BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK menjadi penyebab kematian utama di negara berkembang, angka kematiannya diperkirakan meningkat hingga 28% per tahun. Data WHO tahun 2013 menunjukkan bahwa PJK menduduki posisi keempat penyakit tidak menular dengan angka kejadian sebesar 63% dari total kematian. (2) Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5 %, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. (3) Prevalensi penyakit jantung koroner tahun 2013 di Sumatera Barat sebesar 1,2%. (4) Data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2012 menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di Kota Padang adalah penyakit jantung dengan angka kejadian 19%. (5) Kejadian PJK lebih dari 50% disebabkan karena hiperkolesterolemia. (6) Hiperkolesterolemia adalah suatu kelainan yang terjadi pada kadar lemak dalam darah berupa peningkatan kadar kolesterol darah total. (1) WHO memperkirakan kejadian hiperkolesterolemia berkaitan dengan lebih dari 4 juta kematian tiap tahunnya. (7) Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi hiperkolesterolemia pada kelompok usia 25-34 tahun sebesar 9,3% dan meningkat sesuai pertambahan usia hingga 15,5% pada kelompok usia 55-64 tahun. Pada penduduk >15 tahun didapatkan kolesterol total abnormal sebesar 35,9%. (3) Data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi hiperkolesterolemia sebesar 39,8%. Beberapa propinsi di Indonesia seperti Nangroe Aceh, Sumatra Barat, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau mempunyai prevalensi hiperkolesterolemia 50%. (8) Hal ini juga sesuai dengan penelitian Andira
tahun 2012 pada karyawan PT Semen Padang menunjukkan bahwa kejadian hiperkolesterolemia sebesar 54,1%. (9) Faktor risiko hiperkolesterolemia terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain kegemukan, asupan kolesterol, asupan serat rendah, asupan lemak tinggi, aktivitas fisik yang rendah, perubahan keadaan sosial dan stress, dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan yaitu genetik, jenis kelamin, usia, (1, 10) geografis, dan ras. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan kadar kolesterol. (8) Obesitas yaitu nilai indeks massa tubuh diatas normal mempunyai kecenderungan kadar kolesterol 30% lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang mempunyai berat badan normal. (11) Berdasarkan penelitian Soleha tahun 2012 didapatkan bahwa indeks masa tubuh di atas normal cenderung memiliki risiko kadar kolesterol darah lebih tinggi 30-39 %. (12) Hal ini didukung oleh penelitian Sari D M, Azrimaidaliza dan Purnakarya I tahun 2010 didapatkan bahwa IMT tinggi beresiko memiliki kadar kolesterol total tinggi 4,643 kali dibanding responden dengan kategori IMT normal. (13) Penyebab utama meningkatnya kadar kolesterol di dalam darah adalah seringnya mengkonsumsi makanan mengandung kolesterol tinggi dan lemak jenuh tinggi. (9) Konsumsi kolesterol dalam batas aman yang di anjurkan tidak lebih dari 300 mg/dl perhari. Berdasarkan Nazar tahun 2013 konsumsi kolesterol yang tinggi akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. (14) Berdasarkan penelitian Zahroh dan Bertalina tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan kolesterol dengan kadar kolesterol darah. (15)
Asupan lemak jenuh yang umumnya berasal dari produk hewani jika dikonsumsi dalam jumlah banyak secara signifikan akan meningkatkan kadar LDL kolesterol darah. (12) Beberapa penelitian melakukan sebuah analisis yang menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1% kalori dari lemak jenuh akan disertai dengan peningkatan LDL sebesar 2% dan sebaliknya. (11) Menurut penelitian Sobari tahun 2014, menyatakan bahwa konsumsi lemak jenuh akan berpengaruh terhadap kadar kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) yang menyebabkan darah menjadi mudah menggumpal dan dapat merusak dinding pembuluh darah arteri sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan. (16) Asupan lemak tidak jenuh memiliki fungsi dalam menurunkan kadar kolesterol darah. Studi epidemiologi yang dilakukan Hardinsyah tahun 2011 membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak tidak jenuh dengan kadar kolesterol darah. (17) Penurunan kolesterol