TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

ANALISIS DAN PENGEMBANGAN POLA PEMULIAAN (Breeding Scheme) DOMBA PRIANGAN YANG BERKELANJUTAN DEDI RAHMAT

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

MODEL POLA PEMULIAAN (Breeding Scheme) TERNAK BERKELANJUTAN KARYA ILMIAH DEDI RAHMAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

Bibit domba Garut SNI 7532:2009

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

PENDAHULUAN. Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008

P = G + E Performans? Keragaman? Dr. Gatot Ciptadi PERFORMANS. Managemen. Breeding/ Repro. Nutrisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

PEMANFAATAN EFISIENSI REPRODUKSI MELALUI PROGRAM PEMULIAAN DOMBA : STRATEGI PADA PUSAT PEMBIBITAN DAN PEMANFAATANNYA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal. Persilangan diperkirakan mulai terjadi sekitar tahun 1864 ketika pemerintah Hindia Belanda memasukkan domba merino sebanyak 19 ekor betina dan seekor jantan ke Garut yang dipelihara K.F. Holle. Terbentuknya bangsa domba Priangan seperti sekarang ini merupakan hasil seleksi yang telah dilakukan selama bertahun-tahun dan adaptasinya terhadap lingkungan setempat (LIPI 1979). Mulliadi (1996) mengemukakan bahwa bentuk tubuh domba Priangan jantan : garis muka cembung, telinga rumpung (kecil) tanduk kokoh dan kuat, garis punggung cekung, dada lebar, tipe ekor sedang sampai gemuk, sedangkan betina : garis muka cembung, telinga rumpung (kecil), tanduk kecil atau benjolan, garis punggung lurus bagian dada tidak lebih besar, ekor termasuk tipe sedang. Warna sangat beragam dari putih, hitam coklat abu-abu dan kombinasi warnawarna tersebut. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Rataan Sifat-sifat Kuantitatif Domba Garut dewasa Sifat Kualitatif Jantan Betina Bobot badan (kg) 57.74 ± 11.96 36.89 ± 9.35 Panjang badan (cm) 63.41 ± 5.72 56.37 ± 4.58 Lingkar dada (cm) 88.73 ± 7.58 77.41 ± 6.74 Tinggi pundak (cm) 74.34 ± 5.84 65.61 ± 4.85 Sumber : Heriyadi et al. 2002 Produksi dan Reproduksi Domba Priangan Tujuan pemeliharaan domba di Indonesia umumnya adalah sebagai penghasil daging. Pola usaha ternak yang dilaksanakan peternak pada umumnya dapat digolongkan dalam pola pembesaran atau pembibitan, hasil usaha yang diharapkan adalah produksi anak untuk kemudian dibesarkan sampai umur jual. Pada pola usaha demikian produktivitas usaha ternak dipengaruhi oleh efisiensi reproduksi induk serta laju pertumbuhan anak (Setiadi et al. 1995). Salah satu

cara untuk meningkatkan produktivitas ternak domba adalah dengan cara meningkatkan efisiensi reproduksi ternak (Hastono & Masbulan 2001). Tolok ukur untuk menilai produktivitas domba penghasil daging diantaranya adalah berat lahir, berat sapih, berat dewasa, pertambahan berat badan dan litter size. Keragaan produksi domba Priangan berdasarkan hasil penelitian Sutedja et al. (1978) terdapat pada Tabel 2. Tabel 2 Keragaan produksi domba Priangan Keragaan Produksi Nilai Bobot lahir (Kg/ekor) 1.70 ± 0.22 Bobot sapih (kg/ekor) 10.00 ± 2.30 Bobot 1 tahun (kg/ekor) 31.60 ± 1.00 Rata-rata jumlah anak per kelahiran (ekor) 1.86 ± 0.11 Mortalitas rata-rata sampai dewasa (%) 8.90 Sumber : Sutedja et al. (1978) Menurut Standarisasi bibit domba Garut, bobot lahir jantan tunggal, kembar dua dan kembar tiga minimal 3.02 ± 0.40 kg, 2.72 ± 0.24, dan 2.26 ± 0.15 sedangkan rata-rata bobot sapih jantan adalah 11.50 ± 1.50 (Heriyadi et al. 2002). Pada usaha ternak domba keragaan reproduksi penting diperhatikan karena sangat menentukan banyaknya anak yang dihasilkan. Keragaan reproduksi domba Priangan yang dipeliharan pada lingkungan tradisional dan intensif terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Keragaan reproduksi domba Garut pada pemeliharaan tradisional dan intensif Tradisional Intensif Rataan Kisaran Rataan Kisaran Umur Pertama kawin (bulan) 9.57 7-12 12.61 8-18 Siklus berahi (hari) 19.35 14 30 17.92 17-20 Umur pertama beranak (bulan) 17.00 10-18 19.92 12-40 Kawin setelah beranak (hari) 59.28 40 90 54.07 40-78 Jumlah kawin/kebuntingan (kali) 1.50 1 5 1.61 1-3 Sumber : Hastono dan Masbulan (2001).

