BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Materi Ekologi merupakan materi yang mempelajari hubungan timbal balik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditempuh oleh anak, anak juga dituntut untuk mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Risa Meidawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi mendorong terjadinya perubahan dan pembaharuan pada. beberapa aspek pendidikan, termasuk kurikulum.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia SMA Al-Kautsar

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

I. PENDAHULUAN. pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA NEGERI 2 BIREUEN PADA MATERI KALOR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN - ENDED PROBLEM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains serta teknologi yang sangat pesat seperti saat sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan manusia. Salah satu kompetensi sains adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kompetensi sains sebagai produk pembelajaran sangat menentukan tingkat kehidupan siswa di masa yang akan datang. Dengan memiliki kompetensi sains yang memadai, diharapkan siswa mampu memecahkan dan mengatasi permasalahan kehidupan yang dihadapinya dengan cara lebih baik, lebih cepat, adaptif, lentur, dan versatile karena hanya individu yang kritis dan kreatiflah yang dapat melakukan hal tersebut. Itulah sebabnya melatih kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif menjadi sangat perlu dalam pembelajaran sains. Sains yang sarat akan kegiatan berpikir dapat menjadi wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembentukan kemampuan berpikir tinggi ini akan sangat menentukan dalam membangun kepribadian dan pola tindakan siswa. Pembelajaran sains harus dipahami sebagai upaya untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan kehidupan di masa yang akan datang dengan melatih kemampuan berpikir tingkat tingginya. Menghadirkan pembelajaran sains pada siswa seharusnya membuat siswa merasa membutuhkan 1

dan menyenangi sains itu sendiri dan menjadikan mereka menjadi individu yang kritis dan kreatif. Kecendrungan pembelajaran sains khususnya Fisika pada sebagian besar sekolah di Indonesia justru menimbulkan kesan bahwa sains menjadi beban bagi siswa karena masih dianggap pelajaran sulit dipahami, tidak menarik dan tidak memicu mereka menjadi individu kritis dan kreatif. Hal ini karena sebagian besar guru belum merubah paradigmanya tentang pembelajaran, bahwa guru sebagai pusat pembelajaran. Padahal prinsipnya KTSP telah menekankan bahwa siswalah yang berperan aktif untuk membangun kemampuan, pemahaman dan pengetahuannya. Sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Hal ini sesuai dengan paham konstruktivisme yang menuntut agar siswa aktif secara mental untuk membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimiliki. Pembelajaran fisika perlu diinovasi sehingga menarik bagi siswa. Paradigma pembelajaran yang inovatif mengarah pada beberapa kecendrungan diantaranya (1) pembelajaran yang mengakomodir empat pilar pendidikan UNESCO: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life togethers, (2) bergesernya orientasi pembelajaran dari teacher centered menuju student centered, (3) pergeseran dari content-based curriculum menuju competency-based curriculum, (4) perubahan teori pembelajaran dan asesmen dari model behavioristik menuju model konstruktivistik, dan (5) perubahan pendekatan teoretis menuju kontekstual, (6) perubahan paradigma pembelajaran dari standardization menjadi customization, (7) dari evaluasi dengan paper and 2

pencil test yang hanya mengukur convergen thinking menuju open ended question, performance assessment, dan portfolio assessment, yang dapat mengukur divergen thinking. Perubahan-perubahan tersebut sangat strategis untuk diinternalisasi dan dipahami oleh para guru di sekolah. Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivitik yang senantiasa mengakomodasi pengetahuan awal sebagai starting point (Santyasa, 2005) Siklus belajar berbasis kontruktivisme adalah salah satu model pembelajaran yang inovatif. Ketika menerapkan siklus belajar dalam pembelajaran Fisika, guru dan siswa bersama-sama aktif untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik bagi siswa. Apalagi jika guru mampu dengan cerdas memodifikasi kegiatan-kegiatan dalam siklus belajar tersebut, Dengan adanya modifikasi ini, selain keterampilan berpikir kritis dapat dikuasai siswa sebagai efek iringan pembelajaran, juga akan diperoleh efek iringan lain yaitu berpikir kreatif (Liliasari, 2009). Siswa yang diberi kesempatan untuk aktif dalam pembelajaran akan terpicu untuk kreatif. Siklus Belajar adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Pada awalnya Karplus dan Their (Lawson, 1994 ) mengemukakan bahwa ketiga tahap siklus belajar adalah exploration, invention, dan discovery, kemudian Lawson (1994 ) mengungkapkan tiga tahapan itu menjadi eksploitasi, 3

pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Siklus belajar tiga fase ini telah dikembangkan dengan memodifikasi fase-fasenya. Siklus belajar 5E adalah modifikasi siklus belajar berbasis kontruktivisme Lawson. Bybee mengembangkan siklus belajar 5E, sesuai dengan yang diungkapkan Michael Szesze (Lorsbach, 2006) kelima tahapan itu adalah engage, explore, explain, extend, dan evaluate. Pada siklus belajar 5E, guru bertindak sebagai pemandu siswa belajar dengan menimbulkan pertanyaan, memberikan peluang mengeksplorasi, menyajikan fakta yang mendukung penjelasan siswa, memperbaiki miskonsepsi, melatih siswa mengaplikasikan konsep baru. Siklus belajar 5E mengharuskan siswa lebih bertanggung jawab terhadap pembelajaran mereka sendiri. Siklus belajar 5E melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial sehingga memungkinkan untuk menggali kemampuan berpikir kreatif siswa. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penerapan siklus belajar memberikan dampak yang positif terhadap pemahaman dan penguasaan konsep sains siswa diantaranya, Salih Ates (2005) dalam penelitiannya tentang pengaruh siklus belajar pada pemahaman mahasiswa terhadap perbedaan aspekaspek dalam hambatan rangkaian DC, menyimpulkan bahwa siklus belajar terbukti secara signifikan dapat mempengaruhi pemahaman konsep beberapa aspek yang menyangkut rangkaian hambatan DC. Tika (2009) menyatakan siklus belajar 5E efektif mengubah miskonsepsi siswa dan meningkatkan pemahaman konsep siswa. Piyachat Jittam (2008) meneliti bahwa siklus belajar juga sangat 4

efektif meningkatkan pemahaman konsep materi kinetika enzim kimia pada mahasiswa. Yilmaz dan Cavas (2004) dalam penelitiannya tentang pengaruh metode siklus belajar 4E terhadap pemahaman siswa pada konsep listrik, menyimpulkan bahwa penerapan siklus belajar lebih berhasil dibanding siswa yang diajarkan dengan pendekatan tradisional. Bunyi adalah salah satu materi dalam mata pelajaran fisika di SMP sesuai dengan KTSP pada kelas VIII semester II. Siklus belajar sangat cocok digunakan untuk materi yang melibatkan fenomena-fenomena yang sangat sering dan mudah teramati di dalam kehidupan sehari-hari, Bunyi merupakan salah satu materi yang sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga banyak pengalaman yang diperoleh siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian penting untuk dapat menguasai dan menyadari manfaat dari mempelajari konsep tersebut. Namun berdasarkan pengalaman penulis selama mengajar di SMP 1 Bunguran Timur Laut, Natuna dan observasi di tiga SMPN Ranai Natuna didapati fakta bahwa sebagian besar siswa masih kesulitan dalam memahami konsep bunyi dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa hanya hafal konsep namun kurang memaknai konsep tersebut dan kemampuan berpikir kreatif siswapun tidak tergali ketika mempelajari materi bunyi. Hal tersebut karena model pembelajaran yang sering dipergunakan hanya menekankan pada penyampaian informasi oleh guru, siswa hanya diajarkan menghafal konsep. Maka perlu diadakan penelitian untuk mencari model pembelajaran yang sesuai sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa dan kemampuan berpikir kreatif siswa. 5

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan siklus belajar 5E karena menurut Marek Methen (Poedjiadi, 1994) yang berdasarkan penelitiannya mengungkapkan strategi pembelajaran dengan menggunakan siklus belajar menunjukan keterlibatan siswa secara aktif dan konsep-konsep yang dipelajari akan lebih dikuasai siswa. Selain itu pada penerapan siklus belajar 5E kemampuan berpikir kreatif siswa akan tergali optimal karena suasana pembelajaran berpusat pada siswa dan guru bukanlah sang otoriter tapi hanya sebagai fasilitator. Menurut Munandar (2003), perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana non otoriter, ketika belajar atas prakarsa sendiri, karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengungkapkan gagasan baru, dan ketika anak diberi kesempatan bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, maka kemampuan kreatif dapat tumbuh subur. Masih menurut Munandar (1999) aktivitas kreatif akan terbentuk jika dalam pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Siklus Belajar 5E pada Materi Bunyi untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan siklus belajar 5E pada pembelajaran materi bunyi secara signifikan dapat lebih 6

meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional? Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perbandingan peningkatan penguasaan konsep bunyi antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar 5E dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional? 2. Bagaimanakah perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kreatif konsep bunyi antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar 5E dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap penerapan siklus belajar 5E dalam pembelajaran materi bunyi? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menjajagi penerapan silkus belajar 5E pada pembelajaran materi bunyi dalam meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Tujuan lain dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang tanggapan siswa setelah penerapan siklus belajar 5E pada pembelajaran materi bunyi. D. Manfaat Penelitian berikut: Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan mempunyai nilai guna sebagai 7

1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang penerapan siklus belajar 5E dalam meningkatkan penguasaan konsep fisika dan kemampuan berpikir kreatif, sehingga dapat dipertimbangkan penggunaannya di ruang kelas. 2. Bagi pihak lain yang penelitiannya beririsan, hasil-hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau pembanding. E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Penerapan siklus belajar 5E pada materi bunyi secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional. (H 1 : A1 ). A2 b. Penerapan siklus belajar 5E pada materi bunyi secara signifikan dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional. (H 1 : A1 ). A2 Beberapa asumsi diajukannya hipotesis di atas ialah: 1. Penerapan siklus belajar 5E melalui kelima fasenya yaitu : engage, explore, explain, extend dan evaluate dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam proses penggalian informasi dalam menemukan konsep, melakukan percobaan mengemukakan gagasan, mendiskusikan hasil pengamatan. Dengan demikian, penerapan siklus belajar dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. 8

2. Penerapan siklus belajar 5E dapat memfasilitasi terjadinya proses latihan berpikir untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. F. Definisi Operasional 1. Siklus Belajar 5E diartikan sebagai siklus belajar yang terdiri dari lima fase (5E) yaitu tahap Engage, fase pengenalan terhadap konsep yang akan dipelajari yang sifatnya memotivasi atau mengaitkannya dengan hal-hal yang akan membuat siswa berminat mempelajari konsep, tahap Explore, fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman lansung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. tahap Explain, fase memotivasi siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika dalam fase ekplorasi dengan menggunakan kata-kata sendiri, tahap Extend, fase ini mengarahkan siswa untuk menggunakan definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang mereka dapatkan pada situasi yang baru, fase ini dapat berupa penyelidikan, pemecahan masalah dan membuat keputusan. Terakhir, Evaluate yaitu fase penilaian formal dan informal, guru diharapkan secara terus menerus mengobservasi dan memperhatikan kemampuan dan keterampilan siswa untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awal. Keterlaksanaan siklus belajar 5E dalam pembelajaran diobservasi oleh observer dengan panduan lembar observasi. 2. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa memahami dan menerapkan konsep-konsep bunyi, baik konsep secara teori maupun penerapannya. 9

Indikator penguasaan konsep pada penelitian ini didasarkan pada tingkatan domain kognitif Bloom yang dibatasi pada tingkatan domain pengetahuan (C 1 ), pemahaman (C 2 ), dan aplikasi (C 3 ). Penguasaan konsep diukur menggunakan tes berbentuk pilihan ganda. 3. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli, yang berhubungan dengan konsep serta menekankan pada kemampuan berpikir kretif siswa dalam aktivitas bertanya, menerka sebab-sebab, menerka akibat-akibat, memperbaiki hasil keluaran, dan meramal. Diukur dalam aspek 1) kelancaran (fluency), banyaknya mengemukakan gagasan, 2) keluwesan (flexibility), banyaknya argumen jawaban yang berbeda, 3) Originalitas (originality), keunikan gagasan yang dikemukakan. Kemampuan berpikir kreatif diukur menggunakan tes berbentuk uraian. 4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang didominasi metode ceramah, dimana guru cenderung sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Langkah-langkah pembelajaran konvensional diawali guru memberi informasi di depan kelas, menerangkan suatu konsep, siswa mendengarkan penjelasan guru, siswa mencatat dan sedikitnya bertanya ketika ada penjelasan guru yang kurang dipahami serta latihan-latihan soal. Diakhiri pembelajaran guru memberikan soal-soal pekerjaan rumah. 10