PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

I. UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XI/2013 Tentang Hak Pensiun Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

d. Mendeskripsikan perkembangan politik sejak proklamasi kemerdekaan.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 29/PUU-XII/2014 Hak Politik Bagi Mantan Terpidana Politik

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Ringkasan Putusan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P

PROGRAM JIMLY SCHOOL OF LAW AND GOVERNMENT SEPTEMBER - NOVEMBER 2014

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

PUTUSAN Nomor 8/PUU-VI/2008

Transkripsi:

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu dengan Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan Kedua pada tahun 2000, Perubahan Ketiga pada tahun 2001, dan Perubahan Keempat pada tahun 2002. Dengan adanya perubahan-perubahan empat kali itu, jumlah materi ketentuan yang semula hanya terdiri atas 71 butir ketentuan atau 71 butir rumusan ayat atau pasal, bertambah menjadi 199 butir ketentuan. Dalam keseluruhan materi ketentuan yang berjumlah 199 butir itu, hanya 25 butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan atau masih sebagaimana aslinya pada saat disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sedangkan selebihnya sebanyak 174 butir merupakan materi ketentuan yang sama sekali baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hanya dengan empat kali perubahan, meskipun nama Undang-Undang Dasar ini masih menggunakan nama lama, tetapi isinya telah mengalami perubahan mendasar dalam jumlah yang berlipat-lipat ganda, yaitu 25 berbanding 174 butir ketentuan. Hal yang juga sangat penting diperhatikan dalam rangka perubahanperubahan itu ialah bahwa sekarang, konstitusi yang diberi nama resmi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 ini, menyediakan mekanisme agar norma-norma hukum dasar yang terkandung di dalamnya dapat dijalankan diawasi pelaksanaannya oleh lembaga peradilan yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga yang menetapkan dan/atau mengubah Undang- Undang Dasar, tetapi setelah ditetapkan Mahkamah Konstitusi lah yang ditugaskan untuk mengawalnya. Bahkan jikalau sekiranya dalam rumusan ketentuan UUD itu terdapat kekurangan atau ketidak-jelasan disana-sini, Mahkamah Konstitusi lah yang diberi kewenangan untuk menentukan tafsir yang tepat mengenai hal itu. Karena itu, Mahkamah Konstitusi di berbagai negara biasa disebut sebagai pengawal dan penafsir konstitusi atau the guardian and the sole and the highest interpreter of the constitution. 1 Sambutan dalam rangka Temuwicara Mahkamah Konstitusi dengan Pejabat Pemerintah Daerah se-indonesia tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jakarta, 7-9 April 2005. 2 Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 1

Hanya saja, harus dipahami bahwa pelaksanaan pengawalan dan penafsiran Undang-Undang Dasar itu oleh Mahkamah Konstitusi dilakukan bukan dengan cara yang tersendiri, melainkan melalui media putusan atas perkara-perkara yang diadilinya. Yang dapat diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi adalah perkara-perkara konstitusi yang berkaitan (i) pengujian konstitusionalitas undang-undang; (ii) sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara; (iii) perselisihan hasil pemilihan umum; (iv) pembubaran partai politik; dan (v) pendapat DPR dalam rangka penuntutan pertanggungjawaban untuk pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945. Putusan-putusan dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan kelima jenis kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut pada pokoknya merupakan wujud konkrit dari fungsi pengawalan dan penafsiran yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap hukum dasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena penting dan strategisnya kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang baru dalam sistem ketatanegaraan kita pasca perubahan, maka sangat diperlukan upaya yang bersengaja bagi mahkamah ini untuk memperkenalkan diri ke tengah-tengah masyarakat. Dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ditentukan bahwa banyak sekali pihak yang berkepentingan untuk mengetahui keberadaan lembaga baru ini. Pihak-pihak yang secara jelas disebutkan dalam UU No. 24 Tahun 2003, mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perkara ke Mahkamah Konstitusi adalah: (1)Perorangan warga negara Indonesia (untuk pengujian UU); (2)Kesatuan masyarakat hukum adat (untuk pengujian UU); (3)Badan hukum publik atau privat (untuk pengujian UU); (4)Lembaga negara (untuk pengujian UU dan sengketa antar lembaga); (5)Pemerintah (untuk pembubaran partai politik); (6)Peserta pemilihan umum, baik pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, maupun pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden (untuk perselisihan hasil pemilu); Dengan demikian sangatlah luas kelompok sasaran yang perlu diperkenalkan dengan segala seluk beluk Mahkamah Konstitusi untuk membantu agar hak-hak dan/atau kewenangan konstitusional masing-masing pihak tersebut di atas dapat dijamin dan diwujudkan dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan sehari-hari. Tentu tidak semua warga negara Indonesia, tidak semua kesatuan masyarakat hukum adat, tidak semua badan 2