Parameter Genetik dan Nilai Pemuliaan Parameter genetik yang penting diketahui dalam menyusun program pemuliaan diantaranya adalah nilai heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat. Heritabilitas adalah suatu koefisien yang menggambarkan berapa bagian dari keragaman fenotipik total yang disebabkan oleh pengaruh kelompok gen yang beraksi secara aditif, sedangkan korelasi genetik adalah korelasi yang lebih banyak dipengaruhi oleh gen-gen yang beraksi secara pleiotropik (Martojo 1992), kedua nilai ini berperan di dalam pelaksanaan seleksi. Nilai heritabilitas dan korelasi genetik dapat dihitung dengan berbagai cara, rancangan untuk menghitung heritabilitas dan korelasi genetik dapat sama. Pendugaan terhadap besarnya nilai heritabilitas akan berbeda-beda tergantung pada metoda yang digunakan, ragam genetik populasi, pengambilan contoh dan banyaknya data serta kondisi populasi tempat heritabilitas dihitung (Lasley 1972; Falconer 1981; Warwick et al. 1990) Nilai heritabilitas bobot lahir, bobot sapih dan pertambahan bobot badan sampai disapih domba Priangan hasil penelitian Setiadi (1983) masing-masing 0.25 ± 0.15, 0.71 ± 0.33, dan 0.79 ± 0.36, hasil penelitian Rahmat (2000), heritabilitas bobot lahir 0.23 ± 0.13 dan bobot sapih 0.24 ± 0.16 dan hasil penelitian Dudi (2003) dengan memperhitungkan maternal genetic effect dan lingkungan bersama, nilai heritabilitas bobot lahir 0.09 ± 0.04, bobot sapih 0.13 ± 0.008 dan pertambahan bobot badan sampai sapih 0.19 ± 0.09. Korelasi genetik bobot lahir dengan bobot sapih 0.58 ± 0.27, bobot lahir dengan pertambahan bobot badan 0.34 ± 0.17 dan bobot sapih dengan pertambahan bobot badan 0.35 ± 0.02 (Rahmat 2000). Nilai pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam mengevaluasi keunggulan individu dalam mengevaluasi ternak dan merupakan parameter penting dalam program pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan pada dasarnya merupakan regresi dari nilai fenotipik ternak terhadap nilai heritabilitasnya. Karena pentingnya nilai pemuliaan dalam pemuliaan ternak, kecermatan pendugaan nilai pemuliaan akan menentukan respon seleksi yang diperoleh. Nilai pemuliaan dapat diduga dengan berbagai cara, salah satu cara yang cukup cermat dalam menduga nilai pemuliaan adalah menggunakan Best Linear Unbiased Prediction (BLUP). Keuntungan metode BLUP adalah (1). model dapat memperhitungkan semua pengaruh lingkungan tetap dan bisa langsung

dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi (2). memungkinkan untuk turut diperhitungkannya seluruh informasi kekerabatan antar ternak (3). bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang tidak mempunyai catatan produksi asalkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan individu yang mempunyai catatan (4). EBV yang dihasilkan lebih akurat (Anang et al. 2003) Pola Pemuliaan (Breeding Scheme) Pemuliaan ternak adalah usaha jangka panjang dengan suatu tantangan utama adalah memperkirakan ternak macam apa yang menjadi permintaan di masa mendatang serta merencanakan untuk menghasilkan ternak-ternak yang diharapkan tersebut (Warwick et al. 1990). Peran pemuliaan dalam kegiatan produksi ternak sangat penting diantaranya untuk menghasilkan ternak-ternak yang efisien dan adaptif terhadap lingkungan. Produksi ternak yang efisien bergantung pada keberhasilan memadu sistem managemen, makanan, kontrol penyakit dan perbaikan genetik. Perbaikan mutu genetik akan efektif bila telah diketahui parameter genetik sifat-sifat produksi yang mempunyai nilai ekonomis disertai dengan tujuan pemuliaan (breeding objective) dan pola pemuliaan (breeding scheme) yang jelas. Untuk keberhasilan kegiatan pemuliaan perlu biaya mahal, waktu lama serta perlu teknologi, sehingga program pemuliaan ternak di negara-negar berkembang biasanya dilakukan oleh pemerintah (Devendra & Mc Leroy 1982). Salah satu cara untuk perbaikan genetik pada domba dilakukan melalui seleksi dalam kelompok ternak lokal dengan tujuan untuk meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan. Kegiatan seleksi akan efektif bila jumlah ternak yang diseleksi banyak, namun catatan performans individu dari jumlah yang banyak akan sangat mahal. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah, seleksi atau peningkatan mutu genetik dilakukan pada kelompok-kelompok tertentu kemudian disebarkan pada kelompok lain (Wiener 1999). Struktur ternak bibit umumnya berbentuk piramida yang terbagi menjadi tiga strata (tiers) yaitu pada puncak piramida kelompok elit (nucleus), kelompok pembiak (multiplier), dan paling bawah kelompok niaga (Nicholas 1993; Warwick et al. 1990; Wiener 1999). Pola pemuliaan pada dasarnya ada dua bentuk yaitu pola inti tertutup (Closed nucleus breeding scheme) dan pola inti terbuka (Open nucleus breeding scheme). Pada pola tertutup aliran gen hanya berlangsung satu arah dari puncak

