tamat SD dan tidak tamat SD. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,92). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana tidak turut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal kepala keluarga. Walaupun demikian dalam kenyataan sesungguhnya tampak bahwa rendahnya tingkat pendidikan formal masyarakat sedikit banyak mempengaruhi rendahnya kemampuan dan daya analisis mereka dalam menerima inovasi/ ide-ide konstruktif baru dalam rangka penyelesaian masalah penyakit DBD di daerahnya.

92 Layanan penderita demam berdarah dengue Berdasarkan wawancara dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten dan PUSKESMAS diperoleh hasil bahwa proporsi cakupan layanan penderita DBD oleh RS dan PUSKESMAS di atas 99%, mencakup layanan rawat jalan dan rawat inap menurut tata laksana yang ditetapkan. Secara statistik, tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan layanan penderita DBD. Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan Proporsi responden dengan kategori belum pernah mengikuti penyuluhan kelompok dan bimbingan teknis tentang penyakit DBD oleh PUSKESMAS adalah sebesar 100%. Selama ini keluarga responden pada umumnya memperoleh informasi tentang DBD dari media elektronik, terutama televisi, dari petugas kesehatan, dan dari tetangga dalam komunikasi perorangan. Pengelolaan tempat penampungan air (TPA) Proporsi responden dengan kategori belum teratur satu minggu sekali membersihkan TPA dan TPN di dalam dan di luar sekitar rumah adalah sebesar 69,3%. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan pembersihan TPA dengan kejadian DBD (p-value = 0,00). Dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh tidak terpeliharanya kebersihan TPA. Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa karakterisrik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan tiga kecamatan pertama, termasuk kategori IR DBD tinggi selama tahun 2004-2008 (Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang), tidak seluruhnya sama dibandingkan dengan karakterisrik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan tiga kecamatan kedua, termasuk kategori IR DBD rendah selama tahun 2004-2008 (Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana). Proporsi/persentase beberapa karakteristik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan kecamatan pertama ada yang hampir sama namun ada pula yang berbeda dengan proporsi/ persentase karakteristik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan kecamatan kedua. Perbedaan yang menonjol ialah proporsi/presentase rumah tangga dengan pemakaian air dan tingkat pengetahuan kepala keluarga tentang DBD perincian selengkapnya tertera dalam Tabel 11 atau Lampiran 1.

Tabel 11. Deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu,Sindang, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Variabel Proporsi/persentase di : Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Rumah tangga dengan kategori belum sehat 68,1% 70,8% Rumah tangga dengan pemakaian air minum 99,9 liter per orang per hari 73,4% 12,1% Rumah dengan pembuangan air limbah belum sehat 99,5% 97,3% Rumah tangga tanpa tanaman anti nyamuk 95,0% 94,0% Responden dengan pengetahuan DBD kurang 65,1% 73,2% Responden dengan sikap pengendalian DBD baik 100% 100% Perilaku sehat penghuni rumah tangga kurang 51,0% 52,1% Pekerjaan kepala keluarga selain Pedagang/ pengusaha/ wiraswasta/pns/tni/polri/pensiunan Keluarga dengan pengeluaran Rp.367.263,00 per kapita per bulan Pendidikan formal kepala keluarga tamat SD dan tidak tamat SD Layanan pengobatan penderita DBD oleh sarana kesehatan terdekat 69,3% 81,3% 80,9% 82,7% 51,6% 65,2% 99,0% 99,0% 93 Kepala keluarga yang belum pernah menerima penyuluhan/ bimbingan teknis kelompok untuk pengendalian DBD dari PUSKESMAS/RS 100% 100% Keluarga dengan pembersihan TPA >1minggu sekali 36,7% 30,7% Sumber air rumah tangga (sumur sendiri dan PDAM) 96,1% 91,7% Selain hasil analisis deskriptif, juga hasil uji bivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di gabungan kecamatan pertama tidak seluruhnya sama dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di gabungan kecamatan kedua (perincian mengenai hal ini tertera dalam Tabel 12 atau Lampiran 3). Di gabungan tiga kecamatan pertama, hubungan kesehatan rumah hunian dengan kejadian DBD dalam Alpha 0,05 adalah tidak signifikan (p-value = 0,41) tetapi di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya signifikan (p-value = 0,00). Di gabungan tiga kecamatan pertama, hubungan pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00) tetapi di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan (p-value = 0,89). Di gabungan tiga kecamatan pertama, hubungan pendidikan formal kepala keluarga dengan