hukum, lembaga negara, aparatur pemerintah, ataupun peserta pemilihan umum mengajukan permohonan perkara. Untuk menjadi pemohon perkara secara resmi ada syarat-syaratnya yang diatur dalam undang-undang, sehingga berbagai seluk beluk tentang prosedur beracara di Mahkamah Konstitusi mutlak perlu diperkenalkan kepada khalayak yang luas. Dengan pengenalan tersebut diharapkan khalayak pada umumnya dan pihak-pihak tersebut di atas pada khususnya, dapat sungguh-sungguh menyadari dan sekaligus mengerti arti pentingnya Mahkamah Konstitusi dalam rangka jaminan-jaminan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban konstitusional mereka sendiri dalam kehidupan bernegara berdasarkan UUD 1945. Memperkenalkan dan menyadarkan orang akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban konstitusionalnya sebagai warga negara, tentu tidaklah mudah. Upaya penyadaran atau conscientisation membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan memerlukan keterlibatan aktor yang luas dan banyak pula. Oleh karena itu, setiap lembaga resmi maupun lembaga yang tidak resmi, tokoh politik dan tokoh masyarakat diharapkan dapat bergotong royong bersama-sama dan sendiri-sendiri mengambil peran dan tanggungjawab kebangsaan guna membangun dan meningkatkan kesadaran bernegara berdasarkan UUD 1945 secara luas. Inilah yang kita namakan sebagai pendidikan bernegara berdasarkan UUD atau konstitusi, yang biasa disebut juga civic education atau pendidikan kewarganegaraan. Tentu di antara lembaga-lembaga negara yang ada, yang peranannya paling menentukan dalam hal ini adalah Pemerintah. Pemerintah lah yang mempunyai segala segala sumber (resources), baik berupa informasi, dana, dan sarana, serta tenaga yang diperlukan untuk menjamin suksesnya upaya pendidikan bernegara berdasarkan konstitusi dan pendidikan kewarganegaraan itu dalam arti yang seluas-luasnya. Lagi pula tugas eksekutif memang berada di dalam tanggungjawab Pemerintah. Namun, lembaga-lembaga seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, Mahkamah Konstitusi, dan lain-lain juga bertanggungjawab untuk memasyarakatkan kesadaran berkonstitusi itu baik langsung maupun tidak langsung. Lebih-lebih Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan lembaga yang mengubah dan menetapkan berlakunya Undang-Undang Dasar, serta Mahkamah Konstitusi yang mengawal pelaksanaan UUD dan menafsirkannya melalui putusan peradilan konstitusi, sangat berkepentingan dengan suksesnya upaya pendidikan kesadaran berkonstitusi itu dalam peri kehidupan bernegara. 3

Oleh karena itu, UU tentang Susduk Tahun 2003 menentukan bahwa salah satu tugas Pimpinan MPR adalah masyarakatkan putusan MPR, yang salah satunya adalah perubahan-perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun tugas itu bukanlah tugas konstitusional institusi MPR, melainkan tugas legal Pimpinan MPR yang oleh Undang-Undang tentang Susduk ditentukan sebagai jabatan tersendiri, pemasyarakatan hasil kerja MPR sebagai lembaga negara, baik untuk kepentingan para anggotanya sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat luas, khususnya mengenai perubahan-perubahan terhadap UUD 1945 memang merupakan suatu keniscayaan. Namun karena tugas pemasyarakatan konstitusi itu merupakan tugas mulia yang sangat besar, sudah sepantasnya dan seharusnya lembagalembaga lain turut meringankan beban pimpinan MPR, terutama untuk pemasyarakatan konstitusi bagi masyarakat luas. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga baru yang juga perlu memperkenalkan diri ke tengahtengah masyarakat, juga perlu mengambil tanggungjawab untuk juga mengembangkan upaya pendidikan dan pemasyarakatan konstitusi, tidak saja berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi, hak dan kewajiban konstitusional warga negara, dan lain-lain yang berkaitan dengan pengawalan dan penafsiran terhadap UUD 1945, tetapi juga mengenai kebutuhan untuk pemasyarakatan UUD 1945 dalam arti yang lebih luas. Di samping itu, yang tentu tidak kalah pentingnya ialah peranan Pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga penyiaran. Kegiatan pendidikan dan pemasyarakatan pertama-tama, pada pokoknya, termasuk wilayah kerja eksekutif atau pemerintahan. Karena itu, tanggungjawab utama dan pertama untuk pemasyarakatan dan pendidikan konstitusi itu ada di tangan Pemerintah. Pemerintah lah yang menguasai lebih banyak informasi, sumber-sumber dana, sarana, dan prasarana, tenaga, keahlian, dan jaringan yang dapat diharapkan mendukung upaya pemasyarakatan dan pendidikan konstitusi itu. Setelah Pemerintah sungguhsungguh menjalankan perannya baru lah kita dapat berharap bahwa lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga penyiaran dapat digerakkan untuk berperan aktif dalam upaya pendidikan dan pemasyarakatan mengenai pentingnya kehidupan bernegara yang berdasarkan konstitusi. Baik lembaga pendidikan maupun lembaga penyiaran sama-sama penting dan sangat menentukan perannya dalam 4

membentuk persepsi, pandangan, sikap tindak, dan pendapat umum yang berkembang dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Demikian pula masyarakat sendiri, tokoh-tokoh politik, tokoh-tokoh agama, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi kemasyarakatan, dan semua institusi yang berperan dalam lingkungan masyarakat madani (civil society), dalam lingkungan dunia usaha atau business (market), dan dalam lingkungan organ-organ negara, organ-organ daerah secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama sudah seharusnya secara sinergi mendukung, membantu, dan memprakarsai berbagai upaya untuk menyukseskan kegiatan pemasyarakatan dan pendidikan kesadaran berkonstitusi tersebut. Dengan begitu, kita dapat berharap bahwa Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan benar-benar menjadi living consttution, sehingga tugas konstitusional Mahkamah Konstitusi sendiri sebagai the guardian and the sole interpreter of the constitution menjadi lebih mudah diwujudkan. 5