(nucleus) ke bawah tidak ada gen yang mengalir dari bawah ke nucleus. Perbaikan genetik pada commercial stock terjadi bila ada perbaikan pada nucleus. Peningkatan mutu genetik pada nucleus tidak segera tampak pada strata dibawahnya, perlu waktu untuk meneruskan kemajuan genetik pada suatu strata ke strata berikutnya. Perbedaan performans antara dua strata yang berdekatan biasanya diekspresikan dengan jumlah tahun terjadinya perubahan genetik yang ditunjukkan oleh perbedaan performan antara strata yang berdekatan. Pola ini dalam praktek biasa digunakan dalam pemuliaan ternak tradisional, peternakan babi dan pemuliaan ayam (Nicholas 1993). Pola inti terbuka suatu sistem dimana inti (nucleus) tidak tertutup, oleh karena itu aliran gen tidak hanya dari strata atas ke bawah tetapi juga dari bawah ke atas. Karena itu setiap perbaikan genetik yang diperoleh dari hasil seleksi di tingkat dasar akan memberikan kontribusi pada peningkatan genetik di inti, besarnya kontribusi bergantung kepada laju aliran gen dari dasar ke inti. Dengan masuknya ternak bibit dari kelompok lain ke inti hubungan kekerabatan antara induk dengan jantan makin jauh sehingga laju inbreeding berkurang. James (1979) mengemukakan bahwa kemajuan genetik pada sistem terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tertutup. Pada sistem terbuka respons seleksi meningkat 10 sampai 15%, dengan laju inbreeding lebih rendah 50% bila dibandingkan dengan sistem tertutup pada kondisi dan ukuran sama. Kosgey (2004) mengemukakan bahwa pola inti terbuka cocok digunakan untuk pemuliaan domba di negara berkembang (tropik). Selanjutnya dinyatakan bahwa pola pemuliaan yang digunakan di negara berkembang berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan dan sosial budaya setempat, pola-pola tersebut antara lain pola tiga strata terdiri atas inti (nucleus), kelompok pembiak (multiplier) dan populasi dasar, pola dua strata (inti dan peternak), hanya inti saja, program hanya menseleksi jantan saja serta program seleksi jantan dan betina. Pola pemuliaan ternak terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Program-program statistik yang canggih dapat digunakan untuk menilai seekor ternak, demikian juga kemajuan teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan ternak unggul, hal ini memungkinkan pada masa yang akan datang breeding scheme akan berubah (van Arendonk et al. 1998).