94 kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00) tetapi di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan (p-value = 0,92). Adapun faktor-faktor yang berhubungan signifikan (p-value Alpha 0,05) dengan kejadian DBD, baik di gabungan tiga kecamatan pertama maupun di gabungan tiga kecamatan kedua, ialah pengelolaan sampah rumah tangga, pengetahuan kepala keluarga tentang DBD, perilaku sehat penghuni rumah tangga, keteraturan pembersihan tempat penampungan air, dan angka curah hujan. Sedangkan faktorfaktor yang berhubungan tidak signifikan (p-value > Alpha 0,05) dengan kejadian DBD, baik di gabungan tiga kecamatan pertama maupun di gabungan tiga kecamatan kedua, ialah sumber air minum rumah tangga dan pembuangan air limbah rumah tangga. Tabel 12. Faktor-faktor yang berhubungan secara statistik dengan penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Hubungan antara Kejadian DBD dengan : Kecamatan Indramayu, Sindang, Jatibarang (n=335) p-value Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, Tukdana (n=336) Kesehatan rumah hunian 0,41 0,00* Sumber air minum rumah tangga 0,53 0,47 Pembuangan/pengelolaan air limbah rumah tangga 0,19 0,65 Pengelolaan sampah rumah tangga 0,00* 0,00* Pengetahuan kepala keluarga tentang DBD 0,00* 0,00* Sikap kepala keluarga terhadap pengendalian DBD - - Perilaku sehat penghuni rumah tangga 0,00* 0,00* Pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga 0,00* 0,89 Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga 0,00* 0,01* Pendidikan formal kepala keluarga 0,00* 0,92 Layanan pengobatan penderita DBD - - Frekuensi penyuluhan/bimbingan teknis kelompok untuk pengendalian DBD dari PUSKESMAS/RS - - Keteraturan pembersihan tempat penampungan air 0,00* 0,00* Keterangan : * = berhubungan sginifikan pada Alpha= 0,05 - = tidak diuji dengan Chi square n = Jumlah responden

95 Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan bivariat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran umum karakteristik responden dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di gabungan tiga kecamatan pertama (Indramayu, Sindang, dan Jatibarang) dan di gabungan tiga kecamatan kedua (Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana) berbeda atau tidak seluruhnya sama. Perbedaan faktor-faktor tersebut diduga turut mempengaruhi terjadinya perbedaan tingkat IR DBD antara kedua gabungan tiga kecamatan selama ini. Dengan demikian intervensi program dalam rangka pengendalian DBD di masing-masing gabungan tiga kecamatan juga berbeda atau tidak seluruhnya sama. Hasil penelitian ini pada dasarnya mengandung persamaan dan perbedaan dengan hasil penelitian para peneliti di lokasi lain. Hasil penelitian Fikri (2005) di kota Bandar Lampung menyimpulkan bahwa faktor sanitasi lingkungan yang berhubungan dengan kejadian penyakit DBD ialah peubah jenis sarana air bersih (p= 0,003), tempat penampungan air (p = 0,000) dan sampah tergenang air (p=0,011); faktor partisipasi masyarakat yang berhubungan dengan kejadian penyakit DBD; yaitu peubah kebiasaan 3M (p = 0,005) dan kebiasaan membersihkan rumah serta lingkungan (p = 0,016). Hasil penelitian Widyana (1999) menyimpulkan bahwa masyarakat yang berpendidikan rendah mempunyai peluang resiko terkena DBD 1,90 kali dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi. Hasil penelitian Bohra (2001) menunjukkan bahwa peran perilaku sangat penting dalam mengendalikan resiko terjadinya kejadian DBD. Fathi et al. (2005) menyimpulkan bahwa hanya variabel keberadaan kontainer air di dalam maupun di luar rumah yang berperan terhadap KLB DBD (Chi-square, p < 0,05) dengan relative risk (RR) sama dengan 2,96. Hubungan Curah Hujan, Suhu Udara, dan Kelembaban Udara dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Hubungan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) Hasil uji korelasi dan regresi menunjukkan bahwa pada Alpha 5% terdapat hubungan signifikan antara angka curah hujan dengan kejadian DBD (p-value= 0,011) dengan derajat/kekuatan hubungan yang sedang (r=0,699) dan pola hubungan positif; artinya ada kecenderungan semakin besar angka curah hujan