LDL yang disebabkan oleh diet asam lemak tidak jenuh ganda lebih besar dibandingkan dengan diet asam lemak tidak jenuh tunggal. Konsumsi asam lemak tidak jenuh ganda (omega-3) pada dosis farmakologis (>2 gram/hari) mempunyai efek netral terhadap konsentrasi kolesterol LDL dan mengurangi konsentrasi trigliserida. (8) Serat memiliki banyak manfaat bagi tubuh, diantaranya dapat menjaga kesehatan jantung, mencegah stroke, menurunkan kolesterol dan membantu menjaga berat badan agar tetap ideal. (18) The American Heart Association (AHA) merekomendasikan bahwa peningkatan asupan serat sebanyak 10 hingga 25 gr/hari dapat menurunkan lipid, khususnya mengurangi LDL dalam plasma. Peningkatan asupan serat paling sedikit 5 sampai 10 gr/hari dapat mengurangi kolesterol LDL sebesar 5 %. Sebuah meta-analisis pada 8 studi klinis menunjukkan, asupan serat psyllium 10,2 g/hari dapat menurunkan kolesterol LDL sebesar 7% apabila dikombinasikan dengan diet rendah lemak. (19)
Data dari Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 93,6% penduduk Indonesia kurang mengkonsumsi buah yang merupakan sumber utama serat pangan. Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia hanya 10,5 gr/hari. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia hanya memenuhi 1/3 dari kebutuhan ideal akan serat yang mencapai 20-30 gr/hari. (20) Hasil penelitian Dewi tahun 2015 menyebutkan bahwa serat di dalam tubuh bersifat hipokolesterolemik, mempunyai efek perlawanan terhadap PJK melalui penurunan kolesterol. (21) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mamat tahun 2010 didapatkan bahwa ada hubungan antara konsumsi serat dengan kadar kolesterol HDL. (22) Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Azrimaidaliza et al tahun 2010 didapatkan bahwa kurang konsumsi makanan yang berserat beresiko 3,684 kali memiliki kadar kolestrol total tinggi dibandingkan dengan konsumsi makanan yang berserat cukup. (13) Selain asupan makan, merokok juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok terbesar ketiga dan menduduki peringkat kelima sebagai konsumen rokok terbesar di dunia. (9) Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi perokok di Sumatera Barat sebesar 55%, angka ini melewati angka nasional yaitu 50,3%. (3) Data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi perokok di Indonesia adalah 29,2% dengan rata-rata 12 batang/hari. Data Sumatera Barat didapatkan bahwa prevalensi perokok lebih tinggi dari angka nasional yaitu 30,2% dengan menghisap 14 batang/hari. (20) Menurut penelitian Kusumasari tahun 2015 didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan kadar kolesterol total. (23) Apabila seseorang berada dibawah tekanan atau mengalami stress cenderung orang tesebut akan mengikuti diet yang tidak sehat, merokok berlebihan bahkan mengkonsumsi alkohol. Hal ini akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh yang berujung pada komplikasi kesehatan. (24)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari tahun 2010 didapatkan bahwa ada hubungan tingkat stress dengan kadar kolesterol darah. (25) Aktivitas fisik juga mempengaruhi kadar kolesterol. Aktivitas fisik yang rendah akan mendorong keseimbangan energi ke arah positif sehingga terjadi penyimpanan energi dan penambahan berat badan, akibatnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar kolesterol darah. (8) Proporsi aktivitas fisik penduduk Indonesia yang tergolong kurang aktif sebanyak 26,1%. Sumatera Barat merupakan provinsi dengan proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif diatas rata-rata nasional. Sebesar 54,8% penduduk Sumatera Barat tergolong kurang aktivitas fisik, dimana Kota Padang memiliki prevalensi tertinggi diantara kabupaten/kota lainya di Sumatera Barat yaitu sebesar 83,4%. (20) Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Shirazi tahun 2008, olahraga secara teratur dapat menurunkan kadar kolesterol darah secara signifikan dan meningkatkan kadar HDL. Hal ini sejalan dengan penelitian Waluyo tahun 2013 yang mengatakan bahwa tingkat aktivitas fisik berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol darah. (26) Kejadian hiperkolesterolemia meningkat pada usia >20 tahun. Hiperkolesterolemia paling banyak terjadi di perkotaan (39,5%). Berdasarkan tingkat pendidikan dan tempat tinggal PJK paling banyak terjadi pada tingkat pendidikan tinggi (0,8%) dan berada di perkotaan (0,6%). Pegawai menempati urutan ketiga terbanyak menderita PJK. (3) Data dari BPS kota Padang instansi yang memiliki pegawai dalam jumlah besar yaitu Dinas Kesehatan Sumbar, Dinas Pendidikan Sumbar dan Kemenag (Kementerian Agama) Sumbar. Data studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Desember 2016 terhadap 30 pegawai di masing-masing instansi didapatkan bahwa kejadian hiperkolesterolemia paling banyak di Kemenag Sumbar sebesar 40%. Rata-rata kadar kolesterol darah pegawai Kemenag yaitu 189 mg/dl. Rata-rata usia responden yaitu 30-57 tahun. Faktor resiko kejadian hiperkolesterolemia, salah satunya adalah obesitas. Kejadian obesitas sentral di Kemenag sebesar 46,6%.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan penelitian dengan judul faktor faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol darah pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka peneliti ingin mengetahui apa saja faktor faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol darah pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol darah pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi kadar kolesterol darah pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017. 2. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 3. Mengetahui distribusi frekuensi asupan kolesterol pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 4. Mengetahui distribusi frekuensi asupan lemak jenuh pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 5. Mengetahui distribusi frekuensi asupan lemak tidak jenuh pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017.
6. Mengetahui distribusi frekuensi asupan serat pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 7. Mengetahui distribusi frekuensi merokok pegawai di Kantor Wilayah Kementerian AgamaProvinsi Sumatera Barat tahun 2017. 8. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat stress pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 9. Mengetahui distribusi frekuensi aktivitas fisik pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 10. Mengetahui hubungan status gizi, asupan kolesterol, asupan lemak jenuh, asupan lemak tidak jenuh, asupan serat, merokok, tingkat stress dan aktivitas fisik dengan kadar kolesterol darah pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 11. Mengetahui faktor-faktor yang dominan berhubungan dengan kadar kolesterol darah pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Untuk menambah wawasan peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan dan menerapkan ilmu yang telah dipelajari serta mengembangkan pengetahuan peneliti tentang faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol darah. 2. Untuk bahan bacaan dan referensi sebagai bahan kepustakaan bagi mahasiswa lainnya. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai data awal bagi peneliti yang akan datang untuk melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan kolesterol darah. 3. Untuk menambah informasi dan pengetahuan gizi bagi pegawai di Kemenag Sumbar terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol darah. Diharapkan setelah penelitian ini, pegawai menjadi lebih mengetahui cara mengendalikan kadar kolesterol agar tetap
normal melalui pengaturan pola makan dan gaya hidup yang sehat serta menganjurkan kepada pegawai untuk melakukan cek kesehatan secara rutin. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat. Jenis penelitian ini adalah Crossectional Study dengan variabel dependen kadar kolesterol darah dan variabel independennya status gizi, asupan kolesterol, asupan lemak jenuh, asupan lemak tidak jenuh, asupan serat, merokok, tingkat stress dan aktivitas fisik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai Juli 2017. Penelitian ini merupakan penelitian payung yang terdiri dari 5 mahasiswa, yang masing-masing menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit sindrom metabolik. Penyakit sindrom metabolik yang diteliti antara lain kadar kolesterol darah, kadar gula darah, kadar asam urat, obesitas sentral dan tekanan darah.