Dalam pola pemuliaan yang perlu mendapat perhatian adalah peningkatan genetik dan laju inbreeding (Woolliams 1998; Fimland et al. 2002). Peningkatan genetik bertujuan untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin dari sumber genetik yang ada melalui pemuliaan dengan memanfaatkan teknologi dan keterbatasan lingkungan (Bijma et al. 2002). Selanjutnya Fimland et al. (2002) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang menentukan dalam pemuliaan berkelanjutan adalah inbreeding. Pengaruh inbreeding pada domba umumnya merugikan performan produksi. Menurut hasil-hasil penelitian yang dikumpulkan oleh Lamberson dan Thomas ( 1984 ) peningkatan 1% inbreeding menurunkan 0.017 kg wool, 0.013 kg bobot lahir 0.111 kg bobot sapih dan 0.178 kg bobot pra sapih, fertilitas induk menurun 1.4 sampai 1.16%, dan jumlah anak yang hidup sampai sapih menurun 0.7 sampai 7.2%. Pola pemuliaan yang digunakan harus sesuai dengan kondisi daerah atau negara, kepentingan petani, konsumen, pemerintah maupun politik. Kepentingankepentingan tersebut meliputi keamanan pangan, ketahanan pangan, kesejahteraan ekonomi dan sosial produsen serta konsumen, produksi berkelanjutan harus sesuai dengan kondisi lingkungan. Hasil penelitian Kosgey et al. (2002) alternatif pola pemuliaan untuk domba daging di daerah tropis adalah pola satu inti (one single breeding nucleus), gabungan kelompok peternak komersial (a group of commercial flocks running a cooperative) dan pola pemuliaan dua strata (two tier breeding scheme). Program Pemuliaan Berkelanjutan Program pemuliaan ternak merupakan suatu usaha jangka panjang dengan suatu tantangan utama adalah memperkirakan ternak macam apa yang menjadi permintaan di masa mendatang serta merencanakan untuk menghasilkan ternakternak yang diharapkan tersebut, untuk itu maka perlu adanya kegiatan yang berkelanjutan. Konsep pertanian berkelanjutan menurut Technical Advisory Committee of the Consultative Group on International Agricultural Research (TAC/CGIAR) dalam Chantalakhana dan Skunmun (2002) meliputi keberhasilan dalam mengelola sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melindungi serta mengawetkan sumber daya alam. Keberhasilan berimplikasi bahwa sistem produksi harus mampu meningkatkan pendapatan dan secara ekonomis berjalan serta secara sosial dapat diterima. Sumber daya alam

termasuk sumber daya dari luar pertanian berupa produk-produk pabrik seperti pupuk, mesin dan sebagainya. Mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan berarti perubahan lingkungan atau pemanfaatan sumber daya tidak boleh menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan, maka pemenuhan kebutuhan dan produksi harus terpenuhi dengan tidak merusak keseimbangan lingkungan. Croston dan Pollot (1985) mengemukakan bahwa tiga hal penting untuk keberhasilan program pemuliaan yaitu (1). Tujuan seleksi harus jelas serta sejalan dengan yang diinginkan peternak, (2). Metode yang tepat untuk menilai genotip (3). Pola (scheme) harus praktis untuk memperoleh materi genetik yang tinggi yang akan menguntungkan untuk digunakan dalam pemuliaan. Hasil penelitian Kosgey (2004) diketahui bahwa program pemuliaan ternak ruminansia yang menggunakan pendekatan top down sering mengalami kegagalan. Tujuan pemerintah umumnya meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, disisi lain peternak lebih berorientasi sebagai mata pencaharian, lebih ditujukan untuk kepentingan mereka sendiri dibandingkan dengan untuk kepentingan nasional. (Wollny et al. 2002). Langkah pertama dalam menyusun program pemuliaan adalah menentukan tujuan pemuliaan, yang dirumuskan bersama peternak supaya bisa berhasil dan sesuai dengan kepentingan peternak. Sifat yang ditingkatkan sebaiknya bernilai ekonomis tinggi serta mudah diukur, antara lain adalah litter size, laju reproduksi, bobot lahir, bobot sapih, dan kualitas karkas. Langkah kedua bersama-sama dengan petani menentukan bangsa yang cocok untuk dikembangkan. Langkah ke tiga mengelola program pemuliaan supaya berhasil meningkatkan mutu genetik ternak serta dalam jangka panjang dapat berkelanjutan. Selain adanya partisipasi peternak untuk dapat berkelanjutan program pemuliaan harus berorientasi pasar. Philipsson dan Rege (2002), mengemukakan bahwa dalam menyusun program pemuliaan yang berkelanjutan perlu integrasi antara kebijakan pembangunan pertanian, kelengkapan prasarana, peran serta (partisipasi) masyarakat, permintaan pasar serta aspek lain yang berkaitan dengan populasi ternak. Selanjutnya dinyatakan bahwa partisipasi petani sangat menentukan keberhasilan program pemuliaan yang berkelanjutan. Kosgey (2004) mengemukakan bahwa salah satu masalah dalam menjalankan program

pemuliaan adalah bagaimana mengefektifkan peran dan partisipasi petani. Program yang optimal bukan hanya berhasil dalam meningkatkan genetik ternak tetapi sesuai dengan sarana yang ada serta adanya keterlibatan peternak. Partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri, partisipasi dalam pembangunan adalah peran serta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberikan masukan berupa pikiran, tenaga, waktu, keahlian, materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan (Mubyarto 1984).