96 maka semakin besar IR DBD. Dari analisis tersebut dirumuskan persamaan regresi (Y = a + bx) dengan nilai a sebesar 5,545, nilai b sebesar 0,607. Huruf Y sebagai kejadian penyakit DBD, dan huruf X sebagai angka curah hujan. Dengan persamaan regresi tersebut yakni kejadian DBD = 5,545 + 0,607 (angka curah hujan) maka peningkatan angka kejadian penyakit DBD dapat diperkirakan jika diketahui angka curah hujan. Angka kejadian penyakit DBD akan bertambah sebesar 0,607 orang setiap pertambahan satu mm angka curah hujan. Grafik persamaan regresi linier antara angka curah hujan dengan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu tampak pada Gambar 12. Gambar 12. Grafik persamaan regresi linier angka kejadian DBD dengan angka curah hujan di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Sintorini (2006) dan Sumantri (2008) yang menyimpulkan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengendalian penyakit DBD. Pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Banyaknya hari hujan akan mempengaruhi kelembaban udara di daerah pantai dan mempengaruhi suhu di pegunungan (Depkes R.I. 2005). Di Kabupaten Indramayu angka curah hujan dan kejadian penyakit DBD yang relatif tinggi setiap tahun ialah pada bulan Oktober, Desember, Januari, Februari, dan Maret. Gambaran angka curah hujan dan hubungannya dengan kejadian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu tampak pada Gambar 13.

97 Gambar 13. Grafik hubungan antara kejadian DBD dengan angka curah hujan di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Hubungan antara suhu udara dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) Hasil uji korelasi dan regresi menunjukkan bahwa hubungan antara suhu udara dengan kejadian penyakit DBD adalah lemah (r = 0,405) dengan p-value = 0,192. Dari analisis tersebut dirumuskan persamaan regresi (Y = a + bx) dengan nilai a sebesar 505,237, nilai b sebesar -12,402. Huruf Y sebagai kejadian penyakit DBD, dan huruf X sebagai suhu udara. Dengan persamaan regresi tersebut, yakni y = 505,237 + (-12,402*suhu udara), maka peningkatan angka kejadian penyakit DBD dapat diperkirakan jika diketahui suhu udara. Hal ini mendukung hasil penelitian Sumantri (2008), bahwa di Jakarta setiap kenaikan suhu sebesar 1,54% akan memberikan perubahan peluang peningkatan 113 kejadian DBD. Grafik persamaan regresi linier antara suhu udara dengan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu tampak pada Gambar 14. Gambar 14. Grafik persamaan regresi linier antara kejadian DBD dengan suhu udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007

98 Suhu udara merupakan salah satu faktor determinan atas perkembangan populasi nyamuk Aedes aegypti namun dalam kenyataan gambaran hubungan pengaruh suhu udara terhadap naik turunnya angka kejadian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu per bulan tidak tampak secara jelas. Tingkat suhu udara yang relatif datar setiap bulan tidak selaras dengan tingkat perkembangan kejadian penyakit DBD seperti tampak pada Gambar 15. Gambar 15. Grafik hubungan kejadian DBD dengan suhu udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Hubungan antara kelembaban udara dan kejadian demam berdarah dengue (DBD) Gambaran hubungan kelembaban udara dan kejadian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu adalah seperti tampak dalam Gambar 16. Gambar 16. Grafik hubungan kejadian DBD dengan kelembaban udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Dari uji statistik disimpulkan bahwa hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit DBD adalah lemah (r = 0,491 dan p-value = 0,105) dengan persamaan regresi linier seperti tampak pada Gambar 17.

99 Gambar 17. Grafik persamaan regresi linier antara kelembaban udara dengan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Dari analisis tersebut dirumuskan persamaan regresi (Y = a + bx) dengan nilai a sebesar -281,560 nilai b sebesar 4,680. Huruf Y sebagai kejadian penyakit DBD, dan huruf X sebagai suhu udara. Persamaan regresi tersebut yakni y = 505,237 + (-12,402*suhu udara). Lemahnya hubungan secara statistik antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit DBD ditunjukkan pula oleh Sumantri (2008) dalam penelitiannya di wilayah Jakarta tahun 2008. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Dinas/ Instansi Umur dan pendidikan dikan Responden Jumlah responden Dinas/Instansi adalah 35 orang, terdiri dari 30 (85,7%) laki-laki dan 5 orang (14,3%) perempuan. Jabatan responden: 5 orang (pejabat Dinas/Instasi Kabupaten), 18 orang (pejabat Kecamatan, Dinas/Instansi Kecamatan, Kepala Puksemas), 12 orang (Kepala Desa/Kelurahan). Proporsi responden menurut pendidikan formal: 11 orang (31,4%) tamat SLTA dan 24 orang (68,6%) tamat Akademi /DIII ke atas. Pendapat dan Kebutuhan Responden dalam Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan faktor yang berhubungan dengan masih timbulnya penyakit DBD di Kabupaten Indramayu: 24 orang (68,6%) berpendapat berhubungan dengan perilaku masyarakat, 5 orang (14,3%) dengan pengetahuan masyarakat, 4 orang (11,4%) dengan sikap

100 masyarakat, dan 2 orang (5,8%) dengan pendapatan masyarakat serta kerjasama lintas program/sektoral. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan metode yang paling efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam pencegahan DBD: 26 orang (74,3%) berpendapat dengan penyuluhan kesehatan, 5 orang (14,3%) dengan nasihat tokoh masyarakat, dan 4 orang (11,4%) dengan bimbingan teknis petugas kesehatan. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif meningkatkan PHBS masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD: 31 orang (88,6%) berpendapat dengan penyuluhan kesehatan, empat orang (11,4%) dengan penegakan hukum dan sistem ganjaran. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan faktor yang paling berkaitan dengan tingkat mutu layanan pengobatan penderita: 19 orang (54,3%) berpendapat faktor sumberdaya manusia, 9 orang (25,7%) faktor dana, dan 5 orang (14,3%) faktor sarana. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara meningkatkan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan kesehatan lingkungan: 20 orang (57,1%) berpendapat dengan kerjasama lintas program/sektoral, 12 orang (34,3) dengan membentuk organisasi kesehatan tingkat desa secara swadaya dari hasil komitmen masyarakat, dan 3 orang (8,6%) dengan sistem penilaian. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara pengembangan dana operasional penanggulangan penyakit DBD: 15 orang (42,9%) berpendapat dengan mengajukan usul kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu, 9 orang (25,7%) dengan pengajuan usulan anggaran ke Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat, dan 11 orang (31,4%) dengan peningkatan sistem dana sehat di masyarakat dan cara lainnya. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif untuk pengembangan kerjasama lintas program dan sektoral dalam rangka penanggulangan penyakit DBD: 21 orang (60%) berpendapat dengan pembagian tugas yang jelas disertai pendanaannya, 7 orang (20%) dengan pengembangan sistem kerjasama termasuk SOP, dan 7 orang (20%) dengan pertemuan berkala.

101 Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif menegakkan hukum kesehatan dan lingkungan hidup: 26 orang (74,3%) berpendapat dengan peningkatan penyebarluasan informasi tentang peraturan perundangan kesehatan dan lingkungan hidup, 4 orang (11,4%) berpendapat dengan membentuk tim khusus penegakan hukum kesehatan dan lingkungan hidup, dan 5 orang (14,3%) dengan suri tauladan dari petugas penyelenggara. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif agar masyarakat dapat memanfaatkan PUSKESMAS atau sarana kesehatan secara optimal untuk penanggulangan penyakit DBD: 30 orang (85,7%) berpendapat dengan peningkatan mutu layanan kesehatan, 4 orang (11,4%) dengan membangun PUSKESMAS di lokasi yang mudah dijangkau masyarakat. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara meningkatkan dukungan tokoh masyarakat dalam rangka pencegahan penyakit DBD: 32 orang (91,4%) berpendapat dengan mengaktifkan dalam organisasi kesehatan desa, dan 3 orang (8,6%) dengan pendekatan perorangan. Adapun jawaban responden atas pertanyaan tentang strategi dan taktis operasional apa saja yang telah dikembangkan oleh Dinas/Instansinya dalam rangka implementasi kebijakan pencegahan penyakit DBD di wilayah kerjanya pada dasarnya cukup konsisten sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat, yaitu: (1) perencanaan, monitoring dan evaluasi program, (2) penyuluhan PHBS atau sosialisasi gerakan waspada DBD, (3) meningkatkan pemantauan jentik berkala (PJB), (4) fogging fokus, (5) PSN, (6) penanganan penderita secara cepat, (7) pengembangan desa siaga, (8) menggiatkan anak didik dalam pemantauan jentik (9) peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektoral atau UKS, (10) abatesasi, (11) pengembangan atau pemberdayaan kader juru pemantau jentik (Jumantik), (12) gerakan rutin kebersihan lingkungan. Dari seluruh jawaban responden disimpulkan bahwa faktor-faktor penting dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu: (1) perilaku hidup sehat masyarakat, (2) penyuluhan kesehatan, (3) mutu kerjasama lintas program/sektoral, (4) frekuensi dan mutu penyebarluasan informasi tentang peraturan perundang-undangan kesehatan dan lingkungan hidup, (5) mutu layanan sarana kesehatan, dan (6) partisipasi aktif tokoh masyarakat.

102 Kebutuhan responden untuk pengendalian DBD: (1) IR dan CFR DBD menurun, (2) perekonomian masyarakat meningkat, (3) pengetahuan, sikap dan PHBS meningkat, (4) anggaran program pencegahan DBD meningkat, (5) fasilitas umum dan sosial bersih dan sehat, (6) limbah padat dan cair dikelola dengan sehat, (7) TPA bersih, dan (8) populasi nyamuk Aedes aegypti terkendali. Analisis Elemen Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu dengan Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) Analisis elemen pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dengan pendekatan AHP didasarkan pada pendapat para pakar dan struktur hierarki antar elemen (Gambar 7). Analisis dilakukan untuk mengetahui urutan prioritas elemen aktor berdasarkan fokus, faktor berdasarkan aktor, tujuan berdasarkan aktor, kriteria berdasarkan aktor, strategi berdasarkan aktor, tujuan berdasarkan faktor, kriteria berdasarkan faktor, strategi berdasarkan faktor, kriteria berdasarkan tujuan, strategi berdasarkan tujuan, dan strategi berdasarkan kriteria. Tujuan akhir ialah untuk mengetahui urutan prioritas dari elemen strategi. Urutan Prioritas Aktor Berdasarkan Fokus Dari pengolahan terhadap pendapat pakar dalam kuesioner diperoleh hasil bahwa urutan peringkat relatif elemen dari aktor berdasarkan fokus pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: Pemerintah Kabupaten Indramayu, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa/ Kelurahan, Lembaga Kemasyarakatan (perincian tertera dalam Tabe1 13). Tabel 13. Matriks perbandingan antar elemen Aktor berdasarkan Fokus pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Aktor Fokus pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Urutan prioritas Bobot 1,000 A 0,672 I B 0,189 II C 0,081 III D 0,058 IV Consistency ratio 0,082

103 Keterangan Tabel 13: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana D : Lembaga kemasyarakatan Terpilihnya Pemerintah Kabupaten Indramayu sebagai elemen terpenting pada level Aktor pada hakekatnya sejalan dengan kebijakan Pemerintah bahwa desentralisasi bidang kesehatan yang luas dan utuh diletakkan di kabupaten. Daerah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan upaya dan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan minimal. Pemerintah Kabupaten bertanggungjawab mengelola sumberdaya kesehatan yang tersedia di wilayahnya secara optimal guna mewujudkan kinerja sistem kesehatan wilayah termasuk kebijakan pengendalian penyakit DBD. Urutan Prioritas Faktor Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen dari faktor berdasarkan aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: lingkungan, kependudukan, vektor penyakit, dan layanan kesehatan (perincian tertera dalam Tabe1 14). Tabel 14. Matriks perbandingan antar elemen Faktor berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Faktor Aktor Elemen A B C D Global priority Urutan Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 E 0,441 0,477 0,445 0,432 0,448 I F 0,395 0,332 0,376 0,380 0,380 II G 0,070 0,109 0,103 0,106 0,082 IV H 0,094 0,082 0,076 0,082 0,090 III Consistency ratio 0,026 0,059 0,034 0,044 Keterangan Tabel 14: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan : Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana

104 D : Lembaga kemasyarakatan E : Lingkungan F : Kependudukan G : Layanan kesehatan H : Vektor penyakit Terpilihnya lingkungan sebagai elemen terpenting pada level Faktor pada hakekatnya sejalan dengan pendapat para ahli bahwa faktor lingkungan berpengaruh paling besar terhadap kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Penyakit DBD adalah penyakit menular berbasis lingkungan; artinya timbul dan mewabahnya penyakit ini pada hakekatnya dapat dicegah dengan metode perbaikan kesehatan lingkungan oleh Pemerintah bersama masyarakat. Secara empiris kondisi kesehatan lingkungan Kabupaten Indramayu mencakup sanitasi ruang dan bangunan, pengelolaan sampah rumah tangga, pengelolaan air limbah rumah tangga, pengelolaan air bersih/minum belum sepenuhnya mencapai taraf yang diinginkan. Urutan Prioritas Tujuan Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen dari Tujuan berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD, meningkatnya produktivitas kerja masyarakat, dan meningkatnya kenyamanan/ ketenteraman masyarakat (perincian tertera dalam Tabe1 15). Tabel 15. Matriks perbandingan antar elemen Tujuan berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Aktor Elemen A B C D Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 Global priority Urutan Tujuan I 0,571 0,558 0,517 0,625 0,568 I J 0,143 0,122 0,124 0,137 0,137 III K 0,286 0,320 0,359 0,238 0,295 II Consistency ratio 0,000 0,016 0,093 0,016 Keterangan Tabel 15: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana

105 D : Lembaga Kemasyarakatan I : Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD J : Meningkatnya kenyamanan / ketenteraman masyarakat. K : Meningkatnya produktivitas kerja masyarakat Terpilihnya Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD sebagai elemen terpenting pada level Tujuan pada hakekatnya sesuai dengan visi dan misi Pemerintah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yakni Religius, Maju, Mandiri dan Sejahtera (REMAJA) serta Terwujudnya masyarakat Indramayu yang mandiri untuk hidup sehat tahun 2010 ; dan mengacu pada target IR DBD nasional pada tahun 2010 adalah 2 (dua). Dengan terwujudnya tujuan utama ini akan menunjang perwujudan tujuan lainnya yaitu meningkatnya kenyamanan/ ketenteraman dan produktivitas masyarakat. Urutan Prioritas Kriteria Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen Kriteria berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: jumlah dan mutu sumber daya manusia, edukatif, dana dan sarana, dan teknologi (perincian tertera dalam Tabe1 16). Tabel 16. Matriks perbandingan antar elemen Kriteria berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Kriteria Aktor Global Elemen A B C D priority Urutan Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 L 0,150 0,157 0,157 0,150 0,152 IV M 0,197 0,198 0,281 0,197 0,204 III N 0,416 0,360 0,319 0,416 0,397 I O 0,237 0,285 0,243 0,237 0,247 II Consistency ratio 0,063 0,077 0,044 0,063 Keterangan Tabel 16: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan : Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana D : Lembaga kemasyarakatan L : Teknologi M: Dana dan sarana N : Jumlah dan mutu sumberdaya manusia O : Edukatif

106 Terpilihnya jumlah dan mutu sumberdaya manusia sebagai elemen terpenting pada level Kriteria pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu pada hakekatnya didasarkan pada visi dan misi Pemerintah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu. Bahwa sumber daya manusia adalah makhluq Allah yang paling sempurna menjadi subyek dan obyek pembangunan di segala bidang kehidupan. Keberhasilan pengendalian penyakit DBD sangat tergantung pada tersedianya sumberdaya manusia di setiap administrasi pemerintahan sesuai dengan jumlah dan mutu yang dibutuhkan. Urutan Prioritas Strategi Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen dari Strategi berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat, peningkatan kesehatan lingkungan permukiman, peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat, dan pengendalian vektor penyakit DBD (perincian tertera dalam Tabe1 17). Tabel 17. Matriks perbandingan antar elemen Strategi berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Strategi Aktor Elemen A B C D Global priority Urutan Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 P 0,351 0,308 0,251 0,308 0,332 II Q 0,424 0,433 0,488 0,415 0,431 I R 0,126 0,165 0,158 0,163 0,138 III S 0,099 0,094 0,103 0,114 0,099 IV Consistency ratio 0,092 0,080 0,053 0,077 Keterangan Tabel 17: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan : Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana D : Lembaga Kemasyarakatan P : Peningkatan kesehatan lingkungan permukiman Q : Peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat R : Peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat S : Pengendalian vektor penyakit